Attachment dan agresivitas Kepribadian

emosional, dan rentan terhadap kritikan orang lain yang besar kemungkinan akan bertindak agresif. individu mempunyai skor rendah pada openness yaitu tidak peduli pada orang lain maka akan tinggi tingkat agresivitasnya, sedangkan jika mempunyai skor tinggi pada openness yaitu mudah toleransi, fokus dan wapada pada berbagai perasaan maka akan rendah agresivitasnya. Selain bigfive personality peneliti mengajukan variabel lain yang mempengaruhi agresivitas pada remaja, yaitu attachment keterikatan. Karena dengan attachment yang baik seperti rasa aman, kasih sayang, mendapatkan dorongan yang positif secure dari orang tuanya anak akan mengurangi perilaku agresi daripada anak yang tidak mempunyai rasa aman insecure dari orang tuanya. Pada pola insecure anak akan merasa menolak, menghindari serta merasa dirinya dapat melakukan sesuatu hal tanpa perlu arahan dari orang tuanya sedangkan anak dengan pola secure dapat lebih aman dan nyaman untuk terbuka dan mau mengeluhkan perasaan-perasaan yang mereka rasakan di lingkungan sosialnya maupun di dalam dirinya sendiri. Menurut Dyka, Ziv dan Cassidy dalam Gallarin Alonso-Arbiol, 2012 menyatakan bahwa remaja yang secure attachment kelekatan yang aman dibandingkan dengan yang insecure attachment kelekatan yang tidak aman dianggap lebih prososial atau cenderung kurang berperilaku agresif. Selama ini, banyak peneliti menerima adanya tiga pola attachment seperti yang didefinisikan oleh Bowbly secure attachment, insecure avoidant attachment, dan insecure-ambivalent attachment. Namun Bartholomew dan Horowitz 1991 mengembangkan empat dimensi attachment yaitu Secure attachment, fearful attachment, preoccupied attachment, dan dismissing attachment. Misalnya, individu dengan gaya kelekatan aman secure attachment akan mampu melakukan kontrol, sehingga tidak mudah marah anger. Individu yang tidak mudah marah akan kecil kemungkinan untuk agresivitas. Kemudian, fearful attachment kelekatan rasa takut individu yang takut ditolak menggambarkan orang tua mereka secara negatif memendam perasaan hostile dan marah tanpa menyadarinya yang kemudian besar kemungkinan untuk agresivitas. Selanjutnya, individu dengan gaya kelekatan terokupasi preoccupied attachment individu yang memiliki kecemasan dan rasa malu karena tidak pantas menerima kasih sayang ini diduga terjadi terutama ketika para orang tua tidak disamping mereka secara konsisten dan dapat mengakibatkan perilaku mencari kelekatan attachment dengan adanya perasaan marah yang kemungkinan akan menimbulkan agresivitas. Terakhir, gaya kelekatan menolak dismissing attachment dimana orang tua dan remaja dapat saling menjauhkan diri dari satu sama lain, yang mengurangi pengaruh orang tua. Kemungkinan hal ini dikarenakan individu melihat dirinya secara positif seperti independen lebih mandiri, merasa layak mendapatkan hubungan yang layak, maka individu tersebut lebih peduli terhadap dirinya sendiri agar tidak melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya, namun orang lain melihat individu tersebut sebagai orang yang tidak ramah yang akan menimbulkan perilaku kekerasan dan perilaku agresif. Faktor lain juga diasumsikan menjadi faktor yang berpengaruh terhadap agresivitas diantaranya jenis kelamin. Dalam hal ini laki-laki diduga lebih agresif