PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MEMBATIK SISWA KELAS VI SDN MOJOSONGO II SEMESTER I TAHUN AJARAN 2010 2011

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL

TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN

PRESTASI BELAJAR MEMBATIK SISWA KELAS

VI SDN MOJOSONGO II SEMESTER I

TAHUN AJARAN 2010/2011

Skripsi

Oleh:

Sunarmi

NIM K3205024

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL

TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN

PRESTASI BELAJAR MEMBATIK SISWA KELAS

VI SDN MOJOSONGO II SEMESTER I

TAHUN AJARAN 2010/2011

Oleh:

Sunarmi

NIM K3205024

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapat Gelar

Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Seni Rupa Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, 7 November 2010

Pembimbing I

Drs. Margana, M.Sn.

NIP 19600612 199103 1 001

Pembimbing II

Adam Wahida, S.Pd, M.Sn. NIP 19730906 200501 1 001


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar sarjana.

Pada hari : Kamis

Tanggal : 9 Desember 2010

Tim Penguji Skripsi:

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Tjahjo Prabowo, M.Sn. 1.

Sekertaris : Lili Hartono, S.Sn, M.Hum. 2. Anggota I : Drs. Margana, M.Sn. 3.

Anggota II : Adam Wahida, S.Pd, M.Sn. 4.

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan,

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP 19600727 198702 1 001


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v ABSTRAK

Sunarmi, PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL

TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI

BELAJAR MEMBATIK SISWA KELAS VI SDN MOJOSONGO II SEMESTER I TAHUN AJARAN 2010/2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta: Oktober 2010.

Tujuan penelitian ini adalah untuk peningkatan prestasi belajar dalam membuat karya seni rupa membatik siswa kelas VI SD dengan indikator: (1) 70 % siswa mampu mempersiapkan bahan dan alat membuat batik, (2) 70 % siswa mampu membuat rancangan motif batik, (3) 70 % siswa mampu membatik dengan teknik mencanting, dan (4) 70 % siswa mampu mewarnai motif batik dengan teknik colet.

Variabel yang menjadi sasaran perubahan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah prestasi belajar membatik, sedangkan variabel tindakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran CTL.

Bentuk penelitian ini adalah PTK (Penelitian Tindakan Kelas) dengan menggunakan model siklus. Tiap siklus terdiri dari 4 tahapan, yaitu: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, analisis, dan refleksi. Siklus I dilaksanakan 4 kali pertemuan dan siklus II dilaksanakan 3 kali pertemuan. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI SD N Mojosongo II Kecamatan Jebres Surakarta yang berjumlah 36 anak. Teknik pengumpulan data variabel peningkatan prestasi belajar membatik menggunakan model pembelajaran CTL. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi, pencatatan arsip, dokumen, tes hasil belajar, dan perekaman.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa tindakan kelas pada siklus I menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar membatik: jumlah siswa yang memperoleh nilai ≤ 66 adalah sebanyak 21 siswa atau 58,32 %, sedangkan jumlah siswa yang mendapatkan nilai ≥ 66 adalah sebanyak 15 siswa atau 41,66 %. Hasil penelitian siklus I menampakkan peningkatan prestasi belajar siswa, akan tetapi peningkatan prestasi belajar siswa belum mampu memenuhi indikator kinerja dalam penelitian ini yaitu 70 %. Nilai siswa setelah dilaksanakan penelitian siklus II dengan menerapkan model pembelajaran CTL adalah sebagai berikut: jumlah siswa yang memperoleh nilai ≤ 66 adalah sebanyak 4 siswa atau 11,11 %, sedangkan jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 66 adalah sebanyak 32 siswa atau 88,88 %. Dengan demikian dapat diajukan suatu rekomendasi bahwa pembelajaran membatik dengan menggunakan model pembelajaran CTL dapat meningkatkan prestasi belajar membatik siswa kelas VI SD N Mojosongo II Kecamatan Jebres Surakarta tahun pelajaran 2010/2011.


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi ABSTRACT

Sunarmi, THE APPLICATION OF CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) MODEL TO IMPROVE THE IMPROVEMENT OF

MEMBATIK LEARNING ACHIEVEMENT IN THE SIXTH GRADE

STUDENTS OF SDN II MOJOSONGO OF SEMESTER II IN THE SCHOOL YEAR OF 2010/2010. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. Surakarta: October 2010.

The objective of research is to improve the learning achievement in making fine art work membatik of VI graders of Elementary School with the following indicators: (1) 70 % of the students are able to prepare the materials and tools for making batik, (2) 70 % of the students are able to make batik motive, (3) 70 % of the students are able to make batik by mencanting technique, and (4) 70 % the students are able to color the batik motive using the colet tecnique.

The variable as the change target in this classroom action research is the learning achievement of membatik, while the action variable that is used in this research was CTL learning model.

This research is Classroom Action Research using cycle model. Each cycle consists of 4 stages: planning, implementing, observing, analysis, and reflecting. Cycle I was implemented in 4 meetings and cycle II is implemented in 3 meetings. The sample of research is the VI grade students of SDN Mojosongo II Jebres Subdistrict of Surakarta consisting of 36 students. Technique of collecting data that is used for the improvement of membatik learning achievement variable is CTL learning model. The techniques of collecting data are interview, observation, archive recording, document, learning achievement test, and recording.

Based on the result of this research, it can be concluded that, the classroom action research in cycle I shows that there is an improvement in membatik

learning achievement: there are 15 students (41.66%) obtaining ≥ 66 value, while

there are 21 students (58.32%) obtaining ≤ 66 value. The result of research on

cycle I shows the improvement of students learning achievement, but it has not been able to meet the performance indicator of research of 70%. The students values after the implementation of cycle II by applying the CTL learning model are as follows: 4 students (11.11%) obtain ≤ 66 value, while 32 students (88.88%) obtain ≥ 66 value. Thus it can be recommended that membatik learning using CTL can improve the membatik learning achievement of the VI sixth grade students of SDN II Mojosongo of Jebres Subdistrict, Surakarta in the school year of 2010/2010.


(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii MOTTO

Jangan pernah menyia-nyiakan kesempatan yang ada, karena waktu tidak akan pernah terulang kembali.

Kalau pandai meniti buih, selamat badan ke seberang: jika keras mengerjakan suatu pekerjaan yang sukar, pasti akan terlaksana apa yang diharapkan.

Kemenyan sebesar tungku, kalau dibakar tentu berbau: ilmu yang banyak itu harus dikembangkan, agar orang lain memperolehnya.

Mudahkanlah jalan sesamamu (muslim), niscaya Allah SWT akan mempermudah jalanmu ke surga (H.R. Buchory Moeslim)


(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

PERSEMABAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

Kedua Orang Tuaku Bapak Muhtadi dan Ibu Tasmini, terimakasih atas doa serta dukungan moral yang telah Bapak dan Ibu berikan.

Mas Min (Sutarmin, SE.) dan Mbak Yuni (Yuniati Listyoningsih, SE.), Mas Yono dan Mbak Yanti terimakasih atas dukungan, dan motivasinya, adikku Muhamad

Isnaini, Siva Marela (cipa), kehadiran kalian bisa membuat aku tertawa.

Pak Lik, Bu Lik, Lastri, Mas Taufik, Mbak Yatmi, Mas Muksin, Maratus dan Semua keluarga besarku yang ada di Nusa Tenggara Timur, terimaksaih atas doa

dan restunya.

Sahabat terbaik yang selalu ada disisiku (tata), terimakasih atas semangatnya.

Ndaru, Ambar, Bodro, Ning, Hery, Dyan, Devi, Dani, Gilang, Tugas, Udin, dan semua teman-teman seperjuanganku Seni Rupa angkatan 2005, 2006, 2007, dan

2008, Mawar Putih: Nova, Ita, Dyah, Retno, Andri, Ika, Mbak Anis, SDN Mojosongo II: Mbak Watik, Faisal, Pak Bambang, adiku Uppi‟07,

Dwita dan Listya‟06. terimakasih atas semua bantuannya.


(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat allah SWT, yang telah melimpahkan rahmad serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MEMBATIK SISWA KELAS VI SDN MOJOSONGO II SEMESTER I TAHUN AJARAN

2010/2011”

Tujuan penulisan skripsi ini merupakan salah satu tugas yang harus diselesaikan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan, Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak memerlukan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Dekan Fakultas Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi;

2. Drs. Suparno, M.Pd. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Surakarta yang telah memberikan persetujuan skripsi;

3. Drs. Yant Mujiyanto, M.Pd. tim skripsi yang telah memberikan izin penyusunan skripsi;

4. Drs. Tjahjo prabowo, M.Sn. Ketua Jurusan Program Pendidikan Seni Rupa yang telah memberikan izin penyusunan skripsi;

5. Drs. Margana, M.Sn. pembimbing I dan Adam Wahida, S.Pd., M.Sn. pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan dan dorongan kepada penulis shingga skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan lancar; 6. Bapak dan Ibu dosen Program Pendidikan Seni Rupa yang dengan tulus


(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

7. Kartini Asri Sejati, S.Pd. Kepala Sekolah SDN Mojosongo II Kecamatan Jebres Kota Surakarta yang telah memberikan layanan data dan ijin tempat penelitian;

8. Sari Sunarni, S.Pd. dan Mariyani, S.Pd. selaku wali kelas VI SDN Mojosongo II serta pembimbing lapangan yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menyusun skripsi;

9. Rekan-rekan guru dan siswa siswi SDN Mojosongo II yang telah memberikan dorongan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi;

10.Berbagai pihak yang yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini dan tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca.

Surakarta, 18 November 2010


(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PENGAJUAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMABAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Tinjauan Pustaka ... 8

1. Model Pembelajaran Contextual teaching and learning (CTL) ... 8

a. Pengertian Model Pembelajaran CTL ... 8


(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

3. Prestasi Belajar ... 14

a. Pengertian Prestasi ... 14

b. Pengertian Belajar ... 15

c. Pengertian Prestasi Belajar ... 15

2. Pengertian Batik ... 17

a. Batik ... 17

b. Teknik Pembuatan Batik ... 18

d. Perlengkapan Untuk Membuat Batik Tulis ... 20

e. Proses Pembuatan Batik Tulis ... 21

B. Kerangka Berpikir ... 22

BAB III. METODE PENELITIAN... 25

A. Seting Penelitian ... 25

1. Tempat Penelitian ... 25

2. Waktu Penelitian ... 25

B. Subjek Penelitian ... 26

C. Bentuk Penelitian ... 26

D. Sumber Data ... 26

E. Teknik Pengumpulan Data ... 27

1. Wawancara ... 27

2. Observasi ... 27


(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

a. Arsip... 28

b. Dokumen ... 28

4. Tes Hasil Belajar ... 28

5. Perekaman ... 28

F. Indikator Ketercapaian... 28

G. Prosedur Penelitian ... 29

1. Tahap Perencanaan Tindakan ... 30

2. Tahap Pelaksanaan Tindakan ... 30

3. Tahap Observasi dan Analisis ... 37

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 38

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 38

1. Tinjauan Historis SDN Mojosongo II ... 38

2. Letak Geografis SDN Mojosongo II ... 39

3. Keadaan SDN Mojosongo II ... 40

a. Visi ... 41

b. Misi ... 41

B. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 42

1. Tindakan Siklus I ... 43

a. Perencanaan Tindakan ... 43

b. Pelaksanaan Tindakan ... 44

1.) Pertemuan Pertama ... 44

2.) Pertemuan Kedua ... 52

3.) Pertemuan Ketiga ... 58

4.) Pertemuan Keempat ... 65

c. Observasi dan Analisis ... 69


(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

2.)Pembahasan Hasil Karya Siswa Siklus I ... 73

3.)Hasil Analisis Pelaksanaan Siklus I ... 77

e. Refleksi ... 78

2. Tindakan Siklus II ... 81

a. Perencanaan Tindakan ... 81

b. Pelaksanaan Tindakan ... 82

1.) Pertemuan Pertama ... 82

2.) Pertemuan Kedua ... 89

3.) Pertemuan Ketiga ... 100

c. Observasi dan Analisis ... 105

1.)Hasil Observasi ... 105

2.)Pembahasan Hasil Karya Siswa Siklus II ... 108

3.)Hasil Analisis Pelaksanaan Siklus II ... 113

d. Refleksi ... 115

C. Diskripsi Antar Siklus ... 118

1. Frekuensi Nilai Membatik Siswa Sebelum Tindakan ... 118

2. Frekuensi Nilai Membatik Siswa Sesudah Dilaksanakan Tindakan Siklus I ... 119

3. Frekuensi Nilai Membatik Siswa Sesudah Dilaksanakan Tindakan Siklus II ... 121

4. Frekuensi Nilai Membatik Siswa Sebelum dan Sesudah Dilaksanakan Tindakan Siklus I dan II ... 122

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 126

1. Hasil dan Proses Pembelajaran ... 126

a. Prestasi Belajar ... 126

b. Proses Pembelajaran ... 126

c. Media Pembelajaran ... 127

d. Kreativitas ... 127


(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

2. Keterkaitan Antara Model Pembelajaran CTL dengan Proses

Pembelajaran ... 128

a. Pada Tahap Konstuktivism ... 128

b. Pada Tahap Inquiry ... 128

c. Pada Tahap Questioning ... 129

d. Pada Tahap Learning Community ... 129

e. Pada Tahap Modeling ... 130

d. Pada Tahap Reflection ... 130

e. Pada Tahap Authentic Assessment ... 131

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 133

A. Simpulan ... 133

B. Implikasi ... 134

C. Saran ... 135

DAFTAR PUSTAKA ... 137


(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 26

Tabel 2. Pelaksanaan Tindakan Pertemuan Pertama ... 31

Tabel 3. Pelaksanaan Tindakan Pertemuan Kedua ... 32

Tabel 4. Pelaksanaan Tindakan Pertemuan Ketiga ... 34

Tabel 5. Pelaksanaan Tindakan Pertemuan Keempat ... 35

Tabel 6. Lembar Observasi Terstruktur Sebelum Dilakukantindakan ... 42

Tabel 7. Lembar Observasi Nilai Keseluruhan Tindakan Siklus I. ... 70

Tabel 8. Lembar Observasi Nilai Keseluruhan Tindakan Siklus II ... 105

Tabel 9. Data Frekuensi Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sebelum Tindakan. ... 118

Tabel 10. Data Frekuensi Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sesudah Tindakan Siklus I ... 119

Tabel 11. Data Frekuensi Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sesudah Tindakan Siklus II. ... 121

Tabel 12. Data Frekuensi Nilai Membatik Siswa Sebelum dan Sesudah Dilaksanakan Tindakan Siklus I dan II. ... 122

Tabel 13. Rekapitulasi Nilai Rata-rata Kelas dan Persentase Keberhasilan Setelah Dilaksanakan Tindakan Siklus I dan II. ... 124


(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Hasil Karya Siswa Sebelum Dilaksanakan Penelitian ... 3

Gambar 2. Kerangka Berpikir ... 24

Gambar 3. Struktur Organisasi SDN Mojosongo II ... 39

Gambar 4. Guru Menyampaikan Materi Pelajaran dengan Memberikan Contoh Gambar dan Karya Batik ... 50

Gambar 5. Siswa Membuat Motif Batik Pada Kertas Gambar ... 51

Gambar 6. Guru Menjelaskan Kembali Bahan dan Alat yang Digunakan Untuk Membuat Batik (modelling) ... 55

Gambar 7. Guru Membagikan Kain Mori Kepada Siswa Untuk Memindah Motif Batik dari Kertas Gambar ke Atas Kain ... 55

Gambar 8. Siswa Memindah Motif Batik dari Kertas Gambar ke Atas Kain ... 56

Gambar 9. Siswa Membatik dengan Teknik Mencanting ... 56

Gambar 10. Siswa Mewarnai Motif Batik dengan Teknik Colet ... 60

Gambar 11. Siswa Menjemur Kain Batik yang Sudah Selesai Diwarnai... 61

Gambar 12. Siswa Merendam Kain Batik ke Dalam Ember Berisi Waterglass ... 61

Gambar 13. Siswa Mengangin-anginkan Kain Batik ... 62

Gambar 14. Siswa Mencelupkan Kain Batik yang Sudah Selesai Diwarnai ke Dalam Air Bersih Untuk Melunturkan Waterglass ... 62

Gambar 15. Siswa Melorot Kain Batik dengan Menggunakan Air Mendidih ... 63

Gambar 16. Siswa Menjemur Kain Batik yang Sudah Selesai Dilorot ... 64

Gambar 17. Guru Mempresentasikan Karya Siswa di Depan Kelas ... 67

Gambar 18. Hasil Karya Siswa di Bawah KKM Nilai Rendah ... 73 Gambar 19. Hasil Karya Siswa yang Sudah Memenuhi KKM Nilai Sedang 74 Gambar 20. Hasil Karya Siswa yang Audah Memenuhi KKM Nilai Tinggi 76


(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

Gambar 21. Guru Memberikan Contoh Taplak Meja yang Terbuat dari

Batik (modelling) ... 87 Gambar 22. Siswa Membuat Rancangan Motif Batik pada Kertas Gambar . 88 Gambar 23. Guru Menjelaskan Cara Membuat Batik yang Digunakan

Untuk Taplak Meja ... 92 Gambar 24. Guru Memberi Contoh Siswa yang Kesulitan dalam

Mengerjakan Tugas (Modelling) ... 93 Gambar 25. Secara Bergantian Siswa Membatik dengan Teknik

Mencanting ... 94 Gambar 26. Secara Kelompok Siswa Bekerjasama Mewarnai Motif Batik

dengan Teknik Colet ... 95 Gambar 27. Secara Kelompok Siswa Bekerjasama Menjemur Kain Batik

yang Sudah Selesai Diwarnai ... 95 Gambar 28. Siswa Mengangin-anginkan Kain Batik yang Sudah Direndam

dengan Menggunaka Waterglass Selama ± 15 Menit ... 96 Gambar 29. Siswa Mencelupkan Kain Batik yang Sudah Di Waterglass

Ke Dalam AirBersih Untuk Melunturkan Waterglass ... 97 Gambar 30. Siswa Melorot Kain Batik dengan Menggunakan Air

Mendidih ... 97 Gambar 31. Siswa Menjemur Kain Batik yang Sudah Selesai Dilorot ... 98 Gambar 32. Guru Mempresentasikan Karya Siswa di Depan Kelas ... 120 Gambar 33. Hasil Karya Siswa Kelompok 3 Belum Memenuhi KKM

(Nilai Rendah) ... 108 Gambar 34. Hasil Karya Kelompok 9 yang Sudah Memenuhi KKM (Nilai

Sedang) ... 110 Gambar 35. Hasil Karya Siswa Kelompok 2 yang Sudah Memenuhi KKM

(Nilai Tinggi) ... 112 Gambar 36. Grafik Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sebelum Dilaksanakan

Tindakan ... 119 Gambar 37. Grafik Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sesudah Dilaksanakan Gambar 38. Tindakan Siklus I ... 120


(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xix

Gambar 39. Grafik Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sesudah Dilaksanakan Tindakan Siklus II ... 122 Gambar 40. Grafik Nilai Membatik Siswa Kelas VI Sebelum dan Sesudah

Dilaksanakan Tindakan Siklus I dan II ... 123 Gambar 41. Grafik Perbandingan Nilai Rata-rata Siswa Kelas VI Sesudah


(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu proses terhadap anak didik, berlangsung terus sampai anak didik mencapai pribadi dewasa. Proses ini berlangsung dalam jangka waktu tertentu.

Hasbullah (2005: 11) berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah: (1) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa, (2) berbudi pekerti luhur, (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) sehat jasmani dan rokhani, (5) kepribadian yang mantap dan mandiri, dan (6) bertanggungjawab terhadap masyarakat dan bangsa”.

“Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) memiliki sifat multilingual, multidimensional, dan multikultural”. (BSN, 2007). Multilingual bermakna pengembangan kemampuan mengekspresikan diri secara kreatif dengan berbagai cara dan media seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan berbagai perpaduannya. Multidimensional bermakna pengembangan beragam kompetensi meliputi konsepsi (pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi) apresiasi dan kreasi dengan cara memadukan secara harmonis unsur estetika, logika, kinestetika, dan etika. Multikultural bermakna pendidikan seni menumbuh kembangkan kesadaran dan kemampuan apresiasi terhadap beragam budaya nusantara dan mancanegara.

Redja Mudyahardjo (2001: 199) menyatakan bahwa: Sebuah kegiatan pendidikan dikatakan sebuah seni pendidikan, apabila kegiatan tersebut tidak hanya mencapai hasil yang diharapkan, tetapi proses pelaksanaannya memberi keasyikan dan kesenangan, baik bagi peserta

didik maupun pendidiknya”.

Sekolah Dasar (SD) adalah sekolah awal yang mempunyai tujuan mendidik siswa mulai dari dasar (pondasi), sehingga siswa mampu memiliki pengetahuan dasar yang nantinya akan dikembangkan pada jenjang pendidikan selanjutnya yaitu Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Sehingga pendidikan Sekolah Dasar sangat berpengaruh dalam tumbuh kembang anak di masa yang akan datang.


(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

“Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun

1990 tentang Pendidikan Dasar, disebutkan bahwa pendidikan dasar merupakan pendidikan sembilan tahun, yaitu program pendidikan enam tahun di Sekolah Dasar (SD) dan program pendidikan tiga tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). SBK diberikan di Sekolah karena keunikan, bermakna, dan bermanfaat terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik, yang terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi melalui pendekatan: “belajar dengan seni,” “belajar

melalui seni” dan “belajar tentang seni.” Peran ini tidak dapat

diberikan oleh mata pelajaran lain. Seni Budaya dan Keterampilan terdiri dari seni rupa, seni musik, seni tari dan keterampilan”. (BSN, 2007).

Mengingat pentingnya pendidikan bagi Bangsa Indonesia pendidikan dasar sembilan tahun wajib dilaksanakan. Dengan terlaksanannya program wajib belajar sembilan tahun maka kita dapat meneruskan perjuangan para pahlawan yang telah gugur mempertahankan Indonesia. Dengan adanya pendidikan kita memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang nantinya dapat kita manfaatkan seumur hidup.

“Sekolah Dasar yang merupakan pendidikan awal dan menjadi dasar

dari segala pendidikan yang ada diatasnya” diperlukan pendidikan yang profesional, sehingga murid betul-betul bisa melanjutkan pendidikannya kepada pendidikan yang ada di atasnya. Selain iu Sekolah Dasar juga mempersiapkan anak didiknya agar dapat terjun dalam masyarakat dan dapat mengembangkan sikap belajar sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan seumur hidup (Way of life education). (Khairul Iksan, 2009).

Dalam proses pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) di SDN Mojosongo II termasuk monoton, karena pada setiap tahun pembelajarannya sama yaitu mengambar dengan menggunakan media buku gambar dan pewarna pensil warna atau pastel, sehingga dalam proses pembelajarannya siswa tidak dapat berkreativitas dengan bebas dan lebih luas karena keterbatasan media dalam proses pembelajaran. Dalam pelaksanaan mata pelajaran membatik di SDN Mojosongo II siswa lebih banyak praktek dari pada teori, karena jika siswa lebih banyak mendengarkan ceramah (teori) siswa mudah bosan atau jenuh.


(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Mata pelajaran SBK dibagi menjadi empat, yaitu seni rupa, keterampilan, seni musik, dan seni tari. Mata pelajaran seni rupa sendiri memiliki beberapa kompetensi dasar, salah satu diantaranya adalah mengekspresikan diri melalui karya seni rupa. Dalam mengekspresikan diri melalui karya seni rupa terdapat kompetensi dasar yaitu membatik.

”Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang harus diperoleh siswa adalah nilai 66”. (KTSP, 2010: 14). Sedangkan ± 70 % karya siswa masih belum dapat memenuhi KKM. Berikut ini adalah contoh hasil karya gambar batik siswa SDN Mojosongo II yang sudah memenuhi KKM:

Gambar 1.a Gambar 1.b

Gambar 1.Hasil Karya Siswa Sebelum Dilaksanakan Penelitian. (Dokumentasi: Sunarmi, 2010)

Dari kedua hasil karya di atas dapat diketahui bahwa pengetahuan siswa tentang motif batik sangat kurang sekali. Hal itu dapat dilihat dari motif batik yang mereka buat mempunyai motif hampir sama (kurang kreatif). Dilihat dari sisi pewarnaan hasil karya siswa pada gambar 1 a sudah baik jika dibandingkan dengan gambar 1 b. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai batik sangat berpengaruh terhadap hasil karya mereka. Sehingga hal ini dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

Adapun masalah yang ada pada siswa di kelas VI SDN Mojosongo II diantaranya adalah kurangnya minat siswa dalam mata pelajaran membatik. Dari beberapa kali pengamatan ditemukan fakta bahwa pada setiap proses belajar mengajar, siswa cenderung pasif, kurang menunjukkan gairah, minat, dan antusiasme untuk belajar. Ada indikasi munculnya kejenuhan dan kebosanan pada


(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

diri siswa untuk belajar. Dalam suatu kesempatan proses belajar mengajar guru mencoba berinteraksi dengan para siswa di dalam suatu dialog kelas, dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa secara keseluruhan, dengan harapan sedikitnya ada satu dua orang siswa dapat menjawab pertanyaan dari guru. Akan tetapi, tidak satupun siswa yang berupaya untuk merespon pertanyaan yang diajukan. Hal ini disebabkan rendahnya minat siswa dalam mengikuti pelajaran membatik, siswa menganggap bahwa membatik adalah sesuatu yang sangat sulit dikerjakan, keterbatasan pengetahuan siswa tentang membatik, dan siswa kurang percaya diri untuk mengemukakan pendapatnya di muka umum.

Kurangnya minat belajar siswa dapat dilihat dari hasil pengamatan proses pembelajaran (1) pada saat mengerjakan tugas didalam kelas siswa cenderung ramai, (2) bermalas-malasan atau kurang aktif pada saat mengerjakan tugas, (3) tidak serius pada saat mengerjakan tugas, (4) sumber dan media pembelajaran seni rupa di sekolah masih sangat minim, (5) sebagian besar siswa belum mampu membuat rancangan motif batik dengan imajinasi masing-masing (hanya mencontoh/menjiplak karya teman atau orang lain), (6) sebagian besar siswa belum mampu menggunakan canting untuk membatik, dan (7) sebagian besar siswa belum mampu mewarnai motif batik dengan baik. Dampak dari berbagai faktor tersebut adalah rendahnya prestasi belajar siswa. Hal ini disebabkan karena guru hanya menggunakan pembelajaran yang searah (konvensional), dengan pemberian tugas menggambar menggunakan media kertas tanpa arahan dan bimbingan, sehingga siswa merasa tidak tertarik dalam mengikuti proses pembelajaran.

Penilaian yang dilakukan oleh guru SBK selama ini hanya menggunakan penilaian hasil akhir (portofolio), tanpa menilai proses pembuatan karya, keaslian ide, kreativitas, pewarnaan, dan pengamatan aktivitas siswa. Hal tersebut juga dapat menjadi salah satu kendala dari berbagai faktor-faktor lain dalam Proses Belajar Mengajar (PBM), sehingga berdampak pada rendahnya prestasi belajar membatik. Oleh karena itu untuk meningkatkan prestasi belajar membatik siswa, guru berpengaruh dalam meningkatkan proses penilaian. Berikut ini adalah pendapat yang dikemukakan oleh Umanis, 2005:


(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

”Dalam proses pembelajaran pendidikan (pendidikan dan pengajaran),

terdapat tiga aspek ada pada diri siswa yang perlu dikembangkan. Ketiga aspek ini adalah aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik. Aspek kognitif adalah pengembangan kecerdasan atau pengenalan, aspek afektif adalah pengembangan minat atau berbuat sesuatu setelah dikenalkan, dan aspek psikomotorik adalah

pengembangan kemampuan atau keterampilan.”

Selain aspek-aspek tersebut dalam proses pembelajaran juga memerlukan model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran yang menyenangkan, dapat mendukung dalam penyampaian materi maupun bahan ajar supaya mampu memancing minat siswa dalam mengikuti pelajaran.

Dalam membatik guru mempunyai peranan penting untuk menjelaskan, memberikan contoh karya batik, membuat contoh karya langsung mulai dari menggambar motif pada kain, mencanting, sampai dengan tahap pewarnaan (melakukan demonstrasi/permodelan). Dengan adanya demonstrasi yang dilakukan oleh guru, hal ini diharapkan mampu memancing rasa penasaran siswa sehingga siswa dapat ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran.

Dengan pelaksanaan pembelajaran praktek, guru dapat mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam menerapkan hasil dari teori. Pada waktu praktek guru dapat mengamati sekaligus mengarahkan siswa dalam mengerjakan tugas (portofolio). Selain itu secara langsung guru memberikan kritik maupun saran serta masukan-masukan yang membangun siswa untuk berkarya.

Berdasarkan latar kendala-kendala yang terdapat di atas maka peneliti menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi. SCANS dalam Johnson (2007: 265) berpendapat bahwa:

”Model pembelajaran CTL ini terdapat tiga keterampilan dasar yang dapat dimiliki siswa, yaitu: (1) keterampilan dasar: membaca, menulis, aritmatika dan matematika, mendengarkan, berbicara, (2) keterampilan berpikir: belajar, memberi alasan, berpikir kreatif, membuat keputusan, memecahkan masalah. Keterampilan berpikir meliputi memadukan, menganalisis, menggunakan logika, dan membedakan fakta-fakta yang kuat dan yang lemah, (3) kualitas pribadi : tanggungjawab perseorangan yang diwujudkan dalam bentuk ketekunan diri dalam menyelesaikan pekerjaan dan melakukan yang


(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

Model pembelajaran CTL digunakan untuk dapat memancing minat belajar siswa, sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar. Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modelling). Berikut ini pendapat yang telah dikemukakan oleh Akmad Sudrajat, 2009:

”Langkah-langkah model pembelajaran Contextual Teaching and

Learning (CTL)” adalah sebagai berikut: (1) konstruksivisme (konstruktivism) yaitu, membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal, (2) menemukan (inquiry) yaitu, proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman, (3) bertanya (questioning) yaitu, kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa, (4) masyarakat belajar (learning community) yaitu, sekelompok orang yang terkait dalam kegiatan belajar, (5) permodelan (modeling) yaitu, proses penampilan suatu contoh, (6) refleksi (reflection) yaitu, cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari, (7) penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) yaitu, mengukur pengetahuan dan

keterampilan siswa, penilaian produk (hasil karya).”

Berdasarkan latar belakang masalah di atas penelitian ini dibatasi dengan

judul: ”PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING

AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

MEMBATIK SISWA KELAS VI SDN MOJOSONGO II SEMESTER I TAHUN AJARAN 2010/2011”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, perumusan masalah dalam penelitan ini adalah sebagai berikut:

Sejauh mana penggunaan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan prestasi belajar membatik siswa kelas VI SDN Mojosongo II?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah disampaikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:


(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

Untuk meningkatkan prestasi belajar membatik siswa kelas VI SDN Mojosongo II semester I tahun ajaran 2010/2011.

D. Manfaat penelitian

Manfaat yang diperoleh dari kegiatan penelitian ini, antara lain: 1. Manfaat Teoritis

Dari hasil penelitian ini diharapkan:

a. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan yang lebih luas bagi guru-guru yang lain.

b. Sebagai bahan referensi untuk penelitian yang sejenis. 2. Manfaat Praktis

a. Mampu meningkatkan pengetahuan serta pemahaman siswa terhadap batik.

b. Mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam membuat rancangan motif batik.

c. Mampu meningkatkan kreativitas siswa dalam berkarya. d. Mampu meningkatkan keterampilan siswa dalam mencanting.

e. Mampu meningkatkan keterampilan siswa dalam mewarnai batik dengan teknik colet.

f. Mampu meningkatkan prestasi belajar siswa dalam membuat batik dengan teknik mencanting.

g. Untuk melestarikan keberadaan batik yang menjadi salah satu dari berbagai macam kebudayaan Bangsa Indonesia.


(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Untuk memudahkan pengkajian ini peneliti membaginya menjadi tiga pokok bahasan, yaitu: (1) Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). (2) Prestasi Belajar, dan (3) Membatik

1. Model Pembelajaran CTL a. Pengertian Model Pembelajaran CTL

Model pembelajaran CTL (pembelajaran kontekstual) adalah salah satu di antara sekian banyak model pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, di mana CTL merupakan suatu sistem atau pendekatan pembelajaran yang bersifat holistik. Pembelajaran ini terdiri atas komponen-komponen yang saling terkait, yang apabila dilaksanakan masing-masing memberikan dampak sesuai dengan perannya. Pembelajaran kontekstual didasarkan pada pemikiran bahwa siswa belajar apabila mereka melihat makna dari yang mereka pelajari. Makna dalam pekerjannya di sekolah apabila mereka dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki. Melalui CTL belajar dapat menjadi bermakna dengan mengaitkan konten dengan konteks dalam kehidupan sehari-hari siswa.

“Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan

mereka”. http://fandi4tarakan.wordpress.com.

Kemitraan yang memungkinkan para siswa menerapkan pelajaran akademis ke tempat kerja, pelajaran-pelajaran yang mengaitkan tugas sekolah dengan pengalaman sehari-hari, restrukturisasi sekolah yang memungkinkan “lerning by doing” semua kegiatan ini menunjukkan kekuatan dari pesan pokok CTL. Pesan pokok itu adalah bahwa “lerning by doing” menyebabkan kita


(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

membuat keterkaitan-keterkaitan yang menghasilkan makna, dan ketika kita melihat makna, kita menyerap dan menguasai pengetahuan dan keterampilan. Johnson (2007: 4), berpendapat bahwa:

“Dalam pembelajaran kontekstual minimal ada tiga prinsip utama yaitu: 1) prinsip saling ketergantungan (interdependence). Menurut hasil kajian para ilmuwan modern segala yang ada di alam semesta ini adalah saling berhubungan. Segala yang ada, baik manusia maupun bukan manusia, makhluk hidup ataupun benda mati atau satu sama lain berhubungan dan tergantung membentuk pola dan jaring sistem hubungan yang teratur, 2) prinsip diferensiasi (differentiation). Diferensiasi menunjuk kepada sifat alam yang secara terus menerus menimbulkan perbedaan, keragaman, keunikan. Alam tidak pernah mengulang dirinya tetapi keberadaannya selalu berbeda. Prinsip diferensiasi menunjukkan kreativitas yang luar biasa dari alam semesta. 3) prinsip pengorganisasian diri (self organization). Setiap individu atau kesatuan (entity) dalam alam semesta mempunyai potensi melekat, yaitu kesadaran sebagai kesatuan yang utuh yang berbeda dari yang lain. Tiap orang memiliki organisasi diri, keteraturan diri, kesadaran diri, pemeliharaan diri sendiri, suatu energi atau kekuatan hidup, yang memungkinkan mempertahankan dirinya secara khas berbeda dengan yang lainnya”.

Dari asumsi dan latar belakang yang mendasarinya, maka terdapat beberapa hal yang harus dipahami tentang belajar dalam konteks CTL menurut Sanjaya dalam Endang Komara, 2010, antara lain:

1. Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki. Oleh karena itulah, semakin banyak pengalaman maka akan semakin banyak pula pengetahuan yang mereka peroleh.

2. Belajar bukan sekadar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas. Pengetahuan itu pada dasarnya merupakan organisasi dari semua yang dialami, sehingga dengan pengetahuan yang dimiliki akan berpengaruh terhadap pola-pola perilaku manusia, seperti pola berpikir, pola bertindak, kemampuan memecahkan persoalan termasuk penampilan atau performance seseorang. Semakin pengetahuan seseorang luas dan mendalam, maka akan semakin efektif dalam berpikir.


(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

3. Belajar adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan memecahkan masalah anak akan berkembang secara utuh yang bukan hanya perkembangan intektual akan tetapi juga mental dan emosi. Belajar secara kontekstual adalah belajar bagaimana anak menghadapi persoalan.

4. Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari sederhana menuju yang kompleks. Oleh karena itu belajar tidak dapat sekaligus, akan tetapi sesuai dengan irama kemampuan siswa. 5. Belajar pada hakikatnya adalah menagkap pengetahuan dari kenyataan.

Oleh karena itu, pengetahuan yang diperoleh adalah pengetahuan yang memiliki makna untuk kehidupan anak (Real World Learning).

Pengetahuan itu diperoleh anak bukan dari informasi yang diberikan oleh orang lain temasuk guru, akan tetapi dari proses penemukan dan mengontruksinya sendiri, maka guru harus menghindari mengajar sebagai proses penyampaian informasi. Guru perlu memandang siswa sebagai subjek belajar dengan segala keunikannya. Siswa adalah organisme aktif yang memiliki potensi untuk membangun pengetahuannya sendiri.

b. Tujuh Komponen Dalam CTL

CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 (tujuh) asas. Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Tujuh komponen tersebut adalah sebagai berikut:

1.) Kontruksivisme (konstruktivism) 2.) Menemukan (inquiry)

3.) Bertanya (questioning)

4.) Masyarakat belajar (Learning community) 5.) Permodelan (modelling)

6.) Refleksi (reflection)


(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Johnson (2007: 64) berpendapat bahwa: ”Sistem CTL berhasil karena sistem ini meminta siswa untuk bertindak dengan cara yang alami. CTL membuat siswa mampu menghubungkan isi dari subjek-subjek akademik dengan konteks kehidupan keseharian mereka untuk

menemukan makna.”

Model pembelajaran ini secara ringkas dapat dirumuskan: mampu menghubungkan materi belajar dengan konteks kehidupan sehari-hari. Di bawah ini merupakan tahapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) menurut Endang Komara, 2010:

a.) Pada tahap kontruksivisme (konstruktivism), adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut. Kedua faktor itu sama pentingnya.

Dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat statis akan tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengonstruksinya. Piaget menyatakan hakikat pengetahuan sebagai berikut: (1) pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi selalu merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek. (2) subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan. (3) pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsep itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.

Pembelajaran melalui CTL pada dasarnya mendorong agar siswa dapat mengonstruksi pengetahuan melalui proses pengamatan dan pengalaman.

b.) Pada tahap menemukan (inquiry), adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi


(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah diharapkan siswa berkembang secara utuh baik intektual, mental emosional maupun pribadinya.

Karen pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion).

c.) Pada tahap bertanya (questioning), dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, sedangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan kedalam kelas.

Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk:

Kegiatan bertanya berguna untuk: (1) menggali informasi, (2) menggali pemahaman siswa, (3) membangkitkan respon kepada siswa, (4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, (5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, (6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, (7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

d.) Pada tahap masyarakat belajar (learning community), aktivitas belajar secara kelompok dapat memperluas perspektif serta membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. Guru


(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

dapat menyusun kelompok terdiri dari tiga, lima maupun delapan siswa sesuai dengan tingkat kesulitan penugasan.

Biarkan dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan; yang cepat belajar didorong untuk membantu yang lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk menularkannya pada yang lain.

e.) Pada tahap permodelan (modeling), dalam konsep ini kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar siswa dapat mencontoh, belajar atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru memberi model tentang cara belajar (how to learn), menggunakan alat dan guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik.

f.) Pada tahap refleksi (reflection), yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Bisa terjadi melalui proses refleksi siswa akan memperbarui pengetahuan yang telah dibentuknya, atau menambah khazanah pengetahuannya.

Dalam setiap proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada

siswa untuk „‟merenung‟‟ atau mengingat kembali apa yang telah

dipelajarinya. Biarkanlah secara bebas siswa menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya. g.) Pada tahap penilaian yang sebenarnya (authentic assessment), adalah

proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah


(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.

Penilaian ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.

Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah proses pembelajaran yang didalamnya terdapat tujuh komponen dasar konstruktivisme (konstruksivism), inkuiri (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian nyata (authentic assessment), sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari siswa.

2. Prestasi Belajar a. Pengertian Prestasi

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1993: 700) “Prestasi mempunyai

pengertian hasil yang dicapai, dilakukan, dikerjakan, dan sebagainnya atau hasil pelajaran yang diperoleh dari kegiatan persekolahan yang bersifat kognitif dan

biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian” Di dalam dunia

pendidikan, prestasi sering dikaitkan dengan kemampuan dibidang akademik. Tolok ukur untuk menilainnya adalah dengan menggunakan nilai (angka). Buchori (1997: 85) berpendapat bahwa:

”Prestasi adalah hasil yang dicapai anak sebagai hasil belajar yang

berupa angka, huruf, serta tindakan hasil belajar yang dicapai. Adapun hasil belajar yang berupa angka atau huruf selain sebagai bukti hasil karya yang dicapai juga memotivasi agar prestasinya lebih

meningkat”.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi adalah hasil yang telah dicapai siswa setelah melalui proses pembelajaran.


(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

b. Pengertian Belajar

Belajar adalah merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Dalam proses belajar, apabila seseorang tidak mendapatkan suatu peningkatan kualitas dan kuantitas kemampuan, maka orang tersebut sebenarnya belum mengalami proses belajar atau dengan kata lain ia mengalami kegagalan didalam proses belajar. Sedangkan Winkel W.S. (1984: 226) mengemukakan bahwa ”prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang”.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.

c. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar dapat kita lihat dari hasil nilai yang diperoleh siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Dengan adanya prestasi dalam proses pembelajaran kita dapat mengetahui apakah materi yang telah disampaikan oleh guru dapat diserap oleh seluruh siswa atau hanya sebagian saja.

Menurut Tirtonegoro (1988: 43) “Prestasi belajar ini dinyatakan dalam bentuk angka, huruf maupun dan pada tiap-tiap periode tertentu”. Sementara itu menurut ahli lain, “Prestasi belajar adalah suatu hasil maksimal yang diperoleh dengan usahannya dalam rangka mengaktualisasikan dan mempotensinkan diri

lewat belajar” (Slameto, 1987: 16).

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi belajar adalah hasil maksimal yang diperoleh dengan mengerjakan suatu kegiatan untuk diukur/dinilai dalam bentuk angka atau huruf untuk mengetahui kedudukan atau prestasi anak.

Untuk dapat mengetahui prestasi belajar seseorang, maka diperlukan penilaian hasil belajar. Menurut Masidjo (1995: 93), terdapat tiga ranah penilaian pencapaian hasil belajar adalah sebagai berikut:


(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

1. Ranah Kognitif, meliputi: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

2. Ranah Afektif, meliputi: penerimaan, partisipasi, penilaian atau penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup.

3. Ranah psikomotor, meliputi: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas.

Yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspek psikomotor, dikarenakan dalam proses pembelajaran membatik dengan teknik mencanting memiliki kompetensi dasar membatik dengan teknik mencanting. Penilaian yang akan digunakan dalam membatik dengan teknik mencanting adalah sebagai berikut:

1. Mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik: a. Mempersiapkan alat untuk membuat motif batik.

b. Mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik dengan teknik mencanting.

c. Mempersiapkan bahan dan alat untuk mewarnai motif batik dengan teknik colet.

2. Membuat rancangan motif batik:

a. Kreativitas (kelancaran dalam membuat motif batik). 3. Membatik dengan teknik mencanting:

a. Penggunaan canting. b. Kematangan malam.

c. Kerapian dan kebersihan dalam mencanting. 4. Mewarnai motif batik dengan teknik colet:

a. Teknik mencolet.

b. Teknik mengunci/ mengancing warna remazol. c. Perpaduan warna.


(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

3. Pengertian Batik a. Batik

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1993: 84) batik adalah ”corak atau

gambar pada kain yang pembuatanya secara khusus dengan menerakan malam kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu.”

Menurut Sewan Susanto (1980: 5), teknik membuat batik adalah: “proses

-proses pekerjaan dari pemula yaitu dari mori batik sampai menjadi kain batik.”

Secara etimologi kata batik berasal dari kata tik yang berarti kecil/titik dapat diartikan juga menulis atau menggambar serba rumit. Batik sama artinya dengan menulis, akan tetapi batik secara umum memiliki arti khusus yaitu melukis pada kain dengan menggunakan lilin/malam, dan alat yang digunakan untuk menorehkan malam pada kain yaitu canting. Canting adalah alat yang digunakan untuk membuat gambar pada batik terbuat dari bahan kuningan atau tembaga. Pembuatan batik di Indonesia pada prinsipnya berdasarkan resist dyes technique (teknik celup rintang) dimana pembuatannya semula dikerjakan dengan cara ikat-celup motif yang sangat sederhanaa, kemudian menggunakan zat perintang warna.

“Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta. Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia (Jawa) yang sampai saat ini masih ada. Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto, dengan memakai batik pada saat

mengikuti Konferensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)”. Sumber:

http//www.compas.com.

Seni batik merupakan salah satu jenis kerajinan khas Indonesia. Daerah pembuatannya tersebar hampir diseluruh wilayah nusantara. Masing-masing daerah memiliki kekhasan atau keunikan tersendiri. Keunikan tersebut adalah motif atau corak, teknik pembuatan, dan makna simboliknya.

Batik Jawa mempunya motif-motif yang berbeda-beda. Perbedaan motif ini biasa terjadi dikarenakan motif-motif itu mempunyai makna, maksudnya


(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

bukan hanya sebuah gambar akan tetapi mengandung makna yang mereka dapat dari leluhur mereka. Batik Jawa banyak berkembang di daerah Solo atau yang biasa disebut dengan batik Solo. Berikut ini adalah pendapat yang dikemukakan oleh Barmin & Wijiono, (2008: 10):

”Ragam corak dan warna batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh

asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Corak yang terdapat pada kain batik adalah tumbuhan pohon, ranting, daun, bunga dan akar, hewan: burung, ikan, kupu-kupu, ular, dll, manusia , geometris, dan bentuk lain seperti awan, gapura, rumah, dll. Bahan yang digunakan untuk membuat kain batik berupa kain mori, dan kain sutra. Kain mori dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu jenis primisima, prima, dan biru. Primisima adalah kain mori yang halus, harganya mahal, dan baik untuk batik tulis. Jenis prima bermutu sedang dan bisa dibuat batik tulis. Mori biru mutunya kurang baik, tipis dan tenunannya agak jarang. Mori biru tidak baik untuk batik tulis, hanya dapat digunakan untuk batik cap.”

Di pabrik tekstil, motif batik juga dapat dicetak dalam jumlah banyak dan berwarna-warni seperti halnya mencetak kertas. Sedangkan, batik tulis lebih mahal harganya karena dibuat dengan tangan dan membutuhkan waktupengerjaan yang lama. Kini, kain batik tidak hanya digunakan sebagai busana, tapi juga sebagai bahan berbagai perlengkapan rumah tangga dan interior serta menjadi produk cinderamata.

b. Teknik Pembuatan Batik

Menurut Subekti, Ratinah, & Supriyaningtyas (2010: 4), teknik pembuatan batik di Indonesia ada lima macam, di antaranya adalah sebagai berikut:

1.) Teknik canting tulis

Teknik canting tulis adalah teknik membatik dengan menggunakan alat yang disebut canting (Jawa). Canting terbuat dari tembaga ringan dan berbentuk seperti teko kecil dengan corong di ujungnya. Canting berfungsi untuk meneorehkan cairan malam pada sebagian motif. Saat kain dimasukkan ke dalam larutan pewarna, bagian yang tertutup malam tidak terkena warna. Membatik dengan canting tulis disebut teknik membatik tradisional.


(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

2.) Teknik celup ikat

Teknik celup ikat merupakan pembuatan motif pada kain dengan cara mengikat sebagian kain, kemudian dicelupkan ke dalam larutan pewarna. Setelah diangkat dari larutan pewarna dan ikatan dibuka bagian yang diikat tidak terkena warna.

3.) Teknik printing

Teknik printing biasanya digunakan dipabrik tekstil. Motif batik juga dapat dicetak dalam jumlah banyak dan berwarna-warni seperti halnya mencetak kertas dengan menggunakan alat cetak yang berupa screen. 4.) Teknik cap

Teknik cap merupakan cara pembuatan motif batik dengan menggunakan canting cap. Canting cap merupakan kepingan logam atau pelat berisi gambar yang agak menonjol. Permukaan canting cap yang menonjol dicelupkan dalam cairan malam/lilin. Selanjutnya, canting cap dicapkan pada kain. Canting cap akan meninggalkan motif. Motif inilah yang disebut klise. Canting cap membuat proses pemalaman menjadi lebih cepat. Oleh karena itu, teknik printing dapat menghasilkan kain batik yang lebih banyak dalam waktu yang lebih singkat.

5.) Teknik colet

Motif batik juga dapat dibuat dengan teknik colet. Motif yang dihasilkan dengan teknik ini tidak berupa klise. Teknik colet bisa juga disebut dengan teknik lukis, merupakan teknik mewarnai motif batik dengan cara mengoleskan cat atau pewarna kain sejenis tertentu pada motif dengan alat khusus atau kuas.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa batik merupakan salah satu dari berbagai macam warisan nenek moyang kita yang wajib dilestarikan keberadaannya. Dengan mempelajari berbagai macam teknik yang digunakan dalam membuat batik berarti kita dapat ikut mempertahankan dan melestarikan keberadaan batik di Indonesi.


(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

c. Perlengkapan Untuk Membuat Batik Tulis

Berikut ini adalah perlengkapan yang diperlukan untuk membuat batik tulis menurut Subekti, Ratinah, & Supriyaningtyas (2010: 6):

1.) Canting

Canting adalah peralatan khas yang digunakan untuk membatik. Canting berfungsi seperti pena untuk mengambil lilin/malam dan menggambarkannya pada kain. Canting terbuat dari bahan tembaga atau kuningan dengan gagang yang terbuat dari kayu. Ukuran canting bermacam-macam sesuai dengan besar kecilnya garis gambar yang akan dibuat. Jenis canting ada bermacam-macam, di antaranya canting ngengrengan, tembokan, seret dua, cecekan, dan isen.

2.) Anglo/keren/kompor kecil

Anglo/keren adalah kompor tanah yang berfungsi untuk memanaskan penggorengan/wajan yang berisi lilin. Anglo dilengkapi dengan kipas untuk menjaga agar api dan arang tetap menyala.

3.) Wajan

Wajan/penggorengan merupakan tempat untuk memanaskan lilin agar tetap encer. Lilin/malam berfungsi sebagai tinta yang digunakan untuk membuat motif pada kain. Bila lilin/malam mengeras, lilin pada canting pun harus sebentar-sebentar dituang ke dalam wajan agar tetap panas dan cair sehingga tidak membuat aliran lilin/malam di dalam canting tersumbat.

4.) Lilin/malam

Lilin/malam ini khusus digunakan untuk membatik. Lilin/malam dibuat dari bahan-bahan gondorukem, damar, lemak sapi, malam lorodan, dan malam kote. Ada yang membuatnya dari sarang lebah. Jenisnya ada beberapa macam seperti malam biron, malam carikan, malam remukan, dan malam tembokan.


(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

5.) Gawangan

Gawangan berbentuk seperti gawang. Fungsinya untuk tempat

menyampirkan kain yang akan dibatik. Gawangan terbuat dari kayu atau bambu.

d. Proses Pembuatan Batik Tulis

Berikut ini adalah langkah-langkah pembuatan batik tulis: 1.) Buatlah motif batik pada kain dengan menggunakan pensil.

2.) Malam/ lilin direbus diatas wajan dengan menggunakan anglo/ kompor. 3.) Kemudian motif batik dengan menggunakan canting yang berisi

lilin/malam sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain.

4.) Motif yang sudah selesai dibatik kemudian diberi pewarna sesuai dengan warna yang diinginkan dengan teknik colet menggunakan pewarna remazol.

5.) Setelah proses pewarnaan selesai, kemudian kain batik direndam kedalam ember yang berisi waterglass selama ± 15 menit untuk memperkuat warna. Proses ini dinamakan ngunci/ngancing warna agar warna tidak mudah luntur.

6.) Batik yang sudah selesai di waterglass diangin-anginkan selama 15 menit.

7.) Cucilah kain batik yang sudah selesai dikunci/ dikancing tersebut dengan menggunakan air bersih supaya waterglass luntur.

8.) Rebuslah air hingga mendidih dengan menggunakan kompor dan panci. 9.) Masukkan kain batik ke dalam panci yang berisi air mendidih untuk

melunturkan lilin dari kain. Proses ini dinamakan melorot kain.

10.) Pada waktu melorot kain batik diaduk dengan menggunakan kayu, dan sering diangkat keatas permukaan air. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam proses pelunturan lilin/malam.


(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Jika masih terdapat sisa-sisa malam pada kain batik dapat dihilangkan dengan menggunakan tepung kanji yang dilarutkan ke dalam air.

B. Kerangka Berpikir

Berdasarkan hasil pengamatan proses pembelajaran dapat diketahui: (1) pada saat mengerjakan tugas di dalam kelas siswa cenderung ramai dengan teman-temannya, (2) bermalas-malasan atau kurang aktif pada saat mengerjakan tugas, (3) tidak serius pada saat mengerjakan tugas di sekolah, (4) sumber dan media pembelajaran seni rupa di sekolah masih sangat minim, (5) sebagian besar siswa belum mampu membuat rancangan motif batik dengan imajinasi masing-masing (kebanyakan hanya mencontoh/menjiplak karya teman atau orang lain), (6) sebagian besar siswa belum mampu menggunakan canting untuk membatik, dan (7) sebagian besar siswa belum mampu mewarnai motif batik dengan baik.

Dari permasalahan di atas maka peneliti menerapkan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Dalam pembelajaran CTL terdapat tujuh komponen dasar, sehingga CTL dapat dibedakan dengan model pembelajaran lainnya. Tujuh komponen dasar yang terdapat dalam CTL yaitu:

1. Kontruksivisme (konstruktivism), siswa melakukan observasi, dan mengamati hasil karya batik tulis, batik cap, batik printing, batik colet, dan batik jumputan/celup ikat.. Siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri.

2. Menemukan (inquiry), setelah melakukan observasi dan pengamatan, guru membimbing siswa untuk menemukan masalah, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan.

3. Bertanya (questioning), guru melakukan kegiatan tanya jawab dengan siswa mengenai batik, bahan dan alat yang digunakan untuk membatik. Melalui pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang telah dipelajarinya.


(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

4. Masyarakat belajar (learning community), pada siklus I siswa dibagi dalam kelompok dan melakukan diskusi, dan pada siklus II siswa dibagi dalam kelompok dan melakukan kerjasama.

5. Permodelan (modeling), guru mendemontrasikan suatu kinerja (membuat motif batik, mencanting, dan mewarnai batik dengan teknik colet supaya siswa dapat mencontoh, belajar atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang telah diperagakan oleh guru.

6. Refleksi (reflection), guru mengajak siswa melihat kembali atau merespon materi batik yang telah disampaikan, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah di pelajarinya. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya mengenai kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan hal-hal yang belum dimengerti, selanjutnya guru memberikan solusi.

7. Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment), guru melakukan penilaian berdasarkan dengan mengukur pengetahuan, penilaian proses, produk/hasil karya batik.


(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Gambar 2.Kerangka Berpikir Penggunaan model pembelajaran

Contextual Teaching and Learning (CTL)

Prestasi belajar membatik rendah

Konstruktivism

Siswa melakukan observasi, dan mengamati hasil karya batik. Siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri.

Inquiry

Setelah melakukan observasi dan pengamatan, guru membimbing siswa untuk menemukan masalah, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan.

Questioning

Guru melakukan kegiatan tanya jawab dengan siswa mengenai batik, bahan dan alat untuk membatik. Melalui pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang telah dipelajarinya.

Modeling,

Guru mendemontrasikan suatu kinerja (membuat motif batik, mencanting, dan mewarnai batik dengan teknik colet supaya siswa dapat mencontoh, belajar atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang telah diperagakan oleh guru.

Reflection

Guru mengajak siswa melihat kembali atau merespon materi batik yang telah disampaikan, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah di pelajarinya. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya mengenai kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan hal-hal yang belum dimengerti, selanjutnya guru memberikan solusi.

Langkah 1

Langkah 2

Langkah 3

Langkah 4

Langkah 5

Langkah 6

Langkah 7

Prestasi belajar membatik meningkat

Siklus I

Perencanaan, Pelaksanaan, Observasi, Analisis, dan Refleksi.

Siklus II

Perencanaan, Pelaksanaan, Observasi, Analisis, dan Refleksi.

Learning community

Pada siklus I siswa dibagi dalam kelompok dan melakukan diskusi. Pada siklus II siswa dibagi dalam kelompok dan melakukan kerjasama.

Authentic assessment,

Guru melakukan penilaian berdasarkan dengan mengukur pengetahuan, penilaian proses, produk/hasil karya batik.


(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Seting Penelitian 1. Tempat Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi di Sekolah Dasar Negeri Mojosongo II, dengan alasan:

1. SDN Mojosongo II belum pernah dijadikan tempat penelitian.

2. Dalam pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) khususnya membatik, guru belum menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).

3. Peneliti sebagai tenaga edukatif di SD tersebut, sehingga hasil penelitian nanti diharapkan dapat memberi masukan yang dapat bermanfaat untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, khususnya dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan dan umumnya pada mata pelajaran yang lain.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, terhitung mulai dari bulan Juli 2010 sampai dengan bulan September 2010, dengan rincian sebagai berikut:


(45)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi SDN Mojosongo II kelas VI semester I tahun ajaran 2010/2011 sebanyak 36 anak.

C. Bentuk Penelitian

Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini lebih menekankan pada proses perbaikan kelas, maka jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan atau action research. Dengan menggunakan bentuk penelitian tindakan, peneliti berharap dapat memperoleh informasi yang sebanyak-banyaknya untuk meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas.

D. Sumber Data

Data atau informasi yang paling penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini sebagian besar berupa data kualitatif. Informasi tersebut akan digali dari berbagai sumber data sejenis data yang akan dimanfaatkan dalam

Bulan Minggu Kegiatan

Juli 2010 1 dan 2

3 dan 4

Persiapan

Pengajuan judul

Pengajuan proposal skripsi Revisi

Konsultasi

Revisi proposal (bab I, II, III) Pengesahan proposal skripsi

Membuat surat ijin pelaksanaan PTK Agustus 2010 1 dan 2

3 dan 4

Uji coba pelaksanaan PTK

Pengumpulan data lapangan dan observasi September 2010 1 dan 2

3 dan 4

Penyusunan bab IV Konsultasi Revisi bab IV Penyusunan bab V

Konsultasi Revisi


(46)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

penelitian ini adalah informan yang terdiri dari guru dan siswa kelas VI SDN Mojosongo II Kecamatan Jebres Surakarta.

E. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai bentuk penelitian kelas dan juga jenis sumber data yang dimanfaatkan, maka teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Wawancara

”Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab lisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari satu pihak yang mewawancarai dan jawaban diberikan dari yang diwawancara.” (Abdurrahmat, 2006: 105).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993: 1009) wawancara adalah:

”tanya jawab dengan seseorang yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau

pendapatnya mengenai suatu hal.”

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data melalui tanya jawab untuk mendapatkan informasi yang diinginkan. Dengan wawancara yang dilakukan secara langsung oleh peneliti diharapkan mampu memperoleh data-data serta informasi yang diperlukan secara rinci dan mendalam.

2. Observasi

”Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui

pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran.” (Abdurrahmat, 2006: 104).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993: 623) pengertian observasi

adalah: ”pengamatan, peninjauan dengan cermat.”

Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan dan peninjauan yang jelas. Observasi sebagai alat pengumpul data harus sistematis artinya observasi serta pencatatanya dilakukan menurut


(47)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

prosedur dan aturan-aturan tertentu sehingga dapat diulang kembali oleh peneliti lain. Selai itu hasil observasi itu harus memberi kemungkinan untuk menafsirkannya secara ilmiah.

3. Pencatatan Arsip dan Dokumen a. Arsip

1.) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SDN Mojosongo II tahun ajaran 2010/2011.

2.) Silabus SDN Mojosongo II.

3.) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). b. Dokumen

Berupa nilai formatif untuk memperoleh data tentang prestasi belajar siswa sebelum dilakukan tindakan.

4. Tes Hasil Belajar

Tes hasil belajar untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah dilakukan penelitian tindakan yang berupa hasil karya batik (portofolio).

5. Perekaman

Perekaman dilakukan dengan menggunakan alat kamera foto, untuk memperjelas berbagai situasi dan perilaku subjek yang diteliti.

F. Indikator Ketercapaian

Yang menjadi indikator keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah jika terjadi peningkatan prestasi belajar siswa setelah penggunaan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan penggunaan media pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum. Adapun indikator-indikator ketercapaian yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini, antara laian:

Dan untuk mengukur ketercapaian tujuan maka digunakan indikator ketercapaian atau tolok ukur yaitu:


(48)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

1. Tujuh puluh persen (70%) siswa mampu mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik:

a. Mempersiapkan alat untuk membuat motif batik.

b. Mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik dengan teknik mencanting.

c. Mempersiapkan bahan dan alat untuk mewarnai motif batik dengan teknik colet.

2. Tujuh puluh persen (70%) siswa mampu membuat rancangan motif batik: a. Kreativitas (kelancaran dalam membuat motif batik).

3. Tujuh puluh persen (70%) siswa mampu membatik dengan teknik mencanting:

a. Penggunaan canting. b. Kematangan malam.

c. Kerapian dan kebersihan dalam mencanting.

4. Tujuh puluh persen (70%) siswa mampu mewarnai motif batik dengan teknik colet:

a. Teknik mencolet.

b. Teknik mengunci/ mengancing warna remazol. c. Perpaduan warna.

G. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian tindakan (action research) ini terdiri dari siklus-siklus. Tiap-tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang dicapai, seperti yang telah dirancang dalam faktor-faktor yang telah diselidiki. Untuk mengetahui permasalahan yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa kelas VI SDN Mojosongo II maka dilakukan observasi terhadap kegiatan pembelajaran, dan aktifitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Selain itu dilakukan wawancara terhadap siswa. Melalui langkah-langkah tersebut akan dapat ditentukan tindakan yang tepat dalam rangka peningkatan prestasi belajar membatik.


(49)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti selaku guru pengampu mata pelajaran, maka langkah yang paling tepat untuk meningkatkan prestasi belajar membatik adalah dengan pemahaman lain yang telah dikuasai siswa. Sehubungan dengan hal tersebut, maka tindakan yang diduga paling tepat adalah menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan melaksanakan tujuh komponen dasar yang terdapat di dalamnya

Dengan berpedoman pada refleksi awal tersebut, maka prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini meliputi: tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi dalam setiap siklus.

Secara rinci prosedur penelitian ini dapat dijabarkan dalam uraian sebagai berikut:

1. Tahap Perencanaan Tindakan a. Mengumpulkan data yang diperlukan.

b. Merencanakan tindakan yaitu membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran/RPP mata pelajaran membatik kelas VI dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), termasuk mempersiapkan media pembelajaran batik yang berupa contoh hasil karya batik, bahan, dan alat untuk membuat batik.

c. Membuat lembar observasi.

2. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Dalam tahap pelaksanaan tindakan terdapat tahapan-tahapan yang akan dilaksanakan dalam 4 kali pertemuan, antara lain:


(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

131

yang telah disampaikan oleh guru, kegiatan dan pengalaman yang diperoleh siswa siswa mulai dari menentukan motif batik, membuat rancangan motif batik, mencanting motif batik, mewarnai motif batik dengan teknik colet, merendam kain batik dalam waterglass, melorot kain batik dengan menggunakan air panas, melunturkan sisa malam/lilin yang masih menempel pada kain, baik itu bekerja secara individu maupun secara kelompok.

Tujuan diadakan reflection adalah untuk mengidentifikasi masalah atau kendala-kendala yang dihadapi oleh siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Dengan adanya reflection ini guru bersama-sama dengan siswa mengatasi kendala-kendala yang dihadapi, dan membuat kesimpulan mengenai pembelajaran membatik yang telah dilaksanakan.

g. Pada Tahap Authentic Assessment

Sebelum dilakukan penelitian tindakan dengan menggunakan model pembelajara CTL, guru hanya menggunakan penilaian akhir saja (portofolio), tanpa menilai aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, keterampilan siswa, dan kemampuan siswa dalam menerapkan teori yang diperolehnya. Sedangkan dalam model pembelajaran CTL ini guru melakukan penilaian yang nyata (authentic assessment) dengan menggunakan keempat indikator yang telah ditentukan, yaitu: 1) Mempersiapkan bahan dan alat untuk membuat batik: mempersiapkan alat untuk membuat motif batik, mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik dengan teknik mencanting, dan mempersiapkan bahan dan alat untuk mewarnai motif batik dengan teknik colet. 2) Membuat rancangan motif batik: kreativitas (kelancaran dalam membuat motif batik). 3) Membatik dengan teknik mencanting: penggunaan canting, kematangan malam, dan erapian dan kebersihan dalam mencanting. 4) Mewarnai motif batik dengan teknik colet: teknik mencolet, teknik mengunci/mengancing warna remazol, perpaduan warna.

Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah pengalaman belajar memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

132

Setelah dilaksanakan penelitian tindakan kelas (action research) dengan menggunakan penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) yang telah dilaksanakan dengan dua siklus, hasil dari observasi dan analisis menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa kelas VI SD Negeri Mojosongo II semester II tahun ajaran 2010 dinyatakan dapat meningkat.


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dengan penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk meningkatkan prestasi belajar membatik siswa kelas VI SDN Mojosongo II Semester I tahun ajaran 2010/2011 yang telah dilaksanakan dalam dua siklus, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Sebelum dilaksanakan penelitian tindakan siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM 66 adalah sebanyak 25 siswa atau 69,44 %, sedangkan jumlah siswa yang memeroleh nilai di atas KKM 66 adalah sebanyak 11 siswa atau 30,55 %

Dari tindakan yang telah dilaksanakan pada siklus I dapat diketahui bahwa pada siklus I indikator mampu mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik, 80,55 % siswa telah memenuhi indikator ketercapaian lebih dari 70 %. Indikator membuat rancangan motif batik, 72,22 % siswa telah memenuhi indikator ketercapaian lebih dari 70 %. Indikator membatik dengan teknik mencanting, 41,66 % siswa belum mampu memenuhi indikator lebih dari 70 %. Indikator mewarnai motif batik dengan teknik colet, 41,66 % siswa mampu mewarnai motif batik dengan teknik colet belum mampu memenuhi indikator ketercapaian lebih dari 70 %.

Hasil penelitian siklus I menampakkan adanya peningkatan prestasi belajar siswa, akan tetapi peningkatan prestasi belajar siswa belum mampu memenuhi indikator ketercapaian dalam penelitian ini yaitu 70 %.

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran CTL pada siklus I belum berhasil, sehingga perlu dilaksanakan siklus lanjutan yaitu siklus II. Perencanaan siklus II didasarkan pada hasil observasi, analisis dan refleksi dari siklus I yaitu indikator mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik, dan membuat rancangan motif batik telah memenuhi target lebih dari 70 %, untuk meningkatkan prestasi belajar siswa maka perlu dilakukan tindakan siklus II.


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

134

Nilai siswa setelah dilaksanakan penelitian siklus II dengan menerapkan model pembelajaran (CTL), indikator ketercapaian mampu mempersiapkan bahan dan alat untuk membatik yang memperoleh nilai di atas KKM 66 adalah 28 orang siswa atau 77,77 %, dan yang memperoleh nilai di bawah KKM adalah 8 orang siswa atau 22,22 %. Indikator ketercapaian membuat rancangan motif batik yang memperoleh nilai di atas KKM 66 adalah 34 orang siswa atau 94,44 %, dan yang memperoleh nilai di bawah KKM adalah 2 orang siswa atau 5,55 %. Indikator ketercapaian membatik dengan teknik mencanting siswa yang memperoleh nilai di atas KKM 66 adalah 32 orang siswa atau 88,88 % dan siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM sebanyak 4 orang siswa atau 11,11 %. Sedangkan indikator ketercapaian mewarnai motif batik dengan teknik colet siswa yang memperoleh nilai di atas KKM 66 adalah sebanyak 28 orang siswa atau 77,77 %, dan siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM adalah 8 orang siswa atau 22,22 %.

Hasil pelaksanaan siklus II menampakkan adanya peningkatan prestasi belajar siswa dan telah memenuhi indikator ketercapaian dalam penelitian ini, lebih dari 70 % prestasi belajar membatik siswa kelas VI SDN Mojosongo II dapat meningkat.

B. Implikasi

Menurut Johnson dalam buku Contextual Teaching and Learning,

(2007:64), ”Sistem CTL berhasil karena sistem ini meminta siswa untuk bertindak

dengan cara yang alami. CTL membuat siswa mampu menghubungkan isi dari subjek-subjek akademik dengan konteks kehidupan keseharian mereka untuk

menemukan makna”.

Pernyataan tersebut dapat dibuktikan dengan melihat dan mengamati hasil karya siswa kelas VI SDN Mojosongo II yang menggambarkan apa yang mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti misalnya binatang (ikan, burung, kupu-kupu), tumbuhan (bunga, daun, ranting), dan sebagainya.

Setelah dilaksanakan penelitian tindakan ini prestasi belajar siswa dalam membatik meningkat, aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dapat


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

135

meningkat dari pasif menjadi aktif, media pembelajaran lebih bervariasi dengan adanya contoh karya batik tulis, batik colet, batik printing, dan batik cap. Setelah dilaksanakan penelitian ini kreativitas siswa dalam berkarya meningkat sebagian besar berbeda, akan tetapi ada beberapa siswa yang masih meniru gambar dari buku atau karya teman lainnya. Dalam membatik dengan teknik mencanting sebagian besar siswa sudah mampu menguasai tekniknya. Dalam mewarnai motif batik denggan teknik colet sebagian besar siswa sudah mampu memadukan warna dengan baik. Hasil karya siswa sebelum penelitian hanya mengambar di kertas saja setelah dilaksanakan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran CTL dapat meningkat menjadi sesuatu yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), ada beberapa saran yang dapat dipertimbangkan, yaitu:

1. Bagi Guru

- Meningkatkan pengawasan terhadap siswa dalam proses pembelajaran, agar siswa lebih berhati-hati pada waktu menggunakan peralatan membatik.

- Meningkatkan bimbingan serta arahan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam membuat motif batik, membatik dengan teknik mencanting, dan mewarnai dengan teknik colet..

- Guru lebih meningkatkan pengetahuan dan pengalamannya dalam membatik, seperti melakukan KKG (Kelompok Kerja Guru) di tempat pengrajin batik.

- Meningkatkan bimbingan terhadap siswa yang kurang bertanggungjawab dalam mengerjakan tugas individu maupun tugas kelompok.


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

136

- Untuk kedepannya memberikan materi pembelajaran mengenai motif-motif batik yang berasal dari daerah-daerah lain di Indonesia, agar siswa mendapat pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.

- Mendorong dan mensuport siswa untuk meningkatkan rasa percaya diri dalam mempresentasikan hasil karya mereka di depan rekan-rekannya.

2. Bagi Siswa

- Hendaknya lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran, memperhatikan guru pada waktu menerangkan materi pelajaran, selalu mengerjakan tugas dari guru dengan baik.

- Meningkatkan usaha belajar sehingga memperoleh prestasi yang baik. - Meningkatkan rasa tanggungjawab individu maupun kelompok dalam

mengerjakan tugas dari guru.

- Meningkatkan rasa percaya diri dalam.

- Menanamkan kesabaran dalam melakukan suatu tindakan.

- Berhati-hati dalam menggunakan peralatan, supaya tidak terjadi kecelakaan kerja.

- Menanamkan rasa kerjasama, kebersamaan dan kekompakan dalam menngerjakan tugas yang diberikan oleh guru secara individu maupun secara kelompok.

3. Bagi Sekolah

- Hendaknya mengupayakan media pembelajaran yang dapat digunakan siswa dalam belajar membatik, dengan menambah peralatan dan menyediakan ruangan tersendiri untuk membatik, agar siswa merasa nyaman dalam mengikuti pelajaran membatik.


Dokumen yang terkait

Penagruh pendekatan contextual teaching laering (CTL) terhadap hasil bejaran biologi siswa kuasi Ekperimen di SMPN 1 Cisauk

0 7 208

Peningkatan Hasil Belajar PKn dalam Materi Peranan Globalisasi Melalui Pendekatan Contekstual Teaching Learning (CTL) di kelas IV MI. Masyirotul Islamiyah Tambora Jakarta Barat Tahun Pelajaran 2013/2014.

0 4 180

Penerapan pendekatan pembelajaran contextual teaching and learnig/CTL untuk meningkatkan hasil belajar PKN pada siswa kelas IV MI Miftahussa’adah Kota Tangerang

0 10 158

“Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika di Kelas IV MIN Parung

0 7 169

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR IPA SISWA KELAS II SDN O2 GAMBIRMANIS PRACIMANTORO WONOGIRI TAHUN AJARAN 2009 2010

0 6 146

PENGGUNAAN STRATEGI CONTEXTUAL TEACHING LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS II Penggunaan Strategi Contextual Teaching Learning (Ctl) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas II SDN 03 Ngadirejo Kecamatan Mojogedang Ka

0 1 14

PENGGUNAAN STRATEGI CONTEXTUAL TEACHING LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS II Penggunaan Strategi Contextual Teaching Learning (Ctl) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas II SDN 03 Ngadirejo Kecamatan Mojogedang Ka

0 1 12

PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS.

0 1 12

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MEMBATIK BAGI SISWA KELAS IX A SMPNEGERI3 KOKAP KULON PROGO PADA SEMESTER I TAHUN AJARAN 2014/2015.

0 0 18

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SD 2 SINGOCANDI TAHUN AJARAN 20132014

0 0 21