- 174 - 179 BAB II RPJMD 2014 (hal 77 222)

BAB II - 174

koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan. Koperasi Aktif adalah koperasi yang dalam dua tahun terakhir mengadakan RAT Rapat Anggota Tahunan atau koperasi yang dalam tahun terakhir melakukan kegiatan usaha. Menghitung persentase koperasi aktif digunakan rumus sebagai berikut: Tabel 2.133 Persentase Koperasi Aktif Tahun 2009-2013 Provinsi Jawa Timur No Uraian 2009 2010 2011 2012 2013 1 2 3 4 5 6 7 1 Jumlah koperasi aktif 15.678 24.990 25.145 25.450 27.071 2 Jumlah koperasi 19.396 28.712 29.141 29.159 30.741 3 Total Persentase koperasi aktif 80,83 87,04 87,94 87,28 88,06 Sumber : Dinas Koperasi dan UMKM Gambar 2.55 Perkembangan Persentase Koperasi Aktif di Jawa Timur Tahun 2009-2013 Sumber : Dinas Koperasi dan UMKM Sejak tahun 2010, jumlah koperasi di Jawa Timur mengalami peningkatan yang tajam dari 19.396 koperasi menjadi 28.712 koperasi. Hal ini terjadi karena pembentukan koperasi wanita yang merupakan implementasi dari pelaksanaan Program Pembiayaan Wanita Usaha Mandiri P2WUM. Tetapi dari jumlah koperasi yang ada belum semuanya aktif melakukan kegiatan. Pada tahun 2011, jumlah koperasi aktif di Jawa Timur sebanyak 25.145 unit dari 29.141 unit koperasi yang ada atau sebesar 87,94 persen dari total koperasi. Sementara pada tahun 2012 jumlah koperasi aktif sebanyak 25.450 koperasi dari total 29.159 koperasi atau sebesar 87,28 persen, dan tahun 2013 jumlah koperasi aktif meningkat kembali menjadi 27.071 koperasi dari total 30.741 koperasi atau sebesar 88,06 persen. Semakin besar jumlah persentase ini maka akan semakin besar pelayanan

BAB II - 175

Gambar 2.56 Perkembangan Jumlah BPRLKM di Jawa Timur Tahun 2006-2011 Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur Angka Sementara pada tahun 2012 dan 2013 BPS tidak melakukan penghitungan penunjang yang dimiliki daerah dalam menggerakkan perekonomian melalui koperasi

15.2. Jumlah UKM non BPRLKM UKM

Dalam perkembangannya, UMKM juga masih dihadapkan pada masalah mendasar yang secara garis besar mencakup : pertama, masih sulitnya akses UMKM pada pasar atas produk-produk yang dihasilkannya, kedua, masih lemahnya pengembangan dan penguatan usaha, ketiga, keterbatasan akses terhadap sumber-sumber pembiayaan dari lembaga- lembaga keuangan formal khususnya dari perbankan. Keterbatasan akses sumber-sumber pembiayaan yang dihadapi oleh UMKM terutama dari lembaga-lembaga keuangan formal seperti perbankan, menyebabkan mereka bergantung pada sumber-sumber informal. Bentuk dari sumber-sumber informal ini beraneka ragam mulai dari rentenir hingga berkembang dalam bentuk unit-unit simpan pinjam, koperasi dan bentuk-bentuk yang lain. Keberadaan lembaga-lembaga keuangan informal ini kemudian disebut sebagai Lembaga Keuangan Mikro LKM. Peranan LKM dalam pembangunan ekonomi khususnya pengembangan dan pemberdayaan UMKM sangat penting sehingga menjadi salah satu fokus pembangunan. Jumlah UMKM BPRLKM tahun 2006 mencapai 10.657 usaha dan bertambah menjadi 10.891 usaha pada tahun 2007 atau naik 2,20 persen. Pada tahun 2008 naik 7,24 persen menjadi 11.697 usaha, tahun 2009 naik 4,80 persen menjadi 12.259 usaha, tahun 2010 naik 4,76 persen menjadi 12,843 usaha dan pada tahun 2011 diperkirakan naik 1,2 persen menjadi 12.997. Dengan semakin meningkatnya jumlah UMKM BPRLKM dan pentingnya peranan UMKM BPRLKM dalam pembangunan

BAB II - 176

Tabel 2.134 Perkembangan Jumlah UKM Non BPRLKM di Jawa Timur Tahun 2007-2011 No. Uraian Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 1 2 3 4 5 6 7 1 Jumlah UKM 2.588.989 2.636.209 2.722.189 2.795.724 2.852.198 2 Jumlah UKM Non BPRLKM 2.578.099 2.624.512 2.709.930 2.782.881 2.839.201 Sumber : BPS Provinsi Jawa Timurpada tahun 2012 dan 2013 BPS tidak melakukan penghitungan ekonomi khususnya pengembangan dan pemberdayaan UMKM, maka UMKM BPRLKM juga perlu menjadi salah satu fokus pembangunan.

15.3. Jumlah BPRLKM

Peranan UMKM terutama sejak krisis moneter tahun 1998 dapat dipandang sebagai katup penyelamat dalam proses pemulihan ekonomi nasional maupun regional, baik dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja. Kinerja UMKM dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Menurut Badan Pusat Statistik BPS kontribusi UMKM terhadap PDRB Jawa Timur pada tahun 2011 mencapai 54,32 persen. Perkembangan sektor UMKM yang demikian menyiratkan bahwa terdapat potensi yang besar atas kekuatan domestik, jika hal ini dapat dikelola dan dikembangkan dengan baik tentu akan dapat mewujudkan usaha menengah yang tangguh. Oleh karena itu pengembangan UMKM menjadi salah satu fokus pembangunan nasional dan khususnya di Jawa Timur. Hasil pendaftaran perusahaan Sensus Ekonomi Tahun 2006, jumlah UMKM Non BPRLKM pada tahun 2006 sebanyak 2.504.634 usaha atau 99,58 persen dari total UMKM. Jumlah usaha yang bergerak di sektor Perdagangan besar dan eceran merupakan yang terbayak yaitu 914.080 usaha atau 36,50 persen dari total UMKM Non BPRLKM, sedangkan paling sedikit usaha sektor Listrik, gas dan air sebanyak 1.148 usaha atau 0,05 persen dari total UMKM Non BPRLKM. Pada tahun 2007, jumlah UMKM Non BPRLKM meningkat sebesar 2,93 persen dari 2.504.634 usaha menjadi 2.578.099 usaha. Perkembangan tahun 2008 lebih rendah dari tahun 2007 yaitu sebesar 1,80 persen. Pada tahun 2009 jumlah UMKM Non BPRLKM meningkat sebesar 3,25 persen dari 2.624.512 usaha pada tahun 2008 menjadi 2.709.930 usaha pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 jumlah BPR UMKM Non BPRLKM meningkat sebesar 2,69 persen menjadi 2.782.881 usaha. Pada

BAB II - 177

tahun 2011 jumlah UMKM Non BPRLKM diperkirakan mencapai 2.839.201 atau meningkat sebesar 1,91.

15.4. Usaha Mikro dan Kecil

Sesuai hasil Sensus UMKM Provinsi Jawa Timur yang dilakukan BPS Provinsi Jawa Timur pada tahun 2012 total jumlah UMKM di Jawa Timur sebanyak 6.825.931 UMKM, yang tersebar di berbagai sektor baik sektor pertanian maupun non pertanian dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 11.117.439 tenaga kerja. Dari total jumlah UMKM tersebut 6,5 juta diantaranya merupakan usaha skala mikro yang didominasi usaha informal yang memiliki aset, akses serta produktivitas yang terbatas, 261.827 merupakan skala kecil dan sisanya 30.410 merupakan usaha skala menengah. Apabila diklasifikasikan berdasarkan sektornya menunjukkan bahwa Sektor Pertanian menempati posisi teratas dari total jumlah UMKM yaitu sebesar 4.112.443 UMKM, diikuti Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 1.720.042 UMKM. Kontributor ketiga ditempati oleh sektor jasa- jasa yaitu sebanyak 411.342 UMKM diikuti oleh berturut-turut sektor Industri Pengolahan 356.047 UMKM, Transportasi 174.541 UMKM, Pertambangan dan Penggalian 26.680 UMKM, Konstruksi 16.789 UMKM, Keuangan 8.035 UMKM serta Listrik, Gas dan Air 12 UMKM. Sementara itu berdasarkan total jumlah tenaga kerja UMKM yang terserap Sektor Pertanian menyerap tenaga kerja terbanyak yaitu 6.286.111 tenaga kerja, diikuti Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 2.791.426 tenaga kerja, sektor Industri Pengolahan 944.599 tenaga kerja, sektor jasa-jasa 739.448 tenaga kerja, Transportasi 231.825 tenaga kerja, Pertambangan dan Penggalian 45.658 tenaga kerja, Konstruksi 42.691 tenaga kerja, Keuangan 35.653 tenaga kerja serta Listrik, Gas dan Air 28 tenaga kerja .

16. Penanaman modal

Pada bidang Penanaman Modal, fakta menunjukkan bahwa Jawa Timur merupakan wilayah investasi yang menarik bagi investor, hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan jumlah investor dan nilai investasi. Hal ini merupakan salah satu indikasi juga bahwa Jawa Timur merupakan wilayah yang kondusif secara sosial-politik. Selain itu investasi adalah salah satu instrumen untuk terbukanya lapangan pekerjaan dan katalisator pertumbuhan perekonomian.

BAB II - 178

Tabel 2.135 Nilai ICOR Jawa Timur Tahun 2009-2012 Tahun ICOR 2009 3,59 2010 3,28 2011 3,01 2012 2,92 Sumber :BPS Provinsi Jawa Timur

16.1. Perkembangan ICOR

Selama kurun waktu 4 empat tahun terakhir, hasil penghitungan ICOR tahun 2009 mencapai angka 3,59. Sementara dari tahun 2010 sampai tahun 2011 masing-masing angka ICOR sebesar 3,28 dan 3,01. Sedangkan pada tahun 2012 ICOR Jawa Timur mencapai 2,92. Secara umum ICOR negara-negara sedang berkembang berkisar antara 2,0 sampai 5,0. Angka tersebut mengindikasikan bahwa rata-rata investasi yang ditanamkan di Jawa Timur cukup efisien. Pada tahun 2012 angka ICOR Jawa Timur sebesar 2,92, artinya untuk mendapatkan tambahan output sebesar 1 unit diperlukan investasi sekitar 2,92 unit. Dibandingkan dengan ICOR tahun sebelumnya yang mencapai 3,01, maka dapat dikatakan bahwa setiap penambahan 1 unit output memerlukan investasi sebesar kurang lebih 3,01 unit. Pernyataan di atas dapat diartikan untuk meningkatkan PDRB ADHK sebesar 1 milyar rupiah pada tahun 2011 diperlukan investasi sebesar 3,01 milyar rupiah. Sedangkan untuk meningkatkan PDRB ADHK sebesar 1 milyar rupiah pada tahun 2012 diperlukan investasi sebesar 2,92 milyar rupiah. Hal ini merupakan indikasi efisiensi permodalan Jawa Timur cukup tinggi.

16.2. Kinerja Penanaman Modal

Kinerja penanaman modal di Jawa Timur menunjukkan hasil yang bagus. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan nilai realisasi investasi baik Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN maupun Penanaman Modal Asing PMA sebagaimana tersaji di Tabel 2.xxx. Realisasi PMDN pada tahun 2009 sebesar 4,29 trilyun rupiah meningkat sebesar 54,32 persen dibandingkan realisasi pada tahun 2008. Peningkatan nilai realisasi tersebut berlanjut sampai dengan tahun 2013 yang mencapai 34,85 trilyun rupiah. Kondisi serupa juga terjadi pada realisasi PMA meskipun pada tahun 2009 terjadi perlambatan dibandingkan tahun 2008. Pada tahun 2010 realisasi PMA tumbuh cepat dari 3,8 trilyun rupiah menjadi 16,73 trilyun

BAB II - 179

atau meningkat sebesar 340,26. Pertumbuhan PMA terus berlanjut sampai dengan tahun 2013 hingga mencapai 33,63 trilyun rupiah. Tabel 2.136 Perkembangan Nilai dan Pertumbuhan Realisasi Investasi Tahun 2009 – 2013 Tahun PMDN PMA Nilai trilyun rupiah Pertumbuhan Nilai trilyun rupiah Pertumbuhan 2009 4,29 54,32 3,8 -7,77 2010 9,59 123,54 16,73 340,26 2011 20,33 111,99 20,07 19,96 2012 28,73 41,32 25,13 25,21 2013 34,85 21,30 33,63 33,82 Sumber: Badan Penanaman Modal Persetujuan izin prinsip menunjukkan perkembangan yang fluktuatif, perkembangan persetujuan izin prinsip disajikan pada Tabel 2.xxx. Selama kurun waktu 2009-2010 izin prinsip PMDN menunjukkan pertumbuhan yang relatif cepat dari 25,41 trilyun rupiah menjadi 41,01 trilyun rupiah, namun pada tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 26,23 trilyun rupiah kemudian naik lagi menjadi 46,31 trilyun rupiah dan kembali menurun menjadi 38,95 trilyun rupiah pada tahun 2013. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan perkembangan izin prinsip PMA, mengalami peningkatan yang signifikan pada kurun waktu 2010-2011 dari 18,45 trilyun rupiah menjadi 44,68 trilyun rupiah atau meningkat 142,17. Peningkatan tersebut tidak berlanjut pada tahun 2012, bahkan terjadi penurunan yang cukup tajam menjadi 30,4 trilyun rupiah. Pada tahun 2013 persetujuan izin prinsip PMA meningkat tinggi menjadi 210,8 trilyun rupiah. Tabel 2.137 Perkembangan Nilai dan Pertumbuhan Izin Prinsip Investasi Tahun 2009 – 2013 Tahun PMDN PMA Nilai trilyun rupiah Pertumbuhan Nilai trilyun rupiah Pertumbuhan 2009 25,41 27,62 14,05 -39,39 2010 41,01 61,39 18,45 31,32 2011 26,23 -36,04 44,68 142,17 2012 46,31 76,55 30,4 -31,96

BAB II - 180