Kondisi Pertanian di Kampung Susuk

38

2.3 Kondisi Pertanian di Kampung Susuk

Jenis sawah yang dikelola oleh petani di Kampung Susuk adalah sawah tadah hujan. Hal ini berarti bahwa sumber pengairan sawah hanya diperoleh dari air hujan. Petani benar-benar tergantung kepada datangnya hujan untuk menentukan masa tanam. Di Susuk 8 terdapat sebuah sungai kecil yaitu aliran air dari Sungai Sei-Semayam, namun sungai tersebut juga hanya mengalir jika dimusim hujan. Jikalau musim kemarau, sungai tersebut juga akan kering. Sungai kecil tersebut hanya bisa dipergunakan oleh petani yang lahannya berada di dekat sungai tersebut. Sekalipun demikian, petani tetap melakukan masa tanam dua kali dalam setahun yaitu setiap bulan Mei dan bulan Oktober. Petani belum pernah mengalami keterlamabatan masa tanam yang terlalu lama. Kalaupun terjadi perubahan masa tanam biasanya tidak terlalu jauh berbeda dengan masa tanam seperti biasanya. Seiring dengan berkembangnya pembangunan pemukiman di Kampung Susuk terkhusus pembangunan kompleks perumahan, luas lahan pertanian semakin lama semakin menyempit. Hal ini juga menyebabkan semakin sedikit jumlah petani di Kampung Susuk karena tidak memiliki lahan lagi untuk dikelola. Daftar petani di Kampung Susuk dapat dilihat dari tabel lampiran. Jenis tanaman yang ditanam di sawah petani adalah padi. Sekitar 15 tahun yang lalu, petani pernah mencoba menanam palawija setelah panen untuk mengisi kekosongan lahan sampai tiba masa tanam padi berikutnya. Namun ternyata tanaman tersebut kurang berhasil. Menurut petani, jenis tanah dan cuaca kurang mendukung untuk menanam palawija di lahan tersebut. Sejak saat itu, petani 39 hanya menggunakan lahan ini untuk menanam padi. Namun, adakalanya petani menanam sayur sawi, kacang kedelai, kacang hijau dan kacang tanah di pinggiran jalan Kampung Susuk dekat lahan mereka. Umumnya tanaman tersebut tidak terlalu banyak dan hanya mereka manfaatkan untuk dikonsumsi keluarga. Sejak awal bertani, petani hanya bisa memanen padi satu kali dalam setahun. Pada saat itu petani menanam jenis padi pulo. Pada saat itu tidak terlalu banyak masalah yang dihadapi petani termasuk daiantararnya masalah hama dan penyakit padi. Namun, setelah tahun 1980 petani mulai panen dua kali dalam setahun. Hal ini disebabkan karena petani sudah mulai mengganti jenis bibit mereka dengan bibit padi IR 64. Sejak tahun tersebutlah hama mulai banyak dihadapi para petani padi. Berdasarkan data dari lampiran dapat dilihat bahwa rata-rata petani bertempat tinggal di Susuk 5 lima yaitu sebanyak 26 petani. Pada tahun 2008 saat data tersebut di buat, semua petani yang tertera masih mengelola lahan pertanian. Namun pada saat melakukan wawancara dengan ketua Kelompok Tani, didapati data bahwa petani yang masih terus bertani hanya tinggal 57 petani. Hal ini disebabkan karena lahan milik 22 petani lagi sudah ditimbun untuk dijadikan bangunan kompleks perumahan. Hampir semua petani yang bertani di Kampung Susuk merupakan petani penyewa. Dari data di atas, hanya 2 dua orang petani yang mengelola lahan sendiri yaitu : Jenda Ngenda dan Prorama Ginting. Selebihnya, lahan yang dikelola petani bukanlah milik sendiri melainkan disewa dari PT IRA BUMI MANSUR dan pemilik yang lainnya. Pada umumnya lahan yang dikelola petani 40 tidak terlalu luas. Rata-rata petani hanya mengelola sawah seluas 0,76 Ha. Sistem sewa lahan di Kampung Susuk yaitu setiap kali panen petani harus membayar 10 kaleng padi per seribu meter tanah dan biasanya 10 kaleng padi tersebut dibayar dalam bentuk uang. Namun demikian, adakalanya biaya sewa lahan disesuaikan dengan kondisi hasil panen petani. Jika hasil penen petani tidak terlalu bagus gagal panen, maka pihak penyewa tanah memberikan keringanan kepada petani.

2.4 Sejarah Kampung Susuk