Peningkatan Prestasi Belajar Sejarah melalui Penerapan Model Picture and Picture Siswa Kelas X C SMA Negeri 1 Mlati Tahun Ajaran 2013/2014.
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH MELALUI PENERAPAN MODEL PICTURE AND PICTURE SISWA KELAS X C
SMA NEGERI 1 MLATI TAHUN AJARAN 2013/2014 Oleh
Maksima Amerta .S. Universitas Sanata Dharma
2015
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Peningkatan Prestasi Belajar Sejarah melalui Penerapan Model Picture and Picture Siswa Kelas X C SMA
Negeri 1 Mlati tentang “Asal-Usul dan Persebaran Manusia di Indonesia”.
Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan model penelitian Hopkins dengan tahapan perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X C SMA Negeri 1 Mlati yang melibatkan 32 siswa. Obyek penelitian adalah prestasi belajar sejarah siswa melalui model pembelajaran Picture and Picture. Data dikumpulkan dengan menggunakan tes dan observasi. Analisis data dengan menggunakan deskriptif persentase.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prestasi belajar sejarah siswa setelah diterapkannya model pembelajaran Picture and Picture siswa kelas X C SMA Negeri 1 Mlati. Pencapaian prestasi belajar siswa sesuai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 75 pada keadaan awal sebanyak 9 siswa (29%), siklus 1 meningkat menjadi 20 siswa (62%), dan pada siklus 2 meningkat menjadi 32 siswa (100%). Peningkatan nilai rata-rata dari keadaan awal 71,3, siklus 1 meningkat 77,3, dan pada siklus 2 meningkat lagi menjadi 95,53.
(2)
THE IMPROVING ACHIEVEMENT OF HISTORY-LEARNING THROUGHT THE MODEL OF PICTURE AND PICTURE APPLICATION
OF CLASS X C SMA 1 MLATI 2013/2014 by
Maksima Amerta.S. Universitas Sanata Dharma
2015
This study aimed to describe the improvement of student’ history-learning achievement after applying the models of picture of picture X C SMA Negeri 1
Mlati on “the origin and spread of humans in Indonesia”.
This study used Classroom Action Research (CAR) with the Hopkins the model with the stages of planning, action, observation, and reflection. The subjects in this study were class X C student of SMA Negeri 1 Mlati involving 32
student. The object of the research is the students’ achievement of history-learning through the picture of picture learning model. Data was collected using tests and observation. Data analysis used the descriptive percentage.
The result showed that there was an increase on student’ achievement after the implementation of picture and picture learning model for X C SMA Negeri 1
Mlati students. The achievement of student’ improvement depended on
Completeness Minimum Criteria (KKM) 75 in the initial state as much as 9 students (29%), in the cycle 1 increased to 20 student (62%), and in the cycle 2 increased to 32 student (100%). The increased in the average value of the initial state of 71.3, in cycle 1 was increased to 77.3, and in cycle 2 increased to 95.53.
(3)
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH MELALUI PENERAPAN MODEL PICTURE AND PICTURE SISWA KELAS X C
SMA NEGERI 1 MLATI TAHUN AJARAN 2013/2014 SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh :
MAKSIMA AMERTA.S. NIM: 091314029
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
i
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH MELALUI PENERAPAN MODEL PICTURE AND PICTURE SISWA KELAS X C
SMA NEGERI 1 MLATI TAHUN AJARAN 2013/2014 SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh :
MAKSIMA AMERTA.S. NIM: 091314029
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(5)
(6)
(7)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN Skripsi ini ku persembahkan kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberikan kekuatan, kesehatan, dan perlindungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Kedua orangtuaku tercinta F. Sabarudin dan M. Saungat, adikku Sergius Modestus Biantoro.S., kakak Pauma dan abang Kasimo yang selalu mendoakan, memberikan semangat, dan mencurahkan kasih sayang kepadaku. 3. Jeremias Quintino Tilman yang selalu ada dalam setiap saat mendengar keluh
(8)
v MOTTO
Kemenangan yang seindah-indahnya dan sesukar-sukarnya yang boleh direbut oleh manusia ialah menundukkan diri sendiri.
(Ibu Kartini)
Gantungkan cita-citamu setinggi langit dan bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang.
(Ir. Soekarno)
Tiada manusia yang berjaya dalam semua yang dilakukannya dan kewujudan kita ini sebenarnya meski menempuh kegagalan. Yang penting ialah kita tidak menjadi
lemah semasa kegagalan itu terjadi dan kekalkan usaha hingga akhir hayat. (Joseph Conrad)
(9)
(10)
(11)
viii ABSTRAK
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH MELALUI PENERAPAN MODEL PICTURE AND PICTURE SISWA KELAS X C
SMA NEGERI 1 MLATI TAHUN AJARAN 2013/2014 Oleh
Maksima Amerta .S. Universitas Sanata Dharma
2015
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Peningkatan Prestasi Belajar Sejarah melalui Penerapan Model Picture and Picture Siswa Kelas X C SMA Negeri 1 Mlati tentang “Asal-Usul dan Persebaran Manusia di Indonesia”.
Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan model penelitian Hopkins dengan tahapan perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X C SMA Negeri 1 Mlati yang melibatkan 32 siswa. Obyek penelitian adalah prestasi belajar sejarah siswa melalui model pembelajaran Picture and Picture. Data dikumpulkan dengan menggunakan tes dan observasi. Analisis data dengan menggunakan deskriptif persentase.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prestasi belajar sejarah siswa setelah diterapkannya model pembelajaran Picture and Picture siswa kelas X C SMA Negeri 1 Mlati. Pencapaian prestasi belajar siswa sesuai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 75 pada keadaan awal sebanyak 9 siswa (29%), siklus 1 meningkat menjadi 20 siswa (62%), dan pada siklus 2 meningkat menjadi 32 siswa (100%). Peningkatan nilai rata-rata dari keadaan awal 71,3, siklus 1 meningkat 77,3, dan pada siklus 2 meningkat lagi menjadi 95,53.
(12)
ix ABSTRACT
THE IMPROVING ACHIEVEMENT OF HISTORY-LEARNING THROUGHT THE MODEL OF PICTURE AND PICTURE APPLICATION
OF CLASS X C SMA 1 MLATI 2013/2014 by
Maksima Amerta.S. Universitas Sanata Dharma
2015
This study aimed to describe the improvement of student’ history-learning achievement after applying the models of picture of picture X C SMA Negeri 1
Mlati on “the origin and spread of humans in Indonesia”.
This study used Classroom Action Research (CAR) with the Hopkins the model with the stages of planning, action, observation, and reflection. The subjects in this study were class X C student of SMA Negeri 1 Mlati involving 32
student. The object of the research is the students’ achievement of history-learning through the picture of picture learning model. Data was collected using tests and observation. Data analysis used the descriptive percentage.
The result showed that there was an increase on student’ achievement after the implementation of picture and picture learning model for X C SMA Negeri 1 Mlati students. The achievement of student’ improvement depended on Completeness Minimum Criteria (KKM) 75 in the initial state as much as 9 students (29%), in the cycle 1 increased to 20 student (62%), and in the cycle 2 increased to 32 student (100%). The increased in the average value of the initial state of 71.3, in cycle 1 was increased to 77.3, and in cycle 2 increased to 95.53.
(13)
(14)
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah... 7
C. Batasan Masalah ... 7
D. Rumusan Masalah ... 8
E. Cara Pemecahan masalah ... 8
F. Tujuan Penelitian ... 8
G. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Pembelajaran Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sejarah ... 10
B. Pendekatan Pembelajaran Saintifik dalam Pembelajaran Sejarah ... 14
C. Prestasi Belajar Sejarah. ... 20
D. Model- model Pembelajaran Sejarah Berbasis Konstruktivisme ... 27
(15)
xii
F. Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Model Pembelajaran Picture
and Picture ... 36
G. Kerangka Berpikir ... 43
H. Hipotesis Penelitian ... 44
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 45
B. Setting Penelitian ... 46
C. Variabel-Variabel Penelitian ... 47
D. Metode Pengumpulan Data... 47
E. Instrumen Pengumpulan Data... 48
F. Desain penelitian. ... 52
G. Teknik Analisis data ... 52
H. Prosedur Penelitian ... 55
I. Indikator Keberhasilan... 59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 60
B. Komparasi ... 82
C. Pembahasan ... 86
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 89
B. Saran ... 90
DAFTAR PUSTAKA ... 92
LAMPIRAN ... 95
(16)
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Tingkat Penguasaan Kompentensi sesuai dengan PAP II ... 54
Tabel 2: Hasil Tes Pra Siklus ... 60
Tabel 3: Kriteria Nilai Kualitatif Pra Siklus ... 62
Tabel 4: Distribusi Frekuensi Prestasi Siswa Pra Siklus ... 62
Tabel 5: Kriteria Penilaian Hasil pengamatan Aktivitas Belajar ... 65
Tabel 6: Hasil Pengamatan Siklus 1 ... 65
Tabel 7: Perolehan Prestasi pada Siklus 1 ... 67
Tabel 8: Nilai Final Siklus 1 ... 69
Tabel 9: Kriteria Nilai Kualitatif Siklus 1 ... 71
Tabel 10: Distribusi Frekuensi Prestasi Siswa Siklus 1 ... 71
Tabel 11: Kriteria Penilaian Hasil pengamatan Aktivitas Belajar ... 74
Tabel 12: Hasil Pengamatan Siklus 2... 75
Tabel 13: Perolehan Prestasi pada Siklus 2 ... 77
Tabel 14: Nilai Final Siklus 2 ... 79
Tabel 15: Kriteria Nilai Kualitatif Siklus 2 ... 80
Tabel 16: Distribusi Frekuensi Prestasi Siswa Siklus 2 ... 81
Tabel 17: Komparasi Pra Siklus dengan Siklus 1 ... 83
(17)
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar I : Gambar Kemampuan Siswa ... 12
Gambar II : Kerangka Berpikir Penelitian Model Picture and Picture ... 43
Gambar III : Desain Penelitian Tindakan Kelas Model Hopkins (Diadaptasi dari Suharsimi Arikunto. 2006:16) ... 52
Gambar IV : Diagram Prestasi Pra Sikus ... 63
Gambar V : Diagram Prestasi Sikus 1 ... 71
(18)
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Surat Izin Penelitian dari Bappeda ... 95
Lampiran 2: Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 96
Lampiran 3: Silabus ... 97
Lampiran 4: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 108
Lampiran 5: Lampiran Materi Pembelajaran ... 116
Lampiran 6: Kisi-Kisi Soal ... 137
Lampiran 7: Analisis Siklus 1 ... 154
Lampiran 8: Analisis Siklus 2 ... 160
Lampiran 9: IPKG 1 (Kemampuan Merencanakan Pembelajaran) ... 164
Lampiran 10: IPKG 2 (Kemampuan Merencanakan Pembelajaran) ... 166
Lampiran 11: Lembar Observasi (Aktivitas Belajar Siswa Kelas X C pada Mata Pelajaran Sejarak Siklus 1) ... 169
Lampiran 12: Lembar Observasi (Aktivitas Belajar Siswa Kelas X C pada Mata Pelajaran Sejarak Siklus 2) ... 171
Lampiran 13: Foto Penelitian ... 175
(19)
1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah
Sistem pendidikan di Indonesia ternyata telah mengalami banyak perubahan. Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan sengaja untuk mengubah tingkah laku manusia baik secara individu maupun kelompok untuk mendewasakan manusia secara individu maupun kelompok untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.1 Perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang harus terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan.
Dalam suatu proses belajar mengajar (PBM) guru dapat menemukan peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Guru akan menjumpai pula peserta didik yang cukup mengusai bahan pelajaran yang telah diberikan guru. Bagi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar cara mengatasinya dengan pengajaran remedial. Namun bagi peserta didik yang mempunyai kemampuan akademik yang tinggi, tidak mengalami kesulitan belajar juga perlu mendapat penanganan tersendiri dalam bentuk pengayaan dengan harapan peserta didik akan memperoleh kepuasan intelektual.2
1
Sugihartono, dkk, Psikologi Pendidikan, UNY Press, Yogyakarta, 2007, hlm. 3-4. 2 Ibid , hlm. 186.
(20)
Pelajaran sejarah merupakan salah satu pelajaran yang ada di kurikulum sekolah. Pelajaran sejarah di sekolah selama ini masih dengan metode ceramah atau pembelajaran konvensional. Pelajaran sejarah tanpa disertai dengan strategi, media, cara mengajar,dan metode yang menarik akan membuat siswa bosan. Karena sesungguhnya siswa tersebut menganggap bahwa pelajaran sejarah itu tidak menarik dan membosankan. Guru sejarah hanya membeberkan fakta dan dianggap tidak mampu memberikan motivasi belajar kepada siswa karena guru menggunakan cara mengajar yang konvensional yaitu bercorak hafalan dengan menggunakan metode ceramah.3
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di kelas X C SMA Negeri 1 Mlati rata-rata prestasi siswa mata pelajaran sejarah cukup rendah yang dibuktikan dari 32 siswa yang mengikuti tes pra siklus sebanyak 9 siswa 29% yang mencapai KKM dan siswa yang tidak berhasil mencapai KKM 23 siswa 71%, dengan KKM yang ditentukan pihak sekolah sebesar 75%. Faktor penyebabnya adalah keterbatasan siswa dalam menerima pembelajaran sejarah, penggunaan metode ceramah yang dominan serta siswa tidak punya wawasan terhadap materi pembelajaran yang disampaikan. Perubahan pembelajaran dilakukan penggunaan model pembelajaran yang variatif, media pembelajaran yang memancing siswa untuk terlibat aktif seperti film, gambar dan sebagainya. Berdasarkan data tersebut maka perlu dilakukan peningkatan dalam hal jumlah siswa yang mencapai KKM dan nilai rata-rata. Dari hasil yang didapat ini, bisa
3 Isjoni, dan Moh. Arif. Hj. Ismail, Model-model Pembelajaran Mutakhir Perpaduan
(21)
dipastikan bahwa model pembelajaran yang diterapkan oleh tenaga pengajar terhadap siswa kurang bisa diikuti dengan baik sehingga siswa memperoleh hasil prestasi belajar yang rendah.
Dalam proses pengembangan pembelajaran sejarah maka peneliti mencoba melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di SMA Negeri 1 Mlati. Hal ini perlu dilakukan karena melihat guru hanya menerapkan suatu metode ceramah yang dinilai kurang meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa, sehingga dengan penerapan pembelajaran model Picture and Picture ini dapat memungkinkan siswa membangun motivasi, pengetahuan dan pemahaman sendiri serta meningkatkan prestasi belajar sejarah. Perubahan yang dilakukan dalam pembelajaran sejarah akan mendukung siswa aktif dengan penggunaan model pembelajaran yang variatif. Peneliti menggunakan model Picture and Picture dalam pembelajaran sejarah. Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan atau diurutkan menjadi urutan logis. Dengan pemahaman ini, hasil belajar diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran juga berlangsung alamiah, siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.4
Penerapan model Picture and Picture mempunyai keunggulan dalam melatih siswa berpikir logis dan sistematis. Dalam pelaksanaan model Picture and
Picture kesempatan kepada siswa untuk berpikir logis dan sistematis. Kelebihan
model Picture and Picture dapat melatih siswa berpikir logis dan sistematis, dan
4
(22)
guru juga lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa. Siswa diharapkan sangat antusias dalam memahami permasalahan dan jawaban karena guru menunjuk atau memanggil siswa bergantian memasang atau mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis. Model Picture and Picture menekankan agar dapat melatih siswa berpikir logis dan sistematis untuk menguasai materi pelajaran sejarah.
Melalui penerapan model Picture and Picture siswa dapat bekerja dalam kelompok untuk saling membantu dan berkolaborasi dalam menuangkan ide untuk merekonstruksi pengetahuan. Proses belajar dengan menggabungkan realita, maka makna dari pembelajaran dapat diresapi oleh siswa yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Peneliti berharap dengan penggunaan penerapan model Picture and Picture dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran sejarah sehingga prestasi siswa dalam pelajaran sejarah juga meningkat.
Model pembelajaran Picture and Picture ini berhasil digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran di dalam kelas seperti penelitian yang dilakukan oleh Sriyana Jumiasih (2008) penerapan CTL dengan model Picture
and Picture untuk meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPS sejarah pada
siswa kelas XI IPS 1 SMA Ngaglik. Penelitian ini mendapat hasil bahwa penerapan model pembelajaran Picture and Picture dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar kelas XI IPS 1 SMA Ngaglik. Peningkatan tersebut dapat dilihat dimana pada saat pra tindakan ada 15 siswa (42,85%) yang mencapai KKM
(23)
sebesar 75, sedangkan 20 siswa (57,14%) yang dinyatakan tidak tuntas KKM karena memiliki nilai di bawah 75, pada siklus 1 sebanyak 16 siswa (45,71%) yang mencapai KKM karena memiliki nilai di bawah 75, sedangkan 19 siswa (52,28%) yang dinyatakan tidak tuntas KKM karena memiliki nilai di bawah 75, pada siklus 2 sebanyak ada 27 siswa (81,81%) yang mencapai KKM sebesar 75, sedangkan 6 siswa (18,18%) yang dinyatakan tidak tuntas KKM karena memiliki nilai di bawah 75.5
Eka Wahyuningsih telah berhasil meneliti dengan judul: Meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa pada materi kehidupan masa pra aksara di Indonesia melalui penerapan model pembelajaran Picture and Picture kelas X 1 SMA Negeri 1 Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat. Peningkatan tersebut dapat dilihat dimana pada saat pra tindakan ada 21 siswa (70%) yang mencapai KKM sebesar 75, sedangkan 9 siswa (30%) yang dinyatakan tidak tuntas KKM karena memiliki nilai di bawah 75, pada siklus 1 sebanyak 25 siswa (83,33%) yang mencapai KKM karena memiliki nilai di bawah 75, sedangkan 5 siswa (16,66%) yang dinyatakan tidak tuntas KKM, pada siklus 2 sebanyak ada 28 siswa (93,33%) yang mencapai KKM sebesar 75, sedangkan 2 siswa (6,6%) yang dinyatakan tidak tuntas KKM.6
5 Sriyana Jumiasih, Skripsi, ”Peningkatan Prestasi Belajar Sejarah Siswa melalui Pendekatan
Contextual Teaching and Learning Model Picture and Picture”, Tidak diterbitkan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
6 Eka Wahyuningsih, Skripsi, “Meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa pada materi
kehidupan masa pra aksara di Indonesia melalui penerapan model pembelajaran Picture and Picture”, Tidak diterbitkan, Cikalongwetan Kabupaten Bandung Barat.
(24)
Yosefin Fitri Wijayanti yang telah melakukan penelitian dengan judul: Peningkatan prestasi dan kepuasan belajar sejarah siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Picture and Picture kelas XI IPS 1 SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. Penelitian ini mendapat hasil bahwa penerapan model pembelajaran Picture and Picture dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar kelas XI IPS 1 SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. Peningkatan tersebut dapat dilihat dimana pada saat pra tindakan ada 23 siswa (76,67%) yang mencapai KKM sebesar 78, sedangkan 7 siswa (23,33%) yang dinyatakan tidak tuntas KKM karena memiliki nilai di bawah 78, pada siklus 1 sebanyak 30 siswa (100%) yang mencapai KKM karena memiliki nilai di bawah 78, pada siklus 2 sebanyak 30 siswa (100%) yang mencapai KKM sebesar 78.7
Kesimpulannya bahwa berdasarkan contoh diatas, membuktikan bahwa model pembelajaran Picture and Picture mampu memberikan keberhasilan dalam upaya memperbaiki hasil belajar siswa di dalam kelas. Maka dari itu, dengan mengacu pada penelitian dengan model pembelajaran Picture and Picture mengalami keberhasilan di atas. Diharapkan model pembelajaran Picture and
Picture yang digunakan dalam penelitian di SMA Negeri 1 Mlati ini mengalami
keberhasilan seperti contoh di atas. Sehingga, dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran sejarah.
7 Yosefin Fitri Wijayanti, Skripsi, “Peningkatan prestasi dan kepuasan belajar sejarah siswa
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Picture and Picture”, Tidak diterbitkan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
(25)
Dari latar belakang tersebut di atas, maka penulis dalam penelitian ini mengambil judul “Peningkatan Prestasi Belajar Sejarah melalui Penerapan Model
Picture And Picture Siswa Kelas X c SMA Negeri 1 Mlati”.
B.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Motivasi belajar sejarah kurang. 2. Hasil belajar sejarah masih rendah.
3. Siswa kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran sejarah dan terkesan pasif. 4. Proses pembelajaran sejarah belum mengembangkan potensi siswa.
5. Keterampilan berpikir siswa kurang.
6. Siswa kurang berani mengungkapkan pendapat. 7. Minat belajar sejarah masih kurang.
C.Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, penelitian membatasi permasalahan pada peningkatan prestasi belajar sejarah melalui penerapan model Picture and Picture.
(26)
D.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengambil rumusan masalah sebagai berikut:
Apakah melalui penerapan model Picture and Picture dapat meningkatkan prestasi belajar sejarah siswa di kelas X C SMA Negeri 1 Mlati tentang “Asal -Usul Persebaran Manusia di Indonesia”?
E.Cara Pemecahan Masalah
Cara pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah dengan menggunakan penerapan model Picture and Picture dalam proses pembelajaran sejarah.
F. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
Untuk mendeskripsikan peningkatan prestasi belajar sejarah siswa setelah menerapkan model Picture and Picture kelas X C SMA Negeri 1 Mlati tentang “Asal-Usul Persebaran Manusia di Indonesia”.
G.Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi siswa
(27)
b. Meningkatkan penerapan model Picture and Picture dalam pembelajaran.
c. Meningkatkan siswa sebagai subyek yang aktif. 2. Manfaat bagi peneliti
Peneliti dapat menggunakan penerapan model Picture and Picture dalam pembelajaran.
3. Manfaat bagi teman sejawat, perpustakaan dan sekolah a. Manfaat bagi teman sejawat
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi agar dapat melakukan penelitian dalam bidang pembelajaran khususnya dalam pembelajaran sejarah.
b. Manfaat bagi perpustakaan
Hasil penelitian berupa tulisan diharapkan dapat menjadi salah satu koleksi dan sumber bacaan perpustakaan.
c. Manfaat bagi sekolah
Penelitian ini berguna untuk model pembelajaran yang digunakan guru selama PBM berlangsung di dalam kelas karena dapat mempermudah siswa dalam memahami bidang pembelajaran sejarah dan bidang studi lainnya.
(28)
10 BAB II KAJIAN TEORI
Teori-teori yang mendukung pelaksanaan penelitian melalui penerapan model Picture and Picture seperti: Teori Pembelajaran Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sejarah, Pendekatan Pembelajaran Saintifik dalam Pembelajaran Sejarah, Prestasi Belajar Sejarah, Model-model Pembelajaran Sejarah Berbasis Konstruktivisme, Strategi Model Picture and Picture dalam Pembelajaran Sejarah, Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Model Pembelajaran Picture
and Picture dan khususnya Model Picture and Picture dalam pembelajaran
sejarah.
A.Teori Pembelajaran Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sejarah 1. Teori Belajar Konstruktivisme
Wina Sanjaya dalam bukunya Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan mengemukakan bahwa teori konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.1 Von Glasersfeld yang dikutip oleh Sardiman A.M. menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan. Pengetahuan bukan gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Tetapi pengetahuan selalu merupakan kegiatan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Secara sederhana konstruktivisme itu beranggapan bahwa
1
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Kencana, Jakarta, 2006, hlm. 264.
(29)
pengetahuan kita merupakan konstruksi dari kita yang mengetahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya. Teori belajar kontruktivisme menyatakan bahwa siswa harus membangun pengetahuan di dalam benak mereka sendiri. Setiap pengetahuan atau kemampuan hanya bisa diperoleh atau dikuasai oleh seseorang apabila orang itu secara aktif mengkontruksi pengetahuan atau kemampuan itu di dalam pikirannya.2
Menurut Y.R. Subakti3, beberapa konsep mendasar dalam konstruktivisme, yaitu:
a. Scaffolding
Dalam lingkungan pembelajaran, proses pembentukan makna dalam diri siswa membutuhkan dukungan guru berupa topangan (scaffolding). Topangan adalah bantuan yang diberikan dalam wilayah perkembangan terdekat (zone of
proximal development) siswa (Wood et al., dalam Confrey, 1995). Topangan
diberikan berdasarkan apa yang sudah bermakna bagi siswa, sehingga apa yang sebelumnya belum dapat dimaknai sendiri oleh siswa sekarang dapat bermakna berkat topangan itu. Dengan demikian, topangan diberikan kepada siswa dalam situasi yang interaktif, dalam arti guru memberikan topangan berdasarkan interpretasi akan apa yang sudah bermakna bagi siswa, dan siswa mengalami perkembangan dalam proses pembentukan makna berkat topangan itu. Scafollding
2 http://usd.ac.id/lembaga/lppm/f1l3/Jurnal%20Historia%20Vitae/vol24no1april2010/PARADIG A%20PEMBELAJARAN%20SEJARAH%20YR%20Subakti.pdf Download, Jumat, 16 Mei 2014 jam 09:20.
3 Ibid.
(30)
merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan untuk memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
b. Proses Top Down
Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran lebih menekankan proses pengajaran secara top-down daripada bottom-up. Konteks Top-down adalah siswa mulai dengan masalah kompleks untuk dipecahkan dan kemudian siswa memecahkan atau menemukan (dengan bimbingan guru) keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan. (Slavin, 1994).
c. Zone Of Proximal Development (ZPD)
Zone of proximal development (ZPD) dimaknai sebagai jarak antara tingkat
perkembangan sesungguhnya dalam bentuk kemampuan pemecahan masalah secara mandiri, dengan tingkat perkembangan potensial dalam bentuk kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan guru atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu. Siswa bekerja dalam ZPD mereka, berarti siswa tersebut tidak dapat menyelesaikan tugas-tugasnya dan dapat terselesaikan jika mendapat bantuan dari teman sebaya atau guru.
(sumber: Y. R. Subakti, Paradigma Pembelajaran Sejarah Berbasis Kontruktivisme. (online) http://usd.ac.id/lembaga/lppm/f1l3/Jurnal%20Historia%20Vitae/vol24no1april2010/PARADIGMA%20PEM
BELAJARAN%20SEJARAH%20YR%20Subakti.pdf Gambar I: Gambar Kemampuan Siswa
Kemampuan Siswa Sekarang ZPD
Kemampuan Awal Siswa
(31)
Keterangan:
Kemampuan awal siswa: kemampuan yang dimiliki siswa sebelum menerima
pembelajaran.
ZPD: zona antara tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan
potensial. Tingkat perkembangan aktual tampak dari kemampuan anak menyelesaikan tugas-tugas secara mandiri.
Kemampuan Siswa Sekarang: kemampuan siswa memecahkan masalah setelah
mendapatkan bantuan dari teman sejawat dan gurunya. d. Pembelajaran Kooperatif
Vygotsky dalam Slavin (1997) menyarankan agar dalam pembelajaran digunakan pendekatan pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis proyek, dan penemuan. Salah satu implikasi penting teori Vygotsky dalam pendidikan adalah perlunya kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi dalam menyelesaikan tugas-tugas dan dapat saling memunculkan strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam masing-masing ZPD mereka. Pendekatan konstruktivitis dalam pengajaran kelas yang menerapkan pembelajaran kooperatif secara ekstensif, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah yang mereka hadapi dengan temannya. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran yang penting, yaitu prestasi akademik, penerimaan akan penghargaan dan pengembangan keterampilan sosial. Meskipun pembelajaran kooperatif mencakup berbagai tujuan sosial, namun pembelajaran kooperatif dapat juga digunakan untuk meningkatkan prestasi akademik.
2. Prinsip-prinsip Pembelajaran Sejarah Berbasis Konstruktivisme Prinsip-prinsip dalam pembelajaran yang berpaham konstruktivitis diantaranya adalah sebagai berikut.
(32)
a. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal maupun sosial; b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dan guru ke siswa, kecuali hanya dengan
keaktifan siswa itu sendiri untuk menalar;
c. Siswa aktif mengkonstruksi terus menerus sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah;
d. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus;
e. Evaluasi dalam pembelajaran, dalam pandangan konstruktivis, evaluasi menekankan pada penyusunan makna secara aktif yang melibatkan keterampilan yang terintegrasi dengan menggunakan masalah dalam konteks nyata; menggali munculnya berpikir divergen, pemecahan ganda, bukan hanya satu jawaban benar; evaluasi harus diintegrasikan ke dalam tugas-tugas yang menuntut aktivitas belajar yang bermakna serta menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata, bukan sebagai kegiatan yang terpisah.4
B.Pendekatan Pembelajaran Saintifik dalam Pembelajaran Sejarah
Pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintifik dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya
kecakapan berpikir sains, terkembangkannya “sense of inquiry” dan kemampuan
berpikir kreatif siswa (Alfred De Vito, 1989). Model pembelajaran yang
(33)
dibutuhkan adalah yang mampu menghasilkan kemampuan untuk belajar (Joice & Weil: 1996), bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana pengetahuan, keterampilan, dan sikap itu diperoleh peserta didik (Zamroni, 2000; &Semiawan, 1998).5
Pembelajaran saintifik tidak hanya memandang hasil belajar sebagai muara akhir, namun proses pembelajaran dipandang sangat penting. Oleh karena itu pembelajaran saintifik menekankan pada keterampilan proses. Model pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan proses sains adalah model pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan proses sains ke dalam sistem penyajian materi secara terpadu (Beyer, 1991). Model ini menekankan pada proses pencarian pengetahuan dari pada transfer pengetahuan, peserta didik dipandang sebagai subjek belajar yang perlu dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran, guru hanyalah seorang fasilitator yang membimbing dan mengkoordinasikan kegiatan belajar. Dalam model ini peserta didik diajak untuk melakukan proses pencarian pengetahuan berkenaan dengan materi pelajaran melalui berbagai aktivitas proses sains sebagaimana dilakukan oleh para ilmuwan (scientist) dalam melakukan penyelidikan ilmiah (Nur: 1998), dengan demikian peserta didik diarahkan untuk menemukan sendiri berbagai fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk kehidupannya. Fokus proses pembelajaran diarahkan pada pengembangan keterampilan siswa dalam memproseskan pengetahuan, menemukan dan mengembangkan sendiri fakta, konsep, dan nilai-nilai yang diperlukan (Semiawan: 1992). Model ini juga
5
http://martinis1960.wordpress.com/2010/07/29/model-pembelajaran-scoffolding/ Download, Rabu, 11 Juni 2014 jam 17:20.
(34)
tercakup penemuan makna (meanings), organisasi, dan struktur dari ide atau gagasan, sehingga secara bertahap siswa belajar bagaimana mengorganisasikan dan melakukan penelitian. Pembelajaran berbasis keterampilan proses sains menekankan pada kemampuan peserta didik dalam menemukan sendiri (discover) pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman belajar, hukum-hukum, prinsip-prinsip dan generalisasi, sehingga lebih memberikan kesempatan bagi berkembangnya keterampilan berpikir tingkat tinggi (Houston, 1988). Dengan demikian peserta didik lebih diberdayakan sebagai subjek belajar yang harus berperan aktif dalam memburu informasi dari berbagai sumber belajar, dan guru lebih berperan sebagai organisator dan fasilitator pembelajaran.
Model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains berpotensi membangun kompetensi dasar hidup siswa melalui pengembangan keterampilan proses sains, sikap ilmiah, dan proses konstruksi pengetahuan secara bertahap. Keterampilan proses sains pada hakikatnya adalah kemampuan dasar untuk belajar (basic learning tools) yaitu kemampuan yang berfungsi untuk membentuk landasan pada setiap individu dalam mengembangkan diri (Chain and Evans: 1990).6
Pembelajaran dirancang dengan basis fakta dan fenomena yang bisa diobservasi. Pembelajaran memberi peluang kepada siswa untuk secara aktif mengkonstruksi (membangun) konsep, prinsip, hukum berdasarkan fakta dan data. Pembelajaran dilaksanakan dengan tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi masalah), merumuskan masalah, mengajukan hipotesis,
(35)
mengumpulkan data, mengananalisis data, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan konsep, prinsip, hukum yang ”ditemukan”.
Pembelajaran adalah kegiatan ilmiah karena itu pendekatan dalam pembelajaran harus memenuhi kriteria ilmiah, seperti berbasis fakta / fenomena dan data, melalui penalaran ilmiah, dapat diuji dengan teori yang diakui. Dengan demikian pembelajaran terhindar dari kegiatan non ilmiah seperti intuisi, prasangka, penemuan, coba-coba (untung-untungan). Pembelajaran adalah proses siswa mengkontruksi konsep, prinsip dan hukum. Pendekatan saintifik
memperlakukan siswa sebagai ”saintis muda” yang menjalankan proses ilmiah untuk ”menemukan” konsep, prinsip dan hukum. Dengan demikian, pembelajaran
tidak sekedar guru mentransfer pengetahuan (”guru memberi tahu”), siswa
mengumpulkan pengetahuan dan menghafal. Adapun langkah pendekatan saintifik yaitu: a. Mengamati,
b. Menanya,
c. Mengumpulkan informasi, d. Mengasosiasi, dan
e. Mengkomunikasikan.
Adapun prinsip-prinsip pembelajaran ilmiah yaitu:
Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu.
Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi pembelajaran.
(36)
Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran.
Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung jawabkan.
Pembelajaran berpusat pada siswa itu, dan menghilangkan verbalisme, serta membentuk student’s self concept.
Pembelajaran memberi kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasikan konsep, prinsip dan hukum.
Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa, khususnya berpikir tingkat tinggi (higher order thingking).
Adanya proses validasi terhadap konsep, prinsip dan hukum yang dikontruksi siswa dalam struktur kognitifnya.
Memberikan kesempatan pada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi.
Adapun macam-macam pembelajaran saintifik, yaitu:
Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran Berbasis Proyek
Pembelajaran Berbasis Discovery7
Langkah Pembelajaran
Kegiatan Belajar Kompetensi yang Dikembangkan Mengamati
(Observe)
Membaca, mendengar,
menyimak, dan melihat (tanpa atau dengan alat).
Melatih kesungguhan, kesabaran, ketelitian, dan kemampuan
membedakan informasi yang umum dan khusus, kemampuan berpikir analitis, kritis, dedukatif, dan komprehensif. Menanya (Question /
Ask)
Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari pada yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari
Mengembangkan kreaktivitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk
critical minds yang
perlu untuk hidup cerdas
7 Tim Sanata Dharma Yogyakarta, Pendekatan Saintifik dalam Kurikulum 2013, Pusat Penelitian dan Pelayanan Pendidikan, tidak diterbitkan, Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma.
(37)
pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik).
dan belajar sepanjang hayat.
Mengumpulkan informasi (experiment /
explore)
Melakukan eksperimen
Membaca sumber lain selain buku teks
Mengamati objek / kejadian aktivitas
Wawancara dengan narasumber.
Mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi,
menerapkan kemampuan mengumpulkan
informasi melalui berbagai cara yang dipelajari,
mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat. Mengasosiasikan /
mengolah informasi (analyze / associate)
Mengelola informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan /
eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan
mengumpulkan informasi.
Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada
pengelolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan.
Mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan
kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.
Mengkomunikasikan (Communicate)
Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.
Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis,
mengungkapkan
pendapat dengan singkat dan jelas, dan
mengembangkan kemampuan berbahasa dengan baik dan benar.
(38)
Mencipta Memodifikasi, menyusun kembali untuk menemukan yang baru, dan menemukan yang baru secara original.
Kreaktivitas dan
kejujuran serta apresiasi terhadap karya orang lain dan bangsa lain. Pembelajaran sejarah yang diajarkan di sekolah bertujuan mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap atau nilai-nilai. Sejarah sebagai mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai proses perubahan dan berkembangnya masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga masa kini, oleh karena itu pengajaran sejarah harus mampu mendorong siwa berpikir kritis-analitis dalam memanfaatkan pengetahuan tentang masa lampau untuk memahami kehidupan masa kini dan yang akan datang.
C.Prestasi Belajar Sejarah
Menurut dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan atau dikerjakan. Ada beberapa orang yang berpendapat bahwa belajar merupakan proses pertumbuhan yang dihasilkan oleh perhubungan berkondisi antara stimulus dan respons.8 Menurut pengertian belajar secara psikologis, belajar juga merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut:
“Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
8 Winarno Surakhmad, Dasar dan Teknik Interaksi Mengajar dan Belajar, Tarsito, Bandung, 1973, hlm. 61.
(39)
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan dalam arti belajar.9 Belajar adalah proses berpikir. Belajar berpikir menekankan kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu dengan lingkungan. Dalam akumulasi pengetahuan materi pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk memperoleh pengaruh sendiri (self regulated).10 Selanjutnya ada, yang
mendefinisikan:” belajar adalah berubah”. Dalam hal ini yang dimaksudkan
belajar berarti usaha mengubah tingkah laku. Jadi, belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri. Jelasnya menyangkut segala aspek organism dan tingkah laku pribadi seseorang. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.11 Oleh karenanya, pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk, dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik khususnya para guru. Kekeliruan atau ketidaklengkapan
9 Slameto, Belajar & faktor-faktor yang mempengaruhinya, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm. 2. 10 Wina Sanjaya, op.cit, hlm. 107.
(40)
persepsi mereka terhadap proses belajar dan hal-hal yang berkaitan dengannya mungkin akan mengakibatkan kurang bermutunya hasil pembelajaran yang dicapai peserta didik.12
Menurut dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia juga, belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu; berlatih; berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.13 Dimyati mendefinisikan belajar merupakan menimbulkan perubahan mental pada diri siswa. Bekerja menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi diri pelaku dan orang lain. Motivasi belajar dan motivasi bekerja merupakan penggerak kemajuan masyarakat. Motivasi belajar penting bagi siswa dan guru.14 Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman. Belajar sesungguhnya adalah ciri khas manusia dan yang membedakannya dengan binatang. Belajar yang dilakukan oleh manusia merupakan bagian dari hidupnya, berlangsung seumur hidup, kapan saja, dan dimana saja, baik di sekolah di kelas, di jalanan dalam waktu yang tidak dapat ditentukan sebelumnya. Namun demikian, satu hal sudah pasti bahwa belajar yang dilakukan oleh manusia senantiasa dilandasi oleh iktikad dan maksud tertentu. Dalam konteks merancang sistem belajar, konsep belajar ditafsirkan berbeda. Belajar dalam hal ini harus dilakukan dengan sengaja, direncanakan sebelumnya dengan struktur tertentu. Maksudnya agar proses belajar dan hasil-hasil yang dicapai dapat dikontrol secara cermat. Guru dengan sengaja menciptakan kondisi dan lingkungan yang menyediakan kesempatan
12
Muhhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, RT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2010, hlm. 87.
13 Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2005, hlm. 756. 14 Dimyati, dkk, Belajar dan Pembelajaran, PT Asdi Mahasatya, Jakarta, 2006, hlm. 84-85.
(41)
belajar kepada para siswa untuk mencapai tujuan tertentu, dilakukan dengan cara tertentu dan diharapkan memberi hasil tertentu pula kepada siswa.
Hal ini dapat diketahui melalui sistem penelitian yang dilaksanakan secara berkesinambungan. Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan dan sebagainya.15 Perubahan perilaku dalam proses belajar adalah akibat interaksi dengan lingkungan. Interaksi ini biasanya berlangsung secara disengaja. Kesengajaan itu sendiri tercermin dari adanya faktor-faktor berikut:
1. Kesiapan (readiness); yaitu kapasitas fisik maupun mental untuk melakukan sesuatu.
2. Motivasi; yaitu dorongan dari dalam diri sendiri untuk melakukan sesuatu. 3. Tujuan yang ingin dicapai.
Ketika faktor diatas mendorong seseorang untuk melakukan proses belajar. Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang diberikan oleh guru. Prestasi memiliki makna yang berarti hasil yang sudah dicapai. Hasil dari prestasi belajar ini ditunjukkan dengan nilai atau angka oleh guru kepada siswanya, sebagai bentuk penghargaan atas apa yang telah dikerjakan oleh siswanya.
15 Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2001, hlm. 154-155.
(42)
Kata “Sejarah” berasal dari bahasa Arab yaitu syajaratun yang berarti
pohon. Menurut bahasa Arab, sejarah sama artinya dengan sebuah pohon yang terus berkembang dari tingkat yang lebih maju. Itulah sebabnya, sejarah diumpamakan menyerupai perkembangan sebuah pohon yang terus berkembang
dari akar sampai ranting yang kecil. Dalam bahasa Inggris, kata “sejarah”
(history) berarti masa lampau umat manusia. Sedangkan, dalam bahasa Jerman,
kata “sejarah” (geschichte) berarti sesuatu yang telah terjadi. Kedua kata itu dapat
memberikan arti yang sesungguhnya tentang sejarah, yaitu sesuatu yang telah terjadi pada waktu lampau dalam kehidupan umat manusia. Dengan demikian, sejarah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dan bahkan berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang lebih maju dan modern.16
Ada beberapa definisi sejarah sebagai berikut.
a. Kamus Umum Bahasa Indonesia yang ditulis W.J.S. Poerwadarminta menyebutkan bahwa sejarah mengandung tiga pengertian berikut.
Sejarah berarti silsilah atau asal-usul.
Sejarah berarti kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau.
Sejarah berarti ilmu, pengetahuan, cerita pelajaran tentang kejadian atau peristiwa-peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau.
b. Moh. Ali dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah mempertegas bahwa pengertian sejarah adalah sebagai berikut.
Jumlah perubahan-perubahan, kejadian atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita.
Cerita tentang perubahan-perubahan, kejadian atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita.
(43)
Ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan, kejadian atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita.17
c. Kuntowijoyo dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah mempertegas bahwa pengertian sejarah adalah sebagai berikut.
Pengertian sejarah secara negatif sebagai berikut.
Sejarah itu bukan mitos.
Sejarah itu bukan filsafat.
Sejarah itu bukan Ilmu Alam.
Sejarah itu bukan Sastra.
Pengertian sejarah secara positif sebagai berikut.
Sejarah ialah ilmu tentang manusia.
Sejarah ialah ilmu tentang waktu.
Sejarah ialah ilmu tentang sesuatu yang mempunyai makna sosial.
Sejarah ialah ilmu tentang sesuatu yang tertentu, satu-satunya, dan terperinci.
Jadi, sejarah adalah rekonstruksi masa lalu.18
Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa sejarah dalam fungsi utamanya adalah mengabadikan pengalaman masyarakat di waktu lampau, yang sewaktu-waktu dapat menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat tersebut dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Melalui sejarah, nilai-nilai masa lampau dapat diambil dan dipergunakan untuk menghadapi masalah-masalah yang muncul pada saat sekarang. Tanpa nilai-nilai dari masa lampau orang tidak akan mampu membangun ide-ide tentang konsekuensi dari apa yang mereka lakukan (Renier, 1961:14). Di samping itu sejarah dapat memberikan kearifan dan kebijaksanaan bagi yang mempelajarinya (Moertopo, 1978). Hal tersebut sejalan dengan pendapat Collingwood (1973), yang menyatakan bahwa mengenal diri
17 Ibid, hlm. 2-3.
(44)
sendiri berarti mengenal apa yang mampu kita lakukan dan karena tidak seorangpun mengetahui apa dapat diperbuat oleh seorang adalah apa yang dia perbuat. Pernyataan Collingwood tersebut erat kaitannya dengan pendapat Rowse (1963), yang menyatakan bahwa sejarah hakikatnya sama mendasarnya dengan kehidupan manusia itu sendiri. Dengan demikian, apabila sejarah dianggap salah satu sarana utama untuk mewujudkan cita-cita nasional Indonesia, maka sejarah pada hakikatnya merupakan sumber kekuatan untuk menumbuhkan sifat, watak serta kemampuan yang diinginkan oleh generasi yang baru.
Sejarah sebagai alat pendidikan dalam pengajaran di sekolah di Indonesia baru mulai sejak kemerdekaan. Pengajaran sejarah ini harus menghadapi masa peralihan dari pandangan Eropa Sentrisme ke Indonesia Sentrime dari pendekatan monodimensi menuju ke multidimensi dan interdispliner (Kartodirjo, 1982). Pada dasarnya pengajaran sejarah di Indonesia merupakan sesuatu yang baru dalam tahap peralihan yang sesuai dengan perubahan sosial yang terjadi di Indonesia sendiri.
Pada dasarnya dapat dibedakan adanya (1) sebagai sebagai ilmu, (2) sejarah sebagai suatu peristiwa, dan (3) sebagai suatu kisah (Ali, 1963). Meskipun ketiga unsur tersebut dapat dipahami sebagai suatu kebulatan, tetapi dapat dibedakan tujuan sejarah yang bersifat filosofis dan pengajaran sejarah yang bersifat didaktis. Sejarah sebagai suatu mata pelajar harus mencakup kedua tujuan tersebut, yaitu ranah kognitif yang berupa sejarah sebagai peristiwa, serta pengembangan ranah afektif yang berupa sejarah sebagai kisah. Namun, sering dalam mengajarkan masa lampau, kebenaran sejarah dikorbankan bagi
(45)
kepentingan kebanggaan nasional dan dipaksa untuk mengobarkan semangat cinta tanah air (Hill, 1956). Ini berarti hanya menonjolkan salah satu ranah atau hakikat sejarah tertentu, yaitu sebagai suatu kisah.19
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa hasil pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif, psikomotorik setelah mengikuti proses pembelajaran sejarah yang diukur dengan menggunakan instrument tes yang relevan.
D.Model-model Pembelajaran Sejarah Berbasis Konstruktivisme
Banyak model dalam pembelajaran sejarah yang mendasarkan diri pada pembelajaran konstruktivisme, yang terdiri dari dua model, yaitu model pembelajaran sejarah berbasis masalah dan pembelajaran interaktif.
a. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah 1) Pengertian
Model pembelajaran berdasarkan masalah adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah aktual dan otentik. Siswa diharapkan dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan ketrampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri (Arends, 1997).
Menurut Jonassen (1999) mengusulkan sebuah model untuk mendesain lingkungan pembelajaran konstruktivis. Model ini menggunakan masalah,
19 Yohanes Rasul Subakti, Tesis, “Pengajaran Sejarah Lingkungan Budaya, dan Sikap Terhadap
Nilai-Nilai Kepahlawanan”, Tidak diterbitkan, Program Pasca Sarjana Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jakarta.
(46)
pertanyaan, atau proyek sebagai fokus lingkungan pembelajaran. Sasarannya adalah siswa menginterpretasikan dan memecahkan masalah, menjawab pertanyaan, atau menyelesaikan proyek. Kegiatan ini didukung dengan sistem pendukung yang meliputi kasus-kasus terkait, sumber informasi, sarana kognitif, komunikasi atau kolaborasi, dan dukungan sosial atau kontekstual. Kasus-kasus terkait dan sumber informasi mendukung pemahaman masalah dan memberikan gagasan akan solusi yang mungkin. Sarana kognitif membantu siswa menginterpretasi dan menangani aspek-aspek masalah. Komunikasi dan kolaborasi memungkinkan komunitas siswa bernegosiasi dan mengkonstruksi bersama makna-makna yang terkait dengan masalah. Dukungan sosial dan kontekstual membantu siswa dan guru dalam mengimplementasikan lingkungan pembelajaran.
Model Jonassen untuk mendesain lingkungan pembelajaran (Diadaptasi dari Paradigma Y.R. Subakti. pdf.)
2. Komunikasi dan kolaborasi 3. Sarana Kognitif 4. Sumber Informasi 5. Kasus-kasus terkait
6.Permasalahan
B.Permodelan A.Topangan
(47)
Dalam model di atas digambarkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara permasalahan yang harus diselesaikan dengan berbagai faktor yang mengelelilinginya. Oleh sebab itu, pembelajaran sejarah sebenarnya harus berkaitan erat dengan kondisi senyatanya dalam kehidupan masyarakat dalam waktu kekinian. Sebab segala sesuatu yang terjadi dalam waktu kekinian merupakan akibat dari waktu yang lalu. Oleh sebab itu, bila pembelajaran sejarah dimulai dari waktu yang lalu, maka dapat terjadi kehilangan hubungan dengan waktu kekinian. Namun, sebaliknya bila dimulai dari waktu kekinian, maka akan dapat digali relevansinya dengan waktu lalu. Guru dalam model pembelajaran berdasarkan masalah berperan sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan masalah, dan pemberi fasilitas dalam proses pembelajaran. Selain itu, guru menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat meningkatkan inkuiri dan intelektual siswa.
Hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran berdasarkan masalah adalah memberikan siswa masalah yang berfungsi sebagai batu loncatan untuk proses inkuiri dan penemuan. Di sini guru mengajukan masalah, membimbing dan memberikan petunjuk minimal kepada siswa dalam memecahkan masalah. Dalam menggunakan metode inquiry yang menjadi inti dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, siswa-siswa dalam pembelajaran sejarah diarahkan ke kegiatan untuk membuat atau mengerjakan sendiri, misalnya ketika membahas materi kerajaan Hindhu-Budha di Indonesia (kelas XII IPS semester 1 SMA). Setelah membaca materi, siswa dapat membuat sendiri bagan silsilah raja-raja Majapahit, sehingga bisa mengetahui raja yang
(48)
mana keturunan Raden Wijaya (pendiri Kerajaan Majapahit) dan raja mana yang bukan keturunan pendiri Kerajaan Majapahit. Dari tugas itu, secara otomatis siswa mengetahui juga peristiwa perebutan kekuasaan (perang saudara yang pernah terjadi dan muaranya adalah perpindahan pusat kekuasaan atau pusat kerajaan ke beberapa kota di Jawa Timur. Siswa juga dapat diberi tugas menggali silsilah keluarganya sendiri dari penuturan orang tuanya, baik dari keluarga ayah maupun dari keluarga ibu, sehingga mereka mengetuhi cikal-bakal dari mana sebenarnya nenek moyangnya berasal. Masih banyak contoh materi yang dapat menggunakan metode inquiry ini. Pembelajaran menggunakan metode ini perlu dikembangkan, yaitu siswa bekerja dengan menemukan sendiri akar permasalahan yang dipelajari.
2) Ciri-ciri Model Pembelajaran Sejarah Berdasarkan Masalah a) Pengajuan Masalah atau Pertanyaan
Pengaturan pembelajaran berdasarkan masalah berkisar pada masalah atau pertanyaan yang penting bagi siswa maupun masyarakat.20 Menurut Arends (1997), pertanyaan dan masalah yang diajukan itu haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Otentik: masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu. Dengan kata lain pemecahan masalah harus bersifat multi disiplin.
20Y. R. Subakti, Paradigma Pembelajaran Sejarah Berbasis Kontruktivisme. (online) http://usd.ac.id/lembaga/lppm/f1l3/Jurnal%20Historia%20Vitae/vol24no1april2010/PARADIG MA%20PEMBELAJARAN%20SEJARAH%20YR%20Subakti.pdf
(49)
2. Jelas: masalah dirumuskan dengan jelas, tidak ambigu, artinya tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa.
3. Mudah dipahami: masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa. Selain itu, masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
4. Luas dan Sesuai dengan Tujuan Pembelajaran: masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
5. Bermanfaat: masalah yang disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik bagi siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah siswa, serta membangkitkan motivasi belajar siswa.
b)Keterkaitannya dengan Berbagai Disiplin Ilmu
Masalah yang diajukan dalam Model Pembelajaran Picture and Picture hendaknya mengaitkan atau melibatkan berbagai disiplin ilmu (multidisiplin). c) Pengkajian atau Analisis yang Otentik
Pengkajian atau analisis yang diperlukan dalam pembelajaran berdasarkan masalah bersifat otentik. Selain itu, pengkajian diperlukan untuk mencari penyelesaian masalah yang bersifat nyata. Siswa menganalisis dan merumuskan
(50)
masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, membuat kesimpulan.
d)Menghasilkan dan memamerkan hasil/karya
Pada pembelajaran berdasarkan masalah, siswa bertugas menyusun hasil penelitiannya atau kajiannya dalam bentuk karya (karya tulis atau penyelesaian) dan memamerkan hasil karyanya. Artinya, hasil penyelesaian masalah siswa ditampilkan atau disusun laporannya.
e) Kolaborasi
Pada pembelajaran berdasarkan masalah, tugas-tugas belajar berupa masalah harus diselesaikan bersama-sama antar siswa dengan siswa, baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar, dan bersama-sama antar siswa dengan guru.
3) Langkah-langkah Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah
LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN YANG DILAKUKAN GURU
1. Orientasi siswa pada masalah 1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, dan memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah. 2. Mengorganisir siswa dalam
belajar.
2. Guru membagi siswa kedalam kelompok. Guru membantu siswam dalam
mendefinisikan dan mengorganisir tugas-tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.
3. Membimbing pengkajian atau analisis individual maupun kelompok.
3. Guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen dan pengkajian untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah. 4. Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya.
4. Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video dan
(51)
model dan membantu mereka membagi tugas dengan temannya.
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses yang digunakan.
E. Strategi model Picture and Picture dalam pembelajaran sejarah
Model pembelajaran merupakan strategi yang digunakan guru untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar di kalangan siswa, mampu berpikir kritis, memiliki keterampilan sosial, dan pencapaian hasil pembelajaran yang lebih optimal.21 Model pembelajaran ini disebut pula dengan model pembelajaran konvensional. Sagala (2003), menyatakan, model pembelajaran kuliah ialah sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan lisan dari guru kepada siswa. Model pembelajaran ini sebagai kegiatan memberi informasi dengan kata-kata sering menguburkan dan kadang-kadang ditafsirkan salah, karena guru kurang pandai menyampaikan informasi dan mungkin saja siswa tidak mau mendengar pengajaran gurunya.22
Menurut Suprjiono (2009), picture and picture merupakan strategi pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media pembelajaran. Strategi ini mirip dengan Example and Non Example, dimana gambar yang diberikan pada siswa harus dipasang atau diurutkan secara logis. Gambar-gambar ini menjadi perangkat utama dalam proses pembelajaran. Untuk itulah, sebelum proses proses pembelajaran berlangsung, guru sudah menyiapkan gambar yang akan ditampilkan baik dalam bentuk kartu atau dalam bentuk carta berukuran besar.
21 Isjoni, dan Moh. Arif. Hj. Ismail, op.cit, hlm. 146. 22 Ibid, hlm. 147-148.
(52)
Gambar-gambar tersebut juga ditampilkan melalui bantuan powerpoint atau software-software lain.
Adapun langkah-langkah penggunaan model pembelajaran Picture and
Picture dapat diuraikan sebagai berikut:23
Tahap 1: Penyampaian Kompetensi
Pada tahap ini, guru diharapkan menyampaikan kompetensi dasar mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian, siswa dapat mengukur sampai sejauh mana kompetensi yang harus mereka kuasai. Disamping itu, guru juga harus menyampaikan indikator-indikator ketercapaian kompetensi tersebut untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam mencapainya.
Tahap 2: Presentasi Materi
Pada tahap ini, guru telah menciptakan momentum awal pembelajaran. Keberhasilan proses pembelajaran dapat dimulai dari sini. Pada tahap inilah, guru harus berhasil memberi motivasi pada beberapa siswa yang memungkinkan masih belum siap.
Tahap 3: Penyajian Gambar
Pada tahap ini, guru menyajikan gambar dan mengajak siswa untuk terliabat aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang ditunjukkan dengan gambar, pengajaran akan hemat energi, dan siswa juga kan lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Dalam perkembangan selanjutnya, guru dapat memodifikasi gambar atau menggantinya dengan video atau demostrasi tertentu.
23Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-Isu Metodis dan Paradigmatis, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta, 2013, hlm. 236-238.
(53)
Tahap 4: Pemasangan Gambar
Pada tahap ini, guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian untuk memasang gambar-gambar secara berurutan dan logis. Guru juga bisa melakukan inovasi, karena penunjukkan secara langsung kadang kurang efektif sebab siswa cenderung merasa tertekan. Salah atau caranya adalah dengan undian,sehingga siswa merasa memang harus benar-benar siap untuk menjalankan tugas yang diberikan.
Tahap 5: Penjajakan
Tahap ini,mengharuskan guru untuk menanyakan kepada siswa tentang alasan / dasar pemikiran di balik urutan gambar yang disusunnya. Setelah itu, siswa bisa diajak untuk menemukan rumus, tinggi, jalan cerita, atau tuntukan kompetensi dasar berdasarkan indikator-indikator yang ingin dicapai. Guru juga bisa mengajak sebanyak mungkin siswa untuk membantu sehingga proses diskusi menjadi menarik.
Tahap 6: Penyajian Kompetensi
Berdasarkan komentar atau penjelasan atas urutan gambar-gambar, guru bisa mulai menjelaskan lebih lanjut sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai. Selama proses ini, guru harus memberi penekanan pada ketercapaian kompetensi tersebut. Di sini, guru bisa mengulangi, menuliskan, atau menjelaskan gambar-gambar tersebut agar siswa mengetahui bahwa sarana tersebut penting dalam pencapaian kompetensi dasar dan indikator-indikator yang telah di tetapkan.
(54)
Tahap 7: Penutup
Di akhir pembelajaran, guru dan siswa saling berefleksi mengenai apa yang telah dicapai dan dilakukan. Hal ini di maksudkan untuk memperkuat materi dan kompetensi dalam ingatan siswa.24
Pembelajaran sejarah yang diajarkan di sekolah bertujuan mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap atau nilai-nilai. Sejarah sebagai mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai proses perubahan dan berkembangnya masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga masa kini, oleh karena itu pengajaran sejarah harus mampu mendorong siwa berpikir kritis-analitis dalam memanfaatkan pengetahuan tentang masa lampau untuk memahami kehidupan masa kini dan yang akan datang. Dalam proses belajar mengajar di kelas, pelajaran pendekatan konstruktivisme ini adalah dalam bentuk pendekatan saintifik hanya mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.
F. Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Model Pembelajaran Picture
and Picture
Martinis mengutip Pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintifik dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya kecakapan berpikir sains, terkembangkannya “sense of inquiry”
dan kemampuan berpikir kreatif siswa (Alfred De Vito, 1989). Model pembelajaran yang dibutuhkan adalah yang mampu menghasilkan kemampuan
(55)
untuk belajar (Joice & Weil: 1996), bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana pengetahuan, keterampilan, dan sikap itu diperoleh peserta didik (Zamroni, 2000; &Semiawan, 1998).25
Pembelajaran saintifik tidak hanya memandang hasil belajar sebagai muara akhir, namum proses pembelajaran dipandang sangat penting. Oleh karena itu pembelajaran saintifik menekankan pada keterampilan proses. Model pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan proses sains adalah model pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan proses sains ke dalam sistem penyajian materi secara terpadu (Beyer, 1991). Model ini menekankan pada proses pencarian pengetahuan dari pada transfer pengetahuan, peserta didik dipandang sebagai subjek belajar yang perlu dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran, guru hanyalah seorang fasilitator yang membimbing dan mengkoordinasikan kegiatan belajar. Dalam model ini peserta didik diajak untuk melakukan proses pencarian pengetahuan berkenaan dengan materi pelajaran melalui berbagai aktivitas proses sains sebagaimana dilakukan oleh para ilmuwan (scientist) dalam melakukan penyelidikan ilmiah (Nur: 1998), dengan demikian peserta didik diarahkan untuk menemukan sendiri berbagai fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk kehidupannya. Fokus proses pembelajaran diarahkan pada pengembangan keterampilan siswa dalam memproseskan pengetahuan, menemukan dan mengembangkan sendiri fakta, konsep, dan nilai-nilai yang diperlukan (Semiawan: 1992). Model ini juga
25
http://martinis1960.wordpress.com/2010/07/29/model-pembelajaran-scoffolding/ Download, Rabu, 11 Juni 2014 jam 17:20.
(56)
tercakup penemuan makna (meanings), organisasi, dan struktur dari ide atau gagasan, sehingga secara bertahap siswa belajar bagaimana mengorganisasikan dan melakukan penelitian. Pembelajaran berbasis keterampilan proses sains menekankan pada kemampuan peserta didik dalam menemukan sendiri (discover) pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman belajar, hukum-hukum, prinsip-prinsip dan generalisasi, sehingga lebih memberikan kesempatan bagi berkembangnya keterampilan berpikir tingkat tinggi (Houston, 1988). Dengan demikian peserta didik lebih diberdayakan sebagai subjek belajar yang harus berperan aktif dalam memburu informasi dari berbagai sumber belajar, dan guru lebih berperan sebagai organisator dan fasilitator pembelajaran.
Model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains berpotensi membangun kompetensi dasar hidup siswa melalui pengembangan keterampilan proses sains, sikap ilmiah, dan proses konstruksi pengetahuan secara bertahap. Keterampilan proses sains pada hakikatnya adalah kemampuan dasar untuk belajar (basic learning tools) yaitu kemampuan yang berfungsi untuk membentuk landasan pada setiap individu dalam mengembangkan diri (Chain and Evans: 1990).
Model Picture and Picture merupakan salah satu dari sekian banyak model pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media yang dapat diperoleh dari sumber buku,majalah, internet, dan foto sesuai dengan materi dan tujuan pembelajaran. Belajar hakikatnya adalah proses yang ditandai dengan adanya
(57)
perubahan pada diri seseorang.26 Menurut Suprjiono (2009), picture and picture merupakan strategi pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media pembelajaran. Strategi ini mirip dengan Example Non Example, dimana gambar yang diberikan pada siswa harus dipasang atau diurutkan secara logis. Gambar-gambar ini menjadi perangkat utama dalam proses pembelajaran. Untuk itulah, sebelum proses proses pembelajaran berlangsung, guru sudah menyiapkan gambar yang akan ditampilkan baik dalam bentuk kartu atau dalam bentuk carta berukuran besar. Gambar-gambar tersebut juga ditampilkan melalui bantuan powerpoint atau software-software lain.
Tak satupun jenis metode, media maupun model pembelajaran Picture and
Picture yang sempurna dalam arti tidak memiliki kelemahan sedikitpun. Setiap
jenis metode, media maupun model pembelajaran selalu memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan-kelebihan model pembelajaran Picture and
Picture diantaranya adalah:27
1. Dapat memperbesar perhatian dan motivasi siswa terhadap materi yang dipelajari,
2. Penggunaan media gambar dapat mengurangi verbalisme, gambar / foto yang diperoleh dari sumber lain serta dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu. 3. Dengan mengamati gambar memndorong siswa berpikir secara logis
sistematis,
26Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Kharisma Putra, Jakarta, 2010, hlm. 9.
27 http://www.lpmpjabar.go.id/index.php/rubrik/artikel/136-pendekatan-saintifik-dalam-pembelajaran-matematika
(58)
4. Melatih keberanian siswa mengemukakan pendapat dan menanamkan nilai-nilai kebersamaan dalam kelompok.
Sedangkan kekurangan-kekurangannya adalah sebagai berikut:
1. Tidak semua siswa mampu menceritakan peristiwa pada gambar yang diamati termasuk mengemukakan alasan urutan gambar.
2. Tidak semua sekolah memiliki ruang multi media / internet sebagai media untuk memperoleh gambar / foto berhubungan dengan materi.
Penerapan model Picture and Picture dalam pembelajaran dilaksanakan setelah guru menginformasikan tujuan pembelajaran dan kompetensi yang harus dikuasai siswa dengan cara memperlihatkan gambar / foto yang selanjutnya diberikan pada siswa secara berkelompok mendiskusikan urutan gambar serta alas an pengurutan gambar secara bergantian dari tiap-tiap kelompok. Bagi kelompok yang paling cepat menyelesaikan tugas dan dapat mengemukakan alasan dengan benar diberikan reward, sedangkan bagi kelompok yang belum melaksanakan tugas dengan baik diberikan motivasi dan kesempatan pada pertemuan berikutnya. Penerapan model Picture and Picture melalui pendekatan saintifik, mendorong siswa lebih mampu dalam mengamati, menanya, mengeksplorasi/mencoba, mengasosiasi, dan mengomunikasikan atau mempresentasikan. Dan sebagai Instrumen Pembelajaran Penerapan model
Picture and Picture harus merefleksikan kompetensi sikap ilmiah, berfikir ilmiah,
dan keterampilan kerja ilmiah.28
(59)
1. Kegiatan mengamati bertujuan agar pembelajaran berkaitan erat dengan konteks situasi nyata yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Proses mengamati fakta atau fenomena mencakup mencari informasi, melihat, mendengar, membaca, dan atau menyimak.
2. Kegiatan menanya dilakukan sebagai salah satu proses membangun pengetahuan siswa dalam bentuk konsep, prinsip, prosedur, hukum dan teori, hingga berpikir metakognitif. Tujuannnya agar siswa memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi (critical thingking skill) secara kritis, logis, dan sistematis. Proses menanya dilakukan melalui kegiatan diksusi dan kerja kelompok serta diskusi kelas. Praktik diskusi kelompok memberi ruang kebebasan mengemukakan ide / gagasan dengan bahasa sendiri, termasuk dengan menggunakan bahasa daerah.
3. Kegiatan mencoba bermanfaat untuk meningkatkan keingintahuan siswa untuk memperkuat pemahaman konsep dan prinsip / prosedur dengan mengumpulkan data, mengembangkan kreatifitas, dan keterampilan kerja ilmiah. Kegiatan ini mencakup merencanakan, merancang, dan melaksanakan eksperimen, serta memperoleh, menyajikan, dan mengolah data. Pemanfaatan sumber belajar termasuk mesin komputasi dan otomasi sangat disarankan dalam kegiatan ini. 4. Kegiatan mengasosiasi bertujuan untuk membangun kemampuan berpikir dan
bersikap ilmiah. Data yang diperoleh dibuat klasifikasi, diolah, dan ditemukan hubungan-hubungan yang spesifik. Kegiatan dapat dirancang oleh guru melalui situasi yang direkayasa dalam kegiatan tertentu sehingga siswa melakukan aktifitas antara lain menganalisis data, mengelompokan, membuat kategori,
(60)
menyimpulkan, dan memprediksi / mengestimasi dengan memanfaatkan lembar kerja diskusi atau praktik. Hasil kegiatan mencoba dan mengasosiasi memungkinkan siswa berpikir kritis tingkat tinggi (higher order thinking skills) hingga berpikir metakognitif.
5. Kegiatan mengomunikasikan adalah sarana untuk menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, gambar / sketsa, diagram, atau grafik. Kegiatan ini dilakukan agar siswa mampu mengomunikasikan pengetahuan, keterampilan, dan penerapannya, serta kreasi siswa melalui presentasi, membuat laporan, dan atau unjuk karya.29
Dengan melihat paparan-paparan yang telah disampaikan di atas, terlihat jelas bahwa model pembelajaran Picture and Picture ini mencakup langkah-langkah-langkah dalam pendekatan saintifik, seperti mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.
(61)
G. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kerangka berpikir yang telah diuraikan maka dapat dirangkumkan dalam bagan di bawah ini:
Gambar II: Kerangka Berpikir Penelitian Model Picture and Picture
Dilihat dari bagan di atas, terlihat jelas bahwa perlu adanya upaya dalam meningkatkan prestasi belajar sejarah. Upaya peningkatan prestasi belajar sejarah itu dilaksanakan dengan menerapkan Model Picture and Picture. Melalui penerapan model pembelajaran ini akhirnya mampu meningkatkan prestasi belajar sejarah, hasil belajar meningkat, kemampuan berpikir kritis siswa juga meningkat dan melalui penerapan model pembelajaran Picture and Picture ini juga mampu melakukan penanaman sikap terhadap siswa.
Pembelajaran Sejarah
Model Pembelajaran
Picture and Picture
Pengelolaan pembelajaran
Picture and Picture. Prestasi belajar
sejarah meningkat.
Hasil pembelajaran sejarah meningkat.
Kemampuan berpikir siswa meningkat.
Penanaman sikap berhasil.
Terjadi peningkatan prestasi belajar sejarah
(62)
H. Hipotesis Penelitian
Pelaksanaan penerapan model Picture and Picture dapat meningkatkan prestasi belajar sejarah siswa di kelas X C SMA Negeri 1 Mlati tentang “Asal -Usul dan Persebaran Manusia di Indonesia”.
(63)
45 BAB III
METODE PENELITIAN
A.Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan cara (1) merencanakan, (2) melaksanakan, dan (3) merefleksi tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.1 Metode penelitian adalah tahapan-tahapan cara dalam melaksanakan penelitian. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (classroom based action
research) dengan peningkatan pada unsur desain untuk memungkinkan
diperolehnya gambaran keefektifan tindakan yang dilakukan.2
Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas.3 Manfaat dari PTK itu secara umum diantaranya: membantu guru memperbaiki mutu pelajaran, meningkatkan profesionalisme guru, meningkatkan rasa percaya diri guru, dan memungkinkan guru secara aktif mengembangkan pengetahuan dan ketrampilannya. Alasan peneliti melakukan Penelitian Tindakan Kelas karena penelitian ini sangat bermanfaat bagi peneliti sebagai bekal peneliti menghadapi dunia kerjanya nanti yaitu di sekolah-sekolah. Selain itu, PTK memiliki berbagai
1 Wijaya Kusumah, Mengenal Penelitian Tindakan Kelas, Indeks, Jakarta, 2010, hlm. 9. 2 Zainal Aqib, Penelitian Tindakan Kelas untuk: Guru, Yrama Widya, Bandung, 2006, hlm. 33. 3
(1)
170 5. Qoid Tsaqib Hasan
6. Raden Roro Rania Wendriayuningsih 7. Siwi Qoirinisa
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Kelompok: 3
Ketua: Alfiyah Nur Hidayah Anggota:
1. Fidyan Kusniar Hadi Prasetyo 2. Maulia Rahma Milasari 3. Muhammad Agus Nurofiq 4. Nada Fatin Febriana 5. Nova Fitriyaningsih 6. Nurul Hasanah 7. Rany Fitriyana
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Kelompok: 4
Ketua: Aditya Prabowo Anggota:
1. Dita Putri Ramadhanti 2. Farhan Budi Prasetiyo 3. Novi Sabilla Nurhidayati 4. Sanabilla Pramono Putri 5. Saumi Anggit Musofi 6. Zhafran Mughofar Alalimi
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Keterangan: Skor 1: Kurang Skor 2: Cukup
Skor 3: Baik
(2)
165
LEMBAR OBSERVASI
AKTIVITAS BELAJAR SISWA KELAS X C
PADA MATA PELAJARAN MATA PELAJARAN SEJARAH SIKLUS 2 (DUA)
Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Mlati Tahun Pelajaran : 2013/2014
Kelas/Semester : X/2 Mata Pelajaran : Sejarah
Kompetensi Dasar : 2.3. Menganalisi asal-usul dan persebaran manusia di kepulauan Indonesia.
Nama Kelompok/Siswa Minat Perhatian Partisipasi Presentasi 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Kelompok: 1
Ketua: Alfatita Lathofah Nisa Anggota:
1. Antika Ririn Heriyanti 2. Ardyansyah Ramadhan 3. Fajar Rastra Aditama 4. Irfandita Arthafanti
5. Kharisma Wulan Septarina 6. Marvina Anandita
7. Rizka Nur Anisa
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Kelompok: 2
Ketua: Aditya Prabowo Anggota:
1. Anisa Fifi Kurniasari 2. Ika Budi Utami 3. Maiza Dea Nuraini
4. Muhammad Guntur Sugiantoro 5. Nur Rohmah Kurniawatu
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 171
(3)
166 6. Qoid Tsaqib Hasan
7. Raden Roro Rania Wendriayuningsih 8. Siwi Qoirinisa
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Kelompok: 3
Ketua: Fidyan Kusniar Hadi Prasetyo
Anggota:
1. Irfandita Arthafanti 2. Maulia Rahma Milasari 3. Muhammad Agus Nurofiq 4. Nada Fatin Febriana 5. Nova Fitriyaningsih 6. Nurul Hasanah 7. Rany Fitriyana
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Kelompok: 4
Ketua: Alfiyah Nur Hidayah Anggota:
1. Dita Putri Ramadhanti 2. Farhan Budi Prasetiyo 3. Nadiyah Syntia Lestari 4. Novi Sabilla Nurhidayati 5. Sanabilla Pramono Putri 6. Saumi Anggit Musofi 7. Zhafran Mughofar Alalimi
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Keterangan: Skor 1: Kurang Skor 2: Cukup
Skor 3: Baik
Skor 4: Sangat Baik
(4)
173
FOTO PENELITIAN
Suasana pembelajaran di kelas
(5)
174
Saat siswa di suruh menyusun urutan gambar-gambar
Siswa presentasi di depan kelas
(6)
BIODATA PENULIS
Maksima Amerta.S., lahir pada tanggal 26 Maret 1991 di Belimbis, Pinjawan RT/RW 004, Desa/Kel Pulau Manak, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Memulai pendidikan Sekolah Dasar Negeri No. 05 Pinjawan pada tahun 2003. Setelah lulus SD melanjutkan ke SMP Karya Budi, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat pada tahun 2006. Kemudian melanjutkan ke SMA Karya Budi, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat pada tahun 2009. Pada tahun 2009, ia melanjutkan pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Jurusan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah. Tercatat sebagai mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2009-sekarang (2015). Skripsinya berjudul “Peningkatan Prestasi Belajar Sejarah melalui Penerapan Model Picture and Picture Siswa Kelas X C SMA Negeri 1 Mlati Tahun Ajaran 2013/2014”