sebenarnya dari peerta didik itu sendiri. Apabila konselor mampu melaksanakan tugasnya dengan baik maka kesenjangan antara program dan pelaksanaan
bimbingan konseling dapat diminimalisir dan ini berarti bahwa pelayanan bimbingan konseling dapat berjalan dengan baik.
4.2.4.2 Kepala Sekolah
Faktor personal kedua dalam faktor determinan kesenjangan antara program bimbingan konseling dengan pelaksanaannya adalah kepala sekolah.
Kepala sekolah memegang tanggung jawab penuh terutama yang berhubungan dengan perencanaan program, pengintergrasian program, pelayanan konseling,
program administrasi sekolah, melaksanakan pengawasan terhadap program bimbingan, pembagian waktu, biaya serta fasilitas yang diperlukan.
Kebijakan kepala sekolah dalam memberikan alokasi untuk kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah penting bagi terlaksananya pelayanan
bimbingan dan konseling yang efektif di sekolah. Pemahaman kepala sekolah terhadap manfaat pelayanan bimbingan dan konseling berpengaruh pula dalam
pemberian alokasi waktu untuk pelayanan bimbingan dan konseling. Apabila kepala sekolah memahami bagaimana tugas dan peranannya dalam pelayanan
bimbingan dan konseling, pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling akan berjalan dengan baik dan terkoordinasi dengan baik antara kepala sekolah dan
konselor. Namun pada kenyataannya dalam pelaksanaan bimbingan konseling di sekolah, kepala sekolah kurang memperhatikan keberadaan bimbingan dan
konseling dalam artian koordinasi dan kerjasama antara kepala sekolah dengan konselor kurang terjalin dengan baik. Kepala sekolah memberikan kewenangan
sepenuhnya kepada konselor dalam hal perencanaan program sampai pada pelaksanaannya tanpa memantau atau mengawasi lebih lanjut lagi. Kepala sekolah
baru akan memeriksa dengan detail mengenai kelengkapan administrativ konselor ketika ada penilaian akreditasi. Ada juga kepala sekolah yang terkesan kurang
memberikan ruang gerak bagi konselor dalam melaksanakan kegiatan pelayanan bimbingan konseling di sekolah sehingga konselor merasa kekurangan sarana
prasarana dan menjadi pasif dan kurang memiliki keinginan untuk melaksanakan kegiatan bimbingan konseling dengan lebih kompleks. Semua itu merujuk pada
satu hal bahwa kepala sekolah masih kurang memiliki pemahaman mengenai bimbingan konseling sehingga kurang juga melaksanakan tugas, peran, dan
tanggungjawabnya dalam bimbingan konseling di sekolah.
4.2.4.3 Guru dan Wali Kelas