Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari bobot parsial eigenvectornya untuk mendapatkan local priority.Karena matriks matriks-
matriks pairwise comparison terdapat pada setip tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa diantara local priority.
Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting.
3.5.3. Logical Consistency
Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi.
Contohnya, anggur dan kelereng dapat dikelompokkan dalam himpunan yang seragam jika bulat merupakan kriterianya, tetapi tak dapat jika rasa sebagai
kriterianya. Arti kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu.Contohnya, jika manis merupakan kriteria
dan madu dinilai 5x lebih manis dibanding gula, dan gula 2x lebih manis dibanding sirop, maka seharusnya madu dinilai 10x lebih manis dibanding sirop.
Jika madu hanya dinilai 4x manisnya dibanding sirop, maka penilaian tak konsisten dan proses harus diulang jika ingin memperoleh penilaian yang lebih
tepat.
3.5.4. Hubungan Prioritas sebagai Eigen Vektor terhadap Konsistensi
Terdapat banyak cara untuk mencari vektor prioritas dari matriks pairwise comparison. Tetapi penekanan pada konsistensi menyebabkan digunakan rumus
eigen value.
Universitas Sumatera Utara
Diketahui elemen-elemen dari suatu tingkat dalam suatu hirarki adalah C
1
,C
2,...,
C
n
dan bobot pengaruh mereka adalah w
1
,w
2
,...,w
n
. Misalkan a
ij
= w
1
w
j
menunjukan kekuatan C
1
jika dibandingkan dengan C
j
. Matriks dari angka-angka a
ij
ini dinamakan matriks pairwise comparison, yang diberi simbol A. Telah disebutkan bahwa A adalah matriks reciprocal, sehingga a
ij
= 1a
ij
. Jika penilaian kita sempurna pada setiap perbandingkan, maka a
ij
= a
ij
, a
jk
untuk semua i, j, k dan matriks A dinamakan konsisten.
Kemudian ikuti manipulasi matematik berikut : a
ij
= w
1
w
2
dimana i,j = 1,...,n a
ij
= w
j
w
i
= 1 dimana i, j = 1,...,n konsekuensinya,
n
j 1
a
ij
.w
j
.1w
i
= n dimana i = 1,...,n atau
n
j 1
a
ij
.w
j
= nw
1
dimana i = 1,...,n.
Dalam bentuk matriks : Aw = nw Rumus ini menunjukkan bahwa w merupakan eigen vector dari matriks A
dengan eigen value n. Jika a
ij
tidak didasarkan pada ukuran pasti seperti w
1
,...,w
n,
tetapi pada penilaian subyektif, maka a
ij
akan menyimpang dari rasio w
i
w
j
yang sesungguhnya dan akibatnya Aw = nw tak dipenuhi lagi.Dua kenyataan dalam
teori matriks memberikan kemudahan. Pertama jika z1,...,zn adalah angka-angka yang memenuhi persamaan Aw
= Zw dimana Z merupakan dengan eigen value dari matriks A, dan jika a
ij
= 1 untuk i, maka :
Universitas Sumatera Utara
n
j 1
Z
i
= n
Karena itu, jika Aw = Zw dipenuhi, maka semua eigen value sama dengan nol, kecuali eigen value yang satu, yaitu sebesar n. Maka jelas dalam kasus
konsisten, n merupakan eigen value A terbesar. Kedua, jika salah satu a
ij
dari matriks reciprocal A berubah sangat kecil, maka diagonal matriks A terdiri dari a
ij
= 1 dan jika A konsisten, maka perubahan kecil pada a
ij
menahan eigen value terbesar, Z
maks
, dekat ke n, dan eigen value sisanya dekat ke nol. Karena itu persoalannya adalah jika A merupakan matriks
pairwise comparison, untuk mencari vector prioritas, harus dicari w yang memenuhi :
Aw = Z
mak
. w Perubahan kecil a
ij
menyebabkan perubahan Z maksimum, penyimpangan Z maksimum dari n merupakan ukuran konsistensi. Indikator terhadap konsistensi
diukur melalui Consistency Index CI yang dirumuskan : CI = Z
maks
– nn-1 AHP mengukur seluruh konsistensi penilaian dengan menggunakan
Consistency Ratio CR, yang dirumuskan : CR =
Index y
Consistenc Random
CI
Suatu tingkat konsistensi yang tertentu memang diperlukan dalam penentuan prioritas untuk mendapatkan hasil yang sah. Nilai CR semestinya tak
lebih dari 10 . Jika tidak, penilaian yang telah dibuat mungkin dilakukan secara random dan perlu direvisi.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.2. Random Index RI
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 RI 0 0 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49
Berikut ditunjukkan salah satu cara melakukan revisi penilaian.Pertama adalah menyusun matriks rasio prioritas w
i
w
j
dan membuat matriks selisih absolut a
ij
– w
i
w
j
dan berusaha merevisi penilaian pada elemen elemen-elemen dengan selisih terbesar. Dalam hal ini tak perlu diperhatikan kenyataan bahwa
wi wj
dapat lebih besar dari 9.
Contoh : Suatu matriks A =
1 5
7 1
5 1
1 9
1 7
9 1
Memiliki vektor prioritas w
1
w
2
w
3
= 0,77 0, 06 0,17 dan CR=17,25 . Karena itu matrix A perlu direvisi. Selisih absolut terbesar adalah antara a
12
dan w
1
w
2
. Jadi kita ganti a
12
dengan w
1
w
2
= 13 dan perhitungan ulang vektor prioritas menghasilkan w
1
w
2
w
3
= 0,81 0,04 0,15 dan CR = 35 . Terlihat adanya perbaikan konsistensi.
Hati – hati terhadap revisi yang berlebihan dalam memaksa pnilaian agar diperoleh konsistensi yang lebih baik.
Karena pemaksaan demikian menyimpang dari jawaban asli. Meskipun AHP menghendaki tingkat konsistensi tertentu, tetapi mengijinkan tak berlakunya
transitivity karena hal terakhir ini dianggap phenomena natural. Ia sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan kita tak dapat mencegah intransitivity.
Universitas Sumatera Utara
3.5. 5. Konsistensi Hierarki
Setelah dilaksanakan perhitungan konsistensi untuk tiap matrix, selanjutnya harus diuji pula apakah hierarki yang telah dibuat konsisten. Total CI
dari suatu hierarki diperoleh dengan jalan melakukan pembobotan tiap CI dengan prioritas elemen yang berkitan dengan faktor–faktor yang sedang diperbandingkan
dan kemudian menjumlahkan seluruh hasilnya. Dasar untuk pengujian konsistensi dari suatu level hierarki adalah
mengetahui hasil konsistensi indeks dan vektor eigen dari suatu matrix banding berpasangan pada tingkat hierarki tertentu. Rumus selengkapnya adalah
CH = CI
1
+ EV
1
.CI
2
CH
= Rl
1
+ EV1Rl
2
CRH = H
C CH
Dengan : CRH = Rasio konsistensi hierarki
CH = Konsistensi hierarki terhadap indeks konsistensi dari matrix banding pasangan
CH
= Konsistensi hierarki terhadap Indeks Random dari matrix banding Pasangan.
CI
1
= Indeks konsistensi dari matrix banding berpasangan dari hierarki level pertama
CI
2
= Indeks konsistensi dari matrix banding berpasangan dari hierarki level Kedua dalam bentuk vektor baris
Universitas Sumatera Utara