Pengaruh penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dalam pembelajaran fisika pada materi suhu dan kalor terhadap motivasi dan prestasi siswa kelas X SMA Pangudi Luhur Sedayu.

(1)

vii ABSTRAK

Hermana Cardayo. 2016. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II dalam Pembelajaran Fisika pada Materi Suhu Dan Kalor Terhadap Motivasi Dan Prestasi Siswa Kelas X SMA Pangudi Luhur Sedayu. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pembimbing: Ir. Sri Agustini, M.Si.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui bagaimana pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dalam pembelajaran fisika pada materi Suhu dan Kalor terhadap motivasi siswa Kelas X SMA Pangudi Luhur Sedayu (2) mengetahui bagaimana pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dalam pembelajaran fisika pada materi Suhu dan Kalor terhadap prestasi belajar siswa Kelas X SMA Pangudi Luhur Sedayu. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 11 Desember 2015 sampai dengan 11 April 2016 dengan mengambil sampel sebanyak 76 siswa. Instrumen yang digunakan yaitu: kuesioner motivasi awal, kuesioner motivasi akhir, wawancara, pre-test dan post-test.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran fisika dengan metode Jigsaw II materi Suhu dan Kalor: (1) secara statistik tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap motivasi siswa. Namun demikian, pembelajaran kooperatif dengan metode Jigsaw II dapat memotivasi siswa untuk belajar sebelum memulai pembelajaran, bertanya kepada teman dan guru mengenai kesulitan yang ditemukan dan berusaha untuk menjelaskan dengan baik dalam kelompok dengan siswa lainnya (2) memberikan pengaruh yang baik terhadap prestasi siswa yaitu dapat meningkatkan hasil belajar siswa.


(2)

viii ABSTRACT

Hermana Cardayo. 2016. The Influence of The Application of Corporative Learning Model Type Jigsaw II in Learning Physics on Temperature and Heat Material in Terms of Motivation and Achievement of First Grade Students in Pangudi Luhur Sedayu Senior High School. Essay, Physics Education Study Program, Majoring in Mathematics Education and Science, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University Yogyakarta.

Adviser: Ir.Sri Agustini, M. Si.

This essay aims to: (1) know how the application of corporative learning model type Jigsaw II influences the motivation of first grade students of Pangudi Luhur Sedayu senior high school in learning physics especially on temperature and heat material, (2) know how the application of corporative learning model type Jigsaw II influences the achievement of first grade students of Pangudi Luhur Sedayu senior high school in learning physics especially on temperature and heat material. This research is done on 11th of December 2015 until 11th of April 2016 by taking a sample of 76 students. The instruments that are used: initial motivation questionnaire, final motivation questionnaire, interview, pre-test, and post-test.

The result of this research shows that learning physics using Jigsaw II method on temperature and heat material: (1) does not influence the students’ motivation. However, give motivation for learn before learning in class, ask with teacher or friend when find the difficulty of the material (2) gives a good effect to the students’ achievement; the increasing learning outcome.


(3)

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW II DALAM PEMBELAJARAN FISIKA PADA MATERI SUHU DAN KALOR TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI SISWA KELAS X SMA

PANGUDI LUHUR SEDAYU SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

oleh

Nama : Hermana Cardayo NIM : 121424026

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW II DALAM PEMBELAJARAN FISIKA PADA MATERI SUHU DAN KALOR TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI SISWA KELAS X SMA

PANGUDI LUHUR SEDAYU SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

oleh

Nama : Hermana Cardayo NIM : 121424026

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

BENTANGKAN LAYAR YANG KITA ATUR,

DAN

BUKAN

ARAH

ANGIN

YANG

MENENTUKAN KEMANA ARAH KITA

ELLA WHEELER WILCOX

Skripsi ini saya persembahkan untuk :

Yesus Kristus Juru Selamatku

Bunda Maria Penolongku

Keluargaku tercinta Ayah Rafael Dandung, Ibu

Yohana Suryani, Kakakku Tonsy Suwarto Dabut,

Kamhelya Prima Cardayo, Adikku Elisabet Cardayo

dan Maria Fransisika Caur yang selalu memberi

dukungan dan Doa


(8)

(9)

(10)

vii ABSTRAK

Hermana Cardayo. 2016. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II dalam Pembelajaran Fisika pada Materi Suhu Dan Kalor Terhadap Motivasi Dan Prestasi Siswa Kelas X SMA Pangudi Luhur Sedayu. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pembimbing: Ir. Sri Agustini, M.Si.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui bagaimana pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dalam pembelajaran fisika pada materi Suhu dan Kalor terhadap motivasi siswa Kelas X SMA Pangudi Luhur Sedayu (2) mengetahui bagaimana pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dalam pembelajaran fisika pada materi Suhu dan Kalor terhadap prestasi belajar siswa Kelas X SMA Pangudi Luhur Sedayu. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 11 Desember 2015 sampai dengan 11 April 2016 dengan mengambil sampel sebanyak 76 siswa. Instrumen yang digunakan yaitu: kuesioner motivasi awal, kuesioner motivasi akhir, wawancara, pre-test dan post-test.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran fisika dengan metode Jigsaw II materi Suhu dan Kalor: (1) secara statistik tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap motivasi siswa. Namun demikian, pembelajaran kooperatif dengan metode Jigsaw II dapat memotivasi siswa untuk belajar sebelum memulai pembelajaran, bertanya kepada teman dan guru mengenai kesulitan yang ditemukan dan berusaha untuk menjelaskan dengan baik dalam kelompok dengan siswa lainnya (2) memberikan pengaruh yang baik terhadap prestasi siswa yaitu dapat meningkatkan hasil belajar siswa.


(11)

viii ABSTRACT

Hermana Cardayo. 2016. The Influence of The Application of Corporative Learning Model Type Jigsaw II in Learning Physics on Temperature and Heat Material in Terms of Motivation and Achievement of First Grade Students in Pangudi Luhur Sedayu Senior High School. Essay, Physics Education Study Program, Majoring in Mathematics Education and Science, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University Yogyakarta.

Adviser: Ir.Sri Agustini, M. Si.

This essay aims to: (1) know how the application of corporative learning model type Jigsaw II influences the motivation of first grade students of Pangudi Luhur Sedayu senior high school in learning physics especially on temperature and heat material, (2) know how the application of corporative learning model type Jigsaw II influences the achievement of first grade students of Pangudi Luhur Sedayu senior high school in learning physics especially on temperature and heat material. This research is done on 11th of December 2015 until 11th of April 2016 by taking a sample of 76 students. The instruments that are used: initial motivation questionnaire, final motivation questionnaire, interview, pre-test, and post-test.

The result of this research shows that learning physics using Jigsaw II method on temperature and heat material: (1) does not influence the students’ motivation. However, give motivation for learn before learning in class, ask with teacher or friend when find the difficulty of the material (2) gives a good effect to the students’ achievement; the increasing learning outcome.


(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sebab atas berkat dan penyertaan-Nya, penulis dapat melaksanakan penelitian dan menulis skripsi dengan judul Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II dalam Pembelajaran Fisika pada Materi Suhu Dan Kalor Terhadap Motivasi dan Prestasi Siswa Kelas X SMA Pangudi Luhur Sedayu serta dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya kepada:

1. Ibu Ir. Sri Agustini selaku dosen pembimbing akademik sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah sabar dan selalu memberikan dukungan, motivasi, masukan maupun bimbingan kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik.

2. Dr. Ign. Edi Santosa, M.S. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika yang banyak memberikan dukungan kepada penulis.

3. Segenap Dosen Pendidikan Fisika yang pernah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama kuliah.

4. Drs. Domi Severinus, M.Si dan Ibu Sylvia Carolina Maria Yuniati Murtisari, M.Si yang telah meluangkan waktu untuk memvalidasi instrumen penelitian yang digunakan penulis selama pengambilan data.

5. Segenap karyawan Sekretariat JPMIPA yang telah memberikan layanan dengan baik dalam memperlancar perijinan surat ke sekolah.

6. Br. Agustinus Mujiya, S.Pd., FIC, selaku Kepala Sekolah SMA Pangudi Luhur Sedayu yang telah memberikan ijin penelitian.

7. Ibu Christina Yanti, S.Pd. selaku Guru mata pelajaran Fisika yang telah meluangkan waktu mengarahkan pelaksanaan penelitian, memberi masukan dan semangat.


(13)

x

7. Siswa kelas X IPA SMA Pangudi Luhur Sedayu yang telah bersedia menjadi subyek dalam penelitian ini.

8. Kakak tercinta Anna Karisma, Sonata Reginaldis, Theresia Veni, Margaretha Posibilio, Yohanes Purnomo yang telah memberikan masukan dalam penulisan serta adik-adik Gregoriana Janu, Maria Elisa, Maria Agnesa, Agnes Kurniati, juga Kristina Monika yang telah membantu dalam pengambilan data selama penelitian.

9. Beatrix, Lisa, Gregorius, Natalia, Edward, Yovitha, Fidelia yang banyak membantu penulis dalam kesulitan selama perkuliahan.

10. Teman-teman Mitra Perpustakaan Paingan keluarga kedua tempat berbagi suka dan duka yang selalu memberi motivasi dan dukungan untuk selalu bekerja keras.

11. Teman-teman PKM Per2n juga teman-teman PPL TM Jetis yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

12. Teman – teman Pendidikan Fisika 2012 yang telah menjadi keluarga baru bagi penulis selama berjuang bersama dalam suka dan duka.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis selama kuliah.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini yang masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Akhir kata, peneliti ucapkan terima kasih dan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti sendiri.


(14)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Pembatasan Masalah ... 6

F. Hipotesis Tindakan ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

A. Belajar dan Pembelajaran ... 7

B. Motivasi ... 8

C. Prestasi Belajar ... 15

D. Pembelajaran Kooperatif ... 17


(15)

xii

F. Metode Ceramah ... 28

G. Suhu dan Kalor... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 46

A. Design Penelitian ... 46

B. Tempat Penelitian ... 47

C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 47

D. Waktu Penelitian ... 47

E. Treatment ... 47

F. Pembelajaran pada Kelas Kontrol ... 50

G. Instrumen Penelitian ... 50

H. Validitas ... 55

I. Metode Analisis Data ... 56

BAB IV DATA DAN ANALISA DATA ... 62

A. Pelaksanaan Penelitian ... 62

B. Data ... 68

C. Analisis Data ... 77

D. Pembahasan ... 89

E. Kendala dan Solusi ... 95

F. Keterbatasan Penelitian ... 96

BAB V PENUTUP ... 97

A. Kesimpulan ... 97

B. Saran... 98


(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Sub indikator motivasi siswa dalam belajar fisika ... 52

Tabel 3.2. Kisi-kisi pre-test dan post-test materi Suhu dan Kalor ... 54

Tabel 3.3. Skor peryataan kuesioner motivasi ... 56

Tabel 3.4.Porsentase motivasi siswa berdasarkan kategorisasi motivasi ... 58

Tabel 4.1. Jadwal kegiatan penelitian ... 63

Tabel 4.2. Rincian jadwal pelaksanaan penelitian kelas XD ... 64

Tabel 4.3. Rincian jadwal pelaksanaan penelitian kelas XC ... 65

Tabel 4.4. Data motivasi awal dan akhir kelas eksperimen... 69

Tabel 4.5. Data motivasi awal dan akhir kelas kontrol ... 70

Tabel 4.6 Porsentase motivasi akhir kelas eksperimen ... 72

Tabel 4.7. Porsentase motivasi akhir kelas kontrol ... 72

Tabel 4.8. Kategorisasi motivasi kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 72

Tabel 4.9. Data pre-test dan post-test kelas eksperimen ... 75

Tabel 4.10. Data pre-test dan post-test kelas kontrol ... 76

Tabel 4.11. Analisis SPSS motivasi awal dan akhir kelas eksperimen ... 77

Tabel 4.12. Analisis SPSS motivasi awal dan akhir kelas kontrol ... 78

Tabel 4.13. Analisis motivasi awal kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 79

Tabel 4.14. Gain skor motivasi awal dan akhir kelas eksperimen dan kontrol ... 80

Tabel 4.15. Analisis SPSS pre-test dan post-test kelas eksperimen ... 84


(17)

xiv

Tabel 4.17. Analisis SPSS pre-test kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 86 Tabel 4.18. Analisis SPSS post-test kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 88


(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian Sekolah ... 101

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 103

Lampiran 3. Handout Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 139

Lampiran 4. Lembar Validasi Kuesioner ... 160

Lampiran 5. Lembar Validasi Pre-test Post-test ... 166

Lampiran 6. Kuesioner Motivasi Kelas Eksperimen ... 176

Lampiran 7. Kuesioner Motivasi Kelas Kontrol ... 181

Lampiran 8. Soal Pre-test Post-test ... 184

Lampiran 9. Jawaban Soal Pretest Posttest ... 193

Lampiran 10. Daftar Distribusi Skor Kuesioner Motivasi Kelas Eksperimen ... 200

Lampiran 11. Daftar Distribusi Skor Kuesioner Motivasi Kelas Kontrol ... 205

Lampiran 12. Daftar Distribusi Skor Pre-test ... 210

Lampiran 13. Daftar Distribusi Skor Post-test ... 215

Lampiran 14. Contoh Hasil Kuesioner Motivasi Kelas Eksperimen ... 220

Lampiran 15. Contoh Hasil Kuesioner Motivasi Kelas Kontrol ... 225

Lampiran 16. Contoh Hasil Pre-test Post-test Kelas Eksperimen ... 230

Lampiran 17. Contoh Hasil Pre-test Post-test Kelas Kontrol ... 241

Lampiran 18. Transkrip Wawancara Motivasi Kelas Eksperimen. ... 252

Lampiran 19. Pembagian Kelompok Kelas Eksperimen ... 264


(19)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Siswa Mengerjakan Pre-test ... 267 Gambar 2. Siswa Berdiskusi dalam Kelompok ... 267 Gambar 3. Siswa Mengerjakan Post-test ... 267


(20)

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Fisika merupakan cabang Ilmu Pengetahuan Alam yang mempelajari tentang gejala alam dan interaksinya. Salah satu cara untuk mengetahui gejala alam dan interaksinya dapat dilakukan melalui belajar. Belajar fisika dapat dilakukan secara mandiri dan juga melalui pembelajaran di kelas. Belajar mandiri dapat dilakukan dengan membaca teori fisika dari berbagai sumber, sedangkan pembelajaran di kelas dilakukan dengan pendampingan guru. Kenyataannya, banyak siswa yang kurang tertarik membaca teori fisika karena menganggap fisika sulit untuk dipahami. Melihat kondisi itu, guru dituntut untuk kreatif dalam mengajar, sehingga banyak model dan metode pembelajaran yang ditawarkan guna memudahkan siswa belajar. Namun, tidak sedikit guru yang masih menggunakan metode klasik dalam mengajar yaitu metode ceramah. Kondisi ini sering terjadi di berbagai sekolah. Hal ini menyebabkan suasana belajar dalam kelas lebih didominasi oleh guru, dalam hal ini guru sebagai subyek utama dalam pembelajaran. Padahal, pembelajaran yang diharapkan sesungguhnya menuntut siswa untuk terlibat lebih aktif, mampu menggali pengetahuan, memecahkan persoalan dalam pembelajaran dan guru berperan sebagai motivator dan fasilitator.

Berdasarkan hasil wawancara dengan mahasiswa yang menjalankan Program Pengalaman Lapangan, kondisi ini ditemukan di salah satu sekolah.


(21)

Ada beberapa hal yang ditemukan ketika pembelajaran fisika, contohnya ketika guru menjelaskan materi, siswa hanya menyalin dan tidak aktif bertanya. Siswa lebih asyik mendiskusikan topik lain yang tidak berkaitan dengan fisika bahkan mengerjakan tugas mata pelajaran lain dibandingkan dengan mendengarkan penjelasan guru. Siswa tidak memiliki keinginan dalam mengikuti proses pembelajaran fisika. Selain itu, siswa jarang bertanya terkait kesulitan terhadap materi yang diajarkan.

Menurut Ahmadi (2013: 83) dalam buku yang berjudul Psikologi Belajar, sikap pasif siswa disebabkan oleh kurangnya motivasi dalam belajar. Padahal adanya motivasi siswa sungguh berpengaruh pada interaksi belajar mengajar antara guru dan siswa. Motivasi merupakan salah satu faktor yang menimbulkan, mendasari, mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya siswa dalam mencapai tujuan karena semakin besar motivasinya akan semakin besar kesuksesan belajarnya. Siswa dengan motivasi belajar yang lemah akan tampak acuh tak acuh, perhatiannya tidak tertuju pada pelajaran, suka mengganggu kelas, sering meninggalkan pelajaran, akibatnya banyak mengalami kesulitan belajar.

Unsur yang terpenting dalam pembelajaran fisika adalah (1) siswa yang belajar, (2) guru yang mengajar, (3) bahan pelajaran, dan (4) hubungan antara guru dan siswa. Dalam belajar fisika yang terpenting adalah siswa dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dalam arti siswa yang aktif membangun sendiri pengetahuannya. Salah satu model pembelajaran yang relatif bersifat


(22)

konstruktif adalah model pembelajaran cooperative learning atau belajar bersama dalam kelompok. Hal ini disebabkan karena model pembelajaran ini mampu memberikan kebebasan siswa dalam mengkostruksi pengetahuannya. Melalui model tersebut siswa dibiarkan belajar dalam kelompok, saling menguatkan, mendalami, dan bekerja sama untuk semakin menguasai bahan (Suparno, 2013: 143).

Pada tahun 1981, Johnson dan beberapa rekannya mempublikasikan hasil meta-analisis terhadap 122 studi yang meneliti pengaruh-pengaruh pembelajaran kooperatif, kompetitif, dan individualistik terhadap belajar siswa. Hasil tersebut menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif dapat memberikan pencapaian dan produktivitas yang lebih tinggi seperti motivasi untuk belajar juga prestasi siswa daripada pembelajaran kompetitif atau individualistik. Slavin (1989) dalam review-nya terhadap 60 penelitian menemukan bahwa pembelajaran kooperatif bisa menjadi metode efektif untuk meningkatkan motivasi dan prestasi siswa, namun kesempatan belajar hanya dicapai jika tujuan kelompok dan tanggung jawab individu disemaikan dalam tipe atau metode yang juga kooperatif (Huda, 2012: 15). Salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memenuhi hal tersebut ialah tipe Jigsaw, dimana siswa belajar dalam bentuk kelompok yang terdiri dari siswa dengan kemampuan yang rendah, sedang, dan tinggi. Apabila diatur dengan baik, siswa-siswa dalam kelompok kooperatif akan belajar satu sama lain untuk memastikan bahwa tiap orang dalam kelompok telah menguasai konsep-konsep yang telah dipikirkan (Slavin, 2005: 4). Bentuk adaptasi Jigsaw


(23)

yang lebih praktis dan mudah yaitu Jigsaw II. Dalam Jigsaw II, setiap siswa akan berperan sebagai ahli dalam kelompoknya. Sehingga para siswa termotivasi untuk mempelajari materi dengan baik dan untuk bekerja keras demi pencapaian hasil yang baik pula (Slavin, 2005: 237). Melalui model ini, keterlibatan guru dalam menyampaikan materi lebih sedikit dan lebih didominasi siswa. Selain itu, model pembelajaran ini akan memacu siswa untuk membaca atau mencari tahu sendiri topik yang akan dipelajari. Siswa juga bisa saling berinteraksi, kesadaran siswa untuk berpikir bertambah, penerimaan terhadap teman sekelas dengan kemampuan berbeda serta meningkatkan rasa harga diri (Slavin, 2005: 5).

Pembelajaran kooperatif dengan metode Jigsaw II dalam pembelajaran fisika belum diterapkan di SMA Pangudi Luhur Sedayu. Pembelajaran ini perlu dilakukan di sekolah tersebut dengan harapan dapat meningkatkan motivasi dan prestasi siswa dalam belajar fisika. Dengan demikian, dilakukan penelitian dengan topik “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II dalam Pembelajaran Fisika pada Materi Suhu dan Kalor Terhadap Motivasi dan Prestasi Siswa Kelas X SMA Pangudi Luhur Sedayu”.


(24)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dalam pembelajaran fisika pada materi Suhu dan Kalor terhadap motivasi siswa Kelas X SMA Pangudi Luhur Sedayu?

2. Bagaimana pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dalam pembelajaran fisika pada materi Suhu dan Kalor terhadap prestasi belajar siswa Kelas X SMA Pangudi Luhur Sedayu?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dalam pembelajaran fisika pada materi Suhu dan Kalor terhadap motivasi siswa Kelas X SMA Pangudi Luhur Sedayu.

2. Untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dalam pembelajaran fisika pada materi Suhu dan Kalor terhadap prestasi belajar siswa Kelas X SMA Pangudi Luhur Sedayu.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi siswa

Pembelajaran fisika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II memberikan pengalaman baru bagi siswa agar dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka terhadap konsep Suhu dan Kalor.


(25)

2. Bagi guru

Apabila penelitian ini dapat memberi pengaruh yang baik yaitu dapat meningkatkan motivasi dan prestasi siswa, guru mendapatkan pengalaman dalam menerapkan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II pada materi fisika dengan topik lain atau kelas lain. 3. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan menjadi bekal untuk mempersiapkan diri menjadi guru yang kreatif.

E. Pembatasan Masalah

Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada siswa SMA Pangudi Luhur Louise Sedayu tahun pelajaran 2015/2016. Penelitian ini menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II di kelas eksperimen dan metode ceramah dikelas kontrol. Penelitian yang dilakukan ditinjau dari motivasi dan prestasi siswa.

F. Hipotesis Tindakan

1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dapat memberi pengaruh yang baik terhadap motivasi yaitu dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar fisika.

2. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dapat memberi pengaruh yang baik terhadap prestasi siswa yaitu dapat meningkatkan prestasi siswa dalam belajar fisika.


(26)

7 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Belajar dan Pembelajaran

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelengaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti, bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada disekolah maupun lingkungan rumah atau keluarganya sendiri (Syah, 2003: 63). Menurut Slameto (2010: 2) dalam buku Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan Ahmadi (2013: 128) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Dari beberapa pengertian tentang belajar diatas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku pada individu melalui pengalaman dan praktek dalam interaksi dengan lingkungannya.

Winkel (Siregar, 2011: 12) mengungkapkan pengertian pembelajaran sebagai seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperan


(27)

terhadap rangkaian kejadian-kejadian intern yang langsung dialami siswa. Menurut Suherman (Jihad, 2012: 11) pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua aspek yaitu belajar tertuju kepada apa yang harus dilakukan oleh siswa, mengajar berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi pelajaran. Pembelajaran merupakan proses komunikasi antara peserta didik dengan pendidik serta antar peserta didik dalam rangka perubahan sikap. Komunikasi yang dimaksud ialah proses dimana para partisipan/siswa menciptakan dan saling berbagi informasi satu sama lain guna mencapai pengertian timbal balik. Sedangkan menurut Usman (Jihad, 2012: 12) pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan pembelajaran merupakan tindakan yang dirancang sebagai proses komunikasi atau interaksi antara guru sebagai pendidik dengan siswa sebagai peserta didik juga antar peserta didik untuk mencapai tujuan tertentu.

B. Motivasi

1. Pengertian motivasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) motivasi diartikan sebagai dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Atau usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak


(28)

melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya.

Mc. Donal (Sadirman, 2007: 73) mengungkapkan bahwa motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Pengertian yang dikemukakan ini mengandung tiga elemen penting yakni :

a. Motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada setiap diri individu. Oleh karena menyangkut perubahan energi yang muncul dalam diri individu, penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik individu tersebut.

b. Motivasi ditandai dengan munculnya rasa atau feeling dan afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan kejiwaan, afeksi, dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia.

c. Motivasi akan dirangsang dengan adanya tujuan. Motivasi memang muncul dalam diri manusia, tetapi kemunculannya terdorong oleh tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan.

Dengan ketiga elemen diatas, dapat disimpulkan bahwa motivasi berkaitan dengan perasaan dan emosi seseorang yang kemudian berlanjut pada tindakan atau melakukan sesuatu karena adanya tujuan, kebutuhan atau keinginan.


(29)

Dalam kegiatan belajar mengajar, apabila ada seorang siswa yang tidak mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan maka perlu diselidiki sebab-sebabnya. Penyebabnya bisa bermacam-macam, mungkin sakit, lapar, tidak senang, ada problem pribadi dan lain-lain. Hal ini berarti pada diri siswa tersebut tidak terjadi perubahan energi, tidak terangsang afeksinya untuk melakukan sesuatu karena tidak memiliki tujuan atau kebutuhan belajar. Keadaan semacam ini perlu dicari penyebabnya sehingga siswa mau melakukan pekerjaan yang mau dikerjakan, yakni belajar. Motivasi belajar dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai.

Uno (2008: 23) mengemukakan bahwa hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Adanya hasrat dan keinginan belajar

b. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar c. Adanya harapan dan cita-cita masa depan d. Adanya penghargaan dalam belajar


(30)

Beberapa kata kunci dari indikator diatas, didefinisi berdasarkan KBBI sebagai berikut :

a. Hasrat merupakan keinginan / harapan yang kuat atau kecenderungan manusia mencari dan memperoleh. Sedangkan keinginan diartikan sebagai perihal ingin, kehendak dan harapan. Dalam hal ini hasrat atau keinginan merupakan harapan mencari dan memperoleh sesuatu dari belajar.

b. Dorongan ialah kemauan mengembangkan diri yang menyebabkan manusia selalu meningkatkan kemampuan dirinya misalnya belajar. Kebutuhan atau butuh diartikan sangat perlu menggunakan atau memerlukan.

c. Harapan merupakan keinginan supaya sesuatu terjadi. Cita-cita ialah berkeinginan sungguh-sungguh atau mempunyai tujuan yang sempurna.

d. Penghargaan ialah perbuatan (hal dan sebagainya) menghargai atau penghormatan.

e. Menarik artinya membangkitkan rasa ingin, mempengaruhi atau membangkitkan hasrat untuk memperhatikan / mengindahkan.


(31)

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi a. Faktor Intrinsik

Faktor intrinsik merupakan motivasi atau dorongan yang timbul dalam diri individu untuk melakukan sesuatu tanpa adanya rangsangan dari luar. Sebagai contoh konkret, seorang siswa yang belajar karena ingin mendapat pengetahuan dan keterampilan agar berubah tingkah lakunya secara konstruktif dan bukan untuk tujuan yang lain. Itu sebabnya faktor instrinsik ini juga dapat dikatakan sebagai bentuk motivasi yang dimulai dari aktifitas belajar yang kemudian diteruskan berdasarkan suatu dorongan dalam diri dan secara mutlak berkaitan dengan aktifitas belajarnya. Dorongan yang menggerakan itu, bersumber pada kebutuhan yang berisikan keharusan untuk menjadi orang terdidik dan berpengetahuan. Jadi memang motivasi itu muncul dari kesadaran diri sendiri dengan tujuan secara esensial, bukan sekedar simbol dan seremonial (Sadirman, 2007: 89).

b. Faktor Ekstrinsik

Faktor ekstrinsik merupakan motivasi atau dorongan untuk melakukan sesuatu karena adanya rangsangan dari luar. Sebagai contoh, seorang siswa yang belajar tekun agar mendapat hadiah atau pujian. Jadi kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya, tidak secara langsung bergayut dengan esensi apa yang dilakukannya itu. Faktor ekstrinsik ini juga dapat dikatakan sebagai bentuk motivasi yang dimulai


(32)

dari aktivitas belajar yang kemudian diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari luar dan tidak secara mutlak berkaitan dengan aktifitas belajarnya. Namun bukan berarti faktor ekstrinsik ini tidak penting dalam proses pembelajaran. Sebab kemungkinan besar siswa itu memiliki sifat yang berubah – ubah dan mungkin komponen-komponen lain dalam proses belajar mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik (Sadirman, 2007: 91).

3. Peran motivasi dalam belajar dan pembelajaran

Motivasi pada dasarnya dapat membantu dalam memahami dan menjelaskan perilaku individu, termasuk perilaku individu yang sedang belajar. Uno (2008: 27) menerangkan tiga peran motivasi dalam belajar dan pembelajaran sebagai berikut:

a. Peran motivasi dalam menentukan penguatan belajar

Motivasi dapat berperan dalam penguatan belajar apabila seorang anak yang belajar dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan pemecahan, dan hanya dapat dipecahkan berkat bantuan hal-hal yang pernah dilaluinya. Motivasi dapat menentukan hal-hal apa di lingkungan anak yang akan memperkuat perbuatan belajar. Untuk seorang guru perlu memahami suasana itu, agar ia dapat membantu siswanya dalam memilih faktor-faktor atau keadaan yang ada dalam lingkungan siswa sebagai bahan penguat belajar.


(33)

b. Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar

Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar erat kaitannya dengan kemaknaan belajar. Anak akan tertarik untuk belajar sesuatu, jika yang dipelajarinya itu sedikitnya sudah dapat diketahui atau dinikmati manfaatnya bagi anak.

c. Motivasi menentukan ketekunan belajar

Seorang anak yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu, akan berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun, dengan harapan memperoleh hasil yang baik. Motivasi untuk belajar menyebabkan seseorang tekun belajar. Sebaliknya, apabila seseorang kurang atau tidak memiliki motivasi untuk belajar, maka dia tidak tahan lama belajar. Motivasi sangat berpengaruh terhadap ketahanan dan ketekunan belajar. 4. Upaya-upaya memotivasi dalam belajar

Ali Imron (Siregar, 2011: 55) dan Aunurrahman (2012: 118) mengemukakan beberapa upaya yang dapat dilakukan guru guna meningkatkan motivasi belajar pembelajar. Upaya tersebut adalah sebagai berikut :

a. Mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip belajar

b. Mengoptimalkan pemanfaatan upaya guru dalam membelajarkan pembelajar. Hal-hal yang disajikan secara menarik oleh guru menjadi sesuatu yang mempengaruhi tumbuhnya motivasi pembelajar atau pengalaman/kemampuan yang telah dimiliki.


(34)

c. Menyiapkan merancang bahan ajar yang menarik.

d. Mengupayakan pemenuhan kebutuhan siswa didalam belajar (misalnya kebutuhan untuk dihargai atau tidak merasa tertekan).

e. Mengoreksi sesegera mungkin pekerjaan siswa dan sesegera mungkin pula memberitahukan kepada siswa.

C. Prestasi belajar

Menurut Ahmadi (2013: 138) prestasi belajar merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Arifin (1988: 3) mendefinisikan prestasi sebagai kemampuan, keterampilan, dan sikap seseorang dalam menyelesaikan sesuatu. Prestasi belajar merupakan suatu masalah yang bersifat perennial dalam sejarah kehidupan manusia karena sepanjang rentang kehidupanya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing. Syah (2003: 216) mengungkapkan bahwa pada prinsipnya prestasi merupakan pengungkapan hasil belajar ideal yang berubah sebagi akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Jadi, prestasi belajar merupakan kemampuan, keterampilan dan sikap yang dicapai seseorang yang dinyatakan dalam bentuk angka, huruf maupun kalimat sebagai akibat dari pengalaman belajar.

Ahmadi (2013: 139) mengemukakan beberapa faktor internal dan eksternal prestasi belajar. Yang tergolong faktor internal adalah :


(35)

1. Faktor jasmaniah (fisiologi) yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh dan sebagainya.

2. Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh terdiri atas :

a. Faktor intelektif yang meliputi:

1) Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat.

2) Faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimiliki.

b. Faktor non-intelektif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minta, kebutuhan, motivasi, emosi, penyesuaian diri. Sedangkan yang tergolong faktor eksternal, ialah:

1. Faktor sosial yang terdiri atas : a. Lingkungan keluarga b. Lingkungan sekolah c. Lingkungan masyarakat d. Lingkungan kelompok

2. Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan teknologi. 3. Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, dan iklim.

Menurut Arifin (1988: 3) ada 5 fungsi utama prestasi belajar antara lain: 1. Sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai

anak didik.


(36)

3. Sebagai bahan informasi dalam motivasi pendidikan, artinya bahwa prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi anak didik dalam mengingatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berperan sebagai umpan balik dalam meningkatkan mutu pendidikan.

4. Sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu instansi pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan, sedangkan indikator ekstern dalam arti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan anak didik dalam masyarakat.

5. Dapat dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan) anak didik. D. Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Menurut Sugandi (Taniredja, 2011: 55) pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kelompok lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdependensi efektif diantara anggota kelompok.


(37)

Cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Menurut Solihatin (Taniredja, 2011: 56) cooperative learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesama anggota kelompok. Menurut Roger (Huda, 2012: 29) pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang didalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain. Jadi, pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka antara siswa.

2. Tipologi Pembelajaran Kooperatif

Menurut Slavin (2005: 26) ada enam tipologi pembelajaran kooperatif, yaitu: a. Tujuan kelompok bahwa kebanyakan metode pembelajaran kooperatif

menggunakan beberapa bentuk tujuan kelompok. Ada yang berupa sertifikat atau rekognisi lainnya yang diberikan kepada tim yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan sebelumnya.


(38)

b. Tanggung jawab individual. Ini dilaksanakan dengan dua cara. Pertama dengan menjumlah skor kelompok atau nilai rata-rata individu atau penilaian lainnya, seperti dalam model pembelajaran siswa. Kedua, merupakan spesialisasi tugas. Cara kedua ini siswa diberi tanggung jawab khusus untuk sebagaian tugas kelompok.

c. Kesempatan sukses yang sama yang merupakan karakteristik unik metode pembelajaran tim siswa, yakni penggunaan skor yang memastikan semua siswa mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkontribusi dalam timnya.

d. Kompetisi tim, sebagai sarana dalam memotivasi siswa untuk bekerja sama dalam timnya.

e. Spesialisasi tugas untuk melaksanakan sub tugas terhadap masing-masing anggota kelompok.

f. Adaptasi terhadap kebutuhan kelompok yang akan menggunakan pengajaran yang mempercepat langkah kelompok.

3. Rasionalisasi Pembelajaran Kooperatif

Johnson (Huda, 2012: 64) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif bisa diterapkan dihampir semua tingkatan umur, kelas, mata pelajaran, dan tugas akadeik yang melibatkan proses berpikir tingkat tinggi, seperti pencapaian konsep (concept attainment), kategorisasi (categorization), pemecahan masalah secara verbal dan spasial (verbal and spatial problem solving), retensi dan daya ingat (retention and memory) , performa motorik


(39)

(motor performance), prediksi (predicting), dan penilaian (judging). Bahkan untuk tugas-tugas yang bersifat hafalan maupun korektif sekalipun, pembelajaran kooperatif tidak kalah efektif dibandingkan dengan pembelajaran kompetitif dan individualistik. Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, dimana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Tujuan pembelajaran kooperatif ialah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994: 50). Sadker (Huda, 2012: 66) menjabarkan beberapa manfaat pembelajaran kooperatif. Selain meningkatkan keterampilan kognitif dan afektif siswa, pembelajaran kooperatif juga memberikan manfaat-manfaat besar lain seperti berikut ini:

a. Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur – struktur kooperatif akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi.

b. Siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki sikap harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk belajar.

c. Dengan pembelajaran kooperatif, siswa menjadi lebih peduli pada teman-temannya, dan diantara meraka akan terbangun rasa ketergantungan yang positif (interpedensi positif) untuk proses belajar mereka nanti.


(40)

d. Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik yang berbeda-beda.

4. Prosedur Pembelajaran

Menurut Dikti (Taniredja, 2011: 60) pada dasarnya kegiatan pembelajaran dipilahkan menjadi empat langkah, yaitu orientasi sebagai kegiatan awal, kerja kelompok sebagai inti kegiatan pembelajaran, kuis sebagai kegaiatan akhir dan pemberian penghargaan. Setiap langkah dapat dikembangkan lebih lanjut oleh guru seperti berikut :

a. Orientasi

Seperti pada kegiatan pembelajaran pada umumnya, kegiatan diawali dengan orientasi untuk memahami dan menyepakati bersama tentang apa yang akan dipelajari serta bagaimana strategi pembelajaranya. Guru mengomunikasikan tujuan, materi, waktu, langkah-langkah serta hasil akhir yang diharapkan dikuasai oleh siswa, serta sistem penilaiannya. Pada langkah ini siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya tentang apa saja, termasuk cara kerja dan hasil akhir yang diharapkan atau sistem penilaiannya.

b. Kerja kelompok dapat dalam bentuk kegiatan memecahkan masalah atau memahami dan menerapkan suatu konsep yang dipelajari. Kerja kelompok dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti berdiskusi, melakukan eksplorasi, observasi, percobaan, browsing lewat internet,


(41)

dan sebagainya. Agar kegiatan kelompok terarah, perlu diberikan panduan singkat sebagai pedoman kegiatan. Panduan harus memuat tujuan, materi, waktu, cara kerja kelompok dan tanggung jawab masing-masing anggota kelompok serta hasil akhir yang diharapkan dapat dicapai.

c. Tes/kuis

Pada akhir kegiatan kelompok diharapkan semua siswa telah mampu memahami topik/masalah yang sudah dikaji bersama. Kemudian masing-masing siswa menjawab tes atau kuis untuk mengetahui pemahaman mereka terhadap konsep/topik/masalah yang dikaji. Penilaian individu ini mencakup penguasaan ranah kognitif, afektif dan keterampilan. d. Penghargaan kelompok

Langkah ini dimaksudkan untuk memberikan penghargaan kepada kelompok yang berhasil memperoleh kenaikan skor dalam tes individu. Kenaikan skor dihitung dari selisih antara skor dasar dengan skor tes individual. Menghitung skor yang didapat masing-masing kelompok dengan cara menjumlahkan skor yang didapat siswa di dalam kelompok tersebut kemudian dihitung rata-ratanya.

5. Kendala – kendala Utama Pembelajaran Kooperatif

Slavin (Huda, 2012: 68) mengidentifikasikan tiga kendala utama terkait dengan pembelajaran kooperatif sebagai berikut :


(42)

Pembelajaran kooperatif perlu dirancang dengan baik karena jika tidak dirancang dengan baik, justru berdampak pada munculnya free rider atau “pengendara bebas”. Yang dimaksud free rider adalah beberapa siswa yang tidak bertanggung jawab secara personal pada tugas kelompoknya, dan hanya “mengekor” saja apa yang dilakukan oleh teman-teman satu kelompoknya yang lain. Ini sering kali muncul ketika kelompok-kelompok kooperatif ditugaskan untuk menangani satu lembar kerja, satu proyek, atau satu laporan tertentu.

b. Diffusion of Responsibility

Yaitu suatu kondisi dimana beberapa anggota yang dianggap tidak mampu cenderung diabaikan oleh anggota-anggota lain yang “lebih mampu”.

c. Learning a Part of Task Specialization

Hal ini terjadi ketika setiap kelompok ditugaskan untuk mempelajari atau mengerjakan bagian materi yang berbeda antar satu sama lain. Pembagian semacam ini sering kali membuat siswa hanya fokus pada bagian materi yang menjadi tanggung jawabnya, sementara bagian materi lain yang dikerjakan oleh kelompok lain hampir tidak digubris sama sekali, padahal semua materi tersebut berkaitan satu sama lain. Menurut Slavin (Huda, 2012: 69) ketiga kendala ini dapat diatasi dengan cara :


(43)

a. Mengenali sedikit banyak karakteristik dan level kemampuan siswa-siswanya.

b. Selalu menyediakan waktu khusus untuk mengetahui kemajuan setiap siswanya dengan mengevaluasi mereka secara individual setelah bekerja kelompok.

c. Mengintegrasikan metode yang satu dengan metode yang lain. E. Pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw

1. Jigsaw I

Metode Jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Arason pada tahun 1975. Dalam metode Jigsaw I, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 5 anggota. Setiap kelompok-kelompok diberi informasi yang membahas salah satu topik dari materi pelajaran mereka saat itu. Dari informasi yang diberikan pada setiap kelompok ini, masing-masing anggota harus mempelajari bagian-bagina yang berbeda dari informasi tersebut. Dalam metode Jigsaw I, siswa bekerja dalam kelompok selama dua kali, yakni dalam kelompok mereka sendiri dan dalam kelompok ahli. Setelah masing-masing anggota menjelaskan bagiannya masing-masing kepada teman satu kelompok, mereka mulai siap diuji secara individu. Skor yang diperoleh setiap anggota akan menentukan skor yang diperoleh kelompok mereka. Dalam metode Jigsaw I ini, tidak ada reward khusus yang diberikan atas individu maupun kelompok yang mampu menunjukan


(44)

kemampuannya untuk bekerja sama dan mengerjakan kuis (Huda, 2012: 120).

2. Jigsaw II

Ketika Aronson mengembangkan metode Jigsaw untuk pertama kalinya, Slavin pada tahun 1989 mengadopsi dan memodifikasi kembali. Hasil modifikasi yang dilakukan Slavin ini dikenal dengan metode Jigsaw versi II. Dalam metode ini, setiap kelompok berkompetisi untuk memperoleh penghargaan kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh poin tambahan jika masing-masing anggotanya mampu menunjukan peningkatan performa saat ditugaskan mengerjakan kuis. Inilah yang membedakan metode ini dengan sebelumnya (Huda, 2012: 118).

Ada beberapa langkah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II yang dipaparkan oleh Slavin (2005:240).

a. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II :

1) Memilih satu atau dua bab, cerita, atau unit-unit lainnya, yang masing-masing mencakup materi untuk dua atau tiga hari. Jika para siswa akan membacanya di kelas, materi yang dipilih haruslah membutuhkan waktu tidak lebih dari setengah jam untuk membacanya; jika bacaan tersebut akan dijadikan tugas untuk dibaca dirumah, maka pilihannya boleh lebih panjang.

2) Membuat lembar ahli untuk setiap unit. Pada lembar siswa diminta berkonsentrasi saat membaca, dan dengan kelompok ahli yang akan


(45)

bekerja. Lembar ini berisi empat topik yang menjadi inti dari unit pembelajaran.

3) Membuat kuis, tes berupa esai, atau bentuk penilaian lainnya untuk tiap unit

4) Menggunakan skema diskusi (sebagai opsi). Skema diskusi untuk tiap topik dapat membantu mengarahkan diskusi dalam kelompok ahli. b. Kegiatan – kegiatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II

Menurut Slavin (2005: 241) Jigsaw II terdiri atas siklus regular dari kegiatan-kegiatan pengajaran:

1) Membaca

Para siswa menerima topik ahli dan membaca materi yang diminta untuk menemukan informasi.

2) Diskusi kelompok ahli

Para siswa dengan keahlian yang sama bertemu untuk mendiskusikannya dalam kelompok-kelompok ahli.

3) Laporan tim

Para ahli kembali ke dalam kelompok mereka masing-masing untuk mengajari topik-topik mereka kepada teman satu timnya.

4) Tes

Para siswa mengerjakan kuis-kuis individual yang mencakup semua topik.


(46)

5) Rekognisi tim

Masing –masing kelompok mendapatkan skor kelompok dengan skor tertinggi berhak mendapatkan penghargaan.

c. Keunggulan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw (Lie, 2005: 71)

1) Mengembangkan keterampilan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara.

2) Bisa digunakan dalam beberapa mata pelajaran seperti Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Matematika dan Bahasa.

3) Metode ini cocok untuk semua tingkatan.

4) Dengan metode ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna.

5) Siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

d. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II

Kunci metode Jigsaw II ialah interdependensi tiap kelompok bergantung kepada teman satu timnya untuk dapat memberikan informasi yang diperlukan supaya dapat berkinerja baik pada saat penilaian (Slavin, 2005: 237). Tak jarang siswa yang menolak untuk dapat bekerja sama juga bertanggung jawab dalam kelompok karena


(47)

berbagai alasan seperti tidak nyaman dengan teman kelompok juga tidak percaya diri ketika menjelaskan materi kepada teman kelompok.

3. Jigsaw III

Metode Jigsaw III dikembangkan oleh Kagan pada tahun 1990. Tidak ada perbedaan yang menonjol antara Jigsaw I, Jigsaw II dan Jigsaw III dalam tata laksana dan prosedurnya masing-masing. Hanya saja, dalam Jigsaw III Kagan lebih fokus pada penerapannya di kelas-kelas bilingual. Jadi, berbeda dengan dua metode Jigsaw sebelumnya yang dapat diterapkan untuk semua materi pelajaran, metode Jigsaw III khusus diterapkan untuk kelas bilingual (Huda, 2012: 122)

F. Metode Ceramah

1. Pengertian Metode Ceramah

Djamarah (2010: 97) menyatakan arti dari metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode tradisional, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar mengajar. Menurut Suparno (2013: 180) metode ceramah adalah metode pembelajaran dimana guru sendiri menerangkan dengan kata-kata, menjelaskan prinsip kepada siswa. Biasanya siswa hanya mendengarkan apa yang diceramahkan guru. Menurut Sanjaya (2011: 147), metode ceramah adalah cara guru menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan dan penjelasan langsung kepada sekelompok siswa.


(48)

Dalam metode ceramah, siswa hanya mendengarkan guru yang berceramah tentang materi serta menngerjakan soal yang diberikan oleh guru.

2. Kelebihan metode ceramah (Djamarah, 2010: 97) a. Guru mudah menguasai kelas.

b. Dapat diikuti oleh jumlah siswa yang besar. c. Mudah mempersiapkan dan melaksanakannya. d. Guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik. 3. Kelemahan metode ceramah (Djamarah, 2010: 97)

a. Mudah menjadi verbalisme (pengertian kata-kata).

b. Yang visula menjadi rugi, yang auditif yang besar menerimanya. c. Membosankan, bila selalu digunakan dan terlalu lama.

d. Guru menyimpulkan bahwa siswa mengerti dan tertarik pada ceramahnya.

e. Menyebabkan siswa menjadi pasif. G. Suhu dan Kalor

1. Suhu dan Termometer

Suhu atau temperatur adalah ukuran kuantitatif tingkat kepanasan dan kedinginan suatu benda. Apakah suatu benda panas atau dingin diukur dengan derajat suhunya. Suhu atau temperatur dalam fisika diberi simbol T. Satuannya bisanya dengan derajat Celcius (0C) atau juga bisa dengan derajat Kelvin (0K) (Suparno, 2009: 10).


(49)

Alat-alat yang dirancang untuk mengukur temperatur disebut termometer. Ada banyak jenis termometer tetapi cara kerjanya selalu bergantung pada beberapa sifat materi yang berubah terhadap temperatur. Sebagian besar termometer umum bergantung pada pemuaian materi terhadap naiknya temperatur (Giancoli, 2001: 449).

Termometer yang biasa digunakan ialah termometer air raksa.

a. Prinsipnya: pipa diisi air raksa. Bila suhu pipa dinaikkan (T>), maka volume air raksa dalam air pipa akan bertambah. Pertambahan volume air raksa ini dapat dilihat dari tinggi lajur air raksa daalm pipa yang bertambah. Jadi ada hubungan antara tinggi lajur air raksa dan suhu. Relasi antara kenaikan suhu dan tinggi air raksa dalam pipa itulah yang digunakan sebagai model termometer.

b. Termometer Celcius (1701-1744)

Termometer Celcius ditera dengan suhu es yang mencair pada suhu 00C, dan air mendidih pada suhu 1000C. Lalu skala diantaranya dibagi sama c. Termometer Fahrenheit (1686-1736)

1) Titik nol F ditera dengan suhu es dan garam yang sedang mencair. Suhu badan orang dianggap 960F, dan air mendidih pada 2120F. Es mencair pada 320F.

2) Relasi suhu Fahrenheit dengan Celcius menjadi: F= 9/5 C + 320 atau C = 5/9 (F-320). F = suhu Fahrenheit, C = suhu Celcius.


(50)

d. Skala Termometer Reamur

1) Skala Reamur menggunakan acuan 00C untuk es mencair dan 800R untuk air mendidih.

2) Hubungan dengan skala Celcius menjadi °R= 4/5 °C d. Suhu Mutlak Kelvin (1824-1907)

1) Skala Kelvin (ditulis K) banyak digunakan dalam bidang ilmiah di Termofisika dan Termodinamika.

2) Suhu nol absolut diukur pada -2730 C (sebenarnya lebih tepat -273,150 C).

e. Hubungan Kelvin dan Celcius: K = °C + 2730.

Relasi suhu Kelvin, Celcius, Fahrenheit, dan Reamur. °C = 5/9 (°F – 32 0)

°F = 9/5 °C + 320 °R = 4/5 °C K = °C + 2730

(Suparno, 2009: 13) 2. Pemuaian Benda

Pemuaian zat dapat berupa pemuaian panjang, pemuaian luas, atau pemuaian volume. Setiap benda padat berbeda pertambahan panjangnya. Besi sepanjang 1 meter, apabila dipanaskan sebanyak 1°C akan mengalami pertambahan panjang sebesar 0,012 mm, sedangkan alumunium akan mengalami pertambahan panjang sebesar 0,025 mm ketika dipanaskan


(51)

sebanyak 1°C. Karakteristik pertambahan panjang dinyatakan dalam besaran yang disebut koefisien muai panjang dengan simbol α (Giancoli, 2001: 454). Koefisien muai panjang (α) suatu benda adalah perbandingan antara pertambahan panjang (∆L) terhadap panjang awal benda (L0) persatuan

kenaikan suhu (∆T). Secara matematis dinyatakan sebagai berikut :

(Suparno, 2009: 23) Bila panjang benda setelah dipanaskan = L, dan panjang awal benda = L0,

maka akan di dapat relasi sebagai berikut : ∆L = α L0∆T atau

L = L0(1 + α ∆T)

(Giancoli, 2001: 454) Jarang benda hanya mempunyai panjang. Banyak benda mempunyai luasan berdimensi dua. Maka bila benda dipanaskan akan terjadi pemuaian luasan pula. Koefisien muai luasan disimbolkan dengan . Satuan adalah (C°)-1 dan besar = 2 α. Bila angka muai luasan , A merupakan luasan benda setelah dipanaskan dan luasan awal benda = A0 maka perumusan pemuaian

luasan menjadi : A = A0( 1 + ∆T )

atau ∆A = A0∆T


(52)

Dalam kenyataan sehari – hari hampir tidak ada benda, padat atau cair, yang hanya berdimensi satu atau dua. Semua benda berdimensi tiga. Maka bila benda itu di panaskan, akan memuai ke arah tiga dimensi pula. Dengan demikian yang terjadi bukan pemuaian panjang atau luas, melainkan pemuaian ruang atau pemuaian volume (Suparno, 2009: 25). Pemuaian volume zat yang mengalami perubahan suhu dinyatakan dengan persamaan :

∆V = V0∆T

Dimana ∆T adalah perubahan suhu, V0 adalah volume awal, dan adalah

koefisien muai volume . Satuan adalah ( C°)-1 dan besar

=3 α.

(Giancoli, 2001: 456) 3. Kalor dan Perubahan Wujud

a. Pengertian dan satuan kalor

Kalor merupakan energi yang ditransfer dari satu benda ke yang lainnya karena adanya perbendaan temperatur. Satuan yang umum untuk kalor yang masih digunakan sekarang dinamakan kalori. Satuan ini disebut kalori (kal) dan didefinisikan sebagai kalor yang dibutuhkan untuk menaikan temperatur 1 gram air sebesar 1 derajat Celcius. Yang lebih sering digunakan dari kalori adalah kilokalori (kkal), yang besarnya 1000 kalori. Dengan demikian 1 kkal ialah kalor yang dibutuhkan untuk menaikan temperatur 1 kg air sebesar 1°C. Pada sistem satuan British, kalor diukur dalam satuan termal British (British thermal unit/ Btu). Satu


(53)

Btu didefinisikan sebagai kalor yang diperlukan untuk menaikan temperatur air 1 lb sebesar 1°F (Giancolli, 2001: 489).

Secara umum hubungan Btu dan Kkal adalah sebagai berikut : 1 Btu = 0,252 Kkal

1 Kkal = 3,97 Btu

(Suparno, 2009: 34) b. Kalor jenis suatu benda

Pada abad ke 18, orang-orang yang melakukan percobaan telah melihat bahwa besar kalor Q yang dibutuhkan untuk merubah temperatur zat tertentu sebanding dengan massa m zat tersebut dan dengan perubahan temperatur ∆T. Bila suatu benda yang massanya m dipanaskan sehingga perubahan suhunya ∆T, maka banyaknya panas yang diperlukan adalah

∆Q = m c ∆T atau

m c = = H dengan c = panas jenis zat ( kalori/gram°C) c. Panas jenis molar

Banyaknya mole suatu benda

n = , dengan m = massa benda dan M = berat molekul Sehingga panas jenis menjadi :


(54)

d. Prinsip kesetimbangan termal

Benda A dan B masing-masing suhu T1 dan T2. Kedua benda itu

disatukan, maka benda yang lebih panas akan memberikan kalor pada yang kurang panas, sampai terjadi kesetimbangan termal, yaitu suhu menjadi sama T3. Misalkan T2 > T1, maka B memberikan panas pada A.

Panas yang diberikan oleh B = panas yang diserap oleh A, atau ∆QB =

∆QA. Secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :

mBcB (T2-T3) = mAcA(T3-T1)

(Suparno, 2009: 36). 4. Perubahan Wujud

a. Wujud zat

Secara umum suatu zat dapat berwujud sebagai berikut: padat, cair, gas, dan plasma. Bagaimana sifat- sifat wujud zat tersebut baik dilihat secara makroskopis (secara kasat mata) maupun secara mikroskopis (secara anatomik, tanpa kasat mata)?

1) Zat Padat

Cobalah kita lihat dan badingkan benda-benda berikut: batu, kayu, besi, perak, emas, dan benda-benda padat lain yang ada disekitar kita. Secara kasar mata kita dapat mengamati bahwa bentuk benda-benda itu tetap. Batu yang bulat, dipindahkan ke tempat lain


(55)

tetap bulat, diletakan dalam kotak juga tetap bulat, diletakkan di tempat-tempat lain juga akan berbentuk bulat bila tidak ada tekanan atau atau diubah dari luar. Volume benda-benda itu juga tetap sama bila tidak ada pengaruh dari luar. Batang besi dengan volume 0,2 m3 akan tetap sama meski dipindahkan ke tempat lain. Jadi secara makroskopis dapat dikatakan benda padat mempunyai ciri: volume dan bentuknya tetap.

Bagaimana secara mikroskopis zat padat itu diterangkan? Benda padat adalah kumpulan banyak atom atau molekul. Mengapa benda padat itu bentuk dan volumenya tetap? Hal itu terjadi karena molekul-molekul zat padat bergetar pada kedudukan tetap, dengan daya ikat antara molekul sangat kuat dan jarak antara molekul kecil.

Molekul-molekul zat padat, masing-masing bergerak pada tempat yang tetap. Daya ikat antar molekul sangat kuat sehingga molekul tidak saling lepas, tetapi tetap mengumpul dan lekat. Jarak antar molekul juga kecil. Karena zat padat sangat ketat termampatkan sehingga volume dan bentuknya tetap (Suparno, 2009: 41).

2) Zat Cair

Sekarang kita amati zat-zat berikut: air yang kita gunakan untuk mandi dan minum, tinta yang kita gunakan untuk menulis, darah tubuh kita, keringat tubuh kita, sirup yang sering kita minum, air teh yang kita teguk, dan zat cair lain yang kita jumpai dalam kehiduapan


(56)

kita. Sifat dan karakter mana yang dapat kita lihat? Air yang ada didalam botol bentuknya seperti botol; bila dimasukan ke dalam panci, bentuknya seperti panci; bila ditaruh pada piring, bentuknya seperti piring. Dengan kata lain bentuknya mengikuti tempat air itu berada. Jadi bentuk zat cair dapat selalu berubah. Bagaiman dengan volumenya? Air 1 liter diletakan di panci, di piring, di botol, ternyata tetap 1 liter. Volumenya selalu tetap bila tidak dipengaruhi campur tangan dari luar. Jadi, secara makroskopisk dapat dikatakan zat cair mempunyai volume tetap dan bentuk yang selalu berubah menyesuaikan dengan tempatnya.

Bagaimana secara mikroskopis hal itu dapat dijelaskan? Secara mikroskopis: gaya antar molekul masih cukup kuat untuk mempertahankan kesatuan molekul, tetapi tidak cukup kuat untuk mencegah molekul-molekul menggelindingi keluar, maka bentuknya berubah sesuai dengan tempatnya. Jarak antar molekul masih cukup dekat (1 Å) sehingga sifat tetap dan volumenya tetap (Suparno, 2009: 43).

3) Gas

Kalau kita mengamati gas LPJ atau juga gas yang ada dalam balon, kita selalu melihat bahwa gas itu bentuknya mengikuti tempatnya. Bila tempatnya dibuang, maka gas itu akan tersebar ke mana-mana dan kita tidak melihat lagi, kecuali bila gasnya berwarna. Karena itu,


(57)

dapat dikatakan secara makroskopis, bentuk gas selalu berubah mengikuti ruangannya dan volumenya juga berubah menurut ruangannya. Bila gas oksigen ditempatkan dalam ruanagan 5 liter tabung, maka volumenya juga 5 liter; bila ditempatkan dalam ruangan tabung 100 liter, maka volumenya juga menjadi 100 liter. Secara mikroskopis, gaya ikat antar molekul gas sangat kecil, molekul bebas bergerak kemana saja, dan jarak rata-rata anatar 2 molekul jauh lebih besar dari-pada jari-jari molekul itu sendiri. Hal ini dapat dilihat pada tekanan 1 atm, 3000K. Misalnya, HCL ukuran mole 0,9 Å, jarak antar mol 1,27 Å (Suparno, 2009: 43).

b. Pengaruh panas terhadap wujud benda

Ambilah bongkahan es dan cobalah anda panasi. Apa yang terjadi? Es itu akan mengalami perubahan wujud, yaitu mencair menjadi air. Kalau kita ambil sepotong lilin lalu kita panaskan, ternyata juga mengalami perubahan wujud menjadi cair. Kalau kita mempunyai lempeng besi dan kita panasi dengan suhu yang sangat tinggi, juga akan mengalami perubahan wujud, yaitu menjadi cair. Bila air kita panasi terus maka air itu bertambah panas, dan akhirnya mendidih. Bila terus dipanasi, air panas itu akan menguap, yaitu mengalami perubahan wujud dari air menjadi uap air. Disini dapat dikatakan bahwa es mengalami perubahan wujud dari padat, cair dan uap. Proses perubahan wujud yang dialami adalah mencair dan menguap.


(58)

Bila kita melakukan percoban yang terbalik, maka akibatnya dapat terbalik pula. Misalnya uap air kita dinginkan terus maka dapat berubah menjadi air. Inilah yang disebut proses pengembunan. Air bila didinginkan terus akan berubah menjadi padat, inilah yang disebut proses pembekuan. Jadi secara umum dapat dikatakan bila suhu bertambah besar, benda akan mengalami perubahan wujud dari padat, cair, gas; sedangkan bila suhu diturunkan dapat terjadi proses pengembunan dan pembekuan. Semakin tinggi panasnya ditambahakan proses perubahan wujud itu akan semakin cepat.

Secara mikroskopis, perubahan wujud itu dapat dijelaskan sebagai berikut. Bila suatu benda dipanaskan, maka molekul-molekul mendapat tambahan energi sehingga molekul-molekul bergetar lebih cepat dan jarak antara molekul menjadi lebih jauh. Kalau terus dipanaskan, maka suatu ketika jarak antara menjadi terlalu jauh dan lepas dari ikatannya. Dalam hal ini gaya ikat antar molekul menjadi lebih kecil dari pada gaya kinetik molekul, maka terjadilah perubah wujud.

 Dua atom diikat oleh gaya antar atom sehingga 2 atom itu dapat bergetar saling menjauhi dan mendekati sejauh r max– r min

 Bila T bertambah besar ( T > ), maka Evibrasi bertambah bertambah

besar pula, sehingga rmin menjadi lebih kecil, dan jarak rmax menjadi


(59)

 Bila T semakin tinggi (T>>), maka Ekin makin besar, sehingga

memecahkan kesatuan antar atom. Dengan demikian, maka benda akan berubah wujudnya. Misalnya dari padat menjadi cair atau dari cair menjadi gas.

Secara umum beberapa proses perubahan wujud zat dapa digambarkan sebagai berikut:

 Dari padat ke cair : mencair

 Dari cair ke gas : menguap

 Dari gas ke cair : mengembun

 Dari cair ke padat : membeku

 Dari padat ke gas : menyublim

 Dari gas ke padat : menghablur

(Suparno, 2009: 47). c. Panas pencairan es dan panas penguapan air

Kita buat percobaan sederhana sebagai berikut: ambillah bejana dan taruhlah es didalamnya. Kemudian panaskan bejana itu dan amati apa yang terjadi pada es yang ada didalam bejana tersebut. Catat berapa suhunya dalam interval waktu yang sama. Amatilah suhu es , wujud yang ada dan juga waktu yang dilalui dalam pemanasan itu.

Keterangan :

 Ternyata tidak setiap penambahan panas menyebabkan kenaikan suhu


(60)

 Pada saat perubahan wujud (mencair, mendidih/menguap) meskipun ada penambahan panas tetapi suhunya tetap ( T tetap). Mengapa demikian? Kemana penambahan panas itu? Penambahan panas disini digunakan untuk melakukan proses perubahan wujud. Penambahan panas ini disebut panas laten (tersembunyi) .

 Dibedakan ada duanya panas laten, yaitu panas pencairan /peleburan/pembekuan dan penguapan/pengembunan.

 Panas peleburan atau pencairan atau Hf = panas yang diperlukan

untuk mengubah1 kg zat dari padat ke cair, besarnya adalah: Hf = atau Q = m.Hf.

Panas penguapan atau pengembunan Hv = panas yang diperlukan

untuk mengubah 1 kg zat dari cair ke gas, besarnya adalah : Hv = atau Q = m.Hv.

(Suparno, 2009: 48) Mengapa terjadi panas laten? Mengapa meskipun tidak ada kenaikan temperatur pada saat perubahan wujud zat, ada banyak panas yang diambil? Pada saat perubahan wujud dari cair ke gas, misalnya, energi diperlukan untuk dua alasan, yaitu pertama untuk menjadikan jarak antara molekul jauh. Ini berarti memperbesar energi potential sehingga membutuhkan energi dari luar. Kedua, pada saat air menguap,


(61)

harus dilakukan kerja untuk mendorong atmosfer sekitar, sehingga uap air mendapatkan tempat. Untuk itu dibutuhkan energi dari luar pula. Maka jelas meskipun tidak ada kenaikan suhu banyak panas yang diambil pada waktu perubahan wujud (Suparno, 2009: 49).

5. Perpindahan kalor

Kalor dapat berpindah dari suatu tempat atau benda ke yang lainnya dengan tiga cara, yaitu konduksi,konveksi, dan radiasi (Suparno, 2009: 57). a. Konduksi

Konduksi atau hantaran diartikan sebagai perpindahan panas dari partikel-partikel yang lebih energik dari suatu zat ke partikel-partikel yang berdekatan yang kurang energik, sebagai akibat dari interaksi dari partikel-partikel tersebut. Konduksi dapat terjadi pada zat padat, cair dan gas (Suparno, 2009: 58).

Bila zat padat dipanasi pada ujung kiri, maka molekul-molekul pada ujung kiri akan bergetar atau bervibrasi lebih kuat dan lebih cepat, sehingga menumbuk molekul-molekul sebelah kanannya. Akibatnya, molekul-molekul yang berada disebelah kanan ikut bergetar lebih kuat dan cepat. Selanjutnya molekul-molekul yang telah bervibrasi lebih cepat dan kuat itu menumbuk molekul-molekul disebelah kanannya lagi sehingga menjadikan molekul-molekul itu bervibrasi kuat pula. Proses ini terus berlanjut sampai akhirnya molekul-molekul pada ujung kanan zat padat itu ikut bervibrasi lebih kuat dan cepat. Inilah yang menjadikan


(62)

ujung kanan zat panas menjadi panas. Pada zat cair dan gas, proses konduksi terjadi karena adanya tumbukan dan difusi dari molekul-molekul selama gerak random mereka. Molekul-molekul-molekul zat cair dan terutama gas secara acak bergerak bebas (Suparno, 2009: 59).

Kecepatan kalor yang mengalir sebanding dengan perbedaan suhu antar kedua ujung–ujungnya. Kecepatan aliran kalor juga bergantung pada ukuran dan bentuk benda. Aliran kalor ∆Q perselang waktu ∆t dinyatakan melalui persamaan :

dimana A adalah luas penampang lintang benda, l adalah jarak antara kedua ujung, yang mempunyai selisih suhu ∆T, dan k adalah konduktivitas termal, satuannya watt/m°C (Suparno, 2009: 61).

b. Konveksi

Konveksi adalah proses dimana kalor ditransfer dengan pergerakan molekul dari suatu tempat ke tempat lain. Perbedaan konveksi dengan konduksi adalah konveksi melibatkan molekul yang bergerak dalam jarak yang besar, sementara konduksi melibatkan pergerakan molekul dalam jarak yang kecil (Giancoli,2001:504). Ada dua jenis konveksi, yaitu konveksi alami dan konveksi paksa. Konveksi alami terjadi bila aliran fluida sungguh murni hanya karena ada perubahan suhu atau gaya bouyance. Misalnya, lempengan logam panas dibiarkan begitu saja dan akhirnya menjadi dingin karena panas


(63)

dikonveksikan keluar tanpa rekayasa. Kalau kita meletakan teh panas di cangkir di ruangan terbuka, lalu dibiarkan, teh itu akhirnya menjadi dingin secara alamiah. Sedangkan konveksi paksaan terjadi bila fluida yang mengalir karena dipaksa dari luar. Misalnya, dengan kipas angin yang diputar di atas lempengan logam panas sehingga lempengan ikut cepat menjadi dingin (Suparno, 2009: 68).

Secara sederhana, besarnya kalor yang mengalir pada peristiwa konveksi dapat dinyatakan dengan persamaan :

H = hA∆T

dimana h adalah koefisien konveksi dengan satuan Watt/m2°C ; A adalah luas permukaan benda, dan ∆T adalah selisih suhu (Suparno, 2009: 69). c. Radiasi

Matahari memancarkan tenaga atau energi panas ke bumi, bahkan melalui ruang hampa udara. Peristiwa tersebut merupakn contoh perpindahan panas secara radiasi. Secara sederhana radiasi dapat dijelaskan sebagai perpindahan panas dari suatu benda kebenda lain dalam bentuk gelombang elektromagnetik (Suparno, 2009 : 70).

Radiasi pada intinya terdiri dari gelombang elektromagnetik. Kecepatan benda dalam meradiasikan energi sebanding dengan pangkat empat temperatur Kelvin. Kecepatan radiasi juga sebanding dengan luas A dari benda yang memancarkannya, sehingga kecepatan energi meninggalkan benda adalah :


(64)

Persamaan ini disebut persamaan Stefan - Boltzman, dan σ merupakan konstanta universal yang disebut konstanta Stefan – Boltzman yang memiliki nilai 5,67 x 10-8 W/m2K4. Faktor disebutemisivitas, merupakan bilangan antara 0 dan 1 yang merupakankarakteristik materi. Permukaan benda yang sangat hitam, seperti arang, mempunyai emisivitas yang mendekati 1, sementara permukaan yang mengkilat memiliki yang mendekati nol. Nilai bergantung sampai batas tertentu terhadap suhu benda (Giancoli, 2001: 507).


(65)

46

BAB III

METODE PENELITIAN A. Design Penelitian

Penelitian yang dilakukan secara umum termasuk penelitian eksperimen kuantitatif design Pre-test Post-test Control Group dan kualitatif. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang secara umum menggunakan data-data yang nantinya diolah dalam bentuk angka atau skor dan kemudian dianalisis menggunakan statistik. Data atau skor mengenai motivasi dan prestasi siswa akan dianalisis dengan menggunakan statistik Test-t. Dengan menggunakan design ini, satu kelompok diobservasi/diukur bukan hanya pada akhir treatment (post-test) tetapi juga sebelumnya (pre-test) (Suparno, 2010:140). Data untuk penelitian kualitatif untuk menjelaskan motivasi siswa terhadap metode pembelajaran yang digunakan. Penelitian ini diperkuat dengan adanya kelas kontrol dimana siswa menerima pembelajaran fisika menggunakan metode ceramah. Skemanya sebagai berikut:

Treatment group O X1 O

Kontrol group O X2 O

Keterangan : O : observasi

X1 : kelas dengan menggunakan metode Jigsaw II


(66)

Penelitian ini terdiri dari 4 tahap, yaitu (1) observasi (2) pengambilan data (3) analisis data (4) pembuatan laporan. Data yang diambil berupa kuesioner motivasi siswa, wawancara terkait motivasi dan nilai siswa sebelum dan sesudah diajarkan dengan metode Jigsaw II dan metode ceramah pada materi Suhu dan Kalor.

B. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Pangudi Luhur St. Louis IX Sedayu yang beralamat di Jl. Wates Km 12 Argosari Sedayu, Bantul ( 55752).

C. Subyek dan Obyek Penelitian 1. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X C dan X D SMA Pangudi Luhur St. Louis IX Sedayu masing berjumlah 36 siswa dan 38 siswa.

2. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah pengaruh penerapan model pembelajaran Kooperatif Learning dengan menggunakan metode Jigsaw tipe II dalam pembelajaran fisika pada materi Suhu dan Kalor.

D. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada 11 Desember 2015 – 11 April 2016. E. Treatment

Treatment adalah perlakuan peneliti kepada subyek yang akan diteliti agar nantinya didapatkan data yang diinginkan. Treatment yang digunakan dalam penelitian ini adalah treatment pada kelas eksperimen dengan metode Jigsaw II.


(67)

Dalam penelitian ini kelas yang diberi treatment ialah kelas X D. Langkah-langkah pembelajaran metode Jigsaw II adalah sebagai berikut :

1. Pertemuan pertama a. Kegiatan awal

1) Siswa diminta untuk mengisi kuesiner motivasi dan pre-test

2) Siswa mendengarkan informasi cara pengisian kuesioner dan pre-test b. Kegiatan inti

1) Siswa mengisi kuesioner motivasi awal pada lembar motivasi yang telah disediakan

2) Siswa mengerjakan pre-test c. Kegiatan akhir

1) Siswa dibagikan ke dalam kelompok heterogen dan tiap anggota diberi materi yang berbeda.

2. Pertemuan kedua a. Kegiatan awal

1) Siswa diminta duduk dalam kelompok heterogen 2) Membagi Lembar Kerja Siswa (LKS) dan handout. b. Kegiatan inti

1) Siswa berkumpul dalam kelompok homogen dan berdiskusi dengan materi yang sama.


(68)

c. Kegiatan akhir

1) Siswa diminta mempelajari materi yang dibahas pada pertemuan berikutnya.

3. Pertemuan ketiga – pertemuan kesebelas a. Kegiatan awal

1) Siswa berkumpul dalam kelompok heterogen b. Kegiatan inti

1) Siswa yang mendapat materi pada pertemuan ini mengajar dalam kelompok sesuai dengan topik yang didapat sedangkan siswa yang mendapat materi lain menanggapi.

2) Siswa mengerjakan latihan soal dalam bentuk kelompok. c. Kegiatan akhir

1) Siswa diminta mempelajari materi yang dilbahas pada pertemuan berikutnya.

4. Pertemuan keduabelas a. Kegiatan awal

1) Menginformasikan pada siswa bahwa mereka akan mengisi kuesioner motivasi akhir dan post-test.

b. Kegiatan inti

1) Siswa mengisi kuesioner secara individu pada lembar motivasi yang telah dibagikan.


(69)

c. Kegiatan akhir

1) Siswa mengumpulkan lembar kuesioner dan lembar post-test F. Pembelajaran pada Kelas Kontrol

Pembelajaran pada kelas kontrol menggunakan metode ceramah yang sudah umum digunakan oleh semua pengajar dalam menyampaikan materi ajar. Untuk memperlancar proses pembelajaran, maka dibuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Secara umum, kegiatan pembelajaran dengan metode ceramah meliputi kegiatan awal, yakni memberikan motivasi, apersepsi, dan orientasi untuk mengarahkan siswa lalu kegiatan inti berupa siswa mendengarkan penjelasan terkait materi Suhu dan Kalor, kemudian siswa diberi latihan soal yang akan diselesaikan bersama-sama. Proses pembelajaran diakhiri dengan membuat kesimpulan terhadap materi Suhu dan Kalor yang diajarkan. Dalam penelitian ini kelas yang diberi pembelajaran dengan metode ceramah ialah kelas X C.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian terdiri dari dua instrumen yaitu instrumen pembelajaran dan instrumen pengumpulan data. 1. Instrumen pembelajaran

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP terdiri atas : (1) Identitas, (2) Standar Kompetensi, (3) Kompetensi Dasar, (4) Indikator, (5) Tujuan Pembelajaran, (6) Materi


(70)

Pembelajaran, (7) Metode Pembelajaran, (8) Kegiatan Pembelajaran, dan (9) Sumber Pembelajaran.

b. Handout

Handout berisi materi yang akan dipelajari dan dibagikan kepada siswa untuk memperlancar proses pembelajaran.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data terdiri dari beberapa instrumen untuk mengukur motivasi dan prestasi siswa. Instrumen tersebut berupa kuisioner/angket, lembar pertanyaan wawancara dan tes tertulis pre-test dan post-test.

a. Kuesioner/angket motivasi belajar

Menurut Suparno (2010:61), kuesioner/angket adalah sejumlah pertanyaaan tertulis untuk memperoleh informasi dari responden yang ingin diketahui. Kuesioner digunakan untuk mengukur motivasi siswa sebelum dan sesudah mendapatkan treatment dengan metode Jigsaw II. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup, yakni kuesioner yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih. Kuesioner ini terdiri dari 20 item pertanyaan yang telah disediakan dengan 4 alternatif jawaban yang mana siswa harus memilih salah satu jawaban. Alternatif jawaban tersebut terdiri dari : SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju). Pernyataan tersebut mengandung 2 pernyataan yaitu pernyataan


(71)

positif dan pernyataan negatif. Pernyataan kuesioner motivasi dibuat berdasarkan indikator motivasi belajar seperti yang dijabarkan pada landasan teori. Kemudian, indikator tersebut diklasifikasi lagi dalam bentuk sub indikator. Butir-butir pertanyaan kuesioner sesuai dengan indikator dan sub indikator seperti pada tabel 3.1.

Tabel 3.1. Sub indikator motivasi siswa dalam belajar fisika

Aspek Indikator Sub indikator No.

Pernyataan Motivasi belajar Motivasi internal Hasrat dan keinginan Keinginan/harapan yang kuat berasal dari hati siswa untuk mengetahui konsep fisika

(1) (2) (11) (12)

Dorongan dan kebutuhan

Niat yang berpangkal dari diri siswa untuk memenuhi kebutuhan dalam meningkatkan hasil belajar terkait mata pelajaran fisika

(3) (4) (13) (14)

Harapan dan cita-cita

Kehendak dalam diri siswa untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan dengan optimal terkait pelajaran fisika

(5) (6) (15) (16)

Motivasi eksternal

Penghargaan Suatu hal yang diterima oleh siswa dari orang lain yang menjadikan orang tersebut semakin bangga, semangat dalam melakukan pekerjaan terkait fisika

(7) (8) (17) (18)

Kegiatan yang menarik

Suatu hal yang menjadikan seseorang bersemangat untuk memperoleh

pengetahuan guna memenuhi rasa ingin tahunya terkait mata pelajaran fisika

(9) (10) (19) (20)


(1)

263

kalau topik lain gampang aku kerjakan, tapi kalau

susah aku

selesaikan saat les S5 : Kalau gak ulangan gak kerja. Pas ulangan baru dikerjakan.


(2)

Lampiran 19

Pembagian Kelompok Kelas

Eksperimen

Kelompok Heterogen


(3)

265

Lampiran 19. Pembagian Kelompok Heterogen dan Homogen

Pembagian kelompok berdasarkan nilai pretest siswa

No Nilai Pretest Tingkatan No.urut

1 47 A 1

2 33 B 7

3 33 B 6

4 27 B 5

5 27 B 4

6 33 B 3

7 33 B 2

8 20 C 1

9 47 A 2

10 47 A 3

11 13 C 2

12 20 C 3

13 33 B 1

14 33 B 1

15 40 B 2

16 13 C 4

17 40 B 3

18 27 B 4

19 27 B 5

20 53 A 4

21 33 B 6

22 20 C 5

23 40 B 7

24 40 B 7

25 33 B 6

26 13 C 6

27 40 B 5

28 20 C 7

29 40 B 4

30 47 A 5

31 53 A 6

32 47 A 7

33 33 B 3

34 40 B 2

35 27 B 1

36 13 C 1

37 53 A 3

38 40 B 2

Keterangan: A = 41 - 60 B = 21 - 40 C = 1- 20


(4)

Pembagian kelompok dan materi belajar kelas X D

Kelompok No. Absen Materi

1 1. 1

2. 8 3. 13 4. 14 5. 35 6. 36 1. A 2. C 3. B 4. F 5. E 6. D

2 1. 7

2. 9 3. 11 4. 15 5. 34 6. 38 1. A 2. B 3. C 4. E 5. F 6. D

3 1. 6

2. 10 3. 12 4. 17 5. 33 6. 37 1. D 2. C 3. E 4. A 5. F 6. B

4 1. 5

2. 16 3. 18 4. 20 5. 29 1. A 2. F 3. B 4. C dan D 5. E

5 1. 4

2. 19 3. 22 4. 27 5. 30

1. C dan D 2. B 3. A 4. F 5. E

6 1. 3

2. 21 3. 25 4. 26 5. 31

1. C dan D 2. A 3. E 4. B 5. F

7 1. 2

2. 23 3. 24 4. 28 5. 32 1. E 2. F 3. C dan D 4. A 5. B

A = SUHU DAN TERMOMETER B = PEMUAIAN

C = KALOR D = PERUBAHAN WUJUD


(5)

267

Lampiran 20

Foto Pelaksanaan Pembelajaran

Kelas Eksperimen


(6)

Lampiran 20. Foto Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen

Gambar 1. Siswa Mengerjakan Pre-test

Gambar 2. Siswa Berdiskusi dalam Kelompok


Dokumen yang terkait

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DENGAN INTEGRASI KARAKTER TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER DAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X SEMESTER II PADA MATERI POKOK SUHU DAN KALOR DI SMA PERSIAPAN STABAT T.P. 2011/2012.

0 1 11

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dalam meningkatkan minat dan hasil belajar siswa kelas X 3 SMA Pangudi Luhur pada materi Protista.

1 2 245

Peningkatan Minat dan Prestasi Belajar Sejarah Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation Pada Siswa Kelas XA SMA Pangudi Luhur Sedayu.

0 0 144

Penerapan model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Head Together pada materi archaebacteria dan eubacteria dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas X-2 SMA Pangudi Luhur Yogyakarta.

1 7 170

Peningkatan minat belajar dan prestasi belajar IPS siswa kelas V SD Pangudi Luhur Sedayu melalui penerapan model kooperatif teknik Jigsaw II.

0 2 343

Penerapan pembelajaran kooperatif metode jigsaw pada materi perubahan dan pencemaran lingkungan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas XC SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 2011/2012.

0 0 224

Peningkatan pemahaman materi pengukuran dengan metode pembelajaran jigsaw II pada siswa kelas X SMA Pangudi Luhur Yogyakarta.

0 1 193

Penerapan model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Head Together pada materi archaebacteria dan eubacteria dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas X 2 SMA Pangudi Luhur Yogyakarta

0 1 168

Materi Fisika SMA Kelas X suhu dan kalor

0 34 14

Penerapan pembelajaran kooperatif metode jigsaw pada materi perubahan dan pencemaran lingkungan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas XC SMA Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 2011/2012 - USD Repository

0 0 222