BAB II - 174
koperasi  sekaligus  sebagai  gerakan  ekonomi  rakyat  yang  berdasar  atas  azas kekeluargaan.
Koperasi  Aktif  adalah  koperasi  yang  dalam  dua  tahun  terakhir mengadakan  RAT  Rapat  Anggota  Tahunan  atau  koperasi  yang  dalam  tahun
terakhir melakukan kegiatan usaha. Menghitung persentase koperasi aktif  digunakan rumus sebagai berikut:
Tabel 2.133 Persentase Koperasi Aktif Tahun 2009-2013 Provinsi Jawa Timur
No Uraian
2009 2010
2011 2012
2013
1 2
3 4
5 6
7 1
Jumlah koperasi aktif 15.678
24.990 25.145
25.450 27.071
2 Jumlah koperasi
19.396 28.712
29.141 29.159
30.741 3
Total Persentase koperasi aktif 80,83
87,04 87,94
87,28 88,06
Sumber : Dinas Koperasi dan UMKM
Gambar 2.55 Perkembangan Persentase Koperasi Aktif di Jawa Timur Tahun 2009-2013
Sumber  : Dinas Koperasi dan UMKM
Sejak  tahun  2010,  jumlah  koperasi  di  Jawa  Timur  mengalami  peningkatan  yang tajam  dari  19.396  koperasi  menjadi  28.712  koperasi.  Hal  ini  terjadi  karena
pembentukan  koperasi  wanita  yang  merupakan  implementasi  dari  pelaksanaan Program  Pembiayaan  Wanita  Usaha  Mandiri  P2WUM.  Tetapi  dari  jumlah  koperasi
yang  ada  belum  semuanya  aktif  melakukan  kegiatan.  Pada  tahun  2011,  jumlah koperasi  aktif  di  Jawa  Timur  sebanyak  25.145  unit  dari  29.141  unit  koperasi  yang
ada  atau  sebesar  87,94  persen  dari  total  koperasi.  Sementara  pada  tahun  2012 jumlah  koperasi  aktif  sebanyak  25.450  koperasi  dari  total  29.159  koperasi  atau
sebesar  87,28  persen,  dan  tahun  2013  jumlah  koperasi  aktif  meningkat  kembali menjadi  27.071  koperasi  dari  total    30.741  koperasi  atau  sebesar  88,06  persen.
Semakin  besar  jumlah  persentase  ini  maka  akan  semakin  besar  pelayanan
BAB II - 175
Gambar 2.56 Perkembangan Jumlah BPRLKM
di Jawa Timur Tahun 2006-2011
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur Angka Sementara pada tahun 2012 dan 2013 BPS tidak
melakukan penghitungan
penunjang  yang  dimiliki  daerah  dalam  menggerakkan  perekonomian  melalui koperasi
15.2. Jumlah UKM non BPRLKM UKM
Dalam  perkembangannya,  UMKM  juga  masih  dihadapkan  pada masalah  mendasar  yang  secara  garis  besar  mencakup  :  pertama,  masih
sulitnya  akses  UMKM  pada  pasar  atas  produk-produk  yang  dihasilkannya, kedua,  masih  lemahnya  pengembangan  dan  penguatan  usaha,  ketiga,
keterbatasan  akses  terhadap  sumber-sumber  pembiayaan  dari  lembaga- lembaga keuangan formal khususnya dari perbankan.
Keterbatasan akses sumber-sumber pembiayaan yang dihadapi oleh UMKM    terutama  dari  lembaga-lembaga  keuangan  formal  seperti
perbankan,  menyebabkan  mereka  bergantung  pada  sumber-sumber informal.  Bentuk  dari  sumber-sumber  informal  ini  beraneka  ragam  mulai
dari  rentenir  hingga  berkembang  dalam  bentuk  unit-unit  simpan  pinjam, koperasi  dan  bentuk-bentuk  yang  lain.  Keberadaan  lembaga-lembaga
keuangan informal ini kemudian disebut sebagai Lembaga Keuangan Mikro LKM.
Peranan LKM
dalam pembangunan
ekonomi khususnya
pengembangan  dan  pemberdayaan  UMKM  sangat  penting  sehingga menjadi salah satu fokus pembangunan.
Jumlah UMKM BPRLKM tahun 2006 mencapai 10.657 usaha dan bertambah menjadi 10.891  usaha  pada  tahun  2007  atau  naik  2,20  persen.  Pada  tahun  2008  naik  7,24
persen menjadi 11.697 usaha,  tahun 2009 naik 4,80 persen menjadi 12.259 usaha, tahun  2010  naik  4,76  persen  menjadi  12,843  usaha  dan  pada  tahun  2011
diperkirakan naik 1,2 persen menjadi 12.997. Dengan semakin meningkatnya jumlah UMKM  BPRLKM  dan  pentingnya  peranan  UMKM  BPRLKM  dalam  pembangunan
BAB II - 176
Tabel 2.134 Perkembangan Jumlah UKM Non BPRLKM di Jawa Timur
Tahun 2007-2011
No. Uraian
Tahun 2007
2008 2009
2010 2011
1 2
3 4
5 6
7 1
Jumlah UKM 2.588.989
2.636.209 2.722.189
2.795.724 2.852.198
2 Jumlah UKM Non BPRLKM
2.578.099 2.624.512
2.709.930 2.782.881
2.839.201
Sumber     :  BPS Provinsi Jawa Timurpada tahun 2012 dan 2013 BPS tidak melakukan penghitungan
ekonomi  khususnya  pengembangan  dan  pemberdayaan  UMKM,  maka  UMKM BPRLKM  juga perlu menjadi salah satu fokus pembangunan.
15.3. Jumlah BPRLKM
Peranan  UMKM  terutama  sejak  krisis  moneter  tahun  1998  dapat dipandang  sebagai  katup  penyelamat  dalam  proses  pemulihan  ekonomi
nasional  maupun  regional,  baik  dalam  mendorong  laju  pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja. Kinerja UMKM dalam beberapa
tahun  terakhir  menunjukkan  peningkatan.  Menurut    Badan  Pusat  Statistik BPS  kontribusi  UMKM  terhadap  PDRB  Jawa  Timur  pada  tahun  2011
mencapai  54,32  persen.  Perkembangan  sektor  UMKM  yang  demikian menyiratkan  bahwa  terdapat  potensi  yang  besar  atas  kekuatan  domestik,
jika hal ini dapat dikelola dan dikembangkan dengan baik tentu akan dapat mewujudkan  usaha  menengah  yang  tangguh.  Oleh  karena  itu
pengembangan  UMKM  menjadi  salah  satu  fokus  pembangunan  nasional dan khususnya di Jawa Timur.
Hasil pendaftaran perusahaan  Sensus Ekonomi Tahun 2006, jumlah UMKM  Non  BPRLKM  pada  tahun  2006  sebanyak  2.504.634  usaha  atau
99,58  persen  dari  total  UMKM.  Jumlah  usaha  yang  bergerak  di  sektor Perdagangan  besar  dan  eceran  merupakan  yang  terbayak  yaitu  914.080
usaha atau 36,50 persen dari total UMKM Non BPRLKM, sedangkan paling sedikit  usaha  sektor  Listrik,  gas  dan  air  sebanyak  1.148  usaha  atau  0,05
persen dari total UMKM Non BPRLKM.
Pada  tahun  2007,  jumlah  UMKM  Non  BPRLKM  meningkat  sebesar 2,93
persen dari
2.504.634 usaha
menjadi 2.578.099
usaha. Perkembangan tahun 2008 lebih rendah dari tahun 2007 yaitu sebesar 1,80
persen.  Pada  tahun  2009  jumlah  UMKM  Non  BPRLKM  meningkat  sebesar 3,25  persen  dari  2.624.512  usaha  pada  tahun  2008  menjadi  2.709.930
usaha  pada  tahun  2009  dan  pada  tahun  2010  jumlah  BPR  UMKM  Non BPRLKM  meningkat  sebesar  2,69  persen  menjadi  2.782.881  usaha.  Pada
BAB II - 177
tahun 2011 jumlah UMKM Non BPRLKM diperkirakan mencapai 2.839.201 atau meningkat sebesar 1,91.
15.4. Usaha Mikro dan Kecil
Sesuai hasil Sensus UMKM Provinsi Jawa Timur yang dilakukan BPS Provinsi  Jawa  Timur  pada  tahun  2012  total  jumlah  UMKM  di  Jawa  Timur
sebanyak  6.825.931  UMKM,  yang  tersebar  di  berbagai  sektor  baik  sektor pertanian  maupun  non  pertanian  dan  mampu  menyerap  tenaga  kerja
sebanyak  11.117.439  tenaga  kerja.  Dari  total  jumlah  UMKM  tersebut  6,5 juta  diantaranya  merupakan  usaha  skala  mikro  yang  didominasi  usaha
informal  yang  memiliki  aset,  akses  serta  produktivitas  yang  terbatas, 261.827 merupakan skala kecil dan sisanya 30.410 merupakan usaha skala
menengah.
Apabila  diklasifikasikan  berdasarkan  sektornya  menunjukkan  bahwa Sektor  Pertanian  menempati  posisi  teratas  dari  total  jumlah  UMKM  yaitu
sebesar 4.112.443 UMKM, diikuti Sektor Perdagangan, Hotel dan  Restoran sebesar  1.720.042  UMKM.  Kontributor  ketiga  ditempati  oleh  sektor  jasa-
jasa  yaitu  sebanyak  411.342  UMKM  diikuti  oleh  berturut-turut  sektor Industri  Pengolahan  356.047  UMKM,  Transportasi  174.541  UMKM,
Pertambangan  dan  Penggalian  26.680  UMKM,    Konstruksi  16.789 UMKM, Keuangan 8.035 UMKM serta Listrik, Gas dan Air 12 UMKM.
Sementara itu berdasarkan total jumlah tenaga kerja UMKM yang terserap Sektor Pertanian menyerap tenaga kerja terbanyak yaitu  6.286.111 tenaga
kerja,  diikuti  Sektor  Perdagangan,  Hotel  dan  Restoran  2.791.426  tenaga kerja, sektor Industri Pengolahan 944.599 tenaga kerja, sektor jasa-jasa
739.448
tenaga kerja,
Transportasi 231.825
tenaga kerja,
Pertambangan  dan  Penggalian  45.658  tenaga  kerja,    Konstruksi 42.691 tenaga  kerja,  Keuangan  35.653  tenaga  kerja    serta  Listrik,  Gas  dan  Air
28 tenaga kerja .
16.  Penanaman modal
Pada  bidang  Penanaman  Modal,  fakta  menunjukkan  bahwa  Jawa Timur  merupakan  wilayah  investasi  yang  menarik  bagi  investor,  hal  ini
ditunjukkan  dengan  adanya  peningkatan  jumlah  investor  dan  nilai investasi.  Hal  ini  merupakan  salah  satu  indikasi  juga  bahwa  Jawa  Timur
merupakan  wilayah yang kondusif secara sosial-politik. Selain  itu investasi adalah  salah  satu  instrumen  untuk  terbukanya  lapangan  pekerjaan  dan
katalisator pertumbuhan perekonomian.
BAB II - 178
Tabel 2.135 Nilai ICOR  Jawa Timur
Tahun 2009-2012 Tahun
ICOR
2009 3,59
2010 3,28
2011 3,01
2012 2,92
Sumber :BPS Provinsi Jawa Timur
16.1. Perkembangan ICOR
Selama  kurun  waktu  4  empat  tahun  terakhir,  hasil  penghitungan ICOR  tahun  2009  mencapai  angka  3,59.  Sementara  dari  tahun  2010
sampai  tahun  2011  masing-masing  angka  ICOR  sebesar  3,28  dan  3,01. Sedangkan  pada  tahun  2012  ICOR  Jawa  Timur  mencapai  2,92.  Secara
umum  ICOR  negara-negara  sedang  berkembang  berkisar  antara  2,0 sampai  5,0.  Angka  tersebut  mengindikasikan  bahwa  rata-rata  investasi
yang ditanamkan di Jawa Timur cukup efisien.
Pada  tahun  2012  angka  ICOR  Jawa  Timur  sebesar  2,92,  artinya
untuk  mendapatkan  tambahan  output  sebesar  1  unit  diperlukan  investasi sekitar  2,92  unit.  Dibandingkan  dengan  ICOR  tahun  sebelumnya  yang
mencapai  3,01,  maka  dapat  dikatakan  bahwa  setiap  penambahan  1  unit output memerlukan investasi sebesar kurang lebih 3,01 unit. Pernyataan di
atas  dapat  diartikan  untuk  meningkatkan  PDRB  ADHK  sebesar  1  milyar rupiah  pada  tahun  2011  diperlukan  investasi  sebesar  3,01  milyar  rupiah.
Sedangkan untuk meningkatkan PDRB ADHK sebesar 1 milyar rupiah pada tahun  2012  diperlukan  investasi  sebesar  2,92  milyar  rupiah.  Hal  ini
merupakan indikasi efisiensi permodalan Jawa Timur cukup tinggi.
16.2. Kinerja Penanaman Modal
Kinerja  penanaman  modal  di  Jawa  Timur  menunjukkan  hasil  yang bagus.  Hal  ini  dapat  dilihat  dari  peningkatan  nilai  realisasi  investasi  baik
Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN maupun Penanaman Modal Asing PMA sebagaimana tersaji di Tabel 2.xxx. Realisasi PMDN pada tahun 2009
sebesar 4,29 trilyun rupiah  meningkat sebesar 54,32 persen  dibandingkan realisasi  pada  tahun  2008.  Peningkatan  nilai  realisasi  tersebut  berlanjut
sampai dengan tahun 2013 yang mencapai 34,85 trilyun rupiah.
Kondisi serupa juga terjadi pada realisasi PMA meskipun pada tahun 2009  terjadi  perlambatan  dibandingkan  tahun  2008.  Pada  tahun  2010
realisasi  PMA  tumbuh  cepat  dari  3,8  trilyun  rupiah  menjadi  16,73  trilyun
BAB II - 179
atau  meningkat  sebesar  340,26.  Pertumbuhan  PMA  terus  berlanjut sampai dengan tahun 2013 hingga mencapai 33,63 trilyun rupiah.
Tabel 2.136 Perkembangan Nilai dan Pertumbuhan Realisasi Investasi
Tahun 2009 – 2013
Tahun
PMDN PMA
Nilai trilyun rupiah
Pertumbuhan Nilai
trilyun rupiah Pertumbuhan
2009 4,29
54,32 3,8
-7,77 2010
9,59 123,54
16,73 340,26
2011 20,33
111,99 20,07
19,96 2012
28,73 41,32
25,13 25,21
2013 34,85
21,30 33,63
33,82
Sumber: Badan Penanaman Modal
Persetujuan izin prinsip menunjukkan perkembangan yang fluktuatif, perkembangan persetujuan izin prinsip disajikan pada Tabel 2.xxx. Selama
kurun  waktu  2009-2010  izin  prinsip  PMDN  menunjukkan  pertumbuhan yang  relatif  cepat  dari  25,41  trilyun  rupiah  menjadi  41,01  trilyun  rupiah,
namun  pada  tahun  2011  mengalami  penurunan  menjadi  26,23  trilyun rupiah  kemudian  naik  lagi  menjadi  46,31  trilyun  rupiah  dan  kembali
menurun menjadi 38,95 trilyun rupiah pada tahun 2013.
Kondisi  ini  tidak  jauh  berbeda  dengan  perkembangan  izin  prinsip PMA, mengalami peningkatan yang signifikan pada kurun waktu 2010-2011
dari  18,45  trilyun  rupiah  menjadi  44,68  trilyun  rupiah  atau  meningkat 142,17.  Peningkatan  tersebut  tidak  berlanjut  pada  tahun  2012,  bahkan
terjadi  penurunan  yang  cukup  tajam  menjadi  30,4  trilyun  rupiah.  Pada tahun  2013  persetujuan  izin  prinsip  PMA  meningkat  tinggi  menjadi  210,8
trilyun rupiah.
Tabel 2.137 Perkembangan Nilai dan Pertumbuhan Izin Prinsip Investasi
Tahun 2009 – 2013
Tahun
PMDN PMA
Nilai trilyun rupiah
Pertumbuhan Nilai
trilyun rupiah Pertumbuhan
2009 25,41
27,62 14,05
-39,39 2010
41,01 61,39
18,45 31,32
2011 26,23
-36,04 44,68
142,17 2012
46,31 76,55
30,4 -31,96
BAB II - 180