dengan produk keripik pisang lain dipasaran. Harga jual yang ditetapkan oleh pemilik usaha keripik pisang merupakan harga untuk distributor. Adapun harga
yang diterima konsumen ditentukan oleh distributor, sehingga harga keripik pisang untuk konsumen dapat berbeda pada distributor yang berbeda. Berdasarkan hasil
pengamatan di lapangan, dibeberapa tempat penjualan produk keripik pisang dari usaha kecil ini harga yang diterima konsumen di Greenmart baik yang berlokasi
di Darmaga maupun di daerah Sentul sebesar Rp. 8.150 per bungkus yaitu per 200 gram, di Warung milik koperasi BMT Al-Ikhlaash seharga Rp. 7.500
perbungkus atau per 200 gram.
c. Distribusi
Saluran distribusi yang digunakan oleh usaha kecil keripik pisang ini melalui dua cara, yaitu: penjualan secara langsung kepada konsumen dan
penjualan kepada distributor kemudian ke konsumen. Seperti yang telah dijabarkan pada Gambar 9, penjualan melalui distributor dilakukan melalui
koperasi BMT Al-Ikhlaash. Bentuk kerja yang terjalin koperasi memesan kepada pemilik usaha keripik pisang dalam jumlah tertentu, kemudian memasarkannya.
Tempat yang menjadi fokus koperasi BMT Al-Ikhlaash untuk memasarkan produk keripik pisang tersebut adalah toko-toko di wilayah Bogor, diantaranya
Swalayan Ngesti, Greenmart Darmaga, Greenmart Sempur, kantin Rumah sakit PMI Kota Bogor dan Bogor Medical Center BMC. Sedangkan pendistribusian
langsung kepada konsumen melalui cara pembelian langsung ke rumah pemilik usaha kecil keripik pisang “Kondang Jaya”.
Selama ini hubungan yang terjalin antara pemilik usaha keripik pisang dengan distributor yaitu dalam hal ini koperasi BMT Al-Ikhlaash terjalin baik.
Jumlah pesanan atau permintaan koperasi BMT Al-Ikhlaash terhadap produk keripik pisang “Kondang Jaya” cukup stabil dan kontinu.
d. Promosi
Usaha kecil keripik pisang hingga saat ini masih melakukan kegiatan promosi secara tradisional. Promosi yang bersifat lokal yaitu hanya dilakukan
oleh koperasi BMT Al-Ikhlaash melalui pengajian yang diselenggarakan oleh para anggota koperasi baik pengajian bapak-bapak maupun Ibu-Ibu Darma
Wanita, namun untuk kedepannya ada rencana untuk melakukan promosi pada majalah-majalah lokal.
6.2 Analisis Faktor Eksternal Usaha
Lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan umum dan lingkungan industri. Analisis faktor eksternal usaha kecil keripik pisang dilakukan untuk
mengidentifikasi dan mengevaluasi kecenderungan-kecenderungan yang berada di luar kontrol usaha kecil keripik pisang. Analisis terfokus pada faktor-faktor kunci
yang menjadi peluang dan ancaman bagi usaha kecil keripik pisang, sehingga memudahkan usaha ini untuk menentukan strategi-strategi dalam meraih peluang
dan menghindari ancaman.
6.2.1 Lingkungan Umum
Lingkungan umum adalah suatu lingkungan yang berada di luar usaha dan terlepas dari sistem operasional usaha. Analisis lingkungan umum dapat
menggambarkan lingkungan peluang dan ancaman bagi suatu usaha. Lingkungan umum dapat dianalisis menggunakan alat analisis PEST Politik, Ekonomi, Sosial-
Budaya, dan Teknologi dan Demografi. Hal ini juga sesuai dengan konsep yang
dipaparkan oleh Umar dalam Sidabutar 2007 yaitu bahwa analisis lingkungan eksternal meliputi faktor luar yang mempengaruhi kinerja maupun strategi-
strategi yang harus diambil oleh suatu organisasi. Berdasarkan analisis tersebut, maka faktor-faktor eksternal usaha kecil keripik pisang “Kondang Jaya” yaitu:
1. Politik Dukungan Pemerintah Daerah
Industri pengolahan pisang di Indonesia selain mampu memasok pasar domestik dan juga sudah mulai mengekspor. Namun terbatasnya daya serap pasar
domestik dan persaingan pasar yang semakin ketat, sehingga kesinambungan industri pengolahan masih kurang lancar. Buah pisang dapat diolah mejadi
beragam produk yang lezat antara lain, seperti : keripik, ledre, getuk jus, puree, sale, jam, dan pisang gorengbakar.
Kebutuhan pisang sebagai bahan baku untuk industri pengolahan skala rumah tangga 10-50 kghari, skala kecil dan menengah menghasilan: keripik
100-120 kghari, sale 1,5-2 tonbln, ledre 70-120 kghari, puree 300-500 kgh dan tepung 700-1.000 kgminggu. Skala besar, membutuhkan kapasitas +
10-12 ton pisang segarhari. Untuk memenuhi kebutuhan buah dan produk olahan pisang untuk ekspor pada tahun 2010 diperkirakan memerlukan areal pertanaman
sekitar 5.000-6.000 ha atau dibutuhkan sekitar 5-7 usaha skala besar. Industri pengolahan pisang skala besar lebih diarahkan pada industri tepung 1,5-2
tonminggu, puree 600 kg – 1,5 tonhari dan jam 1-2 tonhari, karena untuk memproduksi produk-produk tersebut diperlukan peralatan khusus yang cukup
mahal. Kebutuhan bahan baku diperkirakan mencapai 60.000 ton per tahun.
Sedangkan industri pengolahan pisang yang diarahkan kepada pembuatan keripik pisang umumnya berskala mikro, kecil dan menengah.
Di Kota Bogor telah terdapat dukungan Pemerintah Daerah setempat terhadap UMKM. Dukungan tersebut berupa pembinaan dan pengembangan
UMKM di Kota Bogor. Melalui berbagai program peningkatan kesejahteran masyarakat yang saat ini banyak berkembang seperti PNPM Mandiri, Pemerintah
Kota Bogor berusaha memajukan UMKM yang ada di wilayahnya. PNPM mencakup antara lain program penanggulangan kemiskinan, pembangunan
infrastruktur desa, pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir dan agribisnis. Salah satu kegiatan dalam PNPM Mandiri Perdesaan adalah program
Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan PUAP. Pada program ini pemerintah telah mengeluarkan dana senilai Rp 69 Miliar untuk 689
desakelurahan di 76 kecamatan pada 16 kabupatenkota. Provinsi Jawa Barat pada 2008 menerima Bantuan Langsung Masyarakat BLM Rp 720,63 Miliar.
Adanya program-program PNPM Mandiri tersebut diharapkan akan mampu membantu pengembangan ekonomi masyarakat, khususnya industri-industri
kecil di wilayah Kota Bogor untuk lebih berkembang. Program peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui PNMP Mandiri di Kota Bogor dalam beberapa
tahun terakhir dinilai cukup berhasil, hal tersebut dapat dilihat dari penghargaan yang diperoleh dari pemerintah pusat atas kinerja PNPM Mandiri Kota Bogor
yang semakin baik. Selain itu bentuk dukungan Pemerintah Daerah Kota Bogor terhadap
UMKM juga dapat dilihat pada program Gerakan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Garda Emas. Garda Emas merupakan suatu bentuk dukungan
Pemerintah Daerah Kota Bogor bekerjasama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor dalam pelatihan dan pengembangan UKM di Kota
Bogor. Pelatihan yang diberikan dimulai dari pembentukan mental para wirausaha, pengenalan alat-alat produksi hingga pemasaran. Bantuan pinjaman
modal biasanya diperoleh melalui beberapa hasil rekomendasi dan kerjasama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor.
Di sisi lain industri kecil dapat menyerap tenaga kerja yang cukup tinggi dan mampu memanfaatkan penggunaan sumber daya alam lokal, sehingga
industri ini tidak mengalami dampak yang kuat saat teriadi penurunan terhadap nilai mata uang. Industri makanan merupakan salah satu industri yang mampu
menyerap tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja industri makanan di Kota Bogor tahun 2003 dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Penyerapan Tenaga Kerja Industri Makanan di Kota Bogor Tahun 2003
No. Kelompok Industri
Unit Usaha Investasi
Tenaga Kerja
1. MenengahBesar
6 8.415.350.000
251 2.
Kecil Formal 154
3.968.440.000 1660
3. Kecil Non Formal
929 788.640.230
4.453 Sumber: www.kota bogor.go.id, 23 Januari 2007.
Berdasarkan data Tabel 13, industri kecil non formal merupakan industri yang jumlahnya terbesar, menyerap tenaga dalam jumlah terbesar, dan memiliki
nilai invesasi yang terkecil di Kota Bogor. Usaha kecil keripik pisang sebagai salah satu industri makanan di Kota Bogor menjadi salah sati industri kecil
mampu menyerap tenaga kerja. Sehingga usaha kecil keripik pisang menjadi industri yang penting untuk terus dikembangkan oleh pemerintah Kota Bogor
dalam mengurangi pengangguran di Kota Bogor.
2. Faktor Sosial-Budaya
Faktor sosial-budaya dapat mempengaruhi usaha karena selalu terjadi perubahan sebagai akibat dari upaya orang untuk memuaskan keinginan dan
kebutuhan melalui pengendalian dan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Yusmarini dalam Agus 2008, menyatakan bahwa dewasa ini, pola konsumsi
masyarakat telah bergeser dari bahan makanan hewani ke bahan makanan nabati. Hal ini terjadi karena masyarakat berusaha menghindari makanan kadar kolesterol
tinggi, setelah diketahui adanya korelasi positif antara penyakit jantung koroner cengan kadar kolesterol yang tinggi di dalam serum darah. Bahan makanan nabati
cenderung semakin diminati. Selain itu juga meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi makanan yang sehat tanpa bahan pengawet
dengan nilai gizi yang tinggi semakin meningkatkan permintaan masyarakat terhadap produk makanan ringan seperti keripik pisang.
3. Faktor Demografi
Peningkatan jumlah penduduk di suatu negara akan menciptakan pangsa pasar bagi setiap bidang usaha. Selama periode tahun 2001-2006 jumlah
penduduk Indonesia setiap tahunnya mengalami pertumbuhan sekitar 2,019 persen Tabel 14. Tahun 2003 terjadi peningkatan jumlah penduduk yang cukup besar
yaitu 5,37 persen dengan jumlah penduduk sebanyak 214.374.096 jiwa BPS, 2007.
Tabel 14. Penduduk Indonesia Tahun 2001-2006
Tahun Jumlah Penduduk jiwa
Pertumbuhan
2001 201.703.537
- 2002
203.441.676 0,862
2003 214.374.096
5,374 2004
217.854.745 1,624
2005 219.204.724
0,620
2006 222.746.900
1,616 Rata-Rata
2,019
Sumber : Badan Pusat Statistik Tahun 2007 Keterangan : Angka Sementara
Pertumbuhan jumlah penduduk juga terjadi di Kota Bogor. Hal ini dapat dilihat pada data Tabel 15, yaitu pada periode tahun 2001-2006 jumlah penduduk
Kota Bogor pengalami petumbuhan setiap tahunnya sekitar 2,951 persen. Peningkatan jumlah pendududk dari tahun 2005 ke tahun 2006 terjadi
pertumbuhan penduduk sebanyak 24.053 jiwa atau 2.813 persen yaitu 855.085 jiwa pada tahun 2005 menjadi 879.138 jiwa pada tahun 2006.
Tabel 15. Penduduk Kota Bogor Tahun 2001-2006
Tahun Jumlah Penduduk jiwa
Pertumbuhan
2001 760.329
- 2002
789.423 3,827
2003 820.707
3,963 2004
831.571 1,324
2005 855.085
2,828 2006
879.138 2,813
Rata-Rata 2,951
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor, 2007
Peningkatan jumlah penduduk dapat menjadi peluang bagi pelaku usaha karena tingkat upah menjadi kecil, hal ini dikarenakan peningkatan jumlah
penduduk yang disertai dengan peningkatan jumlah angkatan kerja yang lebih besar. Selain itu, pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin meningkat secara
langsung akan dapat meningkatkan permintaan terhadap kebutuhan akan makanan. Hal tersebut secara tidak langsung juga akan meningkatkan permintaan
terhadap makanan ringan yang saat ini semakin digemari.
4. Ekonomi
Kinerja usaha dan industri akan sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi suatu negara. Perekonomian Indonesia pada tahun 2005 mengalami pertumbuhan
sebesar 5,60 persen dibanding tahun 2004. Nilai PDB atas dasar harga konstan pada tahun 2005 mencapai Rp 1.749,5 triliun, sedangkan pada tahun 2004 sebesar
Rp 1.656,8 triliun. Bila dilihat berdasar harga yang berlaku, PDB tahun 2005 naik sebesar Rp 468,0 triliun, dari Rp 2.261,7 triliun pada tahun 2004 menjadi sebesar
Rp 2.729,7 triliun pada tahun 2005. Peningkatan pertumbuhan ekonomi selama tahun 2005 yang dibarengi oleh rendahnya laju inflasi membuat secara umum
kondisi makro ekonomi Indonesia semakin membaik. Tingkat inflasi di Indonesia pada tahun 2005 sebesar 17,11 persen jauh
lebih tinggi dibandingkan tahun 2004 sebesar 6,40 persen dan tahun 2003 sebesar 5,06 persen. Faktor-faktor yang cukup dominan mempengaruhi inflasi selama
tahun 2005 antara lain meningkatnya harga bahan makanan, nilai tukar rupiah dan adanya rencana pemerintah untuk menaikan harga BBM.
Kebijakan pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak BBM yang berlaku mulai tanggal 1 Oktober 2005 tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.
552005 tentang Kenaikan Harga Jual Eceran BBM Dalam Negeri tanggal 30 September 2005, secara tidak langsung telah mengakibatkan kenaikan harga
bahan baku keripik pisang dan bahan baku penolong bagi usaha keripik pisang. Berdasarkan data yang diperoleh sejak adanya kenaikan BBM harga minyak
tanah meningkat dan juga harga input-input lain menjadi cenderung meningkat, misalnya saja minyak goreng dan mentega yang harganya menjadi cukup tinggi
di pasaran hingga menjadi dua kali lipat dari sebelum terjadi kenaikan harga BBM.
Pada awalnya kenaikan harga BBM hanya berdampak langsung pada kenaikan biaya transportasi. Namun selanjutnya kenaikan harga BBM tersebut
juga berdampak pada industri-industri yang menggunakan BBM. Data kenaikan harga BBM per l Oktober 2005 dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Kenaikan Harga BBM per 1 Oktober 2005 Rpliter
Jenis BBM 1 Maret 2005
1 Oktober 2005 Kenaikan
Minyak Tanah 700,00
2.000,00 185,71
Premium 2.400,00
4.500,00 87,50
Solar 2.100,00
4.300,00 104,76
Sumber: PT. Pertamina dan Menteri Perekonomian Kompas, Sabtu 1 Oktober 2005
Kenaikan harga BBM pada industri menyebabkan industri cenderung melakukan konversi bahan bakarnya dari minyak tanah kepada gas, tidak
terkecuali industri-industri yang berada di wilayah Kota Bogor. Usaha kecil keripik pisang ini juga melakukan perubahan bahan bakar yang digunakan dari
minyak tanah ke gas elpiji.
5. Teknologi
Faktor teknologi dapat memberikan peluang dan ancaman bagi suatu usaha. Teknologi yang terus berkembang dapat mempengaruhi strategi usaha
dalam memproduksi dan memasarkan produknya. Kemajuan teknologi yang semakin berkembang antara lain teknologi di bidang produksi, informasi,
komunikasi dan transportasi. Usaha kecil keripik pisang dapat menggunakan teknologi tradisional maupun teknologi modern. Perbedaan teknologi ini terletak
pada jenis peralatan yang digunakan selama proses produksi. Usaha yang
menggunakan teknologi modern, proses produksi akan semakin cepat dan dapat menghasilkan jumlah produk yang lebih banyak jika dibandingkan dengan
usaha yang menggunakan teknologi sederhana. Perkembangan teknologi di bidang informasi dan komunikasi dapat
menjadi peluang bagi usaha untuk mempromosikan dan memasarkan produknya. Adanya alat komunikasi seperti telepon dan telepon selular dapat mempercepat
proses komunikasi antara prosdusen dengan pembeli dan pemasok. Media informasi seperti internet dapat digunakan
usaha untuk mempromosikan produk dalam jangkauan yang luas, sedangkan perkembangan
teknologi di bidang transportasi seperti jasa pengiriman juga memberikan peluang bagi usaha untuk memudahkan kegiatan pendistribusian barang baik dari
pihak pemasok ke usaha maupun pihak usaha ke pihak pembeli. Namun kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi ini masih belum dimanfaatkan
oleh usaha kecil keripik pisang “Kondang Jaya”. Usaha kecil keripik pisang ini cenderung masih menggunakan teknologi
tradisional. Hal ini terlihat pada peralatan yang digunakan dalam proses produksi usaha ini, selain itu usaha ini juga belum memanfaatkan internet sebagai media
promosi. Jadi dapat dikatakan usaha kecil keripik pisang ini memiliki kelemahan berupa teknologi yang digunakan.
6.2.2. Lingkungan Industri
Lingkungan industri adalah lingkungan yang berada di sekitar usaha yang mempengaruhi langsung terhadap operasional usaha. Kemampuan untuk
memperoleh laba suatu usaha bukan hanya ditentukan oleh sifat-sifat industrinya saja, melainkan juga oleh kedudukan usaha di dalam industri tersebut, sehingga
hal-hal seperti ini seharusnya juga dipertimbangkan dalam penentuan strategi usaha. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Pearce dan Robinson 1997,
terkait dengan kekuatan-kekuatan persaingan, maka dalam analisis lingkungan industri penelitian ini terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:
1. Kekuatan Tawar Menawar Pembeli
Kekuatan tawar menawar pembeli dari produk keripik pisang ini dapat dikatakan cukup kuat, hal ini disebabkan beberapa hal yaitu: 1 Pembeli
cenderung membeli dalam jumlah yang kecil, 2 Pembeli produk keripik pisang belum mempunyai informasi yang lengkap dan terperinci tentang produk dan
pasarnya dan 3 Pembeli mudah pindah ke produk lain sejenis. Kekuatan tawar menawar pembeli relatif besar dibandingkan dengan permintaan terhadap produk
tersebut. Produk keripik pisang yang diproduksi oleh usaha kecil ini, selama ini
cenderung berproduksi berdasarkan pesanan dari koperai BMT Al-Ikhlaash. Untuk menghadapi kekuatan tawar menawar pembeli dari produk keripik pisang
ini dapat dikatakan cukup kuat, pihak pengusaha keripik pisang dan koperasi BMT Al-Ikhlaash harus berusaha untuk lebih gencar mempromosikan produk
keripik pisang yang dihasilkan selain itu juga harus menjaga kontinuitasnya.
2. Kekuatan Tawar Menawar Pemasok
Usaha kecil keripik pisang koperasi BMT perumahan BSI Kota Bogor membeli bahan baku berupa pisang dari petani-petani pisang di sekitar Bogor,
yaitu di daerah Parung Aleng, Kampung Pasir dan Leuwiliang. Dalam memperoleh bahan baku, usaha ini cukup mengalami kesulitan karena bahan baku
berupa pisang jenis kepok banggala tidak mudah diperoleh di pasar.
Pemasok memiliki kekuatan tawar menawar yang cukup kuat. Usaha keripik pisang ini cenderung bergantung hanya pada beberapa pemasok. Artinya,
jika bahan baku yang dibeli dari satu pemasok kurang memenuhi standar, baik dari segi harga, kualitas, maupun kuantitas, maka usaha ini tidak dapat membelinya
dari pemasok lain. Terkait dengan pemasok lain, terdapat pemasok bahan baku di luar wilayah Bogor yaitu seperti di Cianjur dan Lampung, Namun bahan baku dari
pemasok di luar wilayah Bogor tersebut baru dapat diakses jika jumlah yang diminta dalam jumlah besar karena jika hanya dalam jumlah kecil akan
menyebabkan biaya yang jauh lebih besar bagi usaha kecil keripik pisang. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa usaha kecil keripik pisang ini cukup mengalami
kesulitan untuk mendapat pemasok.
3. Ancaman Produk Pengganti
Terkait dengan produk-produk pengganti adalah yaitu mencari produk lain yang dapat menjalankan fungsi yang sama seperti produk dalam industri. Faktor
harga dan kualitas akan menentukan intensitas tekanan dari produk pengganti. Tekanan persaingan semakin bertambah ketika harga produk pengganti relatif
lebih murah dan biaya konsumen untuk beralih ke produk pun rendah. Pada industri keripik pisang, produk yang dapat digolongkan menjadi
produk pengganti adalah berbagai jenis keripik, misalnya keripik nangka, keripik apel, keripik singkong, keripik bayam dan lain-lain. Tingginya barang substitusi
dari keripik pisang memberikan ancaman bagi usaha untuk menguasai pasar dengan inovasi produk. Meskipun produk pengganti mempengaruhi industri keripik pisang
dalam menarik pasar, konsumen bebas memilih produk makanan ringan yang sesuai dengan selera masing-masing. Pada kenyataannya keripik pisang yang
memiliki nilai gizi tinggi dan cita rasa yang enak dapat bersaing dengan produk makanan ringan lain yang memiliki fungsi sama.
4. Persaingan di Antara Para Pesaing yang Ada
Persaingan diantara pesaing produk keripik pisang cukup ketat. Hal ini dapat dilihat dari persaingan harga oleh masing-masing usaha. Persaingan harga
yang ditetapkan oleh masing-masing usaha dengan berbagai merek dagang yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Daftar Harga Produk Keripik Pisang Berbagai Merek Dagang di Kota Bogor
Merk Dagang Harga Rp200 gr
Cap Pohon Kelapa 5.000
Diva Keripik Pisang 6.500
Eka Sari 4.500
Indo Sari 8.500
Sumber: Swalayan Ngesti dan Swalayan Greenmart Data Tanggal 20-25 Januari, 2009
Berdasarkan Tabel 20, Perbedaan harga yang ditetapkan oleh masing- masing usaha dipengaruhi biaya produksi dan biaya promosi yang dilakukannya.
Meskipun usaha kecil keripik pisang “Kondang Jaya” belum banyak melakukan promosi sudah menetapkan harga yang relatif tinggi, dikarenakan usaha tersebut
membutuhkan biaya produksi yang cukup tinggi. Dalam proses produksinya usaha ini menggunakan mentega yang harganya cukup tinggi serta minyak
goreng yang harganya cenderung naik turun. Penggunaan mentega tersebut diperlukan untuk menjaga kualitas rasa keripik yang dihasilkan.
5. Ancaman Pendatang Baru
Keberadaan pendatang baru dalam industri dapat menunjukkan tingkat persaingan yang akan dihadapi oleh suatu usaha dalam industri tersebut. Jika
semakin banyak pendatang baru yang memasuki wilayah industri maka akan menimbulkan sejumlah implikasi bagi usaha yang ada, misalnya terjadi perebutan
pangsa pasar yang ada dan perebutan sumberdaya produksi yang terbatas. Ancaman masuknya pendatang baru ke dalam industri tergantung pada
rintangan masuk yang ada, digabung dengan reaksi dari para pesaing yang sudah ada yang dapat diperkirakan oleh si pendatang baru. Untuk memulai usaha keripik
pisang ini tidak membutuhkan investasi yang besar. Hal ini menyebabkan mudahnya para pendatang baru untuk masuk ke dalam usaha ini. Pada usaha kecil
keripik pisang “Kondang Jaya”, pemiliki dapat memulai usahanya hanya dengan modal sebesar Rp 500.000.
VII. FORMULASI DAN PEMILIHAN STRATEGI
7.1. Identifikasi Faktor Internal
Setelah dilakukan analisis faktor-faktor penentu untuk mengidentifikasi kekuatan strengths dan kelemahan weaknesses serta peluang opportunities
dan ancaman threats yang berpengaruh terhadap rumusan pengembangan usaha kecil keripik pisang “Kondang Jaya” binaan koperasi BMT Al-Ikhlaash,
selanjutnya dapat dilakukan identifikasi untuk menentukan faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari analisis yang telah dilakukan. Hasil ini
digunakan sebagi input analisis internal dan eksternal dengan menggunakan matriks IFE dan EFE. Nilai yang diperoleh dari matriks IFE dan EFE diplotkan ke
matriks IE sehingga dapat terlihat peta posisi usaha kecil keripik pisang “Kondang Jaya” pada matriks tersebut. Selanjutnya hasil analisis ini juga digunakan untuk
merumuskan alternatif strategi bisnis dalam analisis SWOT. Dalam identifikasi faktor internal terdapat faktor kekuatan strenghts dan
kelemahan weaknesses dari usaha kecil keripik pisang “Kondang Jaya”. Aspek- aspek yang terdapat dalam identifikasi kedua faktor tersebut dapat dijabarkan
sebagai berikut :
7.1.1. Faktor Kekuatan
Faktor kekuatan merupakan bagian dari faktor strategis internal, faktor tersebut dianggap sebagai kekuatan yang akan mempengaruhi pengembangan
usaha kecil keripik pisang “Kondang Jaya”. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan harus digunakan semaksimal mungkin dalam upaya untuk mencapai tujuan
pengembangan usaha kecil keripik pisang ini, faktor-faktor itu terdiri dari :
a. Keharmonisan hubungan antar pemilik dan pekerja
Usaha keripik pisang “Kondang Jaya” masih merupakan usaha kecil, sehingga memiliki majemen tenaga kerja yang bersifat informal. Dalam
pengelolaan usahanya hubungan antar pengelola bersifat kekeluargaan. Antara pemilik dengan pekerja cenderung ke arah hubungan yang bersifat informal. Para
pekerjanya berasal dari anggota keluarga, sehingga keharmonisan diantara pekerja dengan pemilik relatf mudah terjalin.
b. Kondisi modal yang relatif tercukupi