EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) DAN JIGSAW PADA PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA SMP DI KABUPATEN BLORA

(1)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) DAN JIGSAW

PADA PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU

DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA SMP

DI KABUPATEN BLORA

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh: SRI PERTIWI

S.850809218

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user

ii

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) DAN JIGSAW

PADA PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU

DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA SMP

DI KABUPATEN BLORA

Disusun oleh: SRI PERTIWI

S 850809218

Telah Disetujui Tim Pembimbing

Nama Tanda Tangan Tanggal

1. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. 1. ……… ………… NIP. 19530915 197903 1 003

2. Drs. Suyono, M.Si. 2. ……… ………… NIP. 19500301 197603 1 002

Mengetahui:

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana

Dr. Mardiyana, M.Si NIP. 19660225 199302 1 002


(3)

commit to user

iii

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) DAN JIGSAW

PADA PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU

DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA SMP

DI KABUPATEN BLORA

Disusun oleh: SRI PERTIWI

S 850809218

Telah Disetujui dan Disahkan oleh Tim Penguji Pada Tanggal: ... Maret 2011

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua : Dr. Mardiyana, M.Si. ... NIP. 19660225 199302 1002

Sekretaris : Dr. Riyadi, M.Si. ... NIP. 19670116 199402 1001

Anggota Penguji :

1. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. ... NIP. 19530915 197903 1 003

2. Drs. Suyono, M.Si. ... NIP. 19500301 197603 1 002

Surakarta, ... Maret 2011 Mengetahui

Direktur PPs UNS Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D Dr. Mardiyana, M.Si


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama : SRI PERTIWI

NIM : S850809218

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM GAMES TOURNAMENT

(TGT) DAN JIGSAW PADA PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA SMP DI KABUPATEN BLORA adalah betul–betul karya saya sendiri.

Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sangsi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Maret 2011 Yang membuat pernyataan


(5)

commit to user

v MOTTO

1. Jika suatu pekerjaan dapat dikerjakan pada hari ini, janganlah ditunda hingga hari esok.

2. Kehilangan yang paling besar adalah kehilangan keyakinan terhadap diri sendiri.


(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Tesis ini kupersembahkan kepada:

1. Bapak Suwarno, Suamiku yang tercinta. 2. Ibu Sunarmi, Orang tuaku yang kuhormati. 3. Ibu Simah, Mertuaku yang kuhormati. 4. Bapak Parto, Mertuaku yang kuhormati.

5. Tutut Putri Gatot Suwarno, Mokti Wijaya Nagara dan Gradieni Sigmawarni Pertiwi, anak–anakku yang ku sayangi.

6. Rekan-rekanku Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana UNS.

7. Rekan–rekan guru Matematika SMP se Kabupaten Blora khususnya guru Matematika SMP 2 Blora, SMP 3 Cepu dan SMP 1 Jiken.

8. Almamater.


(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan karunianya kepada kita bersama dan khususnya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini dengan sebaik-baiknya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini telah banyak melibatkan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan yang setinggi–tingginya dan terima kasih yang sebesar–besarnya kepada:

1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian dan kesempatan belajar yang seluas–luasnya untuk menyelesaikan tesis ini.

2. Dr. Mardiyana, M.Si Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc Pembimbing I dalam penyusunan tesis ini yang telah memberikan petunjuk bimbingan dan dorongan sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan.

4. Drs. Suyono, M.Si Pembimbing II dalam penyusunan tesis ini yang telah memberikan petunjuk bimbingan dan dorongan sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan.

5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah banyak memberikan bekal ilmu pengetahuan sehingga mempermudah penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

6. Bupati Kabupaten Blora yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk menempuh pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Blora yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk menempuh pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.


(8)

commit to user

viii

8. Kepala SMP 2 Blora yang telah memberikan ijin penelitian dan berbagai kemudahan sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan.

9. Kepala SMP 3 Cepu yang telah memberikan ijin penelitian dan berbagai kemudahan sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan.

10.Kepala SMP 1 Jiken yang telah memberikan ijin penelitian dan berbagai kemudahan sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan.

11. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu terselesainya Tesis ini.

Semoga bimbingan, dorongan dan bantuan yang telah diberikan dinilai sebagai suatu amal kebaikan dan mendapat pahala dari Allah Subhanahu Wata’ala.

Surakarta, Maret 2011 Penulis


(9)

commit to user

ix

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PENGESAHAN PEMBIMBING ...ii

PENGESAHAN TESIS ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ...vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ...xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... xvi

ABSTRACT ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pemilihan Masalah ... 5

D. Pembatasan Masalah ... 6

E. Perumusan Masalah ... 8

F. Tujuan Penelitian ... 9

G. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 11

A. Kajian Teori ... 11

1. Pengertian Belajar ... 11

2. Model Pembelajaran Kooperatif ... 15

3. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 21

4. Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) .. 24


(10)

commit to user

x

6. Prestasi Belajar Matematika ... 31

7. Motivasi Belajar Matematika ... 34

8. Hasil Penelitian yang Relevan ... 37

B. Kerangka Berpikir ... 40

C. Hipotesis Penelitian ... 43

BAB III METODE PENELITIAN ... 45

A. Jenis Penelitian ... 45

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 45

C. Rancangan Penelitian ... 46

D. Populasi dan Sampel ... 47

1. Populasi ... 47

2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 47

E. Variabel Penelitian ... 48

1. Variabel Bebas ... 48

2. Variabel Terikat ... 50

F. Teknik Pengumpulan Data ... 51

1. Metode Dokumentasi ... 51

2. Metode Tes ... 52

3. Metode Angket ... 52

G. Instrumen Penelitian ... 53

H. Teknik Analisis Data ... 60

1. Uji Prasarat ... 60

2. Uji Keseimbangan ... 62

3. Uji Hipotesis ... 64

4. Uji Komparasi Ganda ... 69

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 71

A. Data Hasil Uji Coba Instrumen ... 71

1. Soal Tes Prestasi Belajar ... 71

2. Soal Angket Motivasi Belajar ... 73

B. Penyajian Data Hasil Penelitian ... 74


(11)

commit to user

xi

2. Skor Angket Motivasi Belajar Siswa ... 75

C. Hasil Analisis Data ... 76

1. Kemampuan Awal ... 76

2. Analisis Variansi ... 78

3.Uji Anava ... 80

4. Uji Komparasi Ganda ... 82

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 83

E. Keterbatasan Penelitian ... 91

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 92

A. Kesimpulan ... 92

B. Implikasi ... 93

C. Saran ... 94


(12)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1 Fase Pembelajaran Kooperatif ... 20

Tabel 2.2 Penentuan skor Tim berdasarkan skor rata-rata kelompok ... 30

Tabel 2.3 Perbedaan Model Pembelajaran TGT dengan Jigsaw ... 30

Tabel 3.1 Waktu Penelitian ... 46

Tabel 3.2 Desain faktorial Penelitian ... 46

Tabel 3.4 Kriteria penilaian Angket ... 53

Tabel 3.5 Rangkuman Analisis Variansi Dua jalan ... 69

Tabel 4.1 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika ... 75

Tabel 4.2 Hasil Pengelompokan Motivasi Belajar Siswa ... 76

Tabel 4.3 Deskripsi Data Prestasi Kemampuan Siswa ... 77

Tabel 4.4 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal ... 77

Tabel 4.5 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Kemampuan Awal ... 78

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Prestasi Belajar ... 79

Tabel 4.7 Uji Homogenitas pada Masing-masing Kelompok ... 80

Tabel 4.8 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan ... 81

Tabel 4.9 Rataan masing-masing sel dari data hasil penelitian ... 82


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman Gambar 2.1 Ilustrasi Hubungan antara Tim Heterogen dan Meja Homogen ... 26


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data nilai rata-rata UNAS matematika SMP Kabupaten Blora tahun 2010 .... 100

2. Silabus ... 103

3. RPP Teorema Pythagoras ... 107

4. LKS dan Materi Teorema Pythagoras ... 189

5. Kartu soal ... 207

6. Lembar Ahli ... 213

7. Data Nilai Prestasi Belajar Matematika Kemampuan awal ... 222

8. Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Prestasi Belajar Matematika ... 228

9. Uji Homogenitas Data Kemampuan Awal Prestasi Belajar Matematika ... 238

10.Uji Keseimbangan Data Kemampuan Awal Prestasi Belajar Matematika ... 241

11.Validitas Butir Soal Test Prestasi Belajar Matematika Uji Coba ... 244

12.Kisi-kisi Test Prestasi Belajar Matematika Uji Coba ... 246

13.Instrument Test Prestasi Belajar Matematika Uji Coba ... 248

14.Data Siswa Uji Coba, kelompok eksperimen 1 dan 2 ... 257

15.Analisis DP dan TK Soal Test Prestasi Belajar Matematika Uji Coba ... 264

16.Analisis Reliabilitas Test Prestasi Belajar Matematika Uji Coba ... 266

17.Validitas Angket Motivasi Belajar Uji Coba ... 268

18.Kisi-kisi Angket Motivasi Belajar Matematika Uji Coba ... 270

19.Instrument Angket Motivasi Belajar Uji Coba ... 271

20.Uji Reliabilitas dan Konsistensi Angket Motivasi Belajar ... 283

21.Kisi-kisi Test Prestasi Belajar Matematika ... 287

22.Instrument Test Prestasi Belajar Matematika ... 289

23.Kisi-kisi Angket Motivasi Prestasi Belajar matematika ... 296

24.Instrument Angket Motivasi Prestasi Belajar matematika ... 297

25.Data Prestasi Belajar Matematika ditinjau dari Berbagai Kategori Motivasi Belajar Eksperimen 1 ... 307

26.Data Prestasi Belajar Matematika ditinjau dari Berbagai Kategori Motivasi Belajar Kelompok Eksperimen 2 ... 310


(15)

commit to user

xv

27.Data Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Berbagai Kategori Motivasi

Belajar ... 313

28.Komputasi Statistik Diskriptif Data Prestasi Belajar Matematika ... 330

29.Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Matematika Kelas Eksperimen Dengan TGT ... 333

30.Uji Normalitas Prestasi Belajar Matematika Kelas Eksperuimen Dengan JIGSAW ... 337

31.Uji Normalitas Prestasi Belajar Matematika Kategori Motivasi Berprestasi Rendah ... 341

32.Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Matematika Kategori Motivasi Berprestasi Sedang ... 344

33.Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Matematika Kategori Motivasi Berprestasi Tinggi ... 348

34.Uji Homogenitas Prestasi Belajar Matematika Kelas Eksperimen Dengan TGT Dan Jigsaw ... 352

35.Uji Homogenitas Prestasi Belajar Matematika untuk Motivasi Berprestasi Tinggi, Sedang dan Rendah ... 355

36.Uji Anava ... 358

37.Uji komparasi lanjutan ... 362

38.Surat Keterangan Penelitian ... 365


(16)

commit to user

xvi ABSTRAK

Sri Pertiwi, S850809218. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) dan Jigsaw pada Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa SMP Di Kabupaten Blora. Tesis. Komisi Pembimbing I: Prof. Dr. Budiyono, M.Sc dan Pembimbing II: Drs. Suyono, M.Si. Surakarta: Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Manakah yang memberikan prestasi belajar matematika siswa yang lebih baik antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. (2) Manakah yang memberikan prestasi belajar matematika siswa yang lebih baik antara siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dengan siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang dan rendah? Manakah yang memberikan prestasi belajar matematika siswa yang lebih baik antara siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang dengan siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah. (3) Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi, sedang dan rendah. Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe

Team Games Tournament (TGT) pada siswa yang mempunyai motivasi belajar

tinggi lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang dan rendah, siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah. Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang dan rendah, siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang lebih baik prestasinya daripada siswa yang mempunyai

motivasi belajar rendah.

Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu dengan desain faktorial 2×3. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan Desember 2010 dengan populasi siswa kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten Blora. Sampel penelitian ini diperoleh dengan gabungan Stratified Random

Sampling dan Cluster Random Sampling. Banyak anggota sampel untuk

kelompok eksperimen 1 (penyajian materi menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT) sebanyak 83 siswa, sedangkan banyak anggota sampel untuk kelompok eksperimen 2 (penyajian materi dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw) sebanyak 84 siswa.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi, angket motivasi belajar siswa, dan tes hasil belajar matematika berupa tes pilihan ganda. Analisis instrumen tes menggunakan validitas isi oleh expert judgment dan reliabilitas tes menggunakan uji KR–20, sedangkan analisis butir tes dengan uji daya pembeda dan tingkat kesukaran. Analisis instrumen angket menggunakan validitas isi oleh expert judgment dan reliabilitas angket menggunakan Cronbach Alpha, sedangkan analisis butir angket menggunakan uji konsistensi internal.


(17)

commit to user

xvii

Analisis data dengan analisis variansi dua jalan sel tak sama dan dilanjutkan uji komparasi ganda dengan metode Scheffe. Sebelum data dianalisis dengan uji anava terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis, yaitu uji normalitas dengan metode Lilliefors dan uji homogenitas dengan menggunakan

uji Bartlett.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah: (1) Prestasi belajar matematika siswa dengan menggunakan model kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) sama dengan prestasi belajar matematika siswa dengan menggunakan model kooperatif tipe Jigsaw (2) Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi lebih baik daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang dan rendah. Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang lebih baik daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah (3) Tidak terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) dan Jigsaw serta motivasi belajar matematika siswa. Diperoleh sebagai berikut: Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) menghasilkan prestasi belajar matematika yang sama dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi, sedang dan rendah; Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) pada siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang dan rendah, siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang dan rendah, siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah.


(18)

commit to user

xviii ABSTRACT

Sri Pertiwi, S850809218. The effectiveness of Cooperative Learning Model by Team Games Tournament (TGT) and Jigsaw Type in the Student Learning Mathematics Achievement of Learning Motivation Junior High School Students Blora Regency. Thesis. Principal Advisor: Prof. Dr. Budiyono, M.Sc., And Co-advisor: Drs. Suyono, M.Si. Surakarta: Mathematics Education Study Program Postgraduate Program of Sebelas Maret University in Surakarta, 2011.

The aims of this research are to know: (1) Which gives the student learning achievement is better than mathematics cooperative learning model Team Games Tournament (TGT) type or Jigsaw type. (2) Which gives the student learning achievement is better than who have high of learning motivation or who have middle and low of learning motivation. Which gives the student learning achievement is better than who have high of learning motivation or who have middle and low of learning motivation. (3) Is better than using of mathematics cooperative learning model Team Games Tournament (TGT) type or Jigsaw type to give the student learning achievement for student have high, middle and low of learning motivation. Is better than using of mathematics cooperative learning model by Team Games Tournament (TGT) type to give the student learning achievement for student have high or middle and low of learning motivation, students have middle of learning motivation who are their the student learning achievement is better than low of learning motivation. Is better than using of mathematics cooperative learning model by Jigsaw type to give the student learning achievement for student have high or middle and low of learning motivation, students have middle of learning motivation who are their the student learning achievement is better than low of learning motivation.

This research is a quasi experiment with 2×3 factorial design. The research was conducted in June 2010 to December 2010 with a population of state junior high school students grade VIII in Blora. This sample obtained by the combination of Stratified Random Sampling and Cluster Random Sampling. The number of respondent in this research was 83 students as the first experimental group (using cooperative learning method by TGT). Meanwhile, the number of Respondent in this research was 84 students as the second experimental group (using cooperative learning method by jigsaw).

Collecting data is done with students' learning motivation questionnaire, review school documents and math achievement test. Instrument analysis test used is content validity test by expert’s judgment and reliability test used is KR-20; while analysis of test points used is differential force and difficult level test. Instrument analysis of questioner used content validity by expert’s judgment and reliability of questioner used Cronbach Alpha; while analysis of questioner points used internal consistency.

Data analysis technique used in this research is two ways variant analysis (ANAVA) with not same cell and then double compression test with method of Scheffe. Before data analyzed by ANAVA test, prerequisite test is performed


(19)

commit to user

xix

previously, they are normality test with Lilliefors method and homogeneity test

with using Bartlett test.

The conclusion of this research are: (1) Mathematics learning achievement of the student whose cooperative learning model of TGT type is the same as the using of cooperative learning method of Jigsaw type. (2) Mathematics learning achievement of the student whose high motivation is better than mathematics learning achievement of student whose is middle and low motivation. Mathematics learning achievement of the students whose middle learning of motivation is better than mathematics learning achievement with low learning of motivation. (3) No interaction between using cooperative learning model TGT and Jigsaw type also the learning motivation. Got the following: Using cooperative learning model TGT type gives mathematics learning achievement is same as the using of cooperative learning model Jigsaw type for student who has high, middle and low learning of motivation; Using cooperative learning model TGT type gives mathematics learning achievement of the students who has high learning of motivation is better than the student who has middle and low learning of motivation, the student who has middle learning of motivation is better than the student who has low learning of motivation; Using cooperative learning model jigsaw type gives mathematics learning achievement of the students who has high learning of motivation is better than the student who has middle and low learning of motivation, the student who has middle learning of motivation is better than the student who has low learning of motivation.

Keyword: TGT, Jigsaw, Mathematics Learning Achievement, and student learning of motivation.


(20)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurang berhasilnya guru dalam pembelajaran dengan metode diskusi. Pelaksanaan diskusi kelompok yang sering dilakukan, justru kurang diminati siswa. Siswa pandai cenderung mendominasi kelompok belajarnya karena merasa dirinya lebih dari temannya dan tidak mempercayai teman sekelompoknya. Mereka dapat pula bersikap sebaliknya, pasif dan apatis sebagai akibat merasa dirugikan dalam diskusi kelompok karena mereka akan bekerja keras untuk kelompoknya sementara siswa yang kurang pandai akan ikut memperoleh hasil kerja kerasnya. Jika dilihat dari siswa yang kurang pandai, mereka cenderung merasa tersisihkan, rendah diri, dan pasif, karena seringkali pendapat-pendapat mereka kurang mendapat respon dari siswa-siswa yang lebih pandai. Untuk mengatasi masalah ini perlu adanya model pembelajaran kooperatif yang tepat dengan sistem penilaian mengacu pada kinerja kelompok dan kinerja individu dalam kontribusinya terhadap kinerja kelompok. Perlu pula pemberian keleluasaan interaksi antara pendidik dengan siswa maupun siswa dengan siswa selama proses belajar mengajar. Interaksi berdampak positif dapat memberi motivasi dan mutualitas kepada siswa untuk mengikuti proses belajar.


(21)

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada pendidikan formal. Matematika mempunyai peranan yang sangat penting untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, karena matematika merupakan akar dari semua ilmu. Akan tetapi pada kenyataannya di lapangan menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika siswa masih sangat rendah dibandingkan dengan prestasi mata pelajaran lain. Sudah banyak usaha yang dilakukan pemerintah kabupaten Blora dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan khususnya mata pelajaran matematika. Namun belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Rendahnya hasil pendidikan matematika dengan ditunjukkan adanya kenyataan, sebagai berikut:

1. Prestasi siswa SMP negeri se-kabupaten Blora untuk mata pelajaran matematika dalam UN tahun 2009 dan 2010 menempati urutan 3 di bawah mata pelajaran Bahasa Indonesia dan IPA.

2. Nilai UN mata pelajaran matematika SMP dua tahun terakhir mengalami penurunan, hal ini ditunjukkan pada 2009 nilai rata-rata matematika kurang dari 6,00 nilai terendah 3,25 dan nilai tertinggi 10,00 sedangkan tahun 2010 nilai rata-rata matematika kurang dari 6,00 nilai terendah 2,50 dan nilai tertinggi 10,00 ( Sumber Diknas Kabupaten Blora ).

3. Siswa yang tidak lulus pada Ujian Nasional (UN) khususnya kabupaten Blora 2 tahun terakhir ini mengalami kenaikan yang signifikan yaitu pada tahun 2009 adalah 7,2% terdapat mata pelajaran matematika yang belum tercapai batas minimal kelulusan paling banyak dibandingkan dua mata pelajaran yang lainnya yaitu Bahasa Indonesia dan IPA, pada tahun 2010 adalah 11,48%,


(22)

commit to user

terdapat mata pelajaran matematika yang belum tercapai batas minimal kelulusan paling banyak dibandingkan tiga mata pelajaran yang lainnya yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan IPA (Sumber Diknas Kabupaten Blora).

Hal tersebut di atas antara lain disebabkan karena guru dalam proses belajar mengajar yang selama ini yang dilakukan adalah dengan membiarkan siswa belajar secara pasif, mereka hanya dibiarkan menerima materi pelajaran tanpa diperhatikan daya kreatifnya. Konsekuensinya adalah siswa lebih dituntut untuk belajar hafalan, sehingga informasi bahan pelajaran yang sampai ke memori siswa tidak mampu bertahan lama atau mudah terlupakan. Ini akan menimbulkan dampak buruk pada siswa, mereka tidak bisa atau sulit menerapkan beberapa konsep dan rumus untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Salah satu langkah yang dapat ditempuh untuk memecahkan persoalan tersebut adalah dengan mengubah cara belajar siswa dengan memberikan suasana belajar yang baru yaitu menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) dan Jigsaw. Hal ini dilakukan dengan harapan dapat mengurangi kejenuhan belajar pada siswa. Pembelajaran lebih menekankan pada pendekatan kontekstual, yang mana matematika bersifat abstrak itu dapat disajikan dalam bentuk kontekstual, sehingga siswa dapat memahami konsep dengan mudah dan menyenangkan. Yang perlu diperhatikan di sini bahwa siswa diberi keleluasaan dalam belajar dalam arti siswa bisa menempatkan posisi belajar sesuai yang mereka inginkan tanpa ada penekanan dari guru. Diciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan.


(23)

Motivasi merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan siswa dalam belajar. Motivasi belajar merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah keterampilan, pengalaman, motivasi juga mendorong dan mengarah minat belajar untuk tercapainya tujuan. Bagi siswa yang mempunyai motivasi tinggi akan bersungguh-sungguh dalam belajar sehingga akan dapat meningkatkan prestasi belajar.

B. Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka permasalahan yang ingin dipecahkan melalui penelitian ini adalah:

1. Masih rendahnya prestasi belajar matematika siswa, ada kemungkinan disebabkan pola belajar mengajar yang selama ini dilakukan pendidik adalah cara belajar siswa rutinitas, yang tidak ada kreativitasnya sehingga proses pembelajaran cenderung membosankan. Terkait dengan hal ini muncul permasalahan yang menarik untuk diteliti, yaitu mengenai pengaruh pola belajar mengajar terhadap prestasi belajar matematika.

2. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar siswa dikarenakan kurang optimalnya usaha yang dilakukan siswa untuk belajar matematika. Terkait dengan hal ini muncul permasalahan yang menarik untuk diteliti, yaitu mengenai pengaruh besarnya usaha yang dilakukan siswa untuk belajar matematika terhadap prestasi belajar matematika.

3. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika pada siswa mungkin karena siswa mempunyai motivasi yang rendah dalam belajar sehingga perlu


(24)

commit to user

dilakukan penelitian, apakah tinggi rendahnya motivasi belajar akan berpengaruh terhadap prestasi belajar belajar matematika.

4. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa disebabkan oleh kurang efektifnya penggunaan model pembelajaran. Terkait dengan masalah tersebut dapat dilakukan penelitian yang berkaitan dengan efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) dan Jigsaw pada prestasi belajar siswa.

5. Rendahnya hasil belajar matematika mungkin karena sarana dan prasarana yang kurang. Terkait dengan masalah tersebut dapat dilakukan penelitian yang berkaitan dengan pengaruh sarana dan prasarana belajar  terhadap prestasi belajar matematika.

C.Pemilihan Masalah

Karena keterbatasan peneliti, tidaklah mungkin untuk melakukan penelitian dengan banyak masalah dalam waktu yang sama. Berdasarkan identifikasi masalah peneliti akan melakukan penelitian dengan masalah sebagai berikut:

1. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika pada siswa mungkin karena siswa mempunyai motivasi yang rendah dalam belajar sehingga perlu dilakukan penelitian, apakah tinggi rendahnya motivasi belajar akan berpengaruh terhadap prestasi belajar belajar matematika.

2. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa disebabkan oleh kurang efektifnya penggunaan model pembelajaran. Terkait dengan


(25)

masalah tersebut perlu dilakukan penelitian yang berkaitan dengan efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) dan Jigsaw pada prestasi belajar siswa.

D. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, agar permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari apa yang menjadi tujuan dilaksanaknnya penelitian, maka peneliti perlu memberikan batasan-batasan permasalahan sebagai berikut:

1. Siswa yang diteliti adalah siswa-siswa SMP Negeri kelas VIII di Kabupaten Blora tahun pelajaran 2010/2011.

2. Materi pembelajaran matematika yang diteliti difokuskan pada pembelajaran matematika pada standar kompetensi tentang menggunakan teorema Pythagoras dalam pemecahan masalah. Materi ini dipilih untuk penelitian karena waktu penelitian disesuaikan dengan program semester yang telah peneliti susun yang bertepatan dengan materi tersebut, dan materi ini menarik karena selain mengandung beberapa konsep yang dapat diterapkan ke materi lain atau dalam pemecahan masalah tetapi juga memerlukan daya kreativitas untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan teorema Pythagoras, misalkan diterapkan pada permasalahan garis singgung antara dua lingkaran, hubungan apotema dan tali busur lingkaran, dan sebagainya.

3. Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar matematika dibatasi pada faktor motivasi belajar siswa.


(26)

commit to user

4. Model pembelajaran kooperatif yang diterapkan pada penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) dan Jigsaw. Model ini dipilih dengan asumsi bahwa:

a. Pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) mempunyai karakteristik yaitu pelaksanaannya melalui suatu turnamen dan langkah-langkahnya mudah sehingga menarik untuk diterapkan dalam pembelajaran. Siswa bergerak dalam sebuah kegiatan kompetitif, mereka berdiskusi dan berpikir secara kelompok. Siswa berpeluang untuk meraih kemenangan dalam kompetitif secara positif, sehingga mereka termotivasi untuk belajar matematika.

b. Model pembelajaran kooperatif jigsaw mempunyai karakteristik yaitu siswa dikelompokkan kedalam kelompok belajar yang heterogen. Materi pembelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari bagian tertentu yang berbeda dengan anggota lainnya dari kelompok itu mengenali latihan yang diberikan itu. Para siswa bertemu dengan anggota–anggota dari kelompok lain yang mempelajari topik yang sama untuk saling bertukar pendapat dan informasi. Setelah itu mereka kembali ke kelompoknya semula untuk mempresentasikan hasil diskusinya pada teman–teman di kelompoknya. siswa aktif dan saling bekerja sama dalam mempelajari suatu materi pelajaran sehingga siswa mudah untuk mengingat materi tersebut.

5. Prestasi belajar matematika dibatasi pada prestasi belajar matematika pada materi teorema Pythagoras Kelas VIII SMP semester satu.


(27)

E. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, pemilihan masalah dan pembatasan masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Manakah yang memberikan prestasi belajar matematika siswa yang lebih baik antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw?

2. Manakah yang memberikan prestasi belajar matematika siswa yang lebih baik antara siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dengan siswa mempunyai motivasi belajar sedang dan rendah? Manakah yang memberikan prestasi belajar matematika siswa yang lebih baik antara siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang dengan siswa yang motivasi belajar rendah?

3. a. Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi, sedang dan rendah?

b. Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) pada siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang dan rendah, siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang lebih baik prestasinya daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah?


(28)

commit to user

c. Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang dan rendah, siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang lebih baik prestasinya daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah?

F. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Manakah yang memberikan prestasi belajar matematika siswa yang lebih baik antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

2. Manakah yang memberikan prestasi belajar matematika siswa yang lebih baik antara siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dengan siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang dan rendah? Manakah yang memberikan prestasi belajar matematika siswa yang lebih baik antara siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang dengan siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah.

3. a. Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi, sedang dan rendah.

b. Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) pada siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi


(29)

lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang dan rendah, siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah.

c. Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang dan rendah, siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang lebih baik prestasinya daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah.

G. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian adalah: 

1. Memberikan informasi kepada guru matematika tentang model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) dan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam meningkatkan prestasi belajar matematika.

2. Memberi contoh dan acuan bagi guru lain untuk mencoba model ini atau termotivasi untuk mencoba menciptakan model pembelajaran yang baru.  

3. Sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian pendidikan matematika selanjutnya.


(30)

commit to user

 

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Pengertian Belajar

Menurut Abdul Hadis (2008:60) bahwa perubahan perilaku yang diperoleh peserta melalui aktivitas belajar sebagai hasil dari interaksi pesera didik dengan lingkungan pendidikan dan dengan guru disebut belajar. Pengertian belajar secara psikologis, juga dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan dalam perilaku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Menurut Agus Suprijono (2010:39) bahwa kontruktivisme beraksentuasi belajar sebagai proses operatif, bukan figuratif. Belajar operatif adalah belajar memperoleh dan menemukan struktur pemikiran yang lebih umum yang dapat digunakan pada bermacam-macam situasi. Belajar figuratif adalah belajar memperoleh pengetahuan dan penambahan pengetahuan. Kontruktivisme menekankan pada belajar autentik bukan artifisial. Belajar autentik adalah proses interaksi seseorang dengan objek yang dipelajari secara nyata. Kontruktivisme juga memberikan kerangka pemikiran belajar sebagai proses sosial atau belajar kolaboratif dan kooperatif. Pembelajaran kontruktivisme menekankan pentingnya lingkungan sosial dalam belajar


(31)

commit to user

 

dengan menyatakan bahwa integrasi kemampuan dalam belajar kolaboratif dan kooperatif akan dapat meningkatkan pengubahan secara konseptual.

Menurut Depdiknas (2005:3) pada teori Piaget, Piaget menjelaskan bahwa manusia tumbuh, beradaptasi, dan berubah melalui perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan sosio-emosional, dan perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif sebagian besar tergantung kepada seberapa jauh anak memanipulasi dan aktif dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada tiga aspek perkembangan intelektual yaitu:

a. Struktur atau skemata merupakan organisasi mental tingkat tinggi yang terbentuk pada individu waktu ia berinteraksi dengan lingkungannya.

b. Isi merupakan pola perilaku khas anak yang tercermin pada responnya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapi.

c. Fungsi adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan-kemajuan intelektual. Fungsi itu sendiri terdiri dari organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan organisme kemampuan untuk meng-organisasi proses-proses pisik atau proses-proses psikologi menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan. Semua organisme lahir dengan kecenderungan untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungan mereka. Cara beradaptasi ini berbeda antara organisme yang satu dengan organisme yang lain. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam proses asimilasi seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menanggapi masalah yang


(32)

commit to user

 

dihadapi dalam lingkungannya. Sedangkan dalam proses akomodasi seseorang memerlukan modifikasi struktur mental yang ada dalam mengadakan respon terhadap tantangan lingkungannya.

Bagi guru matematika, teori Piaget jelas sangat relevan, karena dengan menggunakan teori itu akan bisa mengetahui adanya tahap-tahap perkembangan tertentu pada kemampuan berpikir anak-anak di kelas atau di sekolahnya. Guru bisa memberikan perlakuan yang tepat bagi para siswanya, misalnya dalam memilih cara penyampaian materi bagi siswa, penyediaan alat-alat peraga, dan sebagainya, sesuai dengan tahap perkembangan kemampuan berpikir yang dimiliki oleh siswa masing-masing.

Menurut Agus Suprijono (2010:163) bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik penguatan (motivasi) yang dilandasi tujuan tertentu. Seseorang dikatakan belajar matematika jika pada diri orang tersebut terjadi perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan matematika, misalnya dari tidak tahu matematika menjadi tahu tentang matematika dan mampu menerapkan dalam diri kehidupan sehari-hari.

Sebagaimana dikemukakan oleh Pape (2004:52) bahwa: Mathematics educators have been called to teach mathematics through problem solving (National Council of Teachers of Mathematics [NCTM], 1989, 2000). As stated in Priciples and Standards for School Mathematics (NCTM, 2000): “Solving problems is not only a goal of learning mathematics but also a major means of doing so ... By learning problem solving in mathematics, student should acquire ways of thinking, habits of persistence and curiosity, and confidence in unfamiliar situations ...”.


(33)

commit to user

 

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa guru matematika hendaknya menerapkan model pemecahan masalah, seperti yang telah ada dalam prinsip dan standar matematika di sekolah. Pemecahan masalah bukan hanya untuk metode dalam pembelajaran matematika tetapi juga sebagai cara dan tindakan sehingga dengan belajar pemecahan masalah pada matematika maka siswa dapat memperoleh cara berpikir, kebiasaan, ketekunan, rasa ingin tahu dan percaya diri dalam situasi yang baru.

Menurut Ngalim Purwanto (2010:84) bahwa adanya beberapa elemen yang penting yang mencirikan pengertian tentang belajar, yaitu:

a. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.

b. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman.

c. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap, harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang.

d. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/berpikir, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses seseorang memperoleh pengetahuan, menemukan struktur


(34)

commit to user

 

pemikiran secara umum dan interaksi dengan objek yang dipelajari secara nyata dengan menekankan pentingnya lingkungan sosial dalam belajar.

2. Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Depdiknas (2005:3) model merupakan suatu konsepsi untuk mengajar suatu materi dalam mencapai tujuan tertentu. Dalam model mencakup strategi, pendekatan, metode maupun teknik.

Menurut Agus Suprijono (2010:46) model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Menurut Maull and Berry (2001:78) bahwa: Developing modelling skill should be an important part of an undergraduate degree programme but it often over looked as course concentrate on teaching mathematical knowledge and skill and introducing standar models. The modelling process is often characterised as a cyclic process in which one start with a”real problem set in words”

Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan model bisa menjadi bagian penting pada program yang disetujui tetapi itu sering keliru seperti program di sekolah pada pengetahuan dan kemampuan pengajaran matematika. Proses model adalah sering dikhususkan seperti proses pada permasalahan nyata.

Menurut Depdiknas (2005:14) bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama di antara siswa


(35)

commit to user

 

untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yaitu:

a. Meningkatkan hasil akademik yang mana siswa yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang mampu.

b. Memberi peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar, perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial.

c. Mengembangkan keterampilan sosial siswa antara lain: berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.

Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri:

a. Bertujuan menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif untuk mempelajari materi dan menyelesaikan masalah pada materi yang dibahas.

b. Kelompok dibentuk dari siswa-siswa dengan memperhatikan tingkat kemampuan yang dimiliki siswa yaitu kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

c. Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula.


(36)

commit to user

 

d. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.

Menurut Agus Suprijono (2010:54) pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Kelompok di sini merupakan kelompok siswa yang ada interaksi. Setiap anggota kelompok berinteraksi berdasarkan peran-perannya sebagaimana norma yang mengatur perilaku anggota kelompok. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif yang benar akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif. Model pembelajaran kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajaran efektif yaitu pembelajaran yang bercirikan:

a. ”Memudahkan siswa belajar” sesuatu yang “bermanfaat” seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama. b. Pengetahuan, nilai, dan keterampilan diakui oleh mereka yang berkompeten

menilai.

Menurut Slavin (2010:103) pembelajaran kooperatif adalah solusi ideal terhadap masalah menyediakan kesempatan berinteraksi secara kooperatif dan tidak dangkal kepada para siswa dari latar belakang ras atau etnik yang berbeda. Model-model pembelajaran kooperatif secara khusus bertujuan menggunakan kekuatan dari sekolah yang menghapuskan perbedaan kehadiran para siswa dari latar belakang ras atau etnik yang berbeda untuk meningkatkan hubungan antar kelompok. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil yang memperhatikan


(37)

commit to user

 

keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain. Jadi Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Effandi Zakaria dan Zanaton Iksan (2007:36) bahwa: Cooperative learning is grounded in the belief that learning is most effective when student are actively involved in sharing ideas and work cooperatively to complete academic tasks. Cooperative learning has been used as both and instructional method and as a learning tool at various levels of education and in various subject areas.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah berdasarkan pada keyakinan bahwa pembelajaran adalah paling efektif yang mana siswa aktif dalam mengemukakan pendapat dan bekerja sama untuk menyelesaikan tugas belajar. Pembelajaran kooperatif telah digunakan sebagai model pembelajaran pada berbagai jenis tingkat pendidikan dan berbagai jenis  mata pelajaran.

Dalam pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan bersama. siswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika siswa lainnya juga mencapai tujuan tersebut. Setiap anggota dalam satu kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama


(38)

commit to user

 

dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif sebagai berikut:

a. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam kelompoknya.

b. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota didalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.

c. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.

d. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.

e. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya, dan siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Menurut Pahyono (2004:2) bahwa model pembelajaran Cooperative Learning (CL) dengan berbagai tipe dikembangkan berlandaskan teori belajar Constructivism (Konstruktivisme). Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofis) pendekatan konsep dalam pembelajaran. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperoleh melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak datang sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat, melainkan manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Fakta adalah suatu


(39)

commit to user

 

konvensi yang merupakan suatu cara khas untuk menyajikan ide-ide matematika dalam bentuk kata atau simbol. Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk melakukan klasifikasi atau penggolongan. Model CL juga dapat memberikan pengalaman belajar dan kecakapan hidup (life skill), karena terbukti mampu meningkatkan kemampuan kognitif siswa secara individu dan membangun kerjasama antar anggota dalam kelompok. 

Table 2.1 Fase pembelajaran kooperatif

Fase Keterangan Tingkah Laku Guru Tingkah Laku Siswa

1 Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa Memperhatikan penjelasan guru 2 Menyampaikan informasi

Guru menyajikan informasi melalui penjelasan,

demonstrasi atau buku bacaan

Memperhatikan informasi yang disampaikan guru, melalui demonstrasi atau menyimak buku

3

Mengorgisasikan siswa dalam kelompok belajar

Guru membentuk kelompok secara heterogen

Membentuk kelompok sesuai dengan model yang diterapkan 4 Membimbing kelompok dalam bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok belajar sesuai tugas dengan tugas siswa

Bekerja secara kelompok

5

Evaluasi Guru meminta siswa dalam kelompok maupun klasikal untuk mempresentasikan hasil diskusi belajarnya

Mempresentasikan hasil diskusi di kelompok maupun secara

6

Memberikan penghargaan

Pemberian penghargaan bagi individu maupun kelompok

Mendapatkan penguatan materi pelajaran dan menerima penghargaan bagi individu maupun kelompok


(40)

commit to user

 

Berdasarkan pembahasan di atas disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif yaitu model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa dalam kelompok kecil untuk mencapai tujuan pembelajaran.

3. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

Pada model pembelajaran kooperatif Jigsaw siswa dikelompokkan ke dalam kelompok belajar yang heterogen. Materi pembelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari bagian tertentu yang berbeda dengan anggota lainnya dari kelompok itu mengenali latihan yang diberikan itu. Para siswa bertemu dengan anggota–anggota dari kelompok lain yang mempelajari topik yang sama untuk saling bertukar pendapat dan informasi. Setelah itu mereka kembali ke kelompoknya semula untuk mempresentasikan yang ia telah pelajari dan didiskusikan pada teman–teman kelompoknya. Setelah itu seluruh siswa diberi kuis secara individual tentang materi belajar yang sudah dipelajari. Skor pemerolehan dari kuis tersebut digunakan untuk menentukan skor kelompoknya disamping sebagai skor individu.

Menurut Slavin (2010:103) bahwa model pembelajaran kooperatif Jigsaw siswa bekerja dalam anggota kelompok yang sama dengan latar belakang yang berbeda. Tiap anggota kelompok ditugaskan secara acak untuk menjadi “ahli” dalam aspek tertentu. Setelah mempelajari materi tertentu, para ahli dari kelompok yang berbeda bertemu untuk mendiskusikan topik yang sedang mereka bahas, lalu mereka kembali


(41)

commit to user

 

kepada kelompok untuk mengajarkan topik mereka itu kepada teman satu kelompok. Akhirnya, akan ada kuis atau bentuk penilaian lainnya untuk semua topik, skor yang diperoleh merupakan skor individu dan kemudian dijumlahkan dengan skor anggota lainnya dalam satu kelompok sehingga menjadi skor kelompok.

Menurut Agus Suprijono (2010:89) bahwa pembelajaran dengan penerapan model Jigsaw diawali dengan pengenalan topik yang dibahas oleh guru. Selanjutnya kelas dibagi menjadi kelompok kecil sebagai kelompok asal. Guru membagikan materi kepada tiap-tiap anggota kelompok siswa. Setiap anggota dalam kelompok itu bertanggung jawab atas materi yang berbeda. Berikutnya membentuk expert teams (kelompok ahli) untuk diskusi tentang topik yang sama dan kemudian mereka kembali ke kelompok asal untuk mepresentasikan hasil diskusinya di expert teams (kelompok ahli). Kegiatan ini merupakan refleksi terhadap pengetahuan yang telah mereka dapatkan dari hasil berdiskusi di kelompok ahli.

Menurut Pahyono (2004:6) bahwa pembagian kelompok berdasarkan kriteria prestasi individu, gender, etnik dan ras. Kelompok Expert, jumlahnya disesuaikan dengan pokok bahasan materi yang dipelajari. Jika suatu topik/ pokok materi terdiri 4 sub pokok materi, maka terdapat 4 kelompok expert. Masing-masing kelompok expert beranggotakan wakil dari sejumlah kelompok belajar siswa. Contoh: Suatu kelas terdiri dari 40 siswa, maka dapat dibentuk menjadi 10 kelompok asal (Kelompok 1, 2, 3,…, 10). Tiap kelompok asal terdiri dari 4 orang siswa, dengan menerima soal dengan topik yang berbeda


(42)

commit to user

 

satu dengan yang lainnya. Kelompok expert beranggotakan 10 orang siswa dengan satu topik yang sama. Langkah-langkah tipe Jigsaw terdiri 5 fase yaitu:

Fase 1: Reading

Guru mengingatkan materi sebelumnya, menyampaikan tujuan pembelajaran, pemberian motivasi, penjelasan pokok materi berikut contoh menyelesaikan masalah sesuai materi tersebut. Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok berdasarkan kriteria kemampuan awal siswa dari ulangan harian sebelumnya, jenis kelamin (gender), etnik dan ras. Setelah kelompok belajar terbentuk sebagai kelompok asal, tiap siswa diberi Lembar Kegiatan Siswa (LKS) untuk dipelajari dan didiskusikan bersama dalam kelompok. Langkah selanjutnya siswa diberi lembar ahli untuk didiskusikan di kelompok ahli atau expert. Masing-masing siswa membentuk expert sesuai topik di lembar ahli.

Fase 2: Expert Group Discussions

Di dalam kelompok expert, siswa berdiskusi membahas dan memecahkan masalah atau soal yang terdapat dalamlembar ahli. Setelah diskusi kelompok expert selesai, semua anggota kelompok expert kembali ke kelompok belajar semula.

Fase 3: Team reports

Siswa yang ditunjuk sebagai wakil kelompok belajar di kelompok expert menjelaskan kepada teman-temannya sekelompok. Demikian juga teman


(43)

commit to user

 

dari expert yang lain menjelaskan kepada teman-teman sekelompok tentang apa yang dibahas dan dikerjakan selama di dalam kelompok expert. Pada saat diskusi expert inilah, guru dapat memberikan bimbingan, validasi materi dan jawaban siswa dari masing-masing expert.

Fase 4: Assessment

Guru mengadakan kuis yang harus dikerjakan oleh siswa secara individual. Hasilnya berupa nilai individu dan masing-masing nilai prestasi belajar matematika yang diperolehnya kemudian sebagai dasar nilai kelompok.

Fase 5: Team recognition

Guru bersama siswa menghitung perubahan nilai awal (base score) siswa dengan nilai hasil kuis secara individual. Kemudian nilai semua siswa anggota masing-masing kelompok dijumlahkan dan dirata-rata sebagai nilai kelompok.

4. Pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT)

Team Games Tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards, ini merupakan model pembelajaran pertama dari Jhons Hopkins. Model ini menggunakan turnamen untuk menggantikan kuis, di mana siswa memainkan game di meja turnamen dengan anggota tim yang lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya. Sebuah prosedur “menggeser kedudukan” membuat permainan ini cukup adil. Bagi


(44)

commit to user

 

siswa yang berprestasi tinggi bermain dengan siswa yang berprestasi tinggi dan yang berprestasi rendah bermain dengan siswa yang prestasi rendah juga. keduanya memiliki kesempatan yang sama untuk sukses dan menentukan skor bagi kelompoknya. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) menambahkan dimensi kegembiraan bagi siswa yang diperoleh dari penggunaan permainan. Teman satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk permainan dengan mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan masalah-masalah satu sama lain, tetapi sewaktu siswa sedang bermain dalam game, temannya tidak boleh membantu, memastikan telah terjadi tanggung jawab individual.

Menurut Slavin (2010:166) bahwa game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan yang dirancang untuk menguji pengetahuan siswa yang diperolehnya dari presentasi di kelas dan pelaksanaannya kerja Tim. Game tersebut dimainkan di atas meja turnamen dengan tiga siswa, yang masing-masing mewakili tim yang berbeda. Seorang siswa mengambil sebuah kartu bernomor dan harus menjawab pertanyaan sesuai nomor yang tertera pada kartu tersebut. Sebuah aturan tentang penantang memperbolehkan para pemain saling menantang jawaban masing-masing.

Menurut Slavin (2010:166) turnamen adalah sebuah struktur di mana game berlangsung. Pada turnamen pertama, guru menunjuk siswa untuk berada pada meja turnamen, tiga siswa yang berprestasi tinggi sebelumnya untuk di tempatkan pada meja turnamen 1, tiga siswa berikutnya pada meja turnamen 2,


(45)

commit to user

 

dan seterusnya. Setelah turnamen pertama selesai, para siswa akan bertukar meja tergantung pada kinerja mereka pada turnamen terakhir. Pemenang pada tiap meja turnamen akan naik tingkat ke meja turnamen berikutnya yang lebih tinggi. Siswa dengan skor tertinggi kedua tetap tinggal di meja yang sama dan yang memperoleh skor terendah diturunkan tingkatnya ke meja turnamen yang lebih rendah, untuk seterusnya mereka akan terus dinaikkan atau diturunkan sampai mereka mencapai tingkat kinerja mereka yang sesungguhnya. Ilustrasi hubungan antara tim heterogen dan meja turnamen homogen dijelaskan pada gambar berikut:

Gambar 2.1 Ilustrasi hubungan antara tim heterogen dan meja turnamen homogen

Menurut Pahyono (2004:6) bahwa model pembelajaran kooperatif melalui suatu turnamen, lebih banyak dipilih karena memberikan tantangan

TIM A

TIM B TIM C

A-1 A-2 A-3 A-4 Tinggi Sedang Sedang Rendah 

Meja Turnamen 

Meja Turnamen

2

Meja Turnamen

4 Meja

Turnamen 3

A-1 A-2 A-3 A-4 Tinggi Sedang Sedang Rendah

A‐1   A‐2    A‐3          A‐4  Tinggi  Sedang   Sedang     Rendah 


(46)

commit to user

 

yang menarik bagi siswa dalam bentuk permainan dan cara melakukannya relatif lebih mudah dibanding Jigsaw. Setiap siswa berperan sesuai dengan kemampuannya dan menentukan peringkat kelompoknya. Langkah-langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe (TGT), sebagai berikut:

Fase 1: Penjelasan guru (Teacher presentation).

Penyampaian tujuan pembelajaran, pemberian motivasi, penjelasan materi dan pembagikan LKS ke setiap siswa. Pembagian kelas menjadi kelompok-kelompok berdasarkan kriteria kemampuan (prestasi) siswa dari ulangan harian sebelumnya, jenis kelamin (gender), etnik dan ras. Tiap kelompok beranggotakan 4–5 orang, tiap siswa diberi nomor dada dari 1, 2, 3, 4, 5.

Fase 2: Menempatkan para siswa ke dalam Tim.

Penyediaan lembar penempatan meja turnamen berdasarkan peringkat pada ulangan sebelumnya. Jika jumlah siswa habis dibagi 3, semua meja turnamen akan mempunyai 3 peserta. Jika ada siswa yang tersisa setelah dibagi tiga, satu atau dua dari meja turnamen, akan beranggotakan 4 orang. Penentuan nomor meja ini hanya untuk diketahui oleh guru dengan nomor meja dalam urutan yang acak, supaya para siswa tidak tahu bagaimana cara penyusunan penempatan meja tersebut.

Fase 3: Belajar Tim (Team study).

Setelah siswa menerima LKS dari guru, mereka bekerjasama, diskusi dan menjawab soal-soal pada LKS.


(47)

commit to user

 

Fase 4: Bimbingan kelompok/kelas (Scafolding).

Guru membimbing kerja kelompok maupun secara klasikal.

Fase 5: Tournament (Quizzes)

Kompetisi dengan tiga peserta, meja turnamen dengan kemampuan homogen dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Membagikan satu lembar permainan, satu lembar jawaban, satu kotak kartu bernomor dan satu lembar skor permainan pada tiap meja.

b. Untuk memulai permainan, para siswa menarik kartu untuk menentukan pembaca pertama, permainan berlangsung sesuai waktu dimulai dari pembaca pertama.

c. Pembaca pertama mengambil kartu bernomor dan menjawab sesuai kartu tersebut pada lembar permainan.

d. Peserta di sebelah kiri atau kanannya (penantang pertama) punya opsi untuk menantang untuk memberikan jawaban berbeda, dengan kompensasi untuk berhati-hati dalam menantang karena jika jawabannya salah maka dia harus mengembalikan kartu yang telah dimenangkan sebelumnya. Penantang II boleh menantang jika penantang I melewatinya. Apabila semua penantang sudah menantang atau melewati maka penantang kedua membacakan jawabannya dan bagi yang jawaban benar akan menyimpan kartu.


(48)

commit to user

 

e. Permainan berlanjut hingga periode kelas berakhir atau kotaknya telah kosong.

f. Masing-masing peserta mencatat skor pada lembar skor permainan.

g. Jika waktu yang tersedia masih ada maka dilanjutkan game kedua.

h. Selanjutnya siswa dengan skor tertinggi bergeser ke meja turnamen yang lebih tinggi grade-nya, urutan kedua tetap di tempat dan ketiga bergeser ke meja turnamen dengan grade lebih rendah.

Fase 6: Validation

Guru melakukan validasi, penjelasan tentang soal dan kunci jawaban kuis dan memberi kesempatan untuk tanya jawab bagi siswa yang belum memahami soal yang menjadi tanggung jawabnya. Tujuannya adalah memperkuat pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.

Fase 7: Penghargaan kelompok (Team recognition).

Penentuan skor tim dan dari skor yang diperoleh masing-masing kelompok maka selanjutnya adalah pemberian penghargaan lainnya.

Fase 8: Menentukan skor Tim

Setelah diperoleh skor tiap anggota pada masing-masing kelompok, kemudian diadakan rekapitulasi nilai dengan penjumlahan skor anggota dan dirata-rata untuk diperoleh skor kelompok, sehingga bisa ditentukan kelompok mana yang menjadi pemenangnya.


(49)

commit to user

 

Tabel 2.2 Penentuan skor Tim berdasarkan skor rata-rata kelompok.

NO PEROLEHAN SKOR RATA-RATA PREDIKAT

1 85 atau lebih Super Team

2 75 – 84 Great Team

3 65 - 74 Good Team

5. Perbedaan model pembelajaran TGT dengan Jigsaw Perbedaan antara kelompok belajar dalam Tabel berikut ini:

Tabel 2.3 Perbedaan Model pembelajaran TGT dengan Jigsaw

NO Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe TGT

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

1 Kepemimpinan bersama. Tidak ada pemimpin

2 Saling ketergantungan yang positif.

Tidak ada saling ketergantungan.

3

Seluruh anggota kelompok bertanggungjawa terhadap hasil belajar.

Tidak semua anggota kelompok bertanggung jawab terhadap hasil belajar.

4 Menekankan pada tugas dan hubungan kooperatif.

Menekankan pada tugas individu dan kelompok.

5 Guru sebagai fasilitator. Guru membimbing secara klasikal maupun individual.

6 Skor yang diperoleh adalah hasil skor kelompok.

Skor yang diperoleh secara individu dan kelompok.


(50)

commit to user

 

6. Prestasi Belajar Matematika

Matematika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:723) diartikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antar bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan untuk penyelesaian masalah mengenai bilangan.

Sedangkan menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Pendidikan Menengah Umum (1995:3) matematika dalam GBPP adalah matematika sekolah dengan pengertian bahwa materi dan pola pikirnya telah dipilih dan disesuaikan dengan proses perkembangan kemampuan siswa. Walaupun objek matematika adalah abstrak, namun pengajarannya dapat dimulai dari objek yang kongkrit. Demikian pula pola pikir matematika adalah deduktif dan konsisten atau deduktif aksiomatis. Selain itu matematika sekolah juga disesuaikan dengan kebutuhan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).

Matematika menurut Marsigit (2002:2) adalah sebagai berikut: a. Matematika adalah kegiatan penelusuran pola dan hubungan.

b. Matematika adalah kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan.

c. Matematika adalah kegiatan problem solving. d. Matematika adalah alat untuk komunikasi.

Menurut Karp (2008:42) bahwa: The analysis of what teachers consider beautiful in mathematics is important not only for a better understanding of teacher’s mentality: it also directs our attantion to very practical issues. The formation of the aesthetic perception of mathematics proves impossible when one or another section must be taught and studied too quickly, superficily, and be relying on mindless, rote memorization of rules. The fact that for many teachers the


(51)

commit to user

 

beautiful lies outside the bounds of ordinary program is, surely, an alarm signal. It is an important challenge for the mathematical community to reorganize the ordinary course in mathematics so as to make the teachers see the bauty in it. Then the student has the chance to see it there as well.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu yang cantik, dimana harus dikuasai oleh guru matematika untuk ditransferkan ke siswa dengan cara yang indah. Dalam menyelesaikan permasalahan matematika perlu cara khusus. Pada kenyataannya bahwa beberapa guru tidak memanfaatkan keindahan matematika tetapi mereka dibatasi oleh kurikulum yang harus dicapai. Ini sebuah perubahan penting bagi masyarakat matematika untuk memberikan masukan ke lembaga pendidikan agar membuat guru matematika mau melihat keindahan matematika. Harapannya siswa dapat juga menyaksikan keindahan itu sehingga mereka tertarik belajar matematika.

Begitu pula menurut Ernest (2008:6) bahwa: Routine mathematical activity typically involves relatively simple initial texts and deployment of restricted transformation rules in the production of sequences of text. Less routine or creative mathematical activities, such as problem solving, applications, or investigational work, tipically involve more complex task formulations and require some novelty and insight in selecting which transformations to apply and which elements to apply them to, the producing the sequence.

Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa rutinitas kegiatan matematika relatif sederhana dalam susunan aturan. Kurangnya rutinitas atau kreatifitas dalam kegiatan matematika seperti halnya pada pemecahan masalah, penerapan atau unjuk kerja, hal ini merupakan tugas yang lebih komplek dengan perubahan, penerapan dalam susunan aturan.


(52)

commit to user

 

Menurut Agus Suprijono (2010:5) bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:895) prestasi diartikan sebagai hasil yang telah dicapai dari apa yang telah dilakukan atau dikerjakan. Sedangkan belajar diartikan sebagai usaha untuk memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubahnya tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Jadi prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil yang telah dicapai melalui penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran. Prestasi belajar lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh individu setelah mengalami suatu proses belajar dalam jangka waktu tertentu. Prestasi belajar juga diartikan sebagai kemampuan maksimal yang dicapai seseorang dalam suatu usaha yang menghasilkan pengetahuan atau nilai–nilai kecakapan.

Prestasi belajar ini dapat dilihat secara nyata berupa skor atau nilai setelah mengerjakan suatu tes. Tes yang digunakan untuk menentukan prestasi belajar merupakan suatu alat untuk mengukur aspek–aspek tertentu dari siswa misalnya pengetahuan, pemahaman atau aplikasi suatu konsep. Dari beberapa pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar matematika adalah hasil yang dicapai oleh siswa selama proses pembelajaran


(53)

commit to user

 

matematika yang di tunjukkan dengan hasil yang berupa nilai dan perubahan motivasi belajar matematika.

7. Motivasi Belajar matematika

Menurut Abdul Hadis (2008:29) bahwa motif/motivasi secara umum diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi untuk mencapai tujuan. Motif juga dapat diartikan sebagai kekuatan yang ada dalam diri seseorang yang mendorong dia untuk melakukan aktivitas tertentu demi untuk mencapai tujuan.

Menurut Agus Suprijono (2009:163) hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan perilaku. Motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama. Motivasi belajar siswa ada dua macam yaitu yang berasal dari dalam (instrinsik) misalnya keinginan untuk mencapai cita-citanya dan yang berasal dari luar (ekstrinsik) misalnya adalah penggunaan model pembelajaran kooperatif yang menyenangkan dan membuat siswa mudah belajar.

Menurut Slavin (2010:34) bahwa ada dua teori dalam pembelajaran koperatif yaitu motivasi dan teori kognitif. Pada teori motivasi pembelajaran koperatif terutama menfokuskan pada penghargaan atau struktur tujuan dimana


(54)

commit to user

 

siswa bekerja. Hal ini dapat dikatakan bahwa siswa akan termotivasi untuk belajar baik dalam kelompok atau secara termotivasi untuk belajar baik dalam kelompok atau secara individu. Jika ada penghargaan dari guru bila berhasil dalam belajarnya. Ciri–ciri Motivasi Belajar Siswa adalah sebagai berikut:

a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus untuk waktu lama, tidak berhenti sebelum selesai).

b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak mudah putus asa). c. Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi.

d. Ingin mendalami bahan/ bidang pengetahuan yang diberikan di kelas.

e. Selalu berusaha berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasinya).

f. Menunjukkan minat terhadap masalah orang dewasa (misalnya terhadap pembangungan agama, politik, korupsi, keadilan dan sebagainya).

g. Senang dan rajin belajar, penuh semangat.

h. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu, tidak mudah melepaskan pendapat tersebut).

i. Cepat bosan dengan tugas rutin.

j.Mengejar tujuan jangka panjang (dapat menunda pemuasan kebutuhan sesaat untuk sesuatu yang ingin dicapai kemudian).

Membangkitkan motivasi pada diri siswa bukanlah hal yang mudah dilakukan. Perlu mengenal diri siswa lebih lanjut dan mencari informasi tentang keinginan siswa tersebut, sehingga kita dapat memotivasi mereka. Ada beberapa cara untuk membangkitkan motivasi belajar siswa, antara lain:


(55)

commit to user

 

a. Pemberian penghargaan secara verbal.

b. Memberikan pujian terhadap siswa yang memperoleh peningkatan prestasi belajar selain menyenangkan siswa juga mengandung makna interaksi dan pengalaman pribadi yang langsung antara guru dan siswa sehingga merupakan suatu penghargaan.

c. Pemberian nilai. Memberi nilai dengan disertai ulasan berupa pujian dan koreksi menggambarkan hasil belajar siswa juga merupakan cara efektif menumbuhkan motivasi siswa.

d. Pemberian perhatian secara positif.

e. Dalam pembelajaran matematika guru berperan sebagai fasilitator dengan memberi pengarahan, bimbingan dan petunjuk sehingga anak merasa diperhatikan, sehingga siswa juga akan termotivasi untuk mengerjakan tugas dengan baik.

f. Pemberian ulangan harian terstruktur. Ulangan harian hendaknya diberikan minimal setelah satu kompetensi dasar selesai dan sebelum pelaksanaan ulangan supaya ada pemberitahuan kepada siswa sehingga mereka bisa mempersiapkan diri dengan baik, dan diadakan remidi bagi siswa yang belum tuntas dan pengayaan bagi siswa yang sudah tuntas.

g. Pemberian teguran atau nasehat. Bagi siswa yang telah dan sedang melakukan kesalahan atau berkelakukan kurang baik, tidak perlu langsung dimarahi atau diberi hukuman, sebaiknya mereka diberi teguran atau nasehat untuk tidak melakukan perbuatan itu lagi. Mereka perlu ditegur dengan


(56)

commit to user

 

sopan, bijaksana dan hati–hati agar tidak menyinggung perasaan dan harga diri siswa.

Menurut Ngalim Purwanto (2010:103) bahwa motif merupakan pendorong bagi suatu organisma untuk melakukan sesuatu. Motif intrinsik dapat mendorong seseorang sehingga akhirnya orang itu menjadi spesialis dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu.

Jadi motivasi belajar matematika adalah keinginan yang ada pada diri siswa untuk mau belajar matematika dalam rangka mencapai prestasi belajar matematika yang lebih baik. Sebagai indikatornya adalah suasana kelas, harapan orang tua,  penghargaan, kritik membangun  ganjaran, kebutuhan pelajaran matematika  keinginan belajar matematika, ketertarikan terhadap pelajaran matematika, minat belajar matematika, cita–cita masa depan yang menyangkut pelajaran matematika.

8. Hasil Penelitian yang Relevan

Banyak penelitian yang telah dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran matematika, seperti yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Terdapat 4 penelitian yang relevan, yaitu:

a. Eko Budianto (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Efektivitas metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams games Tournament (TGT) pada Pokok Bahasan persamaan Kuadrat Ditinjau dari Minat Belajar Siswa Kelas X SMA di Kabupaten Ngawi. Persamaan antara penelitian Eko Budianto dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran


(57)

commit to user

 

kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT). Perbedaannya pada penelitian Eko ditinjau dari minat belajar peserta didik sedangkan pada penelitian ini ditinjau dari motivasi belajar. Hasil penelitiannya adalah prestasi belajar matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik daripada model pembelajaran kooperatif tipe ekspositori, terdapat perbedaan yang signifikan dari tingkat minat belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika, pada masing-masing kategori minat belajar terdapat perbedaan dengan model kooperatif tipe TGT dengan ekspositori.

b. Hindarso (2008) dalam penelitiannya yang berjudul eksperimentasi pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT) pada materi pokok rumus-rumus trigonometri ditinjau dari aktivitas belajar peserta didik SMP Negeri kota Surakarta. Persamaan antara penelitian yang dilakukan Hindarso dengan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe team games tournament (TGT) perbedaannya pada penelitian Hindarso ditinjau dari aktivitas belajar peserta didik sedangkan pada penelitian ini ditinjau dari motivasi belajar. Hasilnya penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran kooperatif tipe NHT, aktivitas belajar peserta didik berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika, dan tidak ada interaksi antara model pembelajaran dan aktivitas belajar peserta didik terhadap prestasi belajar matematika.


(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Jigsaw siswa dengan motivasi belajar tinggi lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa dengan motivasi belajar sedang dan rendah, siswa dengan motivasi belajar sedang lebih baik prestasi belajar daripada siswa dengan motivasi belajar rendah. Penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Ngadiyono (2009) yaitu prestasi belajar matematika siswa dengan motivasi belajar tinggi dengan model pembelajaran kooperatif tipe Direct Instruction lebih baik daripada siswa dengan motivasi belajar sedang dan rendah. Siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang lebih baik prestasinya daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah.

E. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan pada penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Data prestasi belajar matematika siswa yang diperoleh pada penelitian ini dianggap kurang murni karena pada saat mengerjakan soal tes kemungkinan ada siswa yang bekerja sama. Begitu pula dengan data motivasi belajar siswa dianggap kurang murni, karena dalam pengisian angket motivasi belajar masih banyak siswa yang kurang jujur, sehingga berpengaruh dalam pembagian kelompok berdasarkan kriteria motivasi belajar.

2. Meskipun koordinasi dan kerja sama dengan guru pada kelompok eksperimen telah dilakukan secara efektif, tetapi dalam pelaksanaan pembelajaran masih terdapat banyak kekurangan diantaranya adalah keterbatasan sarana prasarana, kondisi lingkungan sekolah dan kondisi dari siswanya. Selain itu kekurangan tersebut juga dapat berasal dari guru dan siswa yang belum terbiasa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan Jigsaw.


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

A. Kesimpulan

Berdasarkan landasan teori dan didukung analisis data serta mengacu pada perumusan masalah yang telah diuraikan pada bab-bab di depan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Prestasi belajar matematika siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe

Team Games Tournament (TGT) sama dengan prestasi belajar matematika siswa

dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

2. a. Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi

lebih baik daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang dan rendah.

b. Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang lebih baik daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah.

3. Tidak terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe

Team Games Tournament (TGT) dan Jigsaw serta motivasi belajar matematika

siswa. Diperoleh sebagai berikut:

a. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament

(TGT) menghasilkan prestasi belajar matematika yang sama dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi, sedang dan rendah.

b. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

belajarnya daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang dan rendah, siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah.

c. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siswa yang

mempunyai motivasi belajar tinggi lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang dan rendah, siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang lebih baik prestasi belajarnya daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah.

B. Implikasi

Sebagaimana dalam kesimpulan di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran materi Teorema Pythagoras dengan menggunakan model kooperatif tipe TGT menghasilkan prestasi belajar matematika yang sama dengan prestasi belajar yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, sehingga pembelajaran model TGT dan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat dipakai sebagai alternatif dan referensi para guru matematika pada materi Teorema Pythagoras dalam rangka meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.

Pembelajaran dengan model TGT memberikan suasana yang berbeda, dengan turnamen membuat siswa termotivasi untuk lebih bersemangat meningkatkan prestasi belajarnya untuk memperoleh kedudukan yang lebih tinggi. Pembelajaran dengan model Jigsaw membuat siswa lebih mudah memahami dan mengingat bahan pelajaran, sebab dalam proses pembelajaran secara penuh dan kemudian harus berperan menjadi “guru” yang baik untuk temannya.


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kategori motivasi belajar matematika ternyata juga sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa. Hal ini berarti bahwa motivasi belajar matematika siswa memegang peran penting dalam proses pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika memerlukan suatu stuktur pola pikir yang logis, teratur dan terintegrasi untuk itu sangat diperlukan motivasi belajar matematika yang berguna untuk mempelajarinya materi yang lebih lanjut.

Seorang guru matematika sebaiknya mengatahui tingkat motivasi belajar matematika siswa yang akan menjadi subyek peserta didiknya, sebab dalam diri siswa terdapat motivasi belajar matematika yang berbeda-beda sebagai prasarat untuk belajar matematika.

C. SARAN

Dalam rangka turut menyumbangkan pemikiran yang berkenaan dengan peningkatan prestasi belajar matematika disarankan:

1. Kepada Guru

a. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran matematika hendaknya guru lebih

banyak melibatkan kesempatan pada siswa, guru hanya sebagai motivator dan fasilitator saja. Misalnya dengan cara memilih dan menggunakan model pembelajaran yang lebih banyak melibatkan motivasi belajar siswa, seperti model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan model pembelajaran koopratif tipe Jigsaw.

b. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan model pembelajaran


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mungkin, agar proses pembelajarannya dapat berlangsung dengan lancar sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Guru dalam pelaksanaan diskusi di kelas supaya memfasilitasi siswa dan membimbing siswa secara individual maupun kelompok.

c. Hendaknya guru matematika mau mencoba model pembelajaran kooperatif tipe

TGT dan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw untuk mengajar topik-topik matematika, selanjutnya mau melakukan refleksi agar mendapatkan hasil yang optimal.

2. Kepada Siswa

a. Sebaiknya para siswa selalu memperhatikan dengan sungguh-sungguh

penjelasan tentang skenario model pembelajaran matematika yang digunakan guru sehingga siswa tidak terjadi kebingungan mengenai apa yang dilakukan pada kegiatan itu.

b. Sebaiknya siswa mengikuti dengan aktif jalannya diskusi dan selalu

memperhatikan serta menghargai setiap penjelasan, pertanyaan atau jawaban yang disampaikan oleh siswa lain pada saat diskusi berlangsung.

c. Sebaiknya para siswa sebelum kegiatan pembelajaran matematika berlangsung,

hendaknya telah mempelajari terlebih dahulu materi pembelajaran supaya dapat dengan mudah memahami materi tersebut. Sehingga pada saat diskusi berlangsung jika ada materi yang belum jelas dapat ditanyakan pada teman dikelompoknya.

d. Sebaiknya para siswa selama diskusi dengan model pembelajaran kooperatif

tipe TGT dan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, mengatur waktunya dengan baik agar semua materi dapat dipahami dan diselesaikan dengan baik.


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Kepada Kepala Sekolah

a. Hendaknya para Kepala Sekolah menyarankan kepada guru matematika, agar

dalam mengajar dapat memperoleh hasil yang optimal harus dapat memilih model yang tepat, salah satunya adalah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

b. Agar proses pembelajaran matematika dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe TGT dan Jigsaw dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan prestasi belajar yang optimal, sebaiknya para Kepala Sekolah menyediakan kelas yang tempat duduk dan mejanya sudah diatur untuk keperluan diskusi, sehingga setiap proses pembelajaran matematika akan berlangsung tidak perlu mengatur tempat duduk dan meja dan kalau proses pembelajaran selesai tidak perlu mengembalikan tempat duduk, karena memakan waktu dan menimbulkan suara berisik.

c. Sebaiknya para Kepala Sekolah berusaha secara optimal mungkin untuk

menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, sehingga dapat memperoleh hasil yang optimal.

4. Bagi Peneliti Lain

Bagi para peneliti diharapkan untuk dapat mengembangkan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sejenis pada materi pelajaran atau dengan model pembelajaran kooperatif yang lain agar penelitian ini dapat dimanfaatkan secara luas.


Dokumen yang terkait

Upaya Peningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Melalui Model Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Pada Konsep Sistem Koloid

0 7 280

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-Games Tournament) terhadap pemahaman konsep matematika siswa

1 8 185

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Tgt ( Teams Games Tournament ) Terhadap Hasil Belajar Biologi Pada Konsep Sistem Gerak Pada Manusia

0 6 145

Pengaruh kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe teams-games-tournament (tgt) dengan make a match terhadap hasil belajar biologi siswa (kuasi eksperimen pada Kelas XI IPA Madrasah Aliyah Negeri Jonggol)

0 5 199

Perbedaan Hasil Belajar Biologi Antara Siswa yang Diajar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan TGT (Penelitian Kuasi EKsperimen di SMAN 1 Bekasi))

0 42 0

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Games Tournament) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi

1 3 310

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dengan Games Digital Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Alat-Alat Optik

3 35 205

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) Peningkatan Aktivitas Belajar Matematika Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament(Tgt)( PTK pada Siswa Kelas VII A SMP D

0 2 10

Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) dan Fan-N-Pick pada Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Kecemasan pada Matematika Siswa SMP Negeri Di Kabupaten Magelang.

0 0 16

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SD

0 2 5