ProdukHukum BankIndonesia

(1)

PRO VIN SI SU M ATERA U TARA

TRIW U LAN I-2009

BAN K IN D O N ESIA M ED AN

2009


(2)

internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil”.

M isi Bank Indonesi a:

“M encapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan”.

N il ai -nil ai Strategi s O rganisasi Bank Indonesi a:

“Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegaw ai untuk bertindak dan atau berprilaku yang terdiri atas Kompetensi, Integritas, Transparansi, Akuntabilitas dan Kebersamaan”.

Vi si Kantor Bank Indonesia M edan:

“M enjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan”.

M isi Kantor Bank Indonesi a M edan:

“Berperan aktif dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah melalui peningkatan pelaksanaan tugas bidang ekonomi monet er, sistem pembayaran, pengaw asan bank serta memberikan saran kepada pemerintah daerah dan lembaga terkait lainnya”.

Kalender Publi kasi

Periode Publikasi Publikasi KER Triw ulan I Pertengahan M ei KER Triw ulan II Pertengahan Agustus KER Triw ulan III Pertengahan November KER Triw ulan IV Pertengahan Februari

Penerbi t:

Kantor Bank Indonesia M edan Jl. Balai Kota No.4

M EDAN, 20111 Indonesia

Telp : 061-4150500 psw . 1729, 1770 Fax : 061-4152777 , 061-4534760 Homepage : w w w .bi.go.id

w w w .d-bes.net Email : KBIM edan@bi.go.id


(3)

Di tengah ketidakpastian atas besarnya dampak krisis keuangan global, kondisi perekonomian Indonesia tahun 2009 diperkirakan akan dipengaruhi juga oleh dinamika sosial dan politik yang terjadi. Di bidang sosial, jumlah

pengangguran diperkirakan meningkat seiring dengan kemungkinan

maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) atau dirumahkannya sebagian karyaw an di beberapa perusahaan besar yang bergerak di sektor industri. Di bidang politik, pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden sedikit banyak diperkirakan akan ikut berpengaruh pula pada bidang ekonomi. Namun, masih terdapat hal yang menggembirakan yaitu penurunan harga BBM bersubsidi yang diperkirakan cukup menahan laju inflasi meskipun tarif angkutan umum belum sepenuhnya mengalami penyesuaian.

Di Sumut, tekanan inflasi hingga M aret 2009 tampak semakin mereda. Pada triw ulan I-2009 (M aret 2009), inf lasi Sumut sebesar 6,58% , menurun dibandingkan posisi Desember 2008 sebesar 10,72% (yoy). Penurunan ini seiring dengan turunnya " imported inflation" , melambatnya permintaan domestik dan terjaganya pasokan komoditas pangan.

Sementara itu, ekonomi Sumut triw ulan I-2009 tumbuh sebesar 4,63% (yoy), lebih rendah dibandingkan triw ulan sebelumnya sebesar 6,97% (yoy), yang didorong oleh pert um buhan sekt or konsumsi pemerint ah sebesar 12,65% . Di sisi penaw aran, pertumbuhan ekonomi t ersebut masih didominasi oleh sektor jasa-jasa yang tumbuh 9,04% .

Dalam pada itu, kinerja perbankan Sumut selama triw ulan I-2009 masih cukup positif. Posisi Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun pada Februari 2009 mencapai Rp87,08 triliun, atau bertumbuh 20,82% dibandingkan posisi M aret 2008. Begitu pula aset yang tumbuh 27,42% (Rp114,93 triliun), sement ara kredit yang disalurkan t umbuh 20,57% sehingga mencapai Rp66,05 triliun.

M eskipun diperkirakan akan mengalami tekanan pada t ahun 2009, namun pada triw ulan II-2009 perekonomian Sumut diperkirakan masih tumbuh posit if pada kisaran 4,8% -5,6% (yoy), sedangkan inf lasi diperkirakan akan mengalami penurunan sejalan dengan penurunan harga-harga komodit as yang disert ai dengan penurunan daya beli masyarakat.

Demikian sekilas gambaran perkembangan ekonomi Sumatera Utara triw ulan I-2009 yang uraiannya secara lengkap dicakup dalam buku Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Sumatera Utara Triw ulan I-2009. Pada kesempatan ini, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyediaan data dan informasi yang diperlukan serta berharap agar hubungan yang lebih baik dapat terjalin di masa mendatang.

M edan, M ei 2009 BANK INDONESIA M EDAN

Romeo Rissal Pemimpin


(4)

ii

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ...ii

Daftar Tabel ...iv

Daftar Grafik ... v

Daftar Lampiran ...vi

Tabel Indikator Ekonomi Terpilih RINGKASAN EKSEKUTIF ... viii

BAB 1 PERKEM BANGAN EKONOM I M AKRO REGIONAL ... 1

1.1. Kondisi Umum ... 1

1.2. Sisi Permintaan ... 3

1. Konsumsi ... 4

2. Investasi ... 7

3. Ekspor dan Impor ... 9

1.3. Sisi Penawaran ... 12

1. Sektor Pertanian ... 12

2. Sektor Industri Pengolahan ... 15

3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ... 17

4. Sektor Keuangan dan Jasa Perusahaan ... 19

5. Sektor Bangunan ... 19

6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi ... 21

7. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih ... 22

8. Sektor Jasa-jasa ... 23

BOKS1 Pembiayaan Sektor Unggulan ... 25

BOKS2 Menuju Sumut Sebagai Pusat Saw it Asia ... 28

BAB 2 PERKEM BANGAN INFLASI DAERAH ... 31

2.1. Kondisi Umum ... 31

2.2. Inflasi Triwulanan ... 32

2.3. Inflasi Tahunan ... 34

BOKS 3 Survei Keyakinan Konsumen ... 49

BAB 3 PERKEM BANGAN PERBANKAN DAERAH ... 52

3.1. Kondisi Umum ... 52

3.2. Intermediasi Perbankan ... 53

1. Penghimpunan Dana Masyarakat ... 53

2. Penyaluran Kredit ... 54

3. Kredit UM KM ... 57

3.3. Stabilitas Sistem Perbankan ... 60

1. Resiko Kredit ... 60

2. Resiko Likuiditas ... 61

3. Resiko Pasar ... 61

3.4. Perbankan Syariah ... 62


(5)

iii

4.2. Alokasi Pemanfaatan Dana Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA)... 66

4.3. Pendapatan Asli Daerah ... 67

BOKS 4 Kapasitas Fiskal Daerah ... 68

BAB 5 PERKEM BANGAN SISTEM PEM BAYARAN ... 70

5.1. Kegiatan Transaksi BI-RTGS Perbankan Sumatera Utara ... 70

5.2. Transaksi Kliring ... 71

5.3. Perkembangan Aliran Uang Kartal (Inflow dan Outflow) ... 72

5.4. Temuan Uang Palsu ... 74

5.5. Penyediaan Uang Yang Layak Edar ... 75

5.6. Transaksi Jual Beli UKA dan TC Pada PVA Non Bank ... 76

BAB 6 PERKEM BANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN ... 78

6.1. Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah ... 78

6.2. Perkembangan Kesejahteraan ... 79

6.3. Kesejahteraan M asyarakat Daerah ... 79

BAB 7 PERKIRAAN EKONOM I DAN INFLASI DAERAH ... 83

7.1. Perkiraan Ekonomi ... 83

7.2. Perkiraan Inflasi Daerah ... 85


(6)

iv

1.1. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Tahunan Provinsi Sumut (% ) ... 3

1.2. Pertumbuhan Ekonomi Sumut (% yoy) ... 3

1.3. Penyaluran BLT Tahap III-2009 ... 7

1.4. Nilai Ekspor Triw ulan I-2009 ... 11

1.5. Nilai Impor Triw ulan I-2009 ... 11

1.6. Tingkat Penghunian Kamar Hotel di Sumut (% ) ... 18

1.7. Perkembangan Arus Barang di Pelabuhan Belawan (ton) ... 19

1.8. Perkembangan Kegiatan Bank ... 19

1.9. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Polonia ... 21

1.10. Jumlah Penumpang Dalam Negeri di Pelabuhan Belawan ... 22

1.11. Rencana Pembangunan Pembangkit Listrik Jangka Menengah ... 24

3.1. Indikator Utama Perbankan Sumut ... 37

3.2. Suku Bunga Giro, Tabungan, Deposito dan Kredit ... 44

5.1. Transaksi BI-RTGS Perbankan di Wilayah Sumut (RpM iliar) ... 63

5.2. Perkembangan Transaksi Kliring dan Cek/BG Kosong (RpM iliar) ... 65

5.3. Perkembangan Aliran Kas di Wilayah Sumut (RpM iliar) ... 67

5.4. Perkembangan Temuan Uang Palsu di Sumut (Satuan Lembar) ... 68

5.5. Perkembangan Transaksi Jual Beli UKA dan TC (Ribu USD) ... 70

6.1. Indikator Tenaga Kerja Sumut M enurut Kegiatan Utama ... 72


(7)

v

1.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumut ... 2

1.2. Perkembangan Kegiatan Usaha di Sumut ... 2

1.3. Indeks Keyakinan Konsumen ... 4

1.4. Komponen Indeks Keyakinan Saat Ini ... 4

1.5. Komponen Indeks Ekspektasi ... 4

1.6. Pertumbuhan Penjualan Elektronik ... 4

1.7. Pertumbuhan Penjualan BBM ... 5

1.8. Penjualan M akanan dan Tembakau ... 5

1.9. Penjualan Perlengkapan Rumah Tangga ... 5

1.10. Penjualan Pakaian dan Perlengkapan ... 5

1.11. Posisi Penyaluran Kredit Konsumsi oleh Bank Umum di Sumut ... 6

1.12. Penyaluran Kredit Baru untuk Konsumsi oleh Bank Umum di Sumut ... 6

1.13. Pengadaan Semen di Sumut ... 7

1.14. Penjualan Bahan Konstruksi ... 7

1.15. Posisi Penyaluran Kredit Investasi oleh Bank Umum di Sumut ... 8

1.16. Perkembangan Nilai Ekspor Impor ... 10

1.17. Perkembangan Volume Ekspor Impor ... 10

1.18. Volume M uat Barang di Pelabuhan Belawan ... 10

1.19. Neraca Perdagangan Sumut ... 10

1.20. Perkembangan Nilai Ekspor Produk Utama ... 11

1.21. Nilai Tukar Petani Sumut ... 13

1.22. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Pertanian ... 15

1.23. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Industri Pengolahan ... 17

1.24. Nilai dan Penjualan Pedagang Besar dan Eceran ... 18

1.25. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor PHR ... 18

1.26. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Konstruksi ... 20

1.27. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Pengangkutan & Komunikasi ... 22

1.28. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Jasa-Jasa ... 24

2.1. Inflasi Bulanan dan Tahunan Sumut ... 30

2.2. Inflasi Bulanan Sumut dan Nasional ... 31

2.3. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar ... 31

2.4. Perkembangan Harga Barang dan Jasa M enurut Pengusaha ... 32

2.5. Ekspektasi Konsumsi Terhadap Harga Barang dan Jasa ... 32

2.6. Perkembangan Harga M ingguan Beberapa Komoditas di Medan ... 33

2.7. Perkembangan Harga Beras M ingguan di Kota M edan (Juli-Desember 2008) ... 34

2.8. Perkembangan Volume Produksi ... 35

2.9. Inflasi Tahunan Sumut dan Nasional ... 36

3.1. Net Interest Margin (NIM) ... 37

3.2. Perkembangan DPK ... 38

3.3. Perkembangan Struktur DPK ... 38

3.4. DPK M enurut Kelompok Bank ... 38

3.5. Perkembangan Kredit Sumut ... 39

3.6. Kredit Modal Kerja Sumut ... 39

3.7. Kredit Investasi Sumut ... 39

3.8. Kredit Konsumsi Sumut ... 39

3.9. Struktur Kredit Menurut Sektor Ekonomi ... 40

3.10. Perkembangan Kredit M enurut Sektor Ekonomi ... 40

3.11. Kredit Menurut Kelompok Bank ... 40

3.12. Perkembangan LDR Sumut ... 41


(8)

vi

3.16. NPL UM KM M enurut Sektor Ekonomi ... 42

3.17. NPL Gross ... 43

3.18. NPL M enurut Sektor Ekonomi ... 43

3.19. Cash Ratio ... 44

3.20. Perkembangan Aset, Pembiayaan, DPK Perbankan Syariah ... 45

3.21. FDR Perbankan Syariah ... 45

3.22. Perkembangan Aset, Kredit, DPK BPR ... 46

3.23. LDR BPR... 46

3.24. Perkembangan Aset, Kredit, DPK Bank Berkantor Pusat di M edan ... 47

3.25. LDR Bank Berkantor Pusat di Medan ... 47

5.1. Perkembangan Nilai dan Volume Transaksi RTGSSumut (outgoing) ... 61

5.2. Perkembangan Nilai dan Volume Transaksi RTGSSumut (incoming) ... 61

5.3. Perkembangan Nilai dan Volume Transaksi RTGSAntar Bank ... 62

5.4. Perkembangan Transaksi Kliring ... 64

5.5. Grafik Penolakan Cek/BG kosong ... 64

5.6. Perkembangan Aliran Uang Kartal melalui KBI Medan dan KBI Sibolga ... 66

5.7. Perkembangan Jumlah PTTB di Sumut ... 69

5.8. Perkembangan Transaksi Jual Beli UKA & TC melalui PVA bukan bank di Sumut ... 70

7.1. Ekspektasi Konsumen 6 bulan yad ... 78

7.2. Ekspektasi Kegiatan Usaha Triwulan I-2009 ... 78


(9)

vii

A. PDRB Triw ulanan Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku M enurut Lapangan Usaha

B. PDRB Triw ulanan Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan 2000 M enurut Lapangan Usaha

C. Pertumbuhan PDRB Triw ulanan Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku D. Pertumbuhan PDRB Triw ulanan Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan 2000 E. Struktur PDRB Triw ulanan Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku


(10)

2007 2009

Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I

- Medan 102.83 167.66 109.92 111.25 113.18 112.80

- Pematangsiantar 102.68 161.40 110.11 111.62 112.29 112.88

- Sibolga 102.84 166.68 109.68 113.04 114.01 114.95

- Padangsidempuan 102.86 171.55 112.34 113.77 114.75 115.52

- Medan 6.42 7.01 10.86 10.30 10.63 6.37

- Pematangsiantar 8.37 8.48 11.09 10.27 10.16 6.89

- Sibolga 7.13 8.37 10.10 12.03 12.36 7.88

- Padangsidempuan 5.87 8.71 14.34 12.62 12.34 8.50

- Pertanian 5,994.36 6,398.93 6,248.74 6,410.88 6,242.09 6,660.22 - Pertambangan & Penggalian 1,948.97 2,320.26 2,015.73 2,086.89 1,975.13 2,354.45 - Industri Pengolahan 2,426.64 2,450.10 2,588.73 2,644.44 2,552.28 2,581.35 - Listrik, Gas, dan Air Bersih 638.83 641.37 643.63 657.37 674.04 682.60

- Bangunan 349.21 343.09 351.69 356.94 363.22 360.57

- Perdagangan, Hotel, dan Restoran 630.70 644.10 648.96 665.24 677.40 681.25 - Pengangkutan dan Komunikasi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 - Keuangan, Persewaan, dan Jasa 308.62 314.65 327.82 330.66 331.21 316.70

- Jasa-Jasa 146.55 150.40 157.85 158.09 153.27 147.22

8.10 5.35 5.51 7.73 6.97 4.63

2,081.55 2,333.02 2,406.09 2,417.65 1,769.72 745.84 2,172.20 2,102.33 1,906.94 2,076.85 2,214.16 991.72 531.01 635.70 708.26 843.66 666.59 233.72 1,096.74 1,346.56 1,358.95 1,371.47 1,086.02 482.05 Ket. : Data Ekspor-Impor s.d Februari 2009

Pertumbuhan PDRB (yoy %)

Volume Impor Nonmigas (ribu ton) Nilai Impor Nonmigas (USD juta) Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) Nilai Ekspor Nonmigas (USD juta)

PDRB - harga konstan (Rp miliar) Laju Inflasi Tahunan (yoy %) Indeks Harga Konsumen MAKRO


(11)

2009 Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I

87.49 90.20 92.87 97.46 108.08 114.55

71.30 72.08 75.72 77.97 84.29 88.82

- Giro (Rp Triliun) 14.48 15.08 16.09 14.87 15.07 16.25

- Tabungan (Rp Triliun) 26.41 27.18 28.73 28.58 30.58 31.08

- Deposito (Rp Triliun) 30.42 29.82 30.90 34.52 38.64 41.49

- Modal Kerja 30.98 30.90 36.69 37.72 36.03 34.49

- Konsumsi 12.06 13.14 14.48 15.99 16.31 16.48

- Investasi 11.17 10.74 11.17 12.16 14.38 14.82

- LDR 76.01% 76.01% 82.33% 84.48% 79.03% 73.94%

22.43 24.72 28.02 30.42 30.17 30.02

1.03 1.17 1.28 1.53 1.60 1.68

- Kredit Modal Kerja 0.31 0.36 0.38 0.41 0.42 0.45

- Kredit Investasi 0.10 0.10 0.12 0.15 0.16 0.16

- Kredit Konsumsi 0.62 0.72 0.78 0.97 1.03 1.07

7.46 8.17 9.23 10.57 10.46 10.63

- Kredit Modal Kerja 3.42 3.69 4.03 4.40 4.52 4.19

- Kredit Investasi 0.70 0.76 1.01 1.19 1.18 1.25

- Kredit Konsumsi 3.34 3.72 4.19 4.98 4.76 4.81

13.62 15.05 17.18 18.32 18.11 17.71

- Kredit Modal Kerja 8.48 9.03 10.17 10.75 10.57 10.29

- Kredit Investasi 1.54 1.73 2.06 2.33 2.37 2.39

- Kredit Konsumsi 3.92 4.61 4.95 5.24 5.17 5.03

22.43 24.72 28.02 30.42 30.17 30.02

3.88% 3.96% 3.57% 3.29% 2.85% 3.56%

0.42 0.45 0.43 0.49 0.53 0.51

0.31 0.33 0.31 0.34 0.35 0.37

- Tabungan (Rp Triliun) 0.13 0.15 0.13 0.14 0.14 0.16

- Deposito (Rp Triliun) 0.18 0.18 0.18 0.20 0.21 0.21

0.32 0.33 0.33 0.38 0.38 0.39

8.49% 8.67% 7.88% 6.61% 7.26% 7.95%

101.68% 100.00% 106.45% 111.76% 108.57% 105.41%

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Medan INDIKATOR

LDR

Total Aset (Rp Triliun) DPK (Rp Triliun)

Kredit (Rp Triliun)

BPR:

Rasio NPL Gross (%) DPK (Rp Triliun) Total Aset (Rp Triliun)

Bank Umum : PERBANKAN

2007 2008

NPL MKMgross (%)

Total Kredit MKM (Rp Triliun) Kredit Menengah

Kredit Kecil Kredit Mikro

Kredit UMKM (Rp Triliun)


(12)

(13)

Perekonomian Sumut

t riw ulan I-2009 diperkirakan t umbuh 4,63% (yoy).

G

GGAAAMMMBBBAAARRRAAANNNUUUMMMUUUMMM

M engaw ali tahun 2009, perekonomian Sumatera Utara pada

triw ulan I-2009 mengalami pertumbuhan sebesar 4,63% (yoy). M eskipun mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya, namun pertumbuhan ini masih mampu memberikan harapan besar bagi perekonomian ke depan, mengingat kondisi perekonomian global yang saat ini tengah mengalami gejolak. Pada triw ulan

IV-2008, perekonomian Sumut mampu tumbuh sebesar 6,97% ,

sementara pada triw ulan yang sama tahun lalu (triw ulan I-2008), pertumbuhan tercatat sebesar 5,35% .

Pada pertengahan tahun 2008 sampai dengan aw al 2009, sejumlah tantangan dan risiko eksternal makin meningkat, antara lain terkait dengan penurunan permintaan ekspor, penurunan daya beli akibat penurunan kegiatan ekonomi di negara maju dan negara-negara tujuan utama ekspor Sumatera Utara. Fluktuasi harga komoditas ekspor juga menambah faktor ketidakjelasan bisnis, yang tidak hanya berakibat pada pengelolaan ekspor, namun juga berimbas pada petani perkebunan, terutama pada perkebunan karet dan kelapa saw it. Namun di sisi lain, terdapat sentimen positif yang menyebabkan membaiknya struktur produksi terutama pada industri manufaktur, yaitu menurunnya harga bahan bakar minyak.

Pada triw ulan I-2009, Sumut mengalami deflasi sebesar 0,73% (qtq), dibandingkan dengan inflasi triw ulan IV-2008 yang sebesar 2,13% (qtq). Sebagaimana periode sebelumnya, hal ini lebih baik dibandingkan dengan inflasi nasional sebesar 0,36% (qtq). Deflasi triw ulan I-2009 terutama disebabkan oleh menurunnya harga-harga komoditas internasional, terutama harga minyak yang dikuti penurunan harga BBM sebanyak dua kali pada bulan Desember 2008.

Perkembangan bank umum konvensional, bank umum syariah dan BPR/S di Sumut pada triw ulan I-2009 meningkat baik secara triw ulanan maupun tahunan. DPK yang dihimpun bank umum

syariah di Sumut pada triw ulan ini mengalami penurunan

pertumbuhan setelah pada triw ulan sebelumnya mengalami

pertumbuhan positif.

Anggaran pendapatan daerah Sumut tahun 2009 diproyeksikan sebesar Rp3,25 triliun, naik 0.62% dibandingkan realisasi pendapatan tahun 2008 senilai Rp3,23 triliun. Sementara itu, belanja daerah selama tahun 2009 diproyeksikan sebesar Rp3,62 triliun, sehingga defisit anggaran tercatat Rp366,98 miliar. Defisit tersebut diproyeksikan dapat ditutupi dengan pembiayaan daerah yang terdiri


(14)

atas penerimaan pembiayaan sebesar Rp399,15 miliar dan pengeluaran pembiayaan sebesar Rp32,17 miliar.

Nilai transaksi pembayaran non tunai melalui sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) di w ilayah perbankan Sumatera Utara yang meliputi w ilayah kerja KBI M edan dan KBI Sibolga, pada triw ulan I 2009 mengalami penurunan. Nilai nominal transaksi RTGS tercatat sebesar Rp.98.474 milyar atau menurun 6,33% dibanding

periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar

Rp.105.124 milyar, namun volume transaksi mengalami peningkatan sebesar 17,76% dari Rp.128.356 milyar pada triw ulan I 2008 menjadi Rp.151.146 milyar.

Perkiraan semakin tingginya tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Sumut pada tahun 2009 ini telah terlihat dengan dipulangkannya 15.059 orang TKI asal Sumut dari M alaysia, baik karena terkena PHK,

habis masa kontrak kerja maupun akibat terkena putusan

perusahaan untuk merumahkan karyaw annya. Selain itu, sedikitnya ada 17 perusahaan di Sumut juga telah berencana untuk mem-PHK sekitar 5.292 pekerjanya.

Pada triw ulan II-2009, pertumbuhan ekonomi Sumut diproyeksikan

akan tumbuh pada kisaran 4,80% - 5,60% (yoy). Dengan

perkembangan tersebut, laju pertumbuhan ekonomi Sumut pada tahun 2009 diproyeksikan masih berada pada kisaran 5±1% (yoy).

Berdasarkan proyeksi dan dengan mempertimbangkan

perkembangan harga serta determinan utama inflasi di Sumatera Utara, maka diperkirakan inflasi tahunan (yoy) pada triw ulan II-2009 akan turun menjadi 7,5 ± 1% , sedangkan inflasi triw ulanan (qtq) diperkirakan akan mencapai 0,45±1% .

P

PPEEERRRKKKEEEMMMBBBAAANNNGGGAAANNNEEEKKKOOONNNOOOMMMIIIMMMAAAKKKRRROOO

Perekonomian Sumut pada triw ulan I-2009 tumbuh sebesar 4,63% , melambat dibandingkan dengan triw ulan sebelumnya (6,97% ). Sumber pertumbuhan ekonomi berasal dari peningkatan investasi, sementara itu, konsumsi meskipun tumbuh namun melambat.

Kegiatan ekspor impor juga menunjukkan adanya penurunan

sehingga sumbangan net ekspor impor terhadap pertumbuhan PDRB relatif masih rendah.

Pada triw ulan I-2009 konsumsi Sumut tumbuh 7,09% , menurun dibandingkan dengan triw ulan sebelumnya 9,22% . Daya beli masyarakat yang masih relatif rendah, berakibat pada perubahan pola dan pilihan konsumsi, sehingga menyebabkan perlambatan pertumbuhan konsumsi. Di sisi lain, keyakinan konsumen juga masih berada pada level pesimis, terutama untuk melakukan konsumsi barang-barang tahan lama. Di sisi lain, pembiayaan konsumsi dari bank juga sedikit mengalami penurunan dibandingkan triw ulan lalu, meskipun angkanya tercatat masih relatif tinggi.


(15)

Total investasi pada triw ulan I-2009 tumbuh 11,47% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triw ulan IV-2008 sebesar 14,10% (yoy). Berdasarkan data dari Badan Promosi dan Penanaman M odal (BKPM ), realisasi investasi dalam bentuk investasi langsung tahun 2008 menurun dibandingkan tahun 2007. Penanaman M odal Asing

(PM A) menurun hingga 32,89% dari USD189,7 juta menjadi

USD127,3 juta dengan proyek yang terealisasi sebanyak 18 proyek. M eskipun jumlah proyeknya mengalami peningkatan dari 6 menjadi 12 proyek, namun nilai Penanaman M odal Dalam Negeri (PM DN) justru mengalami penurunan dari Rp1.521,3 milyar menjadi Rp382,7 milyar.

M eskipun pada tahun 2008, nilai ekspor Sumut mampu tumbuh 31,51% , namun pada triw ulan I-2009 diperkirakan mengalami

kontraksi sampai dengan -48,49% (yoy), jauh lebih rendah

dibandingkan triw ulan IV-2008 sebesar -15% . Sedangkan volume ekspor triw ulan I-2009 juga mengalami kontraksi sebesar -25,86% (yoy)dari 1,33 ribu ton menjadi 0,99 ribu ton.

Ekspor terbesar disumbangkan oleh produk minyak hew an, nabati dan CPO, dengan nilai mencapai USD289,68 juta (38,83% dari total ekspor), diikuti oleh ekspor karet Sumut yang mencapai USD127,43 juta atau 17,05% dari total ekspor. Impor Sumut diperkirakan menurun terkait dengan menurunnya impor bahan baku industri manufaktur. Nilai impor Sumut triw ulan I-2009 (Januari- Februari 2009) mencapai USD233,71 juta, atau menurun -44,97% (yoy). Impor Sumut didominasi oleh impor barang modal/bahan baku dengan nilai mencapai USD205,41 juta.

Perekonomian Sumut triw ulan I-2009 pada sisi penaw aran terutama didukung oleh tiga sektor non primer yaitu sektor jasa-jasa, sektor pengangkutan dan komunikasi serta jasa keuangan yang masing-masing tumbuh 9,04% , 6,01% dan 5,61 % (yoy). Sementara itu, sektor dengan pangsa tertinggi yaitu sektor pertanian pada triw ulan laporan menunjukkan penurunan pertumbuhan menjadi sebesar 4,08% (yoy).

P

PPEEERRRKKKEEEMMMBBBAAANNNGGGAAANNNIIINNNFFFLLLAAASSSIII

M emasuki tahun 2009, tekanan inflasi perlahan-lahan semakin berkurang hingga triw ulan laporan. Inflasi volatilitas food dan administered price yang merupakan determinan utama lonjakan inflasi tahun 2008 pada kelompok barang bahan makanan dan transportasi berangsur-angsur mereda dan tidak memberikan kontribusi besar pada inflasi triw ulan I. Pada triw ulan I-2009, Sumut mengalami deflasi sebesar 0,73% (qtq), dibandingkan dengan inflasi triw ulan IV-2008 sebesar 2,13% (qtq).

Sebagaimana periode sebelumnya, hal ini lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional sebesar 0,36% (qtq). Deflasi triw ulan I-2009 terutama disebabkan oleh menurunnya harga-harga komoditas


(16)

Perkembangan perbankan di Sumut masih relat if t erjaga dan st abil.

internasional, terutama harga minyak yang dikuti penurunan harga BBM sebanyak dua kali pada bulan Desember 2008.

M enurut kelompok barang dan jasa, inflasi tertinggi terjadi pada kelompok sandang, yaitu sebesar 7,22% (qtq), kelompok barang dan jasa lainnya yang menyumbang inflasi cukup besar adalah kelompok makanan jadi yaitu sebesar 1,89% (qtq). Diantara empat kota di Sumut, deflasi tertinggi terjadi di Kota M edan mencapai 0,84% (qtq), sedangkan deflasi terendah terjadi di Kota Padang Sidempuan sebesar 0,03% (qtq). Determinan deflasi di sebagian besar kota adalah penurunan harga pada kelompok bahan makanan. Selain kelompok bahan makanan, penurunan harga yang cukup signifikan juga terjadi pada kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan.

Secara tahunan, pencapaian inflasi Sumut pada triw ulan ini mengalami perlambatan yang signifikan, dari 10,72% (yoy) pada triw ulan IV-2008 menjadi 6,58% (yoy) pada triw ulan I-2009. Penurunan tersebut menunjukkan bahw a laju inflasi tahunan di Sumut, sudah kembali ke level normal setelah mengalami tekanan yang cukup tinggi sebagai akibat dari kenaikan harga BBM pada bulan M ei 2008. Determinan inflasi tahunan di Sumut masih bersumber dari kenaikan harga pada kelompok sandang, yaitu mencapai 10,30% (yoy).

P

PPEEERRRKKKEEEMMMBBBAAANNNGGGAAANNN PPPEEERRRBBBAAANNNKKKAAANNN

Perkembangan bank umum konvensional, bank umum syariah dan BPR/S di Sumut pada triw ulan I-2009 meningkat baik secara triw ulanan maupun tahunan. DPK yang dihimpun bank umum syariah di Sumut pada triw ulan ini mengalami pertumbuhan negatif setelah pada triw ulan sebelumnya mengalami pertumbuhan positif. Sementara itu, DPK yang dihimpun bank umum konvensional mengalami pertumbuhan positif yang terjadi pada semua jenis simpanan, terutama tabungan. Peningkatan DPK tersebut, khususnya

pertumbuhan produk tabungan, diperkirakan terkait dengan

kegiatan promosi oleh perbankan dalam rangka meningkatkan penghimpunan DPK.

Penyaluran kredit pada triw ulan laporan mengalami sedikit

penurunan jika dibandingkan dengan triw ulan sebelumnya.

Outstanding kredit tumbuh lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan kredit pada triw ulan sebelumnya dan triw ulan yang

sama pada tahun sebelumnya. Penurunan ini tercermin dari

menurunnya pertumbuhan kredit modal kerja dan kredit konsumsi baik secara triw ulanan (qtq) maupun tahunan (yoy). M eningkat nya

kegiatan penghimpunan dana (DPK) dengan tidak diikuti

peningkatan penyaluran kredit, mendorong loan to deposit ratio (LDR) bank umum di Sumut turun dari 79,03% pada triw ulan IV-2008 menjadi 73,94% pada triw ulan I-2009. Penyaluran kredit

yang menurun ternyata diikuti oleh peningkatan rasio non

performing loan (NPL) (gross) dari 2,81% pada triw ulan IV-2008 menjadi 3,63% pada triw ulan I-2009.


(17)

Anggaran

pendapatan daerah t ahun 2009

diproyeksikan sebesar Rp3,25 t riliun.

Perkembangan bank umum syariah di Sumut masih tetap tumbuh meski belum sebagaimana yang diharapkan. Beberapa indikator utama tetap mengalami kenaikan baik secara tahunan maupun triw ulanan. Hal ini dicerminkan oleh meningkatnya total aset, DPK maupun penyaluran kredit/pembiayaan.

P

PPEEERRRKKKEEEMMMBBBAAANNNGGGAAANNNKKKEEEUUUAAANNNGGGAAANNNDDDAAAEEERRRAAAHHH

Anggaran Belanja Daerah Sumatera Utara 2009 (APBD Sumut 2009) sebesar Rp3,62 triliun bila ditinjau menurut urusan pemerintahan dan organisasi maka anggaran belanja pemerintahan umum Rp1,99 triliun merupakan yang terbesar (54,97% dari total anggaran belanja daerah) dibandingkan satuan kerja lainnya.

Anggaran pendapatan daerah Sumut tahun 2009 diproyeksikan sebesar Rp3,25 triliun, naik 0.62% dibandingkan realisasi pendapatan tahun 2008 senilai Rp3,23 triliun. Sementara itu, belanja daerah selama tahun 2009 diproyeksikan sebesar Rp3,62 triliun, sehingga defisit anggaran tercatat Rp366,98 miliar. Defisit tersebut diproyeksikan dapat ditutupi dengan pembiayaan daerah yang terdiri

atas penerimaan pembiayaan sebesar Rp399,15 miliar dan

pengeluaran pembiayaan sebesar Rp32,17 miliar.

Stimulus fiskal dari pemanfaatan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SILPA) di Sumut didominasi dari dana yang berasal dari Departemen

Pekerjaan Umum. Pemanfaatannya di antaranya adalah untuk

perluasan jaringan distribusi dan pembangunan instalasi pengelolaan air minum (Kab. Dairi dan Kab. Asahan), jalan inspeksi dan irigasi sentra produk tambak (Kab. Padang Law as), jalan dan jembatan (Kab. Asahan, Kab. Padang Law as, Padangsidempuan, Kab. Dairi, Kab. Tapanuli Utara, Kab. Simalungun, Kab. Deli Serdang, Kab. Toba Samosir), irigasi (Kab. Asahan, Kab. Tanah Karo, Kab.Simalungun,

dan Kab. Tapanuli Utara), dan pengembangan infrastruktur

pemukiman (Kab. Simalungun, Kab. Tapanuli Utara, dan Kab. Dairi).

P

PPEEERRRKKKEEEMMMBBBAAANNNGGGAAANNNSSSIIISSSTTTEEEMMMPPPEEEMMMBBBAAAYYYAAARRRAAANNN

Nilai transaksi pembayaran non tunai melalui sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) di w ilayah perbankan Sumatera Utara yang meliputi w ilayah kerja KBI M edan dan KBI Sibolga, pada triw ulan I 2009 mengalami penurunan. Nilai nominal transaksi RTGS tercatat sebesar Rp.98.474 milyar atau menurun 6,33% dibanding

periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar

Rp.105.124 milyar, namun volume transaksi mengalami peningkatan sebesar 17,76% dari Rp.128.356 milyar pada triw ulan I 2008 menjadi Rp.151.146 milyar.

Penurunan nilai nominal dan volume RTGS pada triw ulan I 2009, dipengaruhi oleh menurunnya transaksi RTGS yang keluar w ilayah perbankan Sumatera Utara (Transaksi Outcoming) yang tercatat


(18)

Kondisi ketenagakerjaan di Sumut mulai menunjukkan dampak yang menurun Perekonomian Sumut

t riw ulan II-2009 diperkirakan t umbuh posit if dengan

kecenderungan menurun.

masing-masing sebesar Rp.49.640 milyar dan sebanyak 73.018 transaksi dimana triw ulan sebelumnya masing-masing tercatat sebesar Rp.52.351 milyar dan sebanyak 74.924 transaksi.

Faktor yang mempengaruhi penurunan transaksi RTGS Sumatera Utara tersebut seiring dengan melambatnya kegiatan dunia usaha yang ditengarai sebagai pengaruh dari imbas krisis keuangan.

Pada triw ulan I 2009 nilai nominal transaksi kliring tercatat sebesar Rp.26.224 milyar atau turun 0,14% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp.30.331 milyar dengan volume transaksi yang juga menurun sebesar 0,14% atau dari 1.115.616 w arkat/transaksi pada triw ulan I 2008 menjadi 959.960 w arkat/transaksi. Penurunan nilai transaksi kliring tersebut seiring dengan menurunnya volume transaksi kliring selama periode laporan dan perlambatan pada kegiatan dunia usaha yang ditengarai sebagai pengaruh dari imbas krisis keuangan.

P

PPEEERRRKKKEEEMMMBBBAAANNNGGGAAANNNKKKEEETTTEEENNNAAAGGGAAAKKKEEERRRJJJAAAAAANNNDDDAAANNNKKKEEESSSEEEJJJAAAHHHTTTEEERRRAAAAAANNN Dengan terjadinya krisis keuangan global dan ancaman resesi di masa yang akan datang, diperkirakan pengangguran di Sumut akan meningkat. Hal ini dikarenakan, krisis yang terjadi akan berdampak pada pengurangan produksi di perusahaan dan berakibat pada pemutusan hubungan kerja (PHK). Perkiraan semakin tingginya tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Sumut pada tahun 2009 ini telah terlihat dengan dipulangkannya 15.059 orang TKI asal Sumut dari M alaysia, baik karena terkena PHK, habis masa kontrak kerja maupun akibat terkena putusan perusahaan untuk merumahkan karyaw annya. Selain itu, sedikitnya ada 17 perusahaan di Sumut juga telah berencana untuk mem-PHK sekitar 5.292 pekerjanya.

Sementara, indikator kesejahteraan petani di Sumut semakin menunjukkan perbaikan dan cenderung mengalami peningkatan. Hal ini tercermin dari meningkatnya Nilai Tukar Petani

(NTP), yaitu dari 94,51 pada bulan Februari 2008 menjadi 99,81 pada bulan Februari 2009. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya harga jual komoditas pertanian yang dihasilkan oleh petani, terutama pada subkelompok padi.

P

PPRRROOOSSSPPPEEEKKKPPPEEERRREEEKKKOOONNNOOOMMMIIIAAANNN Perkiraan Ekonomi

Perekonomian Sumut triw ulan II-2009, diperkirakan masih tumbuh positif meskipun masih terdapat kecenderungan menurun. Hal ini dapat dikonfirmasi dari hasil SKDU, dimana pada triw ulan II-2009 diperkirakan indeks akan mencapai 12,88. Faktor internal yang masih menjadi kendala yang berpotensi menurunkan angka pertumbuhan antara lain adalah masalah kelangkaan pupuk yang masih terus berlanjut. Kondisi ini tidak bisa dianggap ringan, mengingat pupuk merupakan salah satu sarana produksi utama yang harus tersedia


(19)

dalam produksi pertanian, terutama tanaman bahan makanan dan perkebunan. Semenatara itu, faktor eksternal yang masih berpotensi menghambat pertumbuhan adalah masih kuatnya imbas dari krisis keuangan global yang berdampak pada penurunan permintaan berbagai komoditas ekspor utama. Selain itu, permintaan dalam negeri juga diperkirakan tidak akan banyak meningkat, terkait dengan tidak terdapatnya perayaan hari raya keagamaan.

Pada triw ulan II-2009, pertumbuhan ekonomi Sumut diproyeksikan

akan tumbuh pada kisaran 4,80% - 5,60% (yoy). Dengan

perkembangan tersebut, laju pertumbuhan ekonomi Sumut pada tahun 2009 diproyeksikan masih berada pada kisaran 5±1% (yoy). Perkiraan Inflasi Daerah

M elihat kondisi perekonomian terkini dan pergerakan harga serta ketersediaan barang dan jasa, perkembangan inflasi pada triw ulan II-2009 diperkirakan akan berada pada level yang relatif rendah dibanding triw ulan I-2009. Penurunan tingkat inflasi diperkirakan berasal dari kelompok bahan makanan terkait penurunan daya beli

masyarakat sehubungan dengan krisis global. Keseimbangan

variabel-variabel dari sisi permintaan maupun sisi penaw aran pada 2009 juga menjadi faktor yang dapat mengurangi tingkat inflasi. Dari sisi permintaan, tingkat konsumsi masyarakat cenderung melambat dibandingkan tahun sebelumnya meskipun masih dalam level yang cukup tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh dampak lanjutan dari penurunan harga BBM aw al tahun, serta adanya peluang penurunan tekanan pada inflasi volatile food termasuk faktor imported inflation seiring penurunan impor bahan baku, serta pengaw alan ekspektasi positif di masyarakat terhadap inflasi ke depan.

Berdasarkan proyeksi dan dengan mempertimbangkan

perkembangan harga serta determinan utama inflasi di Sumatera Utara, maka diperkirakan inflasi tahunan (yoy) pada triw ulan II-2009 akan turun menjadi 7,5 ± 1% , sedangkan inflasi triw ulanan (qtq) diperkirakan akan mencapai 0,45±1% .


(20)

BAB I

Perkembangan Ekonomi

M akro Regional


(21)

1.1. KONDISI UM UM

M engaw ali tahun 2009, perekonomian Sumatera Utara mengalami pertumbuhan

sebesar 4,63% (yoy). M eskipun mengalami penurunan dibandingkan periode

sebelumnya, namun pertumbuhan ini masih mampu memberikan harapan besar bagi perekonomian ke depan, mengingat kondisi perekonomian global yang saat ini tengah mengalami gejolak. Pada triw ulan IV-2008, perekonomian Sumut mampu tumbuh sebesar 6,97% . Sementara itu, pada triw ulan yang sama tahun lalu (triw ulan I-2008), pertumbuhan tercatat sebesar 5,35% .

Pada pertengahan tahun 2008 sampai dengan aw al 2009, sejumlah tantangan dan risiko eksternal makin meningkat, antara lain terkait dengan penurunan permintaan ekspor, penurunan daya beli akibat penurunan kegiatan ekonomi di negara-negara maju dan negara-negara tujuan utama ekspor Sumatera Utara. Fluktuasi harga komoditas ekspor juga menambah faktor ketidakjelasan bisnis, yang tidak hanya berakibat pada pengelolaan ekspor, namun juga berimbas pada petani perkebunan, terutama pada perkebunan karet dan kelapa saw it. Namun di sisi lain, terdapat sentimen positif yang menyebabkan membaiknya struktur produksi terutama pada industri manufaktur, yaitu menurunnya harga bahan bakar minyak.

Secara lebih spesifik, efek dari menurunnya harga bahan bakar minyak antara lain terlihat dalam ekspektasi konsumen yang semakin membaik dan pada gilirannya akan memberikan dampak pada menurunnya laju inflasi. Di sisi lain, tidak terdapat faktor seasonal yang berpotensi memberikan tekanan harga, sehingga pada triw ulan I-2009, inflasi mengalami kecenderungan menurun bahkan selama 3 (tiga) bulan berturut -turut Sumut mengalami deflasi.

Dari sisi permint aan, pert umbuhan ekonomi Sumut didorong oleh konsumsi

pemerint ah dan konsumsi rumah t angga yang masing-masing t umbuh sebesar 12,65% dan 6,30% . Selain it u, invest asi juga mengalami pert umbuhan yang cukup berart i, yait u sebesar 9,37% . Dilihat dari sisi penaw aran, pert umbuhan ekonomi t ert inggi t erjadi pada sekt or Jasa-jasa yang mencapai 9,04% , jauh melampaui pert umbuhan sekt or pertanian sebagai sekt or yang paling mendominasi pangsa perekonomian

B


(22)

Sumut. Sekt or pertanian sendiri, hanya mam pu t umbuh sebesar 4,08% sedikit melemah dibandingkan t riw ulan sebelumnya yang mencapai 4,13% . Sement ara itu, sekt or indust ri pengolahan yang juga memiliki pangsa cukup t inggi, mengalami pert umbuhan sebesar 2,70% jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan t riw ulan sebelumnya sebesar 5,40% .

Grafik 1.1. Grafik 1.2.

Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumut Perkembangan Kegiatan Usaha

Sumber : BPS Sumut Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), KBI M edan

Kegiatan konsumsi masih menjadi penggerak utama ekonomi, dengan pangsa sebesar 69,73% . M asih besarnya kontribusi tersebut, menjadi penopang pertumbuhan ekonomi. Aktivitas konsumsi terutama adalah konsumsi rumah tangga yang porsinya mencapai 60,73% . Sementara itu, konsumsi pemerintah relatif stabil pada kisaran 9% . Tren penurunan harga selama tiga bulan berturut -turut, diharapkan akan lebih memacu konsumsi, terutama konsumsi rumah tangga sebagai upaya untuk mengatasi kelesuan ekonomi. Penjualan barang durable goods seperti elektronik juga kembali tumbuh seiring dengan membaiknya keyakinan konsumen di triw ulan ini.

Investasi masih tumbuh, meskipun nampak adanya perlambatan. Investasi pemerintah pada triw ulan laporan relatif tidak banyak mengalami pertumbuhan, terkait dengan realisasi anggaran yang masih rendah pada aw al tahun anggaran. Sesuai dengan siklus anggaran, maka pada aw al tahun belum merupakan saat untuk melakukan investasi. Tren pelemahan ekonomi global telah menyebabkan turunnya permintaan dari negara-negara mitra dagang utama Sumut, yang pada gilirannya menyebabkan pertumbuhan ekspor dan impor mengalami perlambatan.


(23)

Sebagaimana kinerja yang telah ditunjukkan pada beberapa triw ulan sebelumnya, dari sisi penaw aran, sektor jasa-jasa mampu tumbuh paling tinggi khususnya pada triw ulan

laporan. Sektor jasa-jasa, terutama jasa pemerintahan umum, menyumbang

pertumbuhan yang tinggi pada triw ulan ini . Tidak seperti kondisi aw al tahun di mana sektor jasa pemerintahan cenderung mengalami kontraksi, justru pada triw ulan ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi terkait dengan meningkatnya pengeluaran menjelang Pemilu dan stimulus fiskal yang mulai diberikan dalam rangka mengantisipasi dampak krisis global berimbas ke daerah. Sektor Listrik Gas dan Air bersih juga masih mampu bertahan pada tingkat pertumbuhan yang relatif baik, meskipun melambat dibandingkan triw ulan sebelumnya. Pertumbuhan ini tidak terlepas dari masih tumbuhnya ketiga sub sektor, terutama pada sub sektor listrik.

Tabel 1.1. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Tahunan Provinsi Sumut (% )

Sumber : BPS Sumut

1.2. SISI PERM INTAAN

Perekonomian Sumut pada triw ulan I-2009 tumbuh sebesar 4,63% , melambat

dibandingkan dengan triw ulan sebelumnya (6,97% ). Sumber pertumbuhan ekonomi berasal dari peningkatan investasi, sementara itu, konsumsi meskipun tumbuh namun melambat. Kegiatan ekspor impor juga menunjukkan adanya penurunan sehingga sumbangan net ekspor impor terhadap pertumbuhan PDRB relatif masih rendah.


(24)

1. Konsumsi

Pada triw ulan I-2009 konsumsi Sumut tumbuh 7,09% , menurun dibandingkan dengan triw ulan sebelumnya 9,22% . Daya beli masyarakat yang masih relatif rendah, berakibat pada perubahan pola dan pilihan konsumsi, sehingga menyebabkan perlambatan pertumbuhan konsumsi. Di sisi lain, keyakinan konsumen juga masih berada pada level pesimis, terutama untuk melakukan konsumsi barang-barang tahan lama. Di sisi lain, pembiayaan konsumsi dari bank juga sedikit mengalami penurunan dibandingkan triw ulan lalu, meskipun angkanya tercatat masih relatif tinggi.

Pada triw ulan I-2009, Indeks keyakinan konsumen masih berada pada level yang pesimis, meskipun semakin membaik dibandingkan posisi akhir tahun 2008. Selama tiga bulan, nilai indeks berturut-turut adalah 88,57 di bulan Januari, 92,65 di bulan Februari dan 98,15 di bulan M aret. Pesimisme konsumen terutama didorong oleh keyakinan akan ketersediaan lapangan kerja saat ini dan ekspektasi pembelian barang-barang tahan lama. Sementara untuk kondisi penghasilan saat ini, digambarkan mengalami peningkatan, sehingga hal ini juga memicu keinginan untuk lebih banyak mengkonsumsi barang tahan lama.

Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.4. Komponen Indeks Keyakinan Saat Ini

50 60 70 80 90 100 110 120

1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3

2007 2008 2009

Indeks Keyakinan Konsumen

0 20 40 60 80 100 120 140

2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3

2007 2008 2009

Penghasilan saat ini Pembelian brg tahan lama

Sumber : Survei Konsumen, BI M edan

Sementara itu, indeks ekspektasi konsumen maupun indeks kondisi perekonomian menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan posisi triw ulan sebelumnya. Semenjak

akhir Desember 2008 hingga M aret 2009, keyakinan konsumen akan kondisi

perekonomian terkini menunjukkan optimisme yang semakin menguat. Hal ini tentu saja menjadi indikator yang menggembirakan, di tengah kondisi perekonomian global yang


(25)

melemah dan kemungkinan perubahan konstelasi politik, sejalan dengan persiapan menjelang Pemilu.

Grafik 1.5. Komponen Indeks Ekspektasi Grafik 1.6. Pertumbuhan Penjualan Elektronik

0 50 100 150 200 250 300

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2007 2008 2009

Ekspektasi kondisi perekonomian Ekspektasi penghasilan -40 -20 0 20 40 60 80 100 120 140

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3

2007 2008 2009

Rp Juta 0 50 100 150 200 250 300

%

Pertumbuhan (yoy) PenjualanElektronik

Sumber : Survei Konsumen, BI M edan Sumber : Survei Penjualan Eceran, BI M edan

Konsumsi barang tahan lama (durable goods) seperti elektronik masih menunjukkan pertumbuhan pada triw ulan laporan. Hal ini diindikasikan oleh perkembangan penjualan elektronik di Sumut yang mulai meningkat setelah mengalami penurunan pada Agustus 2008. Realisasi penjualan elektronik pada bulan Desember 2008 naik 16% dibandingkan dengan bulan Desember 2007.

Grafik I.7. Pertumbuhan Penjualan BBM Grafik I.8. Penjualan M akanan&Tembakau

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2007 2008 2009

% 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 Rp juta Pertumbuhan(yoy) PenjualanBBM 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

2007 2008 2009

Rp juta 0 20 40 60 80 100 120 140 %

Penjualan Makanan dan Tembakau Pertumbuhan (yoy)


(26)

0 200 400 600 800 1,000 1,200 1,400 -60 -40 -20 0 20 40 60 80 100 120

I II III IV I II III IV I II III IV I

2006 2007 2008 2009

% Rp Miliar

jumlah kredit pertumbuhan (yoy)

Sementara itu, konsumsi non durable goods (makanan dan non makanan) menunjukkan peningkatan. Berdasarkan Survei Penjualan Eceran (SPE) di Kota M edan, penjualan kelompok makanan dan tembakau tumbuh 7,80% (qtq). Indikator konsumsi non makanan yang tercermin dari penjualan BBM , penjualan perlengkapan rumah tangga serta penjualan pakaian dan perlengkapannya tumbuh masing-masing sebesar 16,74% , 46,94% dan 211,54% (qtq).

Grafik I.9. Penjualan Perlengkapan RT Grafik I.10. Penjualan Pakaian&Perlengkapan

0 50 100 150 200 250

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3

2007 2008 2009

% 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 Rp Juta Pertumbuhan (yoy) Penjualan Perlengkapan RT

0 100 200 300 400 500 600

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2007 2008 2009

Rp Juta -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50 60 70 %

PenjualanPakaian &Perlengkapannya Pertumbuhan(yoy)

Sumber : Survei Penjualan Eceran, BI M edan

Dari sisi sumber pembiayaan yang berasal dari bank umum di Sumut, penyaluran kredit baru untuk jenis penggunaan konsumsi pada triw ulan I-2009 mencapai Rp686,23 miliar, atau turun sekitar 37,46% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Grafik I.11. Posisi Penyaluran Kredit Konsumsi Grafik I.12. Penyaluran Kredit Baru untuk oleh Bank Umum di Sumut konsumsi oleh Bank Umum di Sumut

Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI M edan

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

I II III IV I II III IV I II III IV I

2006 2007 2008 2009

Rp Triliun 0 10 20 30 40 50 % posisi kredit pertumbuhan (yoy)


(27)

Sebagai lanjutan program pemerintah dalam mengurangi beban masyarakat, terutama yang tergolong ke dalam Rumah Tangga Sasaran (RTS), sesuai dengan surat edaran Kanw il Pos I Sumut-NAD melalui surat tanggal 27 M aret 2009 tentang data alokasi Data BLT RTS Tahap III Tahun 2009 Provinsi Sumatera Utara. Dana BLT RTS Tahap III telah dialokasikan oleh Pemerintah dan akan disalurkan kepada 923.300 RTS yang ada di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara. Alokasi dana BLT RTS tersebut senilai Rp18.014.600.000,- untuk tahap III dan akan disalurkan untuk 18 Kabupaten dan 7 Kota yang ada di Sumatera Utara.

Tabel I.3. Penyaluran BLT Tahap III-2009

No.

Kabupaten/Kota

RTS

Dana BLT

1 Kab. Deli Serdang 90,073 Rp 184,660,000,000 2 Kab. Sergai 46,378 Rp 9,275,600,000 3 Kab. Langkat 95,609 Rp 19,121,800,000 4 Kab. Simalungun 64,473 Rp 12,894,600,000 5 Kab. Asahan 60,950 Rp 12,118,000,000 6 Kab. Labuhan Batu 54,667 Rp 10,933,400,000 7 Kab. Tanah Karo 31,262 Rp 6,252,400,000 8 Kab. Dairi 30,225 Rp 6,051,000,000 9 Kab. Pak Pak Barat 5,588 Rp 1,117,600,000 10 Kab. Toba Samosir 18,160 Rp 3,632,000,000 11 Kab. Samosir 17,106 Rp 3,421,200,000 12 Kab. Tapanuli Utara 24,669 Rp 4,933,800,000 13 Kab. Hubanghasudutan 15,684 Rp 3,136,800,000 14 Kab. Tapanuli Tengah 34,790 Rp 6,958,000,000 15 Kab. Tapanuli Selatan 65,423 Rp 13,084,600,000 16 Kab. Mandailing Natal 41,347 Rp 8,269,400,000 17 Kab. Nias 59,598 Rp 11,919,600,000 18 Kab. Nias Selatan 38,416 Rp 7,683,200,000 19 Kota Medan 81,355 Rp 16,271,000,000 20 Kota Binjai 7,351 Rp 1,470,200,000 21 Kota Padangsidempuan 10,269 Rp 2,053,800,000 22 Kota Pematangsiantar 11,811 Rp 2,362,200,000 23 Kota Sibolga 4,372 Rp 874,400,000 24 Kota Tanjung Balai 8,820 Rp 1,764,000,000 25 Kota Tebing Tinggi 5,234 Rp 1,046,000,000

Sumber : Diskomifo Provinsi Sumut

2. Investasi

Total investasi pada triw ulan I-2009 tumbuh 11,47% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triw ulan IV-2008 sebesar 14,10% (yoy). Berdasarkan data dari Badan Promosi dan Penanaman M odal (BKPM ), realisasi investasi dalam bentuk investasi langsung tahun


(28)

hingga 32,89% dari USD189,7 juta menjadi USD127,3 juta dengan proyek yang terealisasi sebanyak 18 proyek. M eskipun jumlah proyeknya mengalami peningkatan dari 6 menjadi 12 proyek, namun nilai Penanaman M odal Dalam Negeri (PM DN) justru mengalami penurunan dari Rp1.521,3 milyar menjadi Rp382,7 milyar.

Diterapkannya layanan terpadu satu pintu pada tahun 2009, diharapkan akan menjadi daya tarik investasi terkait dengan mudahnya birokrasi dan kejelasan prosedur.

Grafik I.13. Pengadaan Semen di Sumut Grafik I.14.Penjualan Bahan Konstruksi

-10 -5 0 5 10 15 20 25 30 35 40

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

2007 2008 2009

% 0.0 50.0 100.0 150.0 200.0 250.0 Ribu Ton

Pengadaan Semen Pertumbuhan (yoy)

-20 0 20 40 60 80 100 120

1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3

2007 2008 2009

Rp Juta 0 200 400 600 800 1000 1200 %

Penjualan Bahan Konstruksi Pertumbuhan (yoy)

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Sumber : Survei Penjualan Eceran, KBI M edan

M asih rendahnya investasi pada sektor bangunan di aw al tahun, antara lain tercermin pada penjualan semen di Sumut selama triw ulan I-2009 yang mencapai 340 ribu ton, atau menurun 4,25% (yoy). Hal tersebut juga terkonfirmasi melalui Survei Penjualan Eceran, di mana indeks penjualan bahan konstruksi mengalami penurunan. Faktor yang menyebabkan penurunan penjualan semen antara lain adalah masih rendahnya kegiatan konstruksi dan properti di aw al tahun. Realisasi belanja pembangunan yang dianggarkan oleh pemerintah juga masih minim, sehingga belum banyak memberikan pengaruh terhadap peningkatan permintaan bahan-bahan konstruksi.


(29)

Grafik I.15. Posisi Penyaluran Kredit Investasi oleh Bank Umum di Sumut

0 2 4 6 8 10 12 14 16

I II III IV I II III IV I II III IV I

2006 2007 2008 2009

Rp Triliun

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 %

pos is i kredit pertumbuha n (yoy)

Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI M edan

Sementara itu, investasi yang saat ini menjadi perhatian Pemerintah Sumut ialah pembangunan tol kualanamu dimana perkiraan biaya proyek yang diperoleh dari investasi yaitu sebesar Rp4.391,83 miliar, untuk biaya pengadaan tanah Rp750 miliar sedangkan volume lalu lintas sebanyak 12.568 kenderaan perhari. Perkiraan ini berdasarkan studi kelayakan yang dilakukan oleh Dinas Bina M arga. Pembangunan jalan tol tersebut diharapkan selesai pada bulan M ei 2010.

3. Ekspor – Impor

Gejolak perekonomian global berimbas antara lain terhadap perlambatan laju pertumbuhan ekonomi dunia. Hal ini menyebabkan adanya penurunan daya beli dan permintaan komoditas asal Sumut. M eskipun pada tahun 2008, nilai ekspor Sumut

mampu tumbuh 31,51% , namun pada triw ulan I-2009 diperkirakan mengalami

kontraksi sampai dengan -48,49% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan triw ulan IV-2008 sebesar -15% . Sedangkan volume ekspor triw ulan I-2009 juga mengalami kontraksi sebesar -25,86% (yoy) dari 1,33 ribu ton menjadi 0,99 ribu ton.

Ekspor terbesar disumbangkan oleh produk minyak hew an, nabati dan CPO, dengan nilai mencapai USD289,68 juta (38,83% dari total ekspor), diikuti oleh ekspor karet Sumut yang mencapai USD127,43 juta atau 17,05% dari total ekspor.

Terjadinya perlambatan ekspor terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional maupun pertumbuhan ekonomi dunia. Secara lebih khusus, produk


(30)

manufaktur merupakan salah satu yang mengalami tekanan terbesar, sehingga terjadi penurunan kapasitas utilisasi. Berdasarkan hasil liaison terhadap beberapa industri manufaktur, kapasitas utilisasi rata-ratanya tinggal 60-80% . M eskipun demikian, belum terdapat rencana PHK secara massal, karena kondisi penurunan permintaan ini dapat diantisipasi dengan melakukan efisiensi biaya produksi serta sangat terbantu dengan penurunan biaya BBM .

Grafik I.16. Perkembangan Nilai Ekspor & Impor Grafik I.17. Perkembangan Volume Ekspor & Impor

0 100,000,000 200,000,000 300,000,000 400,000,000 500,000,000 600,000,000 700,000,000 800,000,000 900,000,000 1,000,000,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 1 1 2

2006 2007 2008 2009

USD Nilai Ekspor Nilai Impor

0 100,000,000 200,000,000 300,000,000 400,000,000 500,000,000 600,000,000 700,000,000 800,000,000 900,000,000 1,000,000,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 1 1 2

2006 2007 2008 2009

Kg Volume Ekspor Volume Impor

Sumber : BI

Ekspor masih didominasi oleh produk manufaktur dengan pangsa hingga 75,08% dari total nilai ekspor. Komoditas ekspor produk manufaktur yang ut ama tetap berupa produk makanan dan minuman.

Grafik I.18. Perkembangan Nilai Ekspor Tabel I.4. Nilai Ekspor Triw ulan I-2009* Produk Utama 0 100,000,000 200,000,000 300,000,000 400,000,000 500,000,000 600,000,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

2006 2007 2008 2009

USD Mnyk hwn,nabati,CPO Karet Alumunium Kayu Kopi,Teh,Rempah

* data s/d Februari 2009 Sumber : BI

Impor Sumut diperkirakan menurun terkait dengan menurunnya impor bahan baku industri manufaktur. Nilai impor Sumut triw ulan I-2009 (Januari- Februari 2009)


(31)

mencapai USD233,71 juta, atau menurun -44,97% (yoy). Impor Sumut didominasi oleh impor barang modal/bahan baku dengan nilai mencapai USD205,41 juta.

M eskipun secara umum impor menurun, namun komponen impor bahan baku masih cukup tinggi. Bahan baku yang diimpor terutama yang berguna untuk mendukung kegiatan produksi dengan komponen impor tinggi (high import content) seperti industri kimia dan industri barang dari logam. Sebagaimana periode-periode sebelumnya, maka produk-produk yang mendominasi impor Sumut pada triw ulan I-2009 ini yaitu Kimia dan Bahan dari Kimia, Logam Dasar dan Produk M akanan dan M inuman.

Sementara itu, nilai impor pupuk Sumut periode Januari-Februari 2009 turun sebesar 87,01% dibanding periode sama 2008 atau sebesar USD8,543 juta, yang diakibatkan oleh tindakan petani dan pengusaha perkebunan yang mengurangi pemupukan tanamannya. Penurunan impor pupuk Sumut dipicu menurunnya harga jual berbagai komoditi yang mengakibatkan pendapatan petani atau pengusaha berkurang dan membuat petani mengurangi biaya produksi antara lain dengan membatasi pemupukan. Diperkirakan impor pupuk Sumut akan pulih pada April dan M ei 2009, ketika musim tanam mulai berlangsung dan membaiknya harga jual berbagai komoditas meski masih belum kembali ke harga normal.

Tabel I.5. Nilai Impor Triw ulan I-2009*

Sumber : BI

* data sampai dengan Februari 2009

Penurunan nilai dan volume ekspor yang terjadi saat ini, perlu ditindaklanjuti dengan langkah-langkah yang tepat. Diperlukan adanya pengalihan orientasi penjualan, terutama untuk memenuhi kebutuhan domestik. Dengan keuntungan komparatif yang tinggi terhadap produk-produk perkebunan, maka Sumut bisa memacu dan mencari pasar domestik baru.


(32)

Selain perubahan orientasi pemasaran, diperlukan juga pembenahan rantai produksi, terutama sebagai upaya meningkatkan nilai tambah. Jika selama ini ekspor masih didominasi bahan mentah dan barang set engah jadi, maka sudah saatnya komoditas ekspor difokuskan pada barang jadi dengan nilai tambah yang tinggi. M emperkuat lini produksi dan menguatkan nilai tambah sebaiknya difokuskan pada dua produk utama yaitu karet dan kelapa saw it, mengingat keduanya mendominasi ekspor. Langkah kongkritnya, antara lain adalah menjadikan Sumut sebagai pusat saw it di Indonesia bahkan Asia. Hal ini bukan sesuatu yang mustahil, mengingat Sumut adalah provinsi dengan areal perkebunan kelapa saw it terluas. Selain itu, proses budidaya tanaman dan produksi CPO sudah sangat familiar dengan masyarakat, sehingga yang diperlukan adalah meningkatkan nilai tambah melalui pembenahan yang terstruktur dari hulu ke hilir.

M eskipun dengan kecenderungan penurunan baik pada komponen ekspor maupun impor, neraca perdagangan (trade balance) Sumut masih berada dalam kondisi surplus. Nilai neraca perdagangan pada Februari 2009 tercatat sebesar USD512,12 juta, sementara pada Februari 2008 tercatat sebesar USD1.023,41 juta.

Grafik I.19. Volume M uat Barang di Grafik I.20. Neraca Perdagangan Sumut Pelabuhan Belaw an

0 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 120,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

2008 2009

Ton

Muat Barang

0 100 200 300 400 500 600 700 800

2006 2007 2008 2009

Juta USD

Sumber : BPS Sumut

1.3. SISI PENAWARAN

Sebagaimana triw ulan sebelumnya, perekonomian Sumut triw ulan I-2009 pada sisi penaw aran terutama didukung oleh tiga sektor non primer yaitu sektor jasa-jasa, sektor pengangkutan dan komunikasi serta jasa keuangan yang masing-masing tumbuh


(33)

9,04% , 6,01% dan 5,61 % (yoy). Sementara itu, sektor dengan pangsa tertinggi yaitu sektor pertanian pada triw ulan laporan menunjukkan penurunan pertumbuhan menjadi sebesar 4,08% (yoy).

Sektor yang mengalami pertumbuhan terendah adalah sektor pertambangan dan penggalian, yaitu sebesar 0,65% . Sementara sektor industri pengolahan, juga mengalami perlambatan pertumbuhan dari 3,40% menjadi 2,70% . Perlambatan ini tidak terlepas dari kontraksi yang terjadi pada industri migas, hingga mencapai 2,91% . Kontraksi ini masih berlanjut dari periode sebelumnya yang juga mengalami penurunan sebesar 0,77% . Dari sub sektor industri non migas, pertumbuhan terutama bersumber dari pertumbuhan industri kertas dan barang cetakan. Hal ini terkait erat dengan peningkatan yang sangat signifikan akan barang-barang cetakan untuk persiapan kampanye dan Pemilu 2009. Senada dengan barang cetakan, industri tekstil dan sablon juga mengalami peningkatan yang diakibatkan oleh kegiatan yang sama.

1. Sekt or Pert anian

M eskipun mengalami perlambatan, pertumbuhan ekonomi sektor pertanian tercatat tidak jauh berbeda dengan periode sebelumnya, yaitu sebesar 4,08% . Sub sektor peternakan mengalami pertumbuhan tertinggi dibandingkan seluruh sub sektor lainnya, dengan pencapaian sebesar 6,43% . Sementara itu, subsektor perkebunan juga mengalami pertumbuhan yang cukup baik, yaitu sebesar 5,36% . Berdasarkan siklus musimannya, pertumbuhan yang dicapai oleh sub sektor perkebunan ini masih belum mencapai puncaknya. Terdapat harapan besar bahw a pada triw ulan mendatang pertumbuhan perkebunan akan tercapai lebih tinggi lagi.Hal ini juga didasari dengan faktor perbaikan harga jual tandan buah segar (TBS) kelapa saw it dan karet mentah yang sangat mendominasi tanaman perkebunan yang dibudidayakan di Sumut.

Di sub sektor tanaman bahan makanan, fenomena yang terjadi adalah masih tingginya curah hujan di Sumut sempat menggeser musim tanam dan juga menyebabkan padi terserang berbagai hama, antara lain hama kresek. M eskipun demikian, produksi tanaman bahan makanan masih mengalam i pertumbuhan sebesar 1,47% lebih tinggi jika dibandingkan periode sebelumnya 1,34% .

Peningkatan pertumbuhan di sektor pertanian pada triw ulan IV-2008 belum sejalan dengan peningkatan tingkat kesejahteraan petani secara signifikan. Hal ini t ercermin dari


(34)

masih rendahnya nilai tukar petani (NTP) sebagai salah satu indikator kesejahteraan petani. NTP pada bulan Februari tercatat sebesar 99,81 hanya sedikit meningkat dibandingkan Januari yang sebesar 97,92.

Grafik I.21. Nilai Tukar Petani Sumut

-4 -2 0 2 4 6 8 10 12 14 16

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2

2006 2007 2008 2009

%

80 85 90 95 100 105 110 Nilai Tukar Petani Pertumbuhan (yoy)

Sumber : BPS, Sumut

Berdasarkan sub kelompoknya, NTP pada pertanian hortikultura merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 110,74 diikuti perikanan sebesar 106,79 serta peternakan sebesar 100,26. Sementara, sub sektor lainnya masih berada di baw ah 100, seperti tanaman perkebunan rakyat yang hanya sebesar 97,48.

Berdasarkan Angka Ramalan (ARAM ) I 2009, produktivitas padi diperkirakan akan mengalami kenaikan dari 44,63 kuintal per hektar menjadi 44,81 kuintal per hektar. Di sisi lain, luas lahan pertanian padi juga mengalami peningkatan dari 748 ribu hektar menjadi 764 ribu hektar. Di seluruh Sumatera, lahan pertanian di Sumut adalah yang terluas. Dengan peningkatan luas lahan sekaligus produktivitas hasil tanaman, maka pada tahun 2009 diperkirakan produksi tanaman padi Sumut akan mencapai 3,42 juta ton atau mengalami peningkatan sebesar 2,56% dibandingkan tahun 2008. Angka ini jauh di atas angka pertumbuhan nasional yang hanya diperkirakan sebesar 1,13% saja.

M eningkatnya produksi beras tahun 2009, akan menyebabkan Sumut surplus beras lebih dari 1 juta ton. Dengan perhitungan produksi padi 3,42 juta ton, sedangkan kebutuhan dari 13,04 juta jiw a penduduk Sumut sebesar 1,78 ton atau mencapai 136,74 kg/kapita/tahun. Di Sumatera, dari sepuluh provinsi, surplus Sumut merupakan kedua terbesar setelah Sumsel.


(35)

Produk dan Produktivitas Padi Sumut

Sumber : BPS

Untuk meningkatkan produksi pertanian, bersamaan dengan Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU), Provinsi Sumatera Utara (Sumut) tahun ini juga mendapat bantuan langsung pupuk (BLP) dari pemerintah pusat. BLP ini untuk membantu pemupukan tanaman padi seluas 31.429 hektar, yang terdiri dari 10.000 hektar untuk tanaman padi hibrida dan 21.429 hektar padi non hibrida. Ketiga jenis pupuk yang akan diterima petani untuk sat u hektar lahan adalah pupuk NPK sebanyak 100 kg, pupuk organik Granul 300 kg dan pupuk organik cair sebesar 2 liter per hektar. Penyaluran akan diselenggarakan oleh PT Sang Hyang Seri (SHS) dan PT Pertani.

Untuk daerah yang mendapatkan BLP padi hibrida, adalah Kabupaten Serdang Bedagai, Tapanuli Utara, Langkat, Tapanuli Selatan, Batubara, Toba Samosir, Deli Serdang, Simalungun dan Kabupaten M andailing Natal. Sedangkan untuk padi non hibrida yakni Kabupaten Langkat, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Toba Samosir, M andailing Natal, Dairi, Labuhan Batu, Humbahas, Nias dan Kabupaten Pakpak Barat. Penyaluran BLBU dan BLP diharapkan dapat meningkatkan produktivitas padi hingga 5% . Selain itu, BLP ini juga dimaksudkan sebagai langkah pengalihan pupuk sintetik ke pupuk organik dan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan padi.

Perlambatan pertumbuhan sektor pertanian juga sejalan dengan penyaluran kredit perbankan ke sektor ini yang menurun 1,12% (yoy). Nilai kredit ke sektor pertanian mencapai Rp9,13 triliun, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp9,23 triliun.


(36)

Grafik I.22. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Pertanian

-20 -10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

I II III IV I II III IV I II III IV I

2006 2007 2008 2009

%

0 2 4 6 8 10 12

Rp Triliun

posisi kredit pertumbuhan (yoy)

Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI M edan

2. Sektor Industri Pengolahan

Pada triw ulan IV-2008, sektor industri tumbuh 2,70% (yoy), menurun dibandingkan dengan triw ulan IV-2008 (5,40% ). Beberapa faktor yang diyakini mempengaruhi penurunan pertumbuhan di sektor industri, antara lain adalah menurunnya permintaan internasional terhadap produk industri di Sumut. Hal ini juga dikonfirmasi dengan menurunnya kapasitas utilisasi pada beberapa industri manufaktur, sehingga hanya mencapai 60-80% saja dari kapasitas optimum. Namun demikian, penurunan kapasitas utilisasi ini belum sampai pada t ahap pengurangan jumlah karyaw an. Secara sporadis memang terjadi pengurangan jumlah karyaw an, namun tidak bersifat masif melainkan lebih disebabkan permasalahan internal perusahaan.

Pertumbuhan pada sektor industri terutama disumbangkan oleh sub sektor industri non migas, yang mencapai 2,73% , sementara indutri migas justru terkontraksi sebesar 2,91% . Persiapan menjelang Pemilu Legislatif 2009, menyebabkan meningkatnya permintaan barang-barang cetakan dan tekstil, seperti pamflet, poster, baliho, kaos dan lain-lain. Industri kertas dan barang cetakan, tumbuh sebesar 13,39% , merupakan yang tertinggi sejak tiga tahun terakhir. Sementara untuk industri tekstil mengalami pertumbuhan 5,23% . Kedua industri tersebut pada triw ulan lalu hanya mencapai 3,51% dan 4,38% .


(37)

Secara umum, seluruh sub sektor industri non migas mengalami pertumbuhan, mulai dari subsektor industri kimia dan barang dari karet, industri semen dan barang galian bukan logam serta subsektor industri makanan, minuman dan tembakau.

Grafik I.23. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Industri Pengolahan

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

I II III IV I II III IV I II III IV I

2006 2007 2008 2009

Rp Triliun

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 %

posi si kredi t pertumbuhan (yoy)

Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI M edan

M eskipun imbas krisis global mulai menghantam industri pengolahan, namun terdapat sinyal positif dari perbankan, di mana kredit bagi sektor industri pengolahan masih tetap tumbuh tinggi, yaitu mencapai 28,50% (yoy). Sementara jika dibandingkan dengan triw ulan sebelumnya, tumbuh sebesar 2,26% . Nilai kredit ke sektor industri pengolahan mencapai Rp19,03 triliun, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp14,81 triliun. Penyaluran kredit ke sektor industri pengolahan didominasi oleh kredit subsektor tekstil, sandang, dan kulit.

3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

Sektor PHR pada triw ulan I-2009 diperkirakan t umbuh 4,88% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triw ulan IV-2009 (7,46% ). Selama 2 tahun terakhir, pertumbuhan sektor PHR biasanya didominasi oleh subsektor hotel, namun pada triw ulan laporan, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sub sektor restoran yang mencapai 11,50% . Sementara sub sektor hotel mencapai 8,19% diikuti sub sektor perdagangan 4,12% . M eningkatnya pertumbuhan subsektor restoran terkonfirmasi dari maraknya pertumbuhan restoran dan industri kuliner yang kian menjamur. Industri kuliner yang tumbuh, tidak hanya yang bersifat tradisional, namun juga yang bersifat modern (fast food dan franchise produk-produk ternama). Tingkat hunian hotel rata-rata (hotel


(38)

bintang) di Sumut selama bulan Januari sebesar 39,94% sementara pada bulan Februari mencapai 36,55% . M enurunnya tingkat hunian, disebabkan faktor musiman, di mana tidak terdapat hari raya keagamaan atau libur panjang yang biasanya akan mendongkrak tingkat hunian. Selain itu, kegiatan meeting, incentive, convention dan exhibition (M ICE) juga belum banyak dilakukan di aw al tahun. Biasanya, menjelang pertengahan tahun sampai dengan akhir tahun kegiatan tersebut akan mencapai puncaknya.

Sementara itu, subsektor perdagangan besar dan eceran mencatat pertumbuhan sebesar 4,12% (yoy). Pertumbuhan ini masih lebih rendah jika dibandingkan triw ulan sebelumnya (7,34% ). Hasil SPE menunjukkan bahw a pada triw ulan I-2009 penjualan pedagang besar dan eceran meningkat sekitar 59,76% (yoy) atau mencapai Rp50,44 miliar.

Tabel I.6. Tingkat Penghunian Kamar Hotel di Sumut (% )

Sumber : BPS, Sumut

Grafik I.24. Nilai Penjualan Pedagang Besar Grafik I.25. Penyaluran Kredit oleh dan Eceran Bank Umum di Sumut ke Sektor PHR

0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000

5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 2007 2008 2009 Rp Juta 0 20 40 60 80 100 120 %

Penjualan Pedagang Besar & Eceran Pertumbuhan (%yoy) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

I II III IV I II III IV I II III IV I 2006 2007 2008 2009 % 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 Rp Triliun posisi kredit pertumbuhan (yoy)


(39)

Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit ke sektor perdagangan, hotel, dan restoran tumbuh 24,08% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triw ulan IV-2008 dan triw ulan III-2008 yang masing-masing sebesar 39,80% dan 35,38% . Posisi kredit bank umum di Sumut ke sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada Desember 2008 mencapai Rp14,95 triliun yang didominasi oleh kredit ke subsektor perdagangan eceran.

Tabel I.7. Perkembangan Arus Barang di Pelabuhan Belaw an (Ton)

Sumber : BPS, Sumut

4. Sektor Keuangan

Sektor keuangan tumbuh 5,61% (yoy), menurun dibandingkan dengan triw ulan IV-2008 (9,24% ). Beberapa faktor yang mempengaruhi perlambatan di sektor ini diperkirakan adalah masih relatif rendahnya kegiatan usaha perbankan di aw al tahun serta menurunnya nilai tambah sektor keuangan karena penurunan pendapatan kotor (gross output). M eskipun demikian, fungsi intermediasi perbankan relatif masih baik, w alaupun diikuti dengan peningkatan kredit bermasalah (Non Performing Loans/NPL ).

Tabel I.8. Perkembangan Kegiatan Bank

2009

I II III IV I*

DPK Rp Triliun 72.08 75.72 77.97 84.29 87.08

Pertumbuhan (% yoy) - - 15.92 18.22 20.81

Kredit Rp Triliun 54.78 62.34 65.87 66.72 66.05

Pertumbuhan (% yoy) - - 34.13 23.10 20.57

UMKM Rp Triliun 24.72 28.02 30.42 30.17 29.49

Pertumbuhan (% yoy) - - 38.08 34.51 19.30

LDR % 76.01 82.33 84.48 79.03 75.73

NPL % 3.63 3.32 3.16 2.81 3.57

2008

Uraian 2008

Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum, KBI M edan

Stabilitas sistem keuangan dunia yang sempat mengalami gejolak besar, bahkan berakibat pada runtuhnya beberapa lembaga keuangan terkemuka, dampaknya tidak langsung mengenai sistem keuangan Sumut. Setidaknya beberapa indikator kinerja


(40)

perbankan masih menunjukkan pertumbuhan yang berarti. Resiliensi sistem keuangan di Sumut hingga triw ulan I-2008 dapat dikatakan masih stabil dan terkendali.

5. Sektor Bangunan

Salah satu sektor yang selalu menujukkan kinerja yang baik adalah sektor bangunan dan konstruksi. Namun demikian, pada triw ulan I-2009 hany mampu t umbuh 3,78% (yoy) jauh menurun dibandingkan triw ulan IVI-2008 sebesar 7,40% , maupun triw ulan yang sama tahun 2008 sebesar 7,71% .

Pertumbuhan sektor bangunan yang relatif melambat, dapat dikonfirmasi oleh menurunnya konsumsi semen. Pada bulan Januari, konsumsi semen menurun sebesar -1,6% dibandingkan Januari tahun lalu, bahkan pada bulan Februari penurunannya mencapai -6,9% . Hal ini tidak lepas dari masih kurangnya pengembangan properti-properti baru. Pihak pengembang masih menunggu kondisi perekonomian yang lebih stabil dan kepastian setelah Pemilu, sekaligus membaiknya daya beli masyarakat.

Grafik I.26. Penyaluran Kredit Oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Konstruksi

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

I II III IV I II III IV I II III IV I

2006 2007 2008 2009

%

-0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 Rp Triliun

posisi kredit pertumbuhan (yoy)

Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum, KBI M edan

Sejalan dengan perkembangan di atas, pembiayaan yang dilakukan oleh bank umum di Sumut ke sektor bangunan dan konstruksi menurun dari Rp2 triliun pada triw ulan IV-2008 menjadi Rp1,88 triliun. Sementara menurut peruntukannya, sebagian besar kredit disalurkan ke subsektor konstruksi lainnya dan subsektor perumahan sederhana.


(41)

6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh sebesar 6,01% (yoy), sementara triw ulan IV-2008 sektor ini tumbuh sebesar 8,70% . Sub sektor pengangkutan mengalami pertumbuhan 6,13% , sementara sub sektor komunikasi tumbuh 5,54% . Pada sub sektor pengangkutan f aktor yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain adalah relatif tingginya peningkatan angkutan udara, angkutan jalan raya (antar kota dalam dan luar provinsi) dan angkutan laut. Terdapat catatan khusus pada sub sektor komunikasi, di mana pada dua tahun terakhir pertumbuhannya selalu di atas 10% , namun pada triw ulan laporan hanya mencapai 5,54% . Perlambatan pertumbuhan ini disebabkan oleh semakin kompetitifnya jasa komunikasi sehingga terjadi persaingan tarif yang mengakibatkan berkurangnya nilai tambah. Selain itu, terjadi penundaan investasi terutama pada sarana dan prasarana komunikasi selular.

Pada sub sektor pengangkutan, terjadi perlambatan pertumbuhan sebagai akibat dari masih rendahnya permintaan pada sektor angkutan udara, laut dan penyeberangan. Pada beberapa maskapai penerbangan, dilakukan pengurangan jumlah penerbangan, mengikuti menurunnya jumlah penumpang. Untuk tujuan domestik, jumlah kedatangan penumpang menurun hingga 14,69% , sedang keberangkatan penumpang menurun hingga 11,42% (yoy).Sementara, arus penumpang melalui pelabuhan Belaw an justru mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Kedatangan penumpang meningkat hingga 25,71% dan keberangkatan penumpang meningkat hingga 48,33% .

Tabel I.9. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional Di Bandara Polonia


(42)

Tabel I.10. Jumlah Penumpang Dalam Negeri Di Pelabuhan Belaw an

Sumber : BPS, Sumut

Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit ke sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh signifikan yakni sebesar 24,59% (yoy). Nilai kredit sektor ini mencapai Rp1 triliun, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp0,80 triliun. Penyaluran kredit terbesar diperkirakan terutama terjadi di subsektor komunikasi.

Grafik I.27. Penyaluran Kredit Oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Pengangkutan & Komunikasi

-10 -5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

I II III IV I II III IV I II III IV I

2006 2007 2008 2009

%

-0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 Rp Triliun

posisi kredit pertumbuhan (yoy)

Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum, KBI M edan

7. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih

Sektor Listrik, Gas, dan Air bersih (LGA) pada triw ulan I-2009 tumbuh 6,96% (yoy), lebih rendah dibandingkan triw ulan IV-2008 dan namun lebih tinggi jika dibandingkan dengan triw ulan yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan kinerja sektor ini ditopang terutama oleh pertumbuhan di semua subsektor. Sektor listrik tumbuh 7,41% (yoy) dan sektor gas kota tumbuh 7,32% (yoy). M eskipun terdapat gejolak ekonomi dunia dan lesunya permintaan ekspor, namun dengan masih tetap berjalannya produksi, maka belum terjadi penurunan permintaan gas secara signifikan. Belum terdapat laporan adanya perusahaan yang mengurangi permintaan gas dan sejauh ini pasokan gas dari


(43)

PT.Perusahaan Gas Negara (PGN) masih terjaga. Pada tahun 2009, diperkirakan penjualan PGN akan mencapai 700 M M Scfd.

Sebagai bukti komitmen dalam menanggulangi krisis listrik di Sumut, pemerintah bersama-sama dengan PT. PLN juga telah berencana membangun pembangkit listrik untuk jangka menengah.

Tabel I.11. Rencana Pembangunan Pembangkit Listrik Jangka M enengah

Tahun

Nama Pembangkit

2009 PLTG Barge Maunted (beli energi) 60 MW PLTU Labuhan Angin Unit 2 115 MW

2010 PLTU Sumut 400 MW

PLTU Meulaboh 200 MW

PLTA Asahan I (swasta) 180 MW

PLTP Sarulla I (swasta) 110 MW

2011 PLTP Sarulla II (swasta) 110 MW PLTU Kuala Tanjung (swasta) 225 MW

2012 PLTA Asahan III 174 MW

Daya

Sumber : PT. PLN Sumut

8. Sektor Jasa-Jasa

Sektor jasa-jasa pada triw ulan I-2009 tumbuh 9,04% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triw ulan IV-2008 (12,85% ), namun lebih tinggi dibandingkan triw ulan I-2008 (7,06% ). Jika dilihat trennya, maka sektor jasa-jasa selalu memberikan pertumbuhan yang tertinggi di antara sektor-sektor lainnya. Dilihat dari subsektornya, nilai tambah sektor ini masih didominasi oleh nilai tambah yang bersumber dari subsektor jasa pemerintahan dan subsektor jasa sosial dan kemasyarakatan. Faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah persiapan menjelang Pemilu serta stimulus fiskal yang dikucurkan sebagai upaya mencegah pengangguran dan mempertahankan daya beli masyarakat terkait dengan imbas gejolak perekonomian global yang tengah menerpa.Sementara pertumbuhan sub sektor jasa sw asta sebesar 5,68% , dengan pertumbuhan berasal dari hiburan dan rekreasi (7,19% ), sosial dan kemasyarakatan (6,12% ) serta perorangan dan rumah tangga (4,93% ).


(44)

Grafik I.28. Penyaluran Kredit Oleh Bank Umum di Sumut ke Sektor Jasa-Jasa

0 10 20 30 40 50 60 70

I II III IV I II III IV I II III IV I 2006 2007 2008 2009 %

-0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 Rp Triliun

posisi kredit pertumbuhan (yoy)

Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum, KBI M edan

Penyaluran kredit ke sektor jasa-jasa tumbuh 18,25% , masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triw ulan IV-2008 sebesar 49,71% . Nilai kredit sektor ini mencapai Rp3,53 triliun, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp2,99 triliun.


(45)

25 Sumatera Utara telah lama dikenal sebagai provinsi penghasil utama produk-produk perkebunan, seperti karet dan kelapa saw it. Namun demikian, berdasarkan data terkini, posisi tersebut telah bergeser, di mana Sumut saat ini hanya menduduki posisi kedua terbesar penghasil karet dan kelapa saw it. Penghasil utama karet saat ini adalah Sumatera Selatan, sementara kelapa saw it adalah Riau. M eskipun demikian, Sumut memiliki pertumbuhan produksi yang lebih baik dibandingkan dengan kedua provinsi tersebut .

Grafik Produksi Karet Sumatera Grafik Produksi Kelapa Saw it Sumatera

Sumber: Depart emen Pertanian 2009, diolah

Selain tanaman perkebunan, t anaman bahan makanan terutama padi juga menjadi salah satu andalan Sumut. Produksi Padi di Sumut pada tahun 2009, diperkirakan akan mengalami kenaikan sebesar 2,56% , dari 3,34 juta ton menjadi 3,46 jut a t on. Sementara pada tahun 2008, pertumbuhan produksi hanya tercapai sebesar 2,30% . Dengan angka produksi tersebut, dapat dipastikan bahw a Sumut termasuk salah satu provinsi yang mengalami surplus produksi dibandingkan dengan kebutuhan konsumsi masyarakat nya.

Pangsa sekt or pertanian juga cukup dominan dalam pembentukan PDRB. Pada triw ulan IV-2008 pangsanya mencapai 23,09% , sementara pada t riw ulan I-2009 meningkat menjadi 24.23% . Namun secara umum tidak terjadi perubahan pangsa yang berarti untuk seluruh sektor. Setelah sektor pertanian, sektor yang cukup dominan lainnya dalah industri pengolahan. Saat ini pangsanya mencapai 22,54% , setelah sebelumnya tercatat sebesar


(46)

26

Tabel Pangsa, Pertumbuhan dan Kredit Sektoral

Sumber : BPS & BI, diolah

Jika ditelaah lebih lanjut, dengan pangsa ekonomi yang paling dominan, ternyat a kredit yang disalurkan kepada sektor pertanian masih jauh berada di baw ah sektor indust ri pengolahan maupun sektor perdagangan hot el dan rest oran. Pada t riw ulan I-2009, kredit kepada sektor pertanian hanya sebesar Rp9,13 triliun, sementara kedua sektor lainnya menerima masing-masing Rp19,03 triliun dan Rp14,95 triliun.

M elihat pot ensi dan pertumbuhan yang semakin membaik, maka peningkatan penyaluran kredit kepada sektor pertanian seharusnya menjadi prioritas. Perbankan dalam lebih ekspansif menyalurkan kredit kepada sektor ini, karena akan memberika efek pertumbuhan yang cukup besar. Terlebih lagi, pada sektor inilah sebagian besar angkat an kerja tertampung.

Berdasarkan penelitian dari Lembaga Riset Perbankan Daerah (LRPD) , pelaku sektor pert anian sangat membutuhakn bantuan pembiayaan dari perbankan. Terkait dengans kala usaha petani yang masih relatif kecil, besarnya pinjaman yang diharapkan juga tidak terlalu besar. Sebagin besar responden (40,3% ) hanya membutuhkan Rp2-5 jut a per musim tanam.


(47)

27

Sumber: LRPD 2008

Jika sektor pertanian memiliki keunggulan pangsa yang dominan, sektor jasa-jasa merupakan sektor yang memiliki pert umbuhan cukup atraktif. Dengan berkembangnya perekonomian, maka kebutuhan jasa juga mengalami peningkatan yang terus berlanjut. Penyaluran kredit pada sekt or ini terlihat masih realatif rendah. Pada sektor keuangan, persew aan dan jasa misalnya, hanya tersalur sebesar Rp 3,53 triliun. Bahkan pada sektor jasa-jasa hanya teratat sebesar Rp0,43 triliun. Sementara pertumbuhan ekonomi kedua sektor tersebut pada akhir tahun lalu masing-masing sebesar 9,24% dan 12,85% , atau melampaui pertumbuhan rata-rata sebesar 6,97% . Sudah selayaknya perbankan juga memberikan perhatian lebih besar pada peningkatan penyaluran kredit pada sekt or ini.


(48)

Sumatera Utara telah memiliki sejarah panjang sebagai salah satu penghasil kelapa saw it di Indonesia. Dengan luas lahan yang mencapai lebih dari 1 juta hekat ar dan produksi lebih dari 3 jut a ton, tak salah jika kelapa saw it t elah menjadi salah satu komoditas primadona yangmemiliki banyak keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya.

Tabel Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kelapa Saw it Sumut

Sumber : Departemen Pertanian, diolah

Potensi dan produksi yang sedemikian besar, juga t erlihat dari nilai ekspor kelapa saw it yang relatif dominan terhadap totol ekspor Sumut. M eskipun demikian , saat ini terdapat kecenderungan yang cukup mengkhaw atirkan terkait dengan krisis keuangan global yang telah menyebabkan turunnya permintaan ekspor.

Grafik Ekspor CPO Sumut (nilai USD) Grafik Ekspor CPO (volume Ton)

Sumber : DSM - Bank Indonesia

Sebagaimana terlihat dalam grafik di atas, terlihat adanya penurunan nilai maupun volume ekspor CPO yang cukup drastis. Hal ini cukup merisaukan, terkait dengan skala usaha CPO yang telah sedemikian besar dan belum ada produk t urunan lain yang dihasilkan di Sumut. Fokus ekspor pada CPO, yang pada dasarnya masih merupakan bahan ment ah, akan menyebabkan keraw anan pada sisi permintaan dan nilai tambah yang masih rendah.


(49)

dan diperpanjang, sehingga nilai tambah yang didapat akan menigkat dan berujung pada peningkat an pertumbuhan yang signifikan. Produk turunan dari kelapa saw it sangat banyak dan bisa dimanfaat kan oleh berbagai macam industri, seperti kosmetik, kesehatan, pangan dan industri lainnya.

Grafik Produk Turunan Kelapa Saw it

Untuk it u, perlu dikembangkan sistem yang terintegrasi dan menyeluruh sebagai bagian dari upaya menciptakan pertumbuhan melalui kelapa saw it. Upaya pengembangan ini tentu saja membutuhkan peran dari seluruh stakeholder yang terkait. Sejauh ini, perbankan juga telah memulainya dengan melakukan pembiayaan revitalisasi perkebunan, sebagai upaya penguatan sektor produksi dasar. Namun, masih diperlukan jalan panjang dan kebersungguhan semua pihak untuk berhasil menciptakan Sumut sebagai pusat saw it di Asia.


(50)

(51)

BAB II

Perkembangan Inflasi

D aerah


(52)

2.1. KONDISI UM UM

M emasuki tahun 2009, tekanan inflasi pada semester II tahun 2008 perlahan-lahan semakin berkurang hingga triw ulan laporan. Inflasi volatilitas food dan administered price yang merupakan determinan utama lonjakan inflasi tahun 2008 pada kelompok barang bahan makanan dan transportasi berangsur-angsur mereda dan tidak memberikan kontribusi besar pada inflasi triw ulan I. Pada triw ulan I-2009, Sumut mengalami deflasi sebesar 0,73% (qtq), melambat dibandingkan dengan triw ulan IV-2008 yang sebesar 2,13% (qtq). Sebagaimana periode sebelumnya, laju inflasi ini lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yang sebesar 0,36% (qtq). Perlambatan inflasi selama triw ulan I-2009 terutama disebabkan oleh menurunnya harga-harga komoditas internasional, terutama harga minyak yang dikuti penurunan harga BBM sebanyak dua kali pada bulan Desember 2008.

Sementara itu, pengaruh tekanan inflasi yang bersumber dari sisi permintaan tidak sebesar periode sebelumnya karena tidak ada peristiw a khusus yang berdampak signifikan terhadap meningkatnya permintaan barang dan jasa. Hal ini sejalan dengan hasil Survei Penjualan Eceran triw ulan I-2009 oleh KBI M edan yang menunjukkan bahw a permintaan masyarakat, yang tercermin dari volume penjualan pedagang eceran, telah kembali ke level normal setelah mengalami peningkatan pada triw ulan sebelumnya. Faktor pendukung melambatnya laju inflasi tersebut antara lain adalah kecukupan pasokan komoditas bahan makanan khususnya bumbu-bumbuan serta rendahnya tekanan inflasi pada kelompok harga yang dikendalikan oleh pemerintah.

M enurut kelompok barang dan jasa, inflasi tertinggi terjadi pada kelompok sandang, yaitu sebesar 7,22% (qtq), kelompok barang dan jasa lainnya yang menyumbang inflasi cukup besar adalah kelompok makanan jadi yaitu sebesar 1,89% (qtq). Diantara empat kota di Sumut, deflasi tertinggi terjadi di Kota M edan mencapai 0,84% (qtq), sedangkan deflasi terendah terjadi di Kota Padang Sidempuan sebesar 0,03% (qtq). Determinan deflasi di sebagian besar kota adalah penurunan harga pada kelompok bahan makanan. Selain kelompok bahan makanan, penurunan harga yang cukup signifikan juga terjadi pada kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan.

Secara tahunan, pencapaian inflasi Sumut pada triw ulan ini mengalami perlambatan

B


(53)

6.69 5.73

7.03 6.60 7.27

11.01 10.47 10.72

6.58 6.52 5.77 6.95 6.59 8.17 11.03 12.14 11.06 7.27 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00

3 6 9 12 3 6 9 12 3

2007 2008 2009

Sumut Nasional

sudah kembali ke level normal setelah mengalami tekanan yang cukup tinggi sebagai akibat dari kenaikan harga BBM pada bulan M ei 2008. Determinan inflasi tahunan di Sumut masih bersumber dari kenaikan harga pada kelompok sandang, yaitu mencapai 10,30% (yoy). Kelompok pengeluaran lainnya yang juga mengalami peningkatan harga cukup tinggi antara lain kelompok makanan jadi 10,26% (yoy), kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 8,85% (yoy) dan kelompok perumahan, air, listrik dan gas 7,18% (yoy).

Grafik 2.1 Grafik 2.2

Perkembangan Inflasi Bulanan Perkembangan Inflasi Tahunan dan Tahunan Sumut dan Nasional Sumut dan Nasional

Sumber : BPS, Sumut

Faktor determinan inflasi tahunan selama bulan Januari sampai dengan M aret 2009 adalah volatile food (faktor eksternal). Kenaikan harga komoditas di pasar internasional, seperti CPO, gandum, emas, dan kedelai, yang telah berlangsung sejak pertengahan tahun 2007 hingga tahun 2008, telah mendorong kenaikan berbagai produk bahan makanan dan emas perhiasan di dalam negeri, termasuk di Sumut.

2.2. INFLASI TRIWULANAN

Selama triw ulan I-2009, Sumut mengalami deflasi sebesar 0,73% (qtq), merupakan deflasi triw ulanan tertinggi sejak tahun 2006. Faktor utama deflasi selama triw ulan I-2009 adalah penurunan harga BBM bersubsidi pada aw al Desember 2008. Hal ini juga diindikasikan oleh rendahnya deflasi pada bulan M aret 2008 yang mencapai 0,35% (mtm). Di samping itu, penurunan harga berbagai bahan makanan, minyak tanah dan elpiji untuk rumah

-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 0 2 4 6 8 10 12 14

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2007 2008 2009

% mtm % yoy


(54)

1.95 -0.59 2.19 3.06 2.48 4.09 1.30 2.13 -0.73 1.91 0.17 2.28 2.09 3.41 0.00 2.88 0.54 0.36 -1.00 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00

I II III IV I II III IV I

2007 2008 2009

Sumut Nasional

Grafik 2.3. Grafik 2.4.

Inflasi Triw ulanan Sumut & Nasional Perkembangan Harga Barang & Jasa M enurut Pengusaha

Sumber : BPS, Sumut

Berdasarkan komoditas, sepuluh komoditas dengan deflasi tertinggi dan penyumbang deflasi terbesar selama triw ulan I-2009 didominasi bahan makanan dan transportasi, komunikasi dan jasa keuangan.

Tabel 2.1. Komoditas yang mengalami penurunan harga tertinggi M aret 2009

Penurunan Harga (%)

1 Cabe Merah 11.96 2 Kacang Panjang 11.87 3 Sawi Hijau 11.23 4 Daging Ayam Ras 9.79

5 Kentang 8.28

6 Jeruk 4.67

7 Telur Ayam Ras 4.00 8 Ikan Kembung 2.52

9 Beras 1.39

No. Komoditas

Sumber : BPS, Sumut

Perkembangan nilai tukar Rupiah yang yang agak melemah serta tekanan inflasi dari sisi -1 0 1 2 3 4 5 -5 0 5 10 15 20 25 30

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2007 2008 2009

% (inflasi) SBT(SKDU)


(55)

rata-rata bulanan pada triw ulan I-2009 sedikit melemah dibandingkan dengan triw ulan IV-2008. Di sisi ekspektasi, para pelaku ekonomi (khususnya pedagang eceran, dan konsumen) pada triw ulan laporan tampaknya masih belum memperkirakan akan adanya kenaikan harga barang dan jasa. Perkembangan ekspektasi tersebut diindikasikan oleh hasil beberapa survei yang dilakukan oleh KBI M edan, yaitu Survei Penjualan Eceran (SPE), dan Survei Konsumen (SK).

Grafik 2.5. Grafik 2.6.

Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Perkembangan Ekspektasi Pengusaha Terhadap USD Terhadap Harga Barang & Jasa

Sumber : BI Sumber : Survei Kegiatan Usaha, KBI M edan

Hasil SKDU menunjukkan bahw a ekspektasi para pengusaha responden SKDU terhadap kenaikan harga jual/tarif barang/jasa semakin menurun pada triw ulan I-2009. Hal ini tercermin dari penurunan SBT (saldo bersih tertimbang) hasil survei pada triw ulan I-2009 dibandingkan dengan hasil survei pada triw ulan IV-2008. Penurunan harga jual/tariff menurut para pengusaha terutama terjadi pada sektor industri pengolahan (tekstil, logam, alat angkutan dan mesin); sektor perdagangan, hotel, dan restoran; serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Sumber utama pendorong penurunan harga tersebut adalah penurunan biaya bahan baku/material dan biaya operasional.

8800 9200 9600 10000 10400 10800 11200 11600 12000 12400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3

2007 2008 2009

Rp/USD

Kurs Tengah Bulanan Rata-Rata Triwulanan

-1 0 1 2 3 4 5

-10 -5 0 5 10 15 20 25

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2007 2008 2009

% (inflasi) SBT (SKDU)


(56)

Grafik 2.7. Grafik 2.8. Ekspektasi Pedagang Ekspektasi Konsumen Terhadap Nilai Jual Barang & Jasa Terhadap Harga Jual Barang & Jasa

Sumber : Survei Penjualan Eceran, KBI M edan Sumber : Survei Konsumen, KBI M edan

Ekspektasi pedagang eceran responden SPE terhadap harga barang dan jasa menunjukkan arah yang sama dengan perkembangan inflasi bulanan pada triw ulan I-2009. M ereka telah memperkirakan sebelumnya bahw a harga eceran masih akan bergerak normal dan cenderung menguat pada triw ulan I-2009, dengan keyakinan yang semakin menguat. Hal ini diindikasikan oleh nilai indeks SB yang lebih besar dari 100.

Hasil Survei Konsumen mengindikasikan ekspektasi konsumen terhadap harga barang dan jasa yang searah dengan pergerakan inflasi bulanan sepanjang triw ulan I-2009. Namun, jumlah konsumen yang memperkirakan akan terjadi kenaikan harga barang dan jasa semakin meningkat di akhir triw ulan I-2009. M enurut responden, kelompok barang dan jasa yang diperkirakan berpeluang paling besar mengalami kenaikan harga adalah kelompok bahan makanan; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tem bakau; serta kelompok perumahan, listrik, air, gas, dan bahan bakar.

2.2.1. INFLASI M ENURUT KELOM POK BARANG DAN JASA

Pada triw ulan I-2009 inflasi terjadi pada hampir seluruh kelompok barang dan jasa, kecuali bahan makanan dan transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Dari tujuh kelompok barang dan jasa, dibandingkan dengan triw ulan sebelumnya, peningkatan laju inflasi

-0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 Ja n Fe b M ar A p r M e i Ju

n Jul

A gs Se p O kt N o v D e s Ja n Fe b M ar 2008 2009 % inflasi Rp juta -2 0 2 4 6 8 10 12 14 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Ja n Fe b M ar A p r M e i Ju

n Jul

A gs Se p O kt N o v D e s Ja n Fe b M ar 2008 2009 In fl as iS u m u t (% ) In d e ks Ek sp e kt as i H ar ga 3 & 6 b ln ya d (S B T)

Perubahan harga umum 3 bulan yad Perubahan harga umum 6 bulan yad Inflasi Sumut (yoy)


(57)

Sementara itu kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar; kelompok kesehatan, kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga masih mengalami inflasi.

Tabel 2.2. Inflasi Triw ulanan di Sumut M enurut Kelompok Barang & Jasa (% )

2009

Tw.I

Tw.II

Tw.III

Tw.IV

Tw.I

BAHAN MAKANAN

6.77

4.74

6.67

-1.16

6.93

-3.92

MAKANAN JADI,MINUMAN,ROKOK & TEMBAKAU

1.82

1.15

4.92

2.19

2.46

1.89

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BHN BAKAR

1.35

1.16

2.74

3.12

1.16

0.56

SANDANG

5.61

6.24

-1.38

0.57

3.64

7.22

KESEHATAN

0.19

2.67

3.19

1.73

0.40

0.04

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAHRAGA

0.49

0.01

0.84

6.33

0.19

0.00

TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN

0.58

0.39

2.84

-0.02

-3.17

-3.50

Umum

3.06

2.48

4.09

1.30

2.13

-0.73

2007

2008

Kelompok

Sumber : BPS, Sumut

a. Kelompok Bahan M akanan

Deflasi kelompok bahan makanan pada triw ulan I-2009 mencapai 3,92% , menurun signifikan setelah pada triw ulan sebelumnya mengalami inflasi sebesar 6,93% . Kelompok ini membentuk 50% dari deflasi Sumut yang sebesar 0,73% .

Grafik 2.9. Inflasi Triw ulanan Kelompok Bahan M akanan di Sumut

6.77

4.74

6.67

-1.16

6.93

-3.92 -4.00

-2.00 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2007 2008 2009

Sumber : BPS, Sumut

Berdasarkan subkelompok, subkelompok padi-padian adalah penyumbang terbesar deflasi kelompok bahan makanan. Harga beras mulai mengalami penurunan seiring masa panen raya padi sejak pertengahan triw ulan IV-2008 hingga akhir triw ulan I-2009. Berdasarkan


(58)

panen di tingkat petani ditetapkan Rp2.200/kg. Harga gabah kering giling di gudang Bulog menjadi Rp2.840/kg, sedangkan harga beras di gudang Bulog menjadi Rp4.300/kg.

b. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

Deflasi kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan mencapai 3,50% , meningkat dibandingkan deflasi triw ulan sebelumnya yang sebesar 3,17% . Penyumbang deflasi terbesar adalah premium, solar, angkutan dalam kota, dan angkutan antar kota. Seperti telah disebutkan pada uraian-uraian sebelumnya, penyebab utama deflasi subkelompok ini adalah menurunnya harga BBM bersubsidi pada aw al Desember 2008.

Grafik 2.10. Inflasi Triw ulanan

Kelompok Transportasi, Komunikasi & Jasa Keuangan di Sumut

0.58 0.39

2.84

-0.02

-3.17 -3.50 -4.00

-3.00 -2.00 -1.00 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2007 2008 2009

Sumber : BPS, Sumut

c. Kelompok Sandang

Kelompok sandang terus mengalami peningkatan sejak triw ulan IV-2008. Dari 3,64% pada triw ulan IV-2008, menjadi 7,22% pada triw ulan I-2009. Peningkatan inflasi pada triw ulan ini disebabkan oleh peningkatan harga emas perhiasan, yang pada beberapa triw ulan sebelumnya justru telah menurun. Emas perhiasan termasuk ke dalam subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya.

Grafik 2.11. Inflasi Triw ulanan Kelompok Sandang di Sumut


(59)

5.61 6.24

-1.38 0.57

3.64 7.22

-2.00 -1.00 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2007 2008 2009

Sumber : BPS, Sumut

d. Kelompok M akanan Jadi, M inuman, Rokok dan Tembakau

Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triw ulan I-2009 mencapai 1,89% , menurun daripada triw ulan sebelumnya yang 2,46% . Kelompok ini memberikan andil inflasi kedua terbesar, yakni sebesar 0,95% terhadap inflasi Sumut, atau membentuk 22% inflasi Sumut.

Grafik 2.12. Inflasi Triw ulanan

Kelompok M akanan Jadi, M inuman, Rokok & Tembakau di Sumut

1.82

1.15

4.92

2.19 2.46

1.89

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2007 2008 2009

Sumber : BPS, Sumut

Seperti triw ulan sebelumnya, dari tiga subkelompok, subkelompok makanan jadi mendominasi inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau. Inflasi subkelompok makanan jadi menyumbang inflasi sebesar 0,68% , terutama karena kenaikan harga berbagai makanan jadi tersebut.


(60)

Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar menurun dibandingkan triw ulan sebelumnya, yakni dari 1,16% menjadi 0,56% pada triw ulan I-2009. Kelompok ini menyumbang 0,75% terhadap inflasi Sumut. Subkelompok penyumbang inflasi terbesar pada kelompok ini adalah subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air. Pada subkelompok tersebut sumbangan inflasi terbesar berasal dari kenaikan harga elpiji dan minyak tanah, yang masing-masing naik 46,11% .

Grafik 2.13. Inflasi Triw ulanan

Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar di Sumut

1.35 1.16

2.74

3.12

1.16 0.56 0.00

0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2007 2008 2009

Sumber : BPS, Sumut

f. Kelompok Kesehatan

Inflasi kelompok kesehatan mengalami penurunan dibandingkan triw ulan sebelumnya, yaitu dari 0,40% menjadi 0,04% . Relatif rendahnya inflasi kelompok ini menyebabkan sumbangannya terhadap inflasi Sumut hanya sebesar 0,07% . Subkelompok penyumbang terbesar inflasi pada kelompok kesehatan adalah subkelompok peraw atan jasmani dan kosmetik.

Grafik 2.14. Inflasi Triw ulanan Kelompok Kesehatan di Sumut

0.19 2.67

3.19

1.73

0.40 0.04 0.00

0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2007 2008 2009


(61)

g. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga

Inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triw ulan I-2009 merupakan inflasi terendah dari tujuh kelompok penyumbang inflasi Sumut. Pada triw ulan IV-2008 inflasinya sebesar 0,40% kemudian turun signifikan menjadi 0,002% pada triw ulan I-2009. Kelompok ini hanya menyumbang 0,06% terhadap inflasi Sumut. Dari lima subkelompok, inflasi tertinggi terjadi pada subkelompok perlengkapan pendidikan.

Grafik 2.15. Inflasi Triw ulanan

Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga di Sumut

0.49 0.01

0.84 6.33

0.19 0.00 0.00

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2007 2008 2009

Sumber : BPS, Sumut

2.2.2. INFLASI M ENURUT KOTA

Empat kota di Sumut mengalami deflasi pada triw ulan laporan setelah pada triw ulan sebelumnya mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Kota M edan sebesar 0,84% , sedangkan terendah di Kota Padang Sidempuan (0,03% ).

Tabel 2.3. Inflasi Triw ulanan di Sumut M enurut Kota (% )

2009

Tw.I

Tw.II

Tw.III

Tw.IV

Tw.I

1

Medan

3.23

2.19

4.00

1.21

2.26

-0.84

2

Pematang Siantar

1.97

3.07

5.39

1.38

1.33

-0.20

3

Padang Sidempuan

2.51

4.65

3.52

1.27

1.56

-0.03

4

Sibolga

2.69

4.63

3.41

3.07

2.22

-0.52

3.06

2.48

4.09

1.30

2.13

-0.73

2008

Gabungan

No.

Kota

2007


(62)

Berdasarkan andilnya terhadap pembentukan inflasi Sumut, berturut -turut yaitu Kota M edan (4,67% ), Kota Pematangsiantar (0,56% ), Kota Padangsidempuan (0,26% ) dan Kota Sibolga (0,21% ).

Dilihat dari komponennya, inflasi Sumut pada triw ulan I-2009 bersumber dari kenaikan inflasi inflasi inti. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha menunjukkan bahw a secara rata-rata volume produksi industri di Sumut pada triw ulan I-2009 adalah sebesar SBT minus 2,37, jauh menurun dibandingkan triw ulan IV-2008 yang tercatat sebesar SBT minus 11,28% .

Grafik 2.16. Perkembangan Volume Produksi

8.92 17.02

6.9

0.6

21.49

8.62

-11.28 -2.37

-15 -10 -5 0 5 10 15 20 25

II III IV I II III IV* I

2007 2008 2009

SBT hasil SKDU

Sumber : SKDU, KBI M edan

2.3. INFLASI TAHUNAN

Secara tahunan, inflasi Sumut pada M aret 2009 mengalami penurunan dibandingkan M aret 2008, yaitu dari 7,27% (yoy) menjadi 6,58% . Inflasi Sumut selama setahun terakhir didominasi oleh kenaikan harga bahan bakar, bahan makanan, emas perhiasan, dan makanan jadi. Barang-barang tersebut termasuk ke dalam sepuluh komoditas dengan inflasi tertinggi sekaligus penyumbang terbesar inflasi secara tahunan (yoy) pada M aret 2009. Kesepuluh komoditas penyumbang terbesar inflasi tersebut menyumbang 5,38% (yoy) terhadap inflasi Sumut, atau membentuk 45% inflasi Sumut.

Faktor eksternal cukup besar pengaruhnya terhadap inflasi domestik selama setahun terakhir, tidak terkecuali di Sumut. Kenaikan harga komoditas di pasar internasional, terutama minyak bumi, CPO, emas, kedelai, jagung, gandum, memberikan pengaruh


(63)

Ketergantungan Indonesia terhadap bahan baku impor merupakan salah satu faktor utama tingginya pengaruh kenaikan harga komoditas di pasar internasional terhadap harga produk nasional.

2.3.1. INFLASI M ENURUT KELOM POK BARANG DAN JASA

Inflasi setiap kelompok barang dan jasa selama periode M aret 2008 hingga M aret 2009, cukup tinggi, yakni masing-masing di atas 6,50% (yoy). Dari tujuh kelompok, empat di antaranya mengalami inflasi di atas 7% , yaitu kelompok makanan jadi (10,26% ), kelompok perumahan (7,18% ), kelompok sandang (10,30% ), serta kelompok pendidikan (8,85% ). Dibandingkan laju inflasi tahunan pada periode M aret 2008, peningkatan signifikan terjadi pada inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau.

Tabel 2.4. Inflasi Tahunan di Sumut M enurut Kelompok Barang & Jasa (% )

2007

2009

Des

Mar

Jun

Sep

Des

Mar

BAHAN MAKANAN

12.50

11.98

22.96

17.91

18.08

5.14

MAKANAN JADI,MINUMAN,ROKOK & TEMBAKAU

4.63

4.31

9.27

10.41

11.11

10.26

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BHN BAKAR

3.60

4.26

6.69

8.63

8.43

7.18

SANDANG

9.38

16.36

14.61

11.29

9.22

10.30

KESEHATAN

0.60

3.18

6.25

7.98

8.21

5.36

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAHRAGA

11.99

11.87

12.67

7.77

7.45

8.85

TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN

1.58

1.82

3.95

3.81

-0.05

2.51

Umum

6.60

7.27

11.01

10.47

10.72

6.58

Kelompok

2008

Berdasarkan sumbangannya terhadap inflasi Sumut, kelompok bahan makanan masih menjadi penyumbang terbesar inflasi di Sumut. Kelompok ini membentuk 37% inflasi Sumut pada M aret 2009. Selain kelompok bahan makanan, terdapat tiga kelompok barang dan jasa dengan penyumbang inflasi t erbesar Sumut yaitu kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar, kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan (1,95% ), serta kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau. Keempat kelompok penyumbang terbesar inflasi membentuk 86% inflasi tahunan di Sumut.

Pembahasan lebih lanjut tentang inflasi per kelompok barang dan jasa diuraikan di baw ah ini, secara berurutan dari kelompok inflasi terbesar.


(64)

Kelompok sandang adalah kelompok yang mengalami perlambatan inflasi tahunan tertinggi dibandingkan t ahun sebelumnya, yaitu dari 16,36% pada M aret 2008 menjadi 10,30% pada M aret 2009. Sejak November 2007 inflasi kelompok sandang selalu tercatat dua digit dan menunjukkan tren meningkat. M eskipun laju inflasinya cukup besar, sumbangan kelompok ini relatif kecil, atau hanya membentuk 6% inflasi tahunan Sumut pada M aret 2009.

Grafik 2.17. Inflasi Kelompok Sandang

9.38

16.36 14.61

11.29

9.22 10.30

5 7 9 11 13 15 17

Des Mar Jun Sep Des Mar

2007 2008 2009

Sumber : BPS, Sumut

Dari empat subkelompok, sumbangan terbesar inflasi kelompok sandang sejak tahun 2004 masih berasal dari subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya. Oleh karena itu, perlambatan kelompok sandang tidak terlepas dari perlambatan inflasi subkelompok

tersebut. Komoditas yang memiliki peranan besar dalam pembentukan inflasi

subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya adalah emas perhiasan, yang selama setahun terakhir mengalami kenaikan dan mulai menurun sejak triw ulan IV-2008 yang disebabkan oleh stabilnya harga emas dunia pada triw ulan I-2009.

b. Kelompok M akanan Jadi, M inuman, Rokok dan Tembakau

Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada M aret 2009 mencapai 10,26% , lebih tinggi dibandingkan inflasinya pada M aret 2008, yang sebesar 4,31% (yoy). Angka tersebut mulai menurun setelah pada triw ulan IV-2008 kelompok ini mencapai inflasi tahunan tertinggi sejak November 2006. Kelompok ini membentuk 16% inflasi Sumut.


(65)

Grafik 2.18. Inflasi Kelompok

M akanan Jadi, M inuman, Rokok & Tembakau

4.63 4.31

9.27

10.41 11.1110.26

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00

Des Mar Jun Sep Des Mar

2007 2008 2009

Sumber : BPS, Sumut

Di antara tiga subkelompok, subkelompok makanan jadi masih merupakan penyumbang terbesar inflasi pada kelompk makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau, sama dengan triw ulan sebelumnya. Subkelompok tersebut membentuk 70% inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau. Pada umumnya kenaikan harga berbagai makanan jadi disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakunya serta bahan bakar, seperti tepung terigu, sayuran, daging, gula pasir, minyak goreng, minyak tanah dan elpiji. Beberapa makanan jadi yang mengalami kenaikan harga adalah kue kering berminyak (gorengan), ayam goreng, dan sate.

c. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga

Inflasi kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga tercatat 8,85% (yoy), menurun dibandingkan t ahun sebelumnya yang sebesar 11,87% . Pendorong utama penurunan inflasi kelompok pendidikan adalah mulai menurunnya biaya jasa pendidikan pada setiap aw al tahun. Inflasi subkelompok jasa pendidikan menyumbang 0,48% terhadap total inflasi kelompok pendidikan.


(66)

11.99 11.87 12.67

7.77 7.45 8.85

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00

Des Mar Jun Sep Des Mar

2007 2008 2009

Sumber : BPS, Sumut

d. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan bakar

Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar mengalami inflasi sebesar 7,18% (yoy) pada M aret 2009, atau lebih tinggi daripada inflasi M aret 2008 yang sebesar 4,26% . Kelompok ini adalah penyumbang inflasi ketiga terbesar setelah kelompok bahan makanan dan makanan jadi. Kelompok ini membentuk 17% dari total inflasi tahunan Sumut. Subkelompok penyumbang terbesar inflasi pada kelompok perumahan adalah subkelompok penerangan, dan air. Penyebab utama inflasi pada subkelompok ini adalah kenaikan gas elpiji, serta tarif air PAM .

Grafik 2.20. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar

3.60 4.26

6.69

8.63

8.43 7.18

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00

Des Mar Jun Sep Des Mar

2007 2008 2009

Sumber : BPS, Sumut

Seperti telah diuraikan pada buku KER edisi triw ulan IV-2008, kenaikan harga gas antara lain adalah masalah kelangkaan. Adapun kelangkaan gas elpiji kemasan 12 kg (untuk rumah tangga) disebabkan oleh disparitas harga antara elpiji kemasan 12 kg dengan elpiji


(67)

e. Kelompok Kesehatan

Inflasi kelompok kesehatan secara tahunan kembali mengalami kenaikan, dari 3,18% (yoy) pada M aret 2008 menjadi 5,36% pada M aret 2009. Penyumbang terbesar inflasi kelompok kesehatan selama setahun terakhir adalah subkelompok jasa kesehatan dan menyumbang 0,20% terhadap inflasi kelompok kesehatan. Faktor pembentuk inflasi subkelompok jasa kesehatan adalah kenaikan tarif rumah sakit.

Grafik 2.21. Inflasi Kelompok Kesehatan

0.60 3.18

6.25

7.98 8.21

5.36

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

Des Mar Jun Sep Des Mar

2007 2008 2009

Sumber : BPS, Sumut

f. Kelompok Bahan M akanan

Inflasi kelompok bahan makanan menurun signifikan dari 11,98% (yoy) menjadi 5,14% pada M aret 2009. Kelompok ini merupakan penyumbang terbesar inflasi di Sumut dan membentuk 37% dari angka inflasi Sumut yang sebesar 6,58% (yoy). Di antara sebelas subkelompok pada kelompok bahan makanan, penyumbang inflasi terbesar adalah subkelompok padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya. Komoditas pada subkelompok ini yang menyumbang terbesar inflasi adalah beras dan mie instan.

M asih tingginya harga beras disebabkan oleh beberapa masalah distribusi. M eskipun produksi Sumut setiap tahun di atas volume kebutuhan beras penduduknya, sebagian kebutuhan penduduk dipenuhi dari beras impor asal Thailand, sementara sebagian produksi lokal Sumut dikirim ke DKI Jakarta dan daerah lain untuk memenuhi permintaan di kota-kota lain. Di samping itu, kenaikan harga beras pada tahun 2008 juga didorong


(68)

kenaikan harga mie instan disebabkan oleh kenaikan harga berbagai bahan bakunya, terutama gandum dan minyak sayur.

Grafik 2.22. Inflasi Kelompok Bahan M akanan

12.50 11.98 22.96

17.91 18.08

5.14 0.00

5.00 10.00 15.00 20.00 25.00

Des Mar Jun Sep Des Mar

2007 2008 2009

Sumber : BPS, Sumut

g. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

Inflasi tahunan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan meningkat dari 1,82% (yoy) pada M aret 2008 menjadi 2,51% pada M aret 2009. Dengan laju inflasi tersebut, kelompok ini membentuk 17% inflasi tahunan Sumut pada M aret 2009.

Grafik 2.23. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar

1.58 1.82 3.95

3.81

-0.05 2.51

-0.50 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50

Des Mar Jun Sep Des Mar

2007 2008 2009

Sumber : BPS, Sumut

Subkelompok transpor adalah subkelompok yang memberikan sumbangan inflasi terbesar pada kelompok ini. Beberapa harga komoditas dengan persentase kenaikan terbesar pada subkelompok transpor adalah tarif angkutan dalam kota dan antarkota.


(69)

Berdasarkan kota, inflasi tahunan di keempat kota secara umum mengalami penurunan dibandingkan M aret 2008. Inflasi tertinggi tercatat di Padangsidempuan sebesar 8,50% (yoy), sedangkan yang terendah terjadi di Kota M edan, sebesar 6,37% . Inflasi di kedua kota tersebut terutama disumbang oleh inflasi kelompok bahan makanan serta kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau.

Tabel 2.5. Inflasi Tahunan Empat Kota di Sumut

2007 2009

Des Mar Jun Sep Des Mar

1 Medan 6.42 7.01 11.87 11.04 10.00 6.37

2 Pematang Siantar 8.37 8.48 14.96 12.30 11.60 6.89

3 Padang Sidempuan 5.87 8.71 15.24 12.47 11.43 8.50

4 Sibolga 10.74 8.37 12.39 14.52 13.99 7.88

6.60 7.27 11.01 10.47 10.72 6.58

No. Kota 2008

Gabungan


(70)

Hasil Survei Konsumen terhadap 315 responden di M edan pada triw ulan I-2009 (M aret 2009), menunjukkan bahw a Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Ekonomi Saat Ini (IKE), serta Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) menguat dibandingkan bulan Desember 2008. Penguat an terut ama terjadi pada IEK, yang semakin menunjukkan optimisme konsumen. Optimisme ini terutama dipicu oleh membaiknya ekspekt asi penghasilan, ketersediaan lapangan kerja yang semakin memadai dan keyakinan akan membaiknya kondisi ekonomi dalam kurun w aktu 6 bulan yang akan datang.

Tabel Indeks Keyakinan Konsumen Grafik Inflasi dan Indeks Keyakinan Konsumen

Sumber : Survei Konsumen KBI M edan & BPS, diolah

Peningkatan keyakinan konsumen, juga sejalan dengan semakin menurunnya tekanan inflasi. Selama triw ulan I-2009, terjadi deflasi selama 3 bulan berturut turut, masing-masing sebesar -0,15% , -0,24% dan -0,35% , sehingga secara year to date juga terjadi deflasi sebesar -0,73% .

Guna mengetahui tingkat keyakinan konsumen, dilakukan segmentasi berdasarkan faktor demografis dan kemampuan finansial responden. M eningkatnya keyakinan konsumen, dapat digambarkan sebagai berikut :


(71)

Berdasarkan jenis kelaminnya, maka pria terlihat lebih optimis memandang arah perekonomian 6 bulan yang akan datang. Sementara berdasarkan t ingkat pendidikannya, maka reponden yang berpendidikan pascasarjana t erlihat sangat optimis, sebanyak 66,67% menyatakan bahw a kondisi perekonomian akan membaik.

3. Berdasarkan Tingkat Pengeluaran 4. Berdasarkan Umur

Sementara jika ditelaah berdasarkan tingkat pengeluarannya, maka responden dengan pengeluaran Rp1-3 juta/bulan adalah yang paling optimis, diikuti dengan pengeluaran lebih dari Rp5 juta/bulan.


(72)

Sementara jika dilihat indikator ketepatan pembelian barang tahan lama, maka sebagain besar responden masih dalam kondisi pesimis dan t idak akan melakukan pembelian barang tahan lama. Hal ini terkait dengan kondisi saat ini, di mana responden cenderung mengurangi konsumsi atau meneurunkan kualitasbarang yang dikonsumsinya dan berusaha meningkatkan t abungan.


(73)

BAB III

Perkembangan Perbankan

D aerah


(74)

3.1. Kondisi Umum

Perkembangan perbankan di Sumut pada triw ulan I-2009 mengalami peningkatan baik dibandingkan dengan triw ulan sebelumnya maupun dengan triw ulan yang sama tahun 2008, dengan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi. Hal ini tercermin dari pertumbuhan beberapa indikator seperti aset, dana pihak ketiga (DPK) dan kredit, yang lebih t inggi baik secara triw ulanan (qtq) maupun tahunan (yoy). Sebagian besar aset perbankan (97% ) di Sumut merupakan aset bank umum konvensional. Sementara itu, sisanya sebesar 3% berasal dari aset bank umum syariah.

Perkembangan bank umum konvensional, bank umum syariah dan BPR/S di Sumut pada triw ulan I-2009 meningkat baik secara triw ulanan maupun tahunan. DPK yang dihimpun bank umum syariah di Sumut pada triw ulan ini mengalami pertumbuhan negatif setelah pada triw ulan sebelumnya mengalami pertumbuhan positif . Sementara itu, DPK yang dihimpun bank umum konvensional mengalami pertumbuhan positif yang terjadi pada semua jenis simpanan, terutama tabungan. Peningkatan DPK tersebut, khususnya pertumbuhan produk tabungan, diperkirakan terkait dengan kegiatan promosi oleh perbankan dalam rangka meningkatkan penghimpunan DPK.

Penyaluran kredit pada triw ulan laporan mengalami sedikit penurunan jika dibandingkan dengan triw ulan sebelumnya. Outstanding kredit tumbuh lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan kredit pada triw ulan sebelumnya dan triw ulan yang sama pada tahun sebelumnya. Penurunan ini tercermin dari menurunnya pertumbuhan kredit modal kerja dan kredit konsumsi baik secara triw ulanan (qtq) maupun tahunan (yoy). M eningkatnya kegiatan penghimpunan dana (DPK) dengan tidak diikuti peningkatan penyaluran kredit, mendorong loan to deposit ratio (LDR) bank umum di Sumut turun dari 79,03% pada triw ulan IV-2008 menjadi 73,94% pada triw ulan I-2009. Penyaluran kredit yang menurun ternyata diikuti oleh peningkatan rasio non performing loan (NPL) (gross) dari 2,81% pada triw ulan IV-2008 menjadi 3,63% pada triw ulan I-2009.

B


(75)

11.58 13.57 14.72 14.48 15.08 16.09 14.87 15.07 16.25 20.97 22.04 23.52

26.28 27.18 28.73 28.58 30.58 31.08 28.00 26.72

28.73 30.24 29.82

30.90 34.52 38.64 41.49 -10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I 2007 2008 2009

R p t r il iu n

Giro Tabungan Deposito

Perkembangan bank umum syariah di Sumut masih tetap tumbuh meski belum sebagaimana yang diharapkan. Beberapa indikator utama tetap mengalami kenaikan baik secara tahunan maupun triw ulanan. Hal ini dicerminkan oleh meningkatnya total aset, DPK maupun penyaluran kredit/pembiayaan.

Tabel 3.1. Indikator Utama Perbankan Sumut

2009 Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I

Aset (Rp triliun) 90.2 92.87 97.46 108.08 114.55

Pertumbuhan (qtq) 3.10% 2.96% 4.94% 10.90% 5.99%

Pertumbuhan (yoy) 22.14% 24.41% 19.22% 23.54% 27.00%

Kredit (Rp triliun) 54.78 62.34 65.87 66.72 65.79

Pertumbuhan (qtq) 1.07% 13.80% 5.66% 1.29% -1.39%

Pertumbuhan (yoy) 31.79% 38.85% 34.12% 23.10% 20.10%

DPK (Rp triliun) 72.08 75.72 77.97 82.63 88.82

Pertumbuhan (qtq) 1.09% 5.05% 2.97% 5.98% 7.49%

Pertumbuhan (yoy) 18.60% 20.95% 15.92% 15.88% 23.22%

LDR 76.01% 82.33% 84.48% 79.03% 73.94%

NPLgross 3.63% 3.32% 3.16% 2.81% 3.63%

NPLnetto 1.57% 1.37% 1.28% 1.29% 1.93%

2008 Indikator

3.2. Intermediasi Perbankan

1. Penghimpunan Dana M asyarakat

Peningkatan aset bank perbankan terutama disebabkan meningkatnya DPK. Total aset bank perbankan pada triw ulan I-2009 naik 5,99% (qtq) mencapai posisi Rp114,55 triliun, atau secara tahunan total aset tumbuh sebesar 27% (yoy). Adapun perkembangan DPK selama periode triw ulan I-2009 mengalami peningkatan sebesar 7,49% (qtq) atau secara tahunan tumbuh sebesar 23,22% (yoy).

-1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 -10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I

2007 2008 2009

% Rp triliun

DPK DPK (qtq)


(76)

Baik secara triw ulanan maupun tahunan, jenis simpanan deposito menunjukkan pertumbuhan yang paling signifikan dibandingkan giro dan tabungan. Jenis simpanan giro dan deposito secara triw ulanan meningkat, masing-masing sebesar 7,83% menjadi Rp16,25 triliun dan 7,38% menjadi Rp41,49 triliun, sedangkan jenis simpanan tabungan mengalami pertumbuhan sebesar 1,64% . Secara tahunan, ketiga jenis simpanan tetap tumbuh masing-masing 7,76% , 14,37% dan 39,13% .

Dari sisi pangsanya, sebagian besar DPK pada bank umum masih didominasi oleh deposito. Pada triw ulan laporan, porsi giro dan deposito dalam DPK menunjukkan peningkatan, yakni dari 17,88% dan 45,84% pada triw ulan IV-2008 menjadi 18,74% dan 47,84% pada triw ulan I-2009. Sementara itu, porsi simpanan tabungan menurun dari 36,28% menjadi 35,84% . Peningkatan porsi deposito, yang disertai dengan penurunan porsi tabungan ditengarai sebagai aktivitas para deposan untuk kembali memenuhi kebutuhan dana jangka panjangnya.

Berdasarkan kelompok bank, pada triw ulan I-2009 Bank Sw asta Nasional memiliki pangsa terbesar dalam penghimpunan dana pihak ketiga yaitu 50,62% dari total dana pihak ketiga perbankan Sumut, diikuti Bank Umum Pemerintah (38,35% ) dan Bank Asing Campuran (11,03% ).

Grafik 3.3. Pangsa Penghimpunan DPK Berdasarkan Kelompok Bank Tw . I-2009

Selama triw ulan I-2009, DPK bank sw asta nasional meningkat sebesar Rp3,33 triliun atau 8,17% , kelompok

bank asing campuran meningkat

Rp0,67 triliun atau 7,46% , kelompok bank umum pemerintah meningkat Rp0,52 triliun atau 1,51%.

2. Penyaluran Kredit

Perkembangan kredit yang disalurkan bank umum di Sumut secara triw ulanan

menunjukkan peningkatan yang konsisten. Namun, khusus posisi triw ulan I-2009 outstanding kredit yang disalurkan oleh bank umum di Sumut menurun 1,39% (qtq)

Bank Asing & Campuran,

11.03%

Bank Swasta Nasional,

50.62% Bank

Pemerintah, 38.35%


(77)

-5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0 10 20 30 40 50 60 70

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I

2007 2008 2009 Kredit %qtq %yoy

2008 tumbuh 20,09% (yoy). Kondisi perekonomian selama setahun terakhir yang relatif baik merupakan salah satu faktor pendorong pertumbuhan kredit. Hal ini didukung pula oleh meningkatnya kegiatan dunia usaha yang diperkirakan menjadi faktor pendorong meningkatnya kebutuhan pembiayaan dari perbankan dan tercermin dari pertumbuhan kredit, baik secara sektoral maupun jenis penggunaan.

Kredit sektor Industri Pengolahan dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran masing-masing meningkat sebesar 10,32% dan 11,87% (qtq). Selain itu, terjadi peningkatan kualitas dalam penyaluran kredit oleh perbankan, yang dibuktikan dengan lebih tingginya penyaluran kredit modal kerja dan invest asi dibandingkan penyaluran kredit kepada sektor konsumsi (kredit konsumsi), yang tercermin dari peningkatan penyaluran kredit modal kerja sebesar 13,00% , kredit investasi sebesar 9,26% , sedangkan kredit konsumsi hanya mengalami peningkatan sebesar 6,95% (qtq).

Di lain pihak, perbankan harus tetap melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kreditnya, karena pada tahun 2008 dunia usaha menghadapi tantangan yang cukup berat akibat adanya kebijakan pemerintah dalam penyesuaian harga BBM (pengurangan subsidi) serta adanya rencana pemerintah untuk meningkatkan tarif dasar listrik bagi sektor dunia usaha.

Berdasarkan kelompok bank, pangsa penyaluran kredit terbesar masih didominasi oleh kelompok bank umum milik pemerintah dengan pangsa mencapai 50,21% meningkat dibandingkan triw ulan sebelumnya 49,74% . Adapun pangsa kredit yang disalurkan BUSN

Grafik 3.4. Perkembangan Kredit Sumut Grafik 3.5. Perkembangan Kredit

Berdasarkan kelompok Bank

6.11 6.87 7.29 6.51 6.28 21.77

25.29 27.14 26.84 25.67 26.58 29.85 31.06 33.00 33.45 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2008 2009 R p T r il iu n


(78)

Grafik 3.6. Pangsa Penyaluran Kredit Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan Berdasarkan Jenis Penggunaan

Berdasarkan jenis penggunaannya, sebagian besar kredit bank umum konvensional di Sumut disalurkan untuk modal kerja dan konsumsi. Kredit modal kerja (KM K) dan konsumsi masing-masing tercatat sebesar Rp34,57 triliun dan Rp16,04 triliun, dengan pangsa masing-masing sekitar 52% dan 24% . Sementara posisi kredit investasi (KI) mencapai Rp14,99 trililun atau 22,86% dari total kredit. Dibandingkan dengan triw ulan sebelumnya, kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit konsumsi tumbuh masing-masing sebesar 13,08% , 39,57% dan 23,96% (yoy).

Grafik 3.8. Pangsa Penyaluran Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi

30.57

36.36 37.34 35.65

34.57

10.74 11.18 12.16

14.38 14.99 12.94 14.48

15.99 16.31 16.04

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2008 2009 R p T r il iu n

modal kerja investasi konsumsi

52.70%

22.86% 24.45%

modal kerja investasi konsumsi

13.92% 0.09% 29.02% 0.03% 2.86% 22.80% 1.52% 5.39% 0.66% 23.71% Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik Gas dan Air Konstruksi

Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan, Pergudangan dan Komunikasi Jasa Dunia Usaha


(79)

Berdasarkan sektor ekonomi, tiga sektor yang menyerap kredit terbesar, adalah sektor lainnya (konsumsi), sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), dan sektor industri pengolahan. Pangsa ketiganya terhadap total kredit mencapai 77% . Berdasarkan pertumbuhannya, sektor lainnya (konsumsi) tumbuh 23,02% (yoy), sektor PHR tumbuh 24,15% (yoy), sedangkan sektor industri pengolahan tumbuh 28,49% (yoy) dengan nominal masing-masing Rp15,55 triliun, Rp14,96 triliun dan Rp19,03 triliun.

Kegiatan intermediasi perbankan triw ulan I-2009 mengalami perlambatan. Hal ini terlihat dari penurunan Loan to Deposit Ratio (LDR) dari 76,01% pada triw ulan I-2008 menjadi 73,94% pada triw ulan laporan, begitu pula bila dibandingkan dengan LDR triw ulan IV-2008 sebesar 79,03% . Akselerasi penghimpunan DPK yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan realisasi kredit menyebabkan LDR sedikit menurun.

Grafik 3.9. Perkembangan LDR Sumut

68.18%

71.56% 72.85%

75.90% 76.01% 82.33%

84.48% 79.03%

73.94%

60% 65% 70% 75% 80% 85% 90%

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I

2007 2008 2009

3. Kredit UM KM

Penyaluran kredit mikro, kecil dan menengah (M KM ) oleh bank umum di Sumut pada triw ulan I-2009, tumbuh minus 0,50% (qtq) atau 21,44% (yoy) menjadi Rp30,02 triliun. Pertumbuhan kredit M KM tersebut tidak secepat pertumbuhan total kredit yang tumbuh minus 1,39% (qtq). Pangsa kredit M KM terhadap total kredit mengalami sedikit peningkatan dari 45,22% pada triw ulan IV-2008 menjadi 45,63% pada triw ulan I-2009.


(80)

5.71%

34.74%

59.56%

mikro kecil menengah

Grafik 3.10. Kredit UM KM Berdasar Plafon Grafik 3.11. Pangsa Kredit UM KM

Berdasar Plafon

Sekitar 62% dari porsi kredit M KM tersebut merupakan kredit modal kerja (50,29% ) dan investasi (12,78% ), sedangkan 36,96% dari

porsi kredit M KM merupakan kredit

konsumsi. M enurut skala kreditnya, 5,71% kredit M KM disalurkan dalam bentuk kredit mikro, sedangkan untuk kredit kecil dan menengah dengan pangsa 34,74% dan 59,56% .

Berdasarkan sektor ekonomi, sektor PHR adalah penyerap kredit M KM terbesar, yakni mencapai Rp9,80 triliun atau 33,67% dari total kredit M KM . Selanjutnya, sektor industri pengolahan adalah penyerap kredit M KM terbesar kedua, mencapai Rp2,47 triliun (8,49% ), yang sebagian besar diserap oleh subsektor industri makanan. Di urutan ketiga adalah sektor jasa dunia usaha yang menyerap sekitar 7,81% dari total kredit M KM atau sebesar Rp2,27 triliun.

Grafik 3.12. Kredit UM KM menurut Penggunaan

13.08

14.58 15.45 15.12 14.64

2.59 3.20

3.66 3.71 3.72 8.74

9.92

10.94 10.95 10.76

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I

2008 2009 R p T r i l i u n

modal kerja investasi konsumsi

50.29%

12.78% 36.96%

modal kerja investasi konsumsi

Grafik 3.13. Pangsa Kredit UM KM menurut Penggunaan

0.76 0.85 0.95 1.03 1.17 1.28 1.53 1.60 1.68 5.85 6.44

7.21 7.46 8.17

9.23 10.19 10.08 10.63 11.74 12.71

13.52 13.62 15.05

17.18

18.32 18.11 17.72

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I

2007 2008 2009

R p t r il iu n


(81)

Grafik 3.14. Kredit UM KM menurut Sektor

0 5 10 15 20 25 30 35

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I

2007 2008 2009

Rp triliun

Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik Gas dan Air

Konstruksi Perdagangan, Restoran dan Hotel Pengangkutan, Pergudangan dan Komunikasi Jasa Dunia Usaha

Jasa Sosial Masyarakat Lainnya

Sejak krisis moneter 1997-1998, perbankan berlomba-lomba menyalurkan kredit ke debitur usaha mikro, kecil, dan menengah (UM KM ) dengan keyakinan sektor UM KM tahan terhadap krisis, akan tetapi krisis global yang saat ini terjadi justru menunjukkan, sektor UM KM t idak tahan 100% dari krisis. Hal ini terlihat dari kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) di sektor UM KM yang semakin meningkat.

Secara nasional, menurut Data Statistik Perbankan Indonesia (SPI), nilai NPL UM KM naik 3,7% dari Rp 20,71 triliun pada akhir Januari 2009 menjadi Rp 21,47 triliun pada akhir Februari 2009. Jika dibandingkan tahun sebelumnya, NPL kredit UM KM pada Februari 2009 itu naik 15,36% dibanding akhir Februari 2008 yang sebesar Rp 18,61 triliun. Sementara itu di Sumut sendiri, NPL UM KM pada triw ulan laporan meningkat menjadi Rp1,06 triliun, dimana triw ulan sebelumnya sebesar Rp0,87 triliun.

Naiknya NPL kredit UM KM ini mencerminkan kian lemahnya daya beli masyarakat ,

dikarenakan sebagian besar debitur UM KM merupakan pelaku bisnis di sektor

perdagangan. Saat daya beli masyarakat turun, penghasilan pengusaha UM KM turun, akibatnya masyarakat kesulitan melunasi utang karena pemasukan yang minim.


(82)

Stabilitas sistem perbankan sangat penting bagi perkembangan sistem keuangan, serta perkembangan kredit investasi. Dengan stabilnya sistem perbankan dapat menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi deposan dan investor, meningkatkan efisensi intermedasi keuangan, meningkatkan fungsi pasar keuangan dan memperbaiki sumber daya dan selama triw ulan I-2009, stabilitas perbankan Sumut masih relatif terjaga.

1. Risiko Kredit

Risiko kredit perbankan pada triw ulan laporan secara agregat menunjukkan tren meningkat. Salah satu indikatornya adalah meningkatnya NPL gross. NPL gross triw ulan I-2009 sebesar 3,63% meningkat dibandingkan triw ulan IV-2008 sebesar 2,81% .

8.60% 8.37% 8.01% 6.24% 3.63% 3.32% 3.16% 2.81% 3.63% 0% 1% 2% 3% 4% 5% 6% 7% 8% 9% 10%

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I

2007 2008 2009

Ditinjau dari sisi sektoral, sektor industri perdagangan, hotel dan restoran (PHR) mendominasi NPL. NPL sektor PHR mencapai Rp377,16 miliar atau 35,73% dari total NPL sebesar Rp1,06 triliun. Selanjutnya sektor industri pengolahan sebesar Rp115,61 miliar (10,95% dari total NPL) dan sektor konstruksi sebesar Rp85,32 miliar (8,08% dari total NPL) menempati porsi terbesar kedua dan ketiga NPL Sumut.

Secara nasional, Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan kredit tahun 2009 berada di kisaran 22-24% atau lebih rendah dibandingkan tahun 2008 sebesar 30% , sedangkan rasio pinjaman terhadap pinjaman (LDR) masih berada di kisaran 83% . Untuk rasio kredit bermasalah (NPL) berada di kisaran 3,95% . Namun yang perlu diw aspadai oleh perbankan nasional ialah kondisi keuangan debitur eksportir karena melemahnya ekonomi global

Grafik 3.15. NPL gross Grafik 3.16. NPL menurut Sektor Ekonomi

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I

2006 2007 2008 2009

R p t r il iu n Total Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik Gas dan Air Konstruksi

Perdagangan, Restoran danHotel Pengangkutan, Pergudangan dan Komunikasi Jasa Dunia Usaha Jasa Sosial Masyarakat


(83)

2. Risiko Likuiditas

Likuiditas perbankan mengetat sebagaimana tampak dari indikator cash ratio yang menunjukkan tren meningkat. Cash ratio triw ulan I-2009 sebesar 5,99% meningkat bila dibandingkan triw ulan sebelumnya sebesar 5,55% .

Grafik 3.17. Cash Ratio

9.04% 9.32%

8.97% 8.02%

7.44% 6.62%

6.42% 5.55%

5.99%

4.00% 5.00% 6.00% 7.00% 8.00% 9.00% 10.00%

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I

2007 2008 2009

Selain dipicu oleh likuiditas global, ketatnya likuiditas perbankan juga didorong oleh struktur DPK yang terkonsentrasi pada dana jangka pendek. Kondisi ini membuat bank berisiko mengalami mismatch atau ketidaksesuaian tenor mengingat sebagian besar kredit yang disalurkan justru berjangka menengah dan panjang.

3. Risiko Pasar

Bagi bank, risiko pasar terutama tercermin pada tingkat suku bunga dan nilai tukar. Tingkat suku bunga giro, tabungan, deposito, dan kredit cenderung turun. Bahkan pada akhir triw ulan laporan, suku bunga deposito mencapai 8,91% .


(84)

Bul an Gi ro Tabungan D eposi to Kredi t

Jan 2008 2.36% 3.40% 6.87% 11.76%

Feb 2008 2.29% 3.34% 6.67% 11.63%

M ar 2008 2.30% 3.26% 6.53% 11.75%

Apr 2008 2.39% 3.24% 6.41% 11.61%

M ei 2008 2.43% 3.25% 6.56% 11.49%

Jun 2008 2.42% 3.22% 6.72% 11.50%

Jul 2008 2.40% 3.23% 6.94% 11.83%

Agt 2008 2.44% 3.24% 7.45% 11.89%

Sept 2008 2.47% 3.29% 8.54% 12.27% O kt 2008 2.42% 3.34% 8.95% 12.84% N ov 2008 2.45% 3.39% 9.36% 13.11% D es 2008 2.29% 3.36% 9.93% 13.43%

Jan 2009 2,36% 3,39% 9,71% 13,39%

Feb 2009 2,33% 3,33% 9,19% 13,35%

M ar 2009 2.34% 3.26% 8.91% 13.33%

rata-rata tertimbang

Penurunan suku bunga deposito merupakan sinyal semakin longgarnya likuiditas perbankan. Suku bunga giro dan tabungan relatif sensitif terhadap penurunan BI Rate. Sedangkan suku bunga deposito dan kredit relatif lebih rigid untuk turun. Sementara itu, risiko yang terkait dengan nilai tukar relatif terkendali. Beberapa ketentuan terkait pembatasan exposure valas disinyalir mampu meredam fluktuasi nilai tukar.

3.4. Perbankan Syariah

Bank umum syariah pada triw ulan I-2009 menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Total aset tumbuh 51,77% (yoy) menjadi Rp3,34 triliun dan secara triw ulanan meningkat 6,03% . Pembiayaan yang diberikan (PYD) meningkat 4,48% (qtq) atau 48,07% (yoy) menjadi Rp3,50 triliun. DPK naik 8,89% (qtq), namun secara tahunan tumbuh 53,46% (yoy) menjadi Rp1,96 triliun. Pertumbuhan DPK yang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan PYD mengakibatkan rasio PYD terhadap DPK atau financing to deposit ratio (FDR) bank umum syariah pada triw ulan I-2009 menurun dari 204,36% pada triw ulan sebelumnya menjadi 178,60% .


(85)

Grafik 3.19. Perkembangan Aset, Pembiayaan, DPK Perbankan Syariah

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I

2007 2008 2009

R

p

tr

il

iu

n

Aset Pembiayaan DPK

Sementara itu, risiko pembiayaan bank umum syariah di Sumut pada triw ulan I-2009 meningkat. Hal ini ditunjukkan oleh rasio persentase Gross non performing financing (NPF) pada triw ulan I-2009 yang tercatat sebesar 8,27% atau lebih tinggi dibandingkan dengan grossNPF triw ulan sebelumnya yang sebesar 7,38% . Bank syariah terus melakukan upaya untuk menurunkan NPF dengan cara penyelesaian pembiayaan bermasalah secara lebih intensif serta tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan pembiayaan.

Grafik 3.20. FDR Perbankan Syariah

227.35%

195.81%195.63%

181.39%185.08%183.12% 227.01%

204.36%

178.60%

150% 160% 170% 180% 190% 200% 210% 220% 230% 240%

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I


(86)

3.5. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Perkembangan BPR konvensional maupun syariah (BPR/S) pada triw ulan I-2009 mengalami penurunan. Total aset BPR turun 3,77% (qtq) namun secara tahunan tumbuh 13,33% (yoy) menjadi Rp0,51 triliun. Penurunan tersebut disebabkan oleh peningkatan DPK sebesar 5,71% (qtq) atau 12,12% (yoy) menjadi Rp0,37 triliun, serta peningkatan penyaluran kredit/pembiayaan sebesar 18,18% (yoy) menjadi Rp0,37 triliun.

Grafik 3.21. Perkembangan Aset, Kredit, DPK BPR

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I

2007 2008 2009

Rp triliun

Asset Kredit DPK

Fungsi intermediasi BPR triw ulan I-2009 mengalami sedikit perlambatan dibandingkan triw ulan sebelumnya. LDR BPR sebesar 105,41% menurun bila dibandingkan triw ulan IV-2008 sebesar 108,57% .

Grafik 3.23. LDR BPR

127.27%

107.14% 117.45%

101.68% 100.00%

106.45% 111.76%

108.57% 105.41%

100% 105% 110% 115% 120% 125% 130%

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I


(87)

BAB IV

Perkembangan Keuangan

D aerah


(88)

4.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Sumatera Utara 2009 (APBD 2009) Anggaran Belanja Daerah Sumatera Utara 2009 (APBD Sumut 2009) sebesar Rp3,62 triliun bila ditinjau menurut urusan pemerintahan dan organisasi maka anggaran belanja pemerintahan umum Rp1,99 triliun merupakan yang terbesar (54,97% dari total anggaran belanja daerah) dibandingkan satuan kerja lainnya. Anggaran Belanja Dinas Pekerjaan Umum Rp0,58 triliun juga relatif besar (15,96% dari total anggaran belanja daerah) dibandingkan dinas lainnya, termasuk di dalamnya adalah rencana pelaksanaan 153 proyek jalan kota M edan sepanjang 100 km sebesar Rp70 miliar. Anggaran belanja Pertanian (Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, dan Dinas Kesehatan Hew an) merupakan anggaran urusan pilihan yang tertinggi yaitu sebesar Rp0,12 triliun.

Tabel 4. 1 Perkembangan APBD Sumut 2009 (dalam Rupiah)

2007 2008 2009*

2,685,787,990,864.09 3,225,852,852,436.80 3,248,999,615,380.00

Pendapatan Asli Daerah 1,693,846,304,223.09 2,181,311,128,607.20 2,104,202,616,180.00 Pendapatan Transfer/ Dana Perimbangan 969,081,298,819.00 1,039,335,523,959.60 1,118,068,902,000.00 Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 22,860,387,822.00 5,206,199,870.00 26,728,097,200.00

2,560,723,359,026.00 2,967,350,329,714.52 3,615,975,755,911.00

Belanja Operasi 1,332,801,241,017.00 1,703,929,920,294.89 2,124,108,262,512.00 Belanja Modal 686,133,765,170.00 579,740,663,181.00 713,514,349,399.00 Belanja Tak Terduga 7,448,006,612.00 342,822,440.00 58,900,000,000.00 Transfer Bagi Hasil ke Kab./ Kota/Desa 534,340,346,227.00 683,336,923,798.63 719,453,144,000.00

SURPLUS/DEFISIT 125,064,631,838.09 258,502,522,722.28 -366,976,140,531.00

Penerimaan Daerah 289,362,661,009.90 394,258,829,829.32 399,149,725,531.00 Pengeluaran daerah 20,168,463,018.67 42,170,400,623.86 32,173,585,000.00

PEMBIAYAAN NETTO 269,194,197,991.23 352,088,429,205.46 366,976,140,531.00

SILPA 394,258,829,829.32 610,590,951,927.74 0.00

URAIAN

Pembiayaan Pendapatan

Belanja

* Anggaran

Sumber: Laporan Realisasi APBD, Lampiran I Peraturan Daerah No.1 tahun 2009, diolah

Anggaran pendapatan daerah Sumut tahun 2009 diproyeksikan sebesar Rp3,25 triliun, naik 0.62% dibandingkan realisasi pendapatan tahun 2008 senilai Rp3,23 triliun. Sementara itu, belanja daerah selama tahun 2009 diproyeksikan sebesar Rp3,62 triliun, sehingga defisit anggaran tercatat mencapai Rp366,98 miliar. Defisit tersebut diproyeksikan dapat ditutupi dengan pembiayaan daerah yang terdiri atas

B


(89)

Anggaran belanja didominasi oleh belanja operasi sebesar Rp1,70 triliun atau 57,42% dari total anggaran belanja, termasuk di dalamnya adalah belanja pegaw ai, belanja barang, belanja hibah, belanja bantuan sosial, dan belanja bantuan keuangan.

APBD Sumut 2009 yang saat ini sudah mulai masuk proses lelang atau tender tergolong masih sesuai jadw al bahkan jauh lebih cepat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang baru bisa digunakan sekitar bulan September-Oktober. Percepatan realisasi APBD Sumut 2009 ini diharapkan mampu menekan angka Sisa Labih Perhitungan Anggaran (SILPA) di tiap daerah.

4.2. Alokasi Pemanfaatan Dana Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) untuk Stimulus Fiskal

Dana SILPA APBN 2008 dimanfaatkan untuk stimulus fiskal sehingga diharapkan dapat mendorong sektor riil. SILPA disumbang terutama dari Departemen Pekerjaan Umum.

Tabel 4. 2 Alokasi Pemanfaatan SILPA

ALOKASI SILPA (Rp)

Departemen Pekerjaan Umum 195,000,000

Perluasan jaringan distribusi dan pambangunan instalasi pengelolaan air minum 17,500,000

Jalan inspeksi dan irigasi sentra produk tambak 5,000,000

Jalan dan jembatan 100,000,000

Irigasi 47,500,000

Pengembangan infrastruktur pemukiman 25,000,000

Departemen Perhubungan 120,000,000

Bandara Kuala Namu 100,000,000

Bandara Silangit 20,000,000

Departemen Pertanian 52,000,000

Departemen Perdagangan 27,500,000

DEPARTEMEN

Sejalan dengan hal tersebut, stimulus fiskal dari pemanfaatann SILPA di Sumut juga

didominasi dari dana yang berasal dari Departemen Pekerjaan Umum.

Pemanfaatannya di antaranya adalah untuk perluasan jaringan distribusi dan pembangunan instalasi pengelolaan air minum (Kab. Dairi dan Kab. Asahan), jalan inspeksi dan irigasi sentra produk tambak (Kab. Padang Law as), jalan dan jembatan (Kab. Asahan, Kab. Padang Law as, Padangsidempuan, Kab. Dairi, Kab. Tapanuli Utara, Kab. Simalungun, Kab. Deli Serdang, Kab. Toba Samosir), irigasi (Kab. Asahan, Kab. Tanah Karo, Kab.Simalungun, dan Kab. Tapanuli Utara), dan pengembangan infrastruktur pemukiman (Kab. Simalungun, Kab. Tapanuli Utara, dan Kab. Dairi).


(90)

Pertanian digunakan untuk jalan produksi sentra perkebunan, jalan usaha tani dan irigasi sentra produksi peternakan dan hortikultura, dan jalan usaha tani dan irigasi sentra produksi tanaman di beberapa daerah yaitu: Kab. Batu Bara, Kab. Padang Law as, Kab. Asahan, Kab. Dairi, Kab. Tapanili Utara, Kab. Simalungun, dan Kab. Padangsidempuan. Dana SILPA dari Departemen Perdagangan disalurkan ke Kab. Tapanuli Utara, Kab. Samosir, dan Pematangsiantar.

4.3. Pendapatan Asli Daerah

Pajak Daerah khususnya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) merupakan sumber utama Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sumut yang pada tahun 2009 ditargetkan mencapai Rp687,47 miliar serta Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang dit argetkan mencapai Rp687,89 miliar.

Sumber PAD selain dari pendapatan pajak daerah adalah retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, masing-masing ditargetkan mencapai Rp25,55 miliar, Rp96,82 miliar, dan Rp35,38 miliar.


(91)

M encermati Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2009 untuk masing-masing provinsi dan kabupaten, masih terdapat beberapa perbedaan yang cukup signifikan, terutama dalam hal sumber pendapat an. Setelah memasuki era otonomi, sebenarnya setiap daerah dituntut untuk lebih mampu meningkatkan upaya pengalian pendapatan dan menjadi daerah yang lebih mandiri.

Berdasarkan rencana dan alokasi anggaran 2009, terlihat bahw a kapasitas fiskal daerah yang merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil (DBH) pajak maupun sumberdaya alam, masih sangat minim. PAD provinsi sumut memang telah mencapai 64,76% dari total pendapatan, namun rata-rata seluruh kabupat en/kota di Sumut hanya mampu menghasilkan PAD sebesar 6,50% dari tot al pendapatan yang dianggarkan. Hanya Kota M edan yang memiliki rasio sedikit lebih baik, yaitu 19,78% .

Tabel Anggaran Pendapatan Sumut dan Kabupaten/ Kota se-Sumut 2009


(92)

terhadap t otal pendapatan di Provinsi Sumut mencapai 34,41% , maka rata-rata seluruh kabupat en/kota di Sumut masih memerlukan 82,77% dana perimbangan.

Secara lebih spesifik, dana perimbangan yang berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) masih sangat dominan. Setidaknya masih terdapat 6 (enam) kabupaten/kot a yang memiliki rasio DAU di atas 70% , yaitu Kabupat en Asahan (71,16% ), Kabupat en Dairi (78,23% ), Kabupaten Tanah Karo (75,65% ), Kota Sibolga (70,62% ), Kota Padangsidempuan (74,68% ) dan Kabupaten Batubara (72,94% ). Sementara, kabupaten/kota yag memiliki rasio relatif baik antara lain adalah Kabupaten Tapanuli Selatan (55,11% ) dan Kota M edan (48,64% ).

M elihat kondisi di mana rat a-rata kapasitas fiskal kabupaten/kota di Sumut yang masih sangat rendah, diperlukan upaya lebih keras untuk menggali potensi dan memperluas basis pendapatan. Namun perlu diingat, bahw a upaya ini t idak boleh menjadi kontradiktif dengan upaya pengembangan investasi dan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Sebagai mana dirilis oleh kantor M enko Perekonomian, bahw a di Sumatera Utara masih ditemukan adanya 246 Peraturan Daerah (Perda) bermasalah yang berpotensi mengganggu pertumbuhan ekonomi. Rata-rata Perda tersebut bertujuan untuk menggali pendapatan baik dari pajak maupun retribusi daerah.

Upaya pengembangan basis ekonomi, sebaiknya diarahkan kepada pengembangan industri atau komoditi yang spesifik. M isalnya, dengan pengembangan perkebunan sebagai core business yang terintegrasi dengan industri-indut ri hilir, sehingga nilai tambah yang didapat akan semakin besar.


(93)

BAB V

Perkembangan


(94)

5.1. Kegiatan Transaksi BI-RTGS Perbankan Sumatera Utara

Nilai transaksi pembayaran non tunai melalui sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) di w ilayah perbankan Sumatera Utara yang meliputi w ilayah kerja KBI M edan dan KBI Sibolga, pada triw ulan I 2009 mengalami penurunan. Nilai nominal transaksi RTGS tercatat sebesar Rp.98.474 milyar atau menurun 6,33% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp.105.124 milyar, namun volume transaksi mengalami peningkatan sebesar 17,76% dari Rp.128.356 milyar pada triw ulan I 2008 menjadi Rp.151.146 milyar.

Dibandingkan periode triw ulan sebelumnya transaksi RTGS Sumatera Utara juga mengalami penurunan, baik nominal maupun volume masing-masing sebesar 5,71% dan 4,55% , dimana pada triw ulan IV 2008 tercatat nilai nominal sebesar Rp.104.436 milyar dan volume RTGS sebanyak 158.349 transaksi.

Penurunan nilai nominal dan volume RTGS pada triw ulan I 2009, dipengaruhi oleh menurunnya transaksi RTGS yang keluar w ilayah perbankan Sumatera Utara (Transaksi Outcoming) yang tercatat masing-masing sebesar Rp.49.640 milyar dan sebanyak 73.018 transaksi dimana triw ulan sebelumnya masing-masing tercatat sebesar Rp.52.351 milyar dan sebanyak 74.924 transaksi. Indikator lainnya adalah menurun transaksi RTGS yang masuk w ilayah perbankan Sumatera Utara (Transaksi Incoming) yang tercatat masing-masing sebesar Rp.48.834 milyar dan sebanyak 78.128 transaksi dimana pada triw ulan sebelumnya masing-masing tercatat sebesar Rp.52.085 milyar dan sebanyak 83.425 transaksi. Faktor yang mempengaruhi penurunan transaksi RTGS Sumatera Utara tersebut seiring dengan melambatnya kegiatan dunia usaha yang ditengarai sebagai pengaruh dari imbas krisis keuangan.

Rata-rata perhari nilai transaksi Outgoing BI-RTGS pada periode triw ulan I 2009 adalah sebesar Rp.1.669 miliar dengan rata-rata volume transaksi sebanyak 2.562 transaksi. Data perkembangan transaksi BI-RTGS terlihat pada tabel dibaw ah ini.

Tabel 5.1. Transaksi BI-RTGS Perbankan di Wilayah Sumatera Utara (RpM iliar)

B


(95)

5.2. Transaksi Kliring

Aktivitas transaksi non tunai melalui transaksi kliring di w ilayah perbankan Sumatera Utara pada triw ulan I 2009 mengalami penurunan namun relatif kecil dibandingkan transaksi kliring pada periode yang sama tahun sebelum nya maupun triw ulan sebelumnya, baik jumlah nilai nominal maupun volume transaksi kliring. Pada triw ulan I 2009 nilai nominal transaksi kliring tercatat sebesar Rp.26.224 milyar atau turun 0,14% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp.30.331 milyar dengan volume transaksi yang juga menurun sebesar 0,14% atau dari 1.115.616 w arkat/transaksi pada triw ulan I 2008 menjadi 959.960 w arkat/transaksi. Penurunan nilai transaksi kliring tersebut seiring dengan menurunnya volume transaksi kliring selama periode laporan dan perlambatan pada kegiatan dunia usaha yang ditengarai sebagai pengaruh dari imbas krisis keuangan.

Dibanding transaksi kliring periode triw ulan sebelumnya, nilai transaksi kliring juga mengalami penurunan baik nilai nominal maupun volume kliring, masing-masing sebesar 0,07% dan 0,09% . Rata-rata perhari nilai transaksi kliring pada periode laporan mencapai Rp.444 miliar dengan volume transaksi mencapai 16.271 transaksi/volume.


(96)

Grafik 5.1 Grafik 5.2

Perkembangan Transaksi Kliring Grafik Penolakan Cek/ BG Kosong

Sementara itu, perkembangan jumlah penolakan Cek dan Bilyet Giro Kosong di w ilayah perbankan Sumatera Utara tercatat sebesar Rp.255 milyar atau sedikit mengalami peningkatan sebesar 0,38% dimana pada triw ulan I 2008 tercatat sebesar Rp.185 milyar dengan jumlah volume sebanyak 8.598 w arkat atau sedikit mengalami penurunan sebesar 0,07% dimana pada triw ulan I 2008 tercatat sebanyak 9.213 w arkat.

Dibanding periode triw ulan sebelumnya, jumlah penolakan Cek dan Bilyet Giro Kosong menurun, baik nilai nominal maupun jumlah w arkat. Nilai nominal cek dan bilyet giro kosong menurun 0,20% dari Rp.319 miliar pada triw ulan IV 2008 menjadi Rp.255 miliar, sedangkan jumlah w arkat menurun sebesar 0,43% dari 15.088 w arkat menjadi 8.598 w arkat. Data perkembangan nilai transaksi kliring pada tabel dibaw ah ini.

Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring dan Cek/ BG Kosong


(97)

Pada triw ulan I-2009, aliran uang kartal melalui Bank Indonesia M edan dan Bank Indonesia Sibolga (Sumatera Utara) menunjukkan posisi Netinflow atau jumlah uang kartal yang masuk (Inflow ) ke Bank Indonesia melalui penyetoran tunai dari perbankan, lebih besar dibanding jumlah uang kartal yang keluar (Outflow ) dari Bank Indonesia melalui pembayaran tunai ke perbankan. Posisi netinflow pada periode ini tercatat sebesar Rp.2.978 miliar atau meningkat 146% dibanding netinflow periode sebelumnya yang tercatat sebesar Rp.1.212 milyar. Hal ini dipengaruhi oleh jauh lebih kecilnya nilai Outflow pada periode laporan yang tercatat sebesar Rp.1.609 milyar dengan Inflow sebesar Rp.4.587 milyar dibanding periode sebelumnya dimana Outflow tercatat sebesar Rp.4.307 milyar dengan Inflow sebesar Rp.5.519 milyar.

Jumlah Inflow pada triw ulan I 2009 tercatat sebesar Rp.4.587 milyar atau mengalami penurunan sebesar 17% , baik secara triw ulanan maupun tahunan, dimana pada triw ulan IV 2008 Inflow tercatat sebesar Rp.5.519 milyar dan triw ulan I 2008 inflow tercatat sebesar Rp.5.524 milyar. Hal yang sama juga terjadi pada aliran uang keluar (Outflow ), pada triw ulan I 2009 tercatat sebesar Rp.1.609 milyar atau mengalami penurunan baik secara triw ulanan (menurun sebesar 63% ) maupun secara tahunan (menurun sebesar 59% ), dimana pada triw ulan IV 2008 Outflow tercatat sebesar Rp.4.307 milyar dan triw ulan I 2008 Outflow tercatat sebesar Rp.3.932 milyar. Penurunan Inflow pada triw ulan I 2009 di Sumatera Utara seiring belum kembalinya aliran kas yang masuk ke perbankan, yang ditengarai masih tingginya transaksi uang kartal dalam perekonomian masyarakat pasca pelaksanaan pemilu 2009. Sementara itu penurunan Outflow pada triw ulan I 2009 di Sumatera Utara mencerminkan efisien dan efektivitas pengelolaan uang kartal di Bank Indonesia serta optimalisasi manajemen kas perbankan di Sumatera Utara telah berjalan dengan baik dan lancar.

Rata-rata per hari jumlah aliran uang kartal inflow pada triw ulan I 2009 mencapai Rp.77,8 miliar atau turun 15% dibanding rata-rata inflow triw ulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp.92,0 miliar sedangkan rata-rata per hari jumlah outflow mencapai Rp.27,3 miliar atau turun 62% dibanding rata-rata outflow triw ulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp.71,8 milyar.


(98)

Posisi Kas Bank Indonesia yang tercatat di KBI M edan dan KBI Sibolga, sampai dengan akhir periode triw ulan I-2009 tercatat sebesar Rp.6.231 miliar atau 209% lebih besar dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp.2.016 miliar. Bila dibanding dengan triw ulan sebelumnya, posisi Kas pada triw ulan laporan 155% lebih besar atau dari Rp.2.442 milyar menjadi Rp.6.231 milyar.

Tabel 5.3. Perkembangan Aliran Kas di Wilayah Sumatera Utara (RpM iliar)

5.4. Temuan Uang Palsu

Jumlah temuan uang rupiah palsu yang tercatat di KBI M edan pada triw ulan I 2009 tercatat sebanyak 231 bilyet dengan nilai nominal sebesar Rp.14.905.000 atau rata-rata temuan uang palsu rupiah sebanyak 4 bilyet per hari kerja. Dibanding periode sebelumnya, jumlah temuan uang rupiah palsu tersebut mengalami peningkatan baik jumlah bilyet (13,79% ) maupun nilai nominal (23,85% ) dimana pada triw ulan IV 2008 tercatat sebanyak 203 bilyet dengan nilai nominal sebesar Rp.12.035.000. Apabila dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, temuan uang palsu tersebut mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari 75 bilyet pada triw ulan I 2008 menjadi 231 bilyet atau meningkat 208% . Namun demikian, dibanding jumlah uang yang beredar, jumlah temuan uang palsu tersebut relatif sangat kecil persentasenya. Rata-rata temuan uang palsu rupiah di KBI M edan pada periode laporan sebanyak 4 bilyet per hari karja.


(99)

Berdasarkan sumber penerimaan atau laporan temuan uang palsu pada periode laporan, sebagian besar atau 95% berdasarkan laporan bank ke KBI M edan. Sama dengan periode sebelumnya, denominasi pecahan Rupiah yang paling banyak dipalsukan adalah pecahan Rp.50.000,- yang tercatat sebanyak 116 bilyet atau 50,22% dari total temuan uang palsu, diikuti pecahan Rp.100.000,- (37,23% ), pecahan Rp.20.000,-(9,96% ), pecahan Rp.10.000,- (1,30% ), pecahan Rp.5.000,- (1,30% ) sedangkan uang pecahan Rp.1.000,- tidak ditemukan. Sementara itu dari KBI Sibolga tidak terdapat laporan temuan uang palsu pada periode laporan. Data perkembangan temuan uang rupiah palsu di w ilayah Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel .... dibaw ah ini.

Tabel 5.4. Perkembangan Temuan Uang Palsu di Sumatera Utara (Satuan Lembar)

Untuk menekan jumlah beredarnya uang palsu di w ilayah Sumatera Utara, KBI M edan dan KBI Sibolga tetap melakukan upaya penanggulangan secara kontinyu, baik preventif maupun represif. Langkah preventif dimaksud antara lain meningkatkan pemahaman masyarakat dengan melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah kepada kalangan pelajar, mahasisw a, akademisi, masyarakat, pelaku usaha, pegaw ai negeri, kepolisian serta penyebaran informasi kepada perbankan di w ilayah Sumatera Utara. Upaya represif yang dilakukan adalah dengan meningkatkan koordinasi dengan pihak-pihak instansi pemerintah yang berw enang.

5.5. Penyedian Uang Yang Layak Edar

M emenuhi kebutuhan masyarakat akan uang kartal baik dari jumlah maupun kualitas yang layak edar merupakan salah satu tujuan dari kebijakan Bank Indonesia terkait dengan transaksi pembayaran secara tunai. Berkaitan dengan hal tersebut, Bank Indonesia senantiasa memantau dan menghitung jumlah uang yang berada di masyarakat dan perbankan. Selain itu, Bank Indonesia secara periodik dan berkesinambungan melakukan penyortiran dan peracikan uang kartal yang tidak memenuhi persyaratan uang yang layak


(100)

edar. Uang yang termasuk dalam kategori tidak layak edar (lusuh/rusak) dan uang dengan emisi yang telah ditarik dari peredaran, kemudian dicatat sebagai Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB), yang selanjutnya dilakukan pemusnahan.

Grafik 5.4. Perkembangan Jumlah PTTB di Sumatera Utara

Pada triw ulan I 2009 jumlah uang kartal yang telah dicatat sebagai PTTB tercatat sebesar Rp.230 milyar atau sebesar 5,01% dari jumlah Inflow triw ulan I 2009 (Aliran uang masuk ke KBI M edan dan KBI Sibolga). Dibanding dengan periode triw ulan sebelumnya, jumlah uang kartal yang dicatat sebagai PTTB mengalami penurunan sebesar 274,47% dimana pada triw ulan IV 2008 tercatat sebesar Rp.860 milyar. M enurunnya ratio PTTB pada periode laporan mengindikasikan bahw a tingkat kesadaran dan pemahaman masyarakat dalam menggunakan uang kertas pada transaksi tunai telah cukup baik, sehingga kerusakan fisik uang kertas lebih terjaga dan w aktu penggunaannya jadi lebih lama.

5.6. Transaksi Jual Beli UKA dan TC Pada PVA Non Bank

Perkembangan transaksi PVA bukan bank di w ilayah Provinsi Sumatera Utara pada triw ulan IV 2008 mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, dimana transaksi beli UKA dan TC tercatat sebesar $17.574 ribu atau meningkat 53,26% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar $11.467 ribu. Sementara itu nilai transaksi jual UKA dan TC tercatat sebesar $11.131 ribu atau menurun 3,79% dari $11.569 ribu pada periode yang sama tahun sebelumnya. Dibanding triw ulan sebelumnya, nilai transaksi beli UKA dan TC tumbuh sebesar 24,10% dimana pada triw ulan III 2008 tercatat sebesar $14.161. Sedangkan nilai transaksi jual UKA dan TC menurun sebesar 21,13% dari $14.113 menjadi $11.131.

Jumlah pedagang valuta asing (PVA) bukan bank sampai dengan periode triw ulan IV 2008 tercatat sebanyak 44 PVA atau tumbuh sebesar 7,32% , dari 41 PVA menjadi 44 PVA, dengan beroperasinya 3 (tiga) perusahaan PVA baru di kota M edan.


(101)

Tabel 5.5. Perkembangan Transaksi Jual Beli UKA dan TC (Ribu USD)

Berbeda dari beberapa triw ulan sebelumnya dimana pola transaksi jual selalu seiring dengan transaksi beli, pada triw ulan IV 2008 terlihat bahw a nilai transaksi beli mengalami peningkatan yang cukup signifikan sedangkan transaksi jual mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap beberapa mata uang asing antara lain Dollar US, Singapura Dollar, M alaysia Ringgit. Faktor lainnya adalah masuknya w isataw an mancanegara (w isman) khususnya yang berasal dari negara-negara ASEAN melalui 3 pintu masuk antara lain Bandar Udara Polonia, Pelabuhan Laut Belaw an dan Pelabuhan Laut Tanjung Balai Asahan, Remitansi Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Penggunaan UKA untuk keperluan medis (berobat) dengan negara tujuan utama adalah M alaysia dan Singapura, pendidikan, menunaikan ibadah haji, w isata rohani ke luar negeri dan perdagangan.

Jenis valuta asing yang paling dominan dalam transaksi jual beli valuta asing di w ilayah provinsi Sumatera Utara adalah mata uang M alaysia Ringgit (M YR) dan Singapura Dollar (SGD), hal ini seiring dengan banyak transaksi masyarakat yang melakukan aktivitas ekonomi dengan negara tetangga M alaysia dan Singapura.


(102)

BAB VI

Perkembangan

Ketenagakerjaan D aerah

dan Kesej ahteraan


(103)

6.1. KONDISI UM UM

Kinerja perekonomian Sumut yang mulai menurun pada aw al tahun 2009 sebesar 4,63%

(yoy) diperkirakan turut memberikan dampak yang sejalan terhadap kondisi

ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Sumut. Dengan terjadinya krisis keuangan global dan ancaman resesi di masa yang akan datang, diperkirakan pengangguran di Sumut akan meningkat. Hal ini dikarenakan, krisis yang terjadi akan berdampak pada pengurangan produksi di perusahaan dan berakibat pada pemutusan hubungan kerja (PHK). Perkiraan semakin tingginya tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Sumut pada tahun 2009 ini telah terlihat dengan dipulangkannya 15.059 orang TKI asal Sumut dari M alaysia, baik

karena terkena PHK, habis masa kontrak kerja maupun akibat terkena putusan

perusahaan untuk merumahkan karyaw annya. Selain itu, sedikitnya ada 17 perusahaan di Sumut juga telah berencana untuk mem-PHK sekitar 5.292 pekerjanya.

Berdasarkan data terakhir dari BPS Sumut, angka pengangguran di Provinsi Sumut pada Agustus 2008 yaitu sebesar 9,10% (554.539 jiw a), berada diatas nasional yang sebesar 8,39% . Angka pengangguran di Sumatera Utara saat ini telah jauh melebihi batas maksimum toleransi tingkat pengangguran di dunia sebesar 5% . Karena itu, perlu dicari solusi untuk meminimalisir dampak tersebut, yaitu perlunya insentif bagi perusahaan yang tidak melakukan PHK dan perusahaan yang mampu menambah jumlah pekerja. Kebijakan lain juga seperti memberi kemudahan pajak, insentif pada kebijakan fiskal lainnya dan menciptakan lapangan pekerjaan baru yang tidak terkena imbas krisis global, misalnya dalam sektor riil, UKM atau padat karya. Selain itu, pengiriman tenaga kerja ke luar negeri juga bisa mengurangi pengangguran di Sumut .

Di sisi kesejahteraan, berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada bulan M aret 2008 menunjukkan bahw a jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumut sebesar 12,55% (1,61 juta jiw a). Tingkat kemiskinan di Provinsi Sumut pada aw al tahun 2008 sebelum kenaikan harga BBM relatif membaik, namun hal-hal yang masih harus diperhatikan ialah dampak setelah kenaikan harga BBM . Berbagai upaya

B

B

B

A

A

A

B

B

B

6

6

6

PERKEM BANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH


(104)

pemerintah dalam menanggulangi masalah kemiskinan, seperti Asuransi Kesehatan untuk Keluarga M iskin (Askeskin) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Sementara, indikator kesejahteraan petani di Sumut semakin menunjukkan perbaikan dan cenderung mengalami peningkatan. Hal ini tercermin dari meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP), yaitu dari 94,51 pada bulan Februari 2008 menjadi 99,81 pada bulan Februari 2009. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkat nya harga jual komoditas pertanian yang dihasilkan oleh petani, terutama pada subkelompok padi.

6.2. KETENAGAKERJAAN DAERAH

Berdasarkan data terakhir dari BPS Sumut, angka pengangguran di Provinsi Sumut pada Agustus 2008 yaitu sebesar 9,10% (554.539 jiw a), berada diatas nasional yang sebesar 8,39% . Pada Agustus 2008, jumlah angkatan kerja di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 8,92 juta jiw a. Penyerapan tenaga kerja selama kurun w aktu Agustus 2007-Agustus 2008 cukup baik dengan penduduk yang bekerja bertambah sebanyak 457.466 orang. Penyerapan tenaga kerja di Provinsi Sumatera Utara masih bertumpu pada Sektor Pertanian. Pada Agustus 2008, sekitar 71,21% penduduk di daerah pedesaan bekerja di Sektor Pertanian dan penduduk perkotaan pada umumnya bekerja di Sektor Perdagangan dan Sektor Jasa Kemasyarakatan. Jumlah perusahaan di Sumut saat ini mencapai 10.872 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja berkisar 1,2 juta.

Tahun 2009, pemerintah menargetkan angka kemiskinan 12% dan tingkat pengangguran sebesar 7% dari jumlah penduduk. Hal ini akan diupayakan dengan menekan angka inflasi. Tanpa kebijakan menahan PHK, pengangguran 2009 bisa mencapai 8,87% . Sedangkan kalau dengan kebijakan menahan laju PHK bisa dilakukan, maka bisa ditekan menjadi 8,4% .

.

6.3. KESEJAHTERAAN M ASYARAKAT DAERAH Kemiskinan

Sebagai upaya mengurangi tingkat kemiskinan, pemerintah masih melanjutkan penyaluran dana bantuan langsung tunai (BLT) kepada rumah tangga sasaran (RTS). Penyaluran Tahap III ini akan di salurkan kepada 923.300 RTS yang ada di 18 Kabupaten dan 7 Kota


(105)

Provinsi Sumatera Utara berjumlah Rp184,66 miliar, dengan dana ini, setiap RTS akan mendapatkan dana sejumlah 3 kali Rp200.000.

Pelaksanaan Program BLT merupakan program lintas sektor antara Departemen Sosial, Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (M enko Kesra), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Departemen Dalam Negeri (Depdagri), Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo), Badan Pusat Statistik (BPS), PT POS Indonesia. BLT merupakan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar M inyak (PKPS BBM ) untuk membantu masyarakat miskin mengatasi keperluan pokoknya.

Kesejahteraan

Nilai Tukar Petani (NTP), yang merupakan salah satu indikator kesejahteraan petani, pada bulan Februari 2009 menunjukkan peningkatan dibandingkan kondisi pada periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu dari 94,51 pada Februari 2008 menjadi 99,81 pada bulan Februari 2009, atau naik 5,61% (yoy).

Grafik 6.1.

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Sumut

85 90 95 100 105 110

-4.00 -2.00 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

2007 2008 2009

%

Nilai Tukar Petani Pertumbuhan (yoy)

Peningkatan tingkat kesejahteraan petani ini disebabkan oleh naiknya harga komoditas pertanian yang dihasilkan oleh petani, terutama pada subkelompok padi. M elalui indeks harga yang dibayar petani dapat dilihat fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat perdesaan, khususnya petani yang merupakan bagian terbesar, serta fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. Bila dibandingkan dengan kondisi pada bulan Februari 2008, indeks harga yang dibayar petani pada bulan Februari 2009 mengalami penurunan sebesar 81,84% (yoy), yaitu dari 657,07 menjadi 119,30.


(106)

Sementara itu, perubahan Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) yang mencerminkan angka inflasi/deflasi di w ilayah pedesaan, pada Februari 2009, mengalami inflasi sebesar 0,20% yang disebabkan indeks kelompok makan jadi, minuman & rokok naik sebesar 0,76% , kelompok perumahan naik sebesar 0,87% , kelompok sandang naik sebesar 1,85% , kelompok kesehatan naik sebesar 0,91% dan kelompok pendidikan, rekreasi & olah raga naik sebesar 0,77% . Sedangkan indeks kelompok bahan makanan turun sebesar 0,34% dan kelompok transportasi & komunikasi turun sebesar 1,74% .

Tabel 6.1.

Nilai Tukar Petani (NTP) Sumut Februari 2009

1 Indeks harga yang diterima petani 119.07

1.1. Indeks tanaman pangan 115.70

- Padi 113.83

- Palawija 121.49

1.2. Indeks hortikultura 132.72

- Sayuran 129.34

- Buah-buahan 134.04

1.3. Indeks tanaman perkebunan rakyat 116.15

2 Indeks harga yang dibayar petani 119.30

2.1. Indeks konsumsi rumah tangga 118.77

Indeks biaya produksi & penambahan barang modal

3 Nilai tukar petani 99.81

Sumber : BPS Provinsi Sumut.

Feb '09 Sektor, Kelompok & Subkelompok

No.

2.2. 122.34

Dalam agenda besar pembangunan Sumatera Utara tahun 2009 yang menyangkut peningkatan kesejahteraan pegaw ai negeri sipil (PNS), pada tahun 2009 akan dibangun 1000 unit Rumah Sederhana Sehat (RSH) t ipe 36 dan pemberian penghasilan tambahan bagi PNS yang cukup signifikan dibanding tahun 2008, yaitu untuk eselon II naik sebesar 150% , eselon III (150% ), eselon IV (250) dan staf mencapai kenaikan 300% .

Agenda pemerintah lainnya dalam upaya meningkatkan kesejahteraan yaitu pada tahun 2010 seluruh w arga Sumut dapat berobat secara gratis melalui program jaminan kesehatan daerah (Jamkesda). Pemerintah Provinsi Sumut (Pemprovsu) akan merumuskan mekanisme Jamkesda tersebut bersama pemerintah kabupaten/kota dan akan dituangkan dalam nota kerja sama antara pemerintah propinsi dengan kabupaten/kota yang


(107)

ditandatangani pada M usyaw arah Perencanaan Pembangunan (M usrenbang) Provsu tahun 2009. Warga yang mendapatkan Jamkesda ini adalah yang tidak terdaftar dalam asuransi kesehatan (Askes), Asabri, Jamkesmas dan program kesehatan lainnya. Biaya program ini berasal dari Pemprovsu (25% ) dan kabupaten/kota 75% .


(108)

BAB VII

Perkiraan Ekonomi dan

Inflasi D aerah


(109)

7.1. Perkiraan Ekonomi

Beberapa indikator utama perekonomian mengalami perlambatan pada aw al tahun 2009, khususnya perlambatan pertumbuhan pada beberapa komponen permintaan agregat, seperti ekspor dan investasi. Namun demikian, pada triw ulan mendatang akan terdapat kemungkinan penguatan terutama dari sisi penaw aran agregat, khususnya pada sektor pertanian. Tibanya masa panen dan semakin menguatnya harga produk perkebunan akan memberikan sinyal positif bagi peningkatan pertumbuhan.

Perekonomian Sumut triw ulan II-2009, diperkirakan masih tumbuh positif meskipun masih terdapat kecenderungan menurun. Hal ini dapat dikonfirmasi dari hasil SKDU, dimana pada triw ulan II-2009 diperkirakan indeks akan mencapai 12,88. Faktor internal yang masih menjadi kendala yang berpotensi menurunkan angka pertumbuhan antara lain adalah masalah kelangkaan pupuk yang masih terus berlanjut. Kondisi ini tidak bisa dianggap ringan, mengingat pupuk merupakan salah satu sarana produksi utama yang harus tersedia dalam produksi pert anian, terutama tanaman bahan makanan dan perkebunan. Semenatara itu, faktor eksternal yang masih berpotensi menghambat pertumbuhan adalah masih kuatnya imbas dari krisis keuangan global yang berdampak pada penurunan permintaan berbagai komoditas ekspor utama. Selain itu, permintaan dalam negeri juga diperkirakan tidak akan banyak meningkat, terkait dengan tidak terdapatnya perayaan hari raya keagamaan.

Investasi sw asta diperkirakan masih akan rendah, sehingga harapan besar adalah pada investasi pemerintah. Pembangunan proyek-proyek infrastruktur dan percepatan realisasi belanja diharapkan akan mampu mendongkrak investasi dan lebih menggairahkan perekonomian. Stimulus fiskal yang saat ini sangat diperlukan, akan menjadi penggerak yang cukup efisien jika dilakukan pada saat yang tepat dan tidak menunggu sampai dengan berakhirnya tahun anggaran.

Ekspor diprediksi masih cenderung menurun, meskipun masih akan tertolong dengan tren membaiknya harga beberapa komoditas utama seperti karet dan CPO. Kondisi ini juga akan memicu perbaikan daya beli pada level petani dan akan meningkatkan nilai tukar


(110)

petani. Namun demikian, untuk mengamankan ekspor dan penyerapan produksi, diperlukan langkah-langkah strategis, seperti diversifikasi komoditas dan perluasan negara tujuan ekspor. Selain itu, pasar domestik juga harus mendapat perhatian, sebagai penyangga apabila terjadi kelebihan pasokan. Impor diperkirakan masih akan tumbuh, meskipun melambat, terutama untuk impor bahan baku industri. Terjadi kecenderungan untuk mengganti bahan baku impor dengan produksi sejenis yang berasal dari dalam negeri, meskipun dengan risiko menurunkan kualitas.

Siklus panen pertanian yang umumnya terjadi pada triw ulan I dan II diharapkan dapat mendorong aktivitas ekonomi yang lebih tinggi. Sesuai dengan Angka Ramalan I produksi pertanian, diharapkan pada tahun 2009, Sektor petanian Sumut terutama sub sektor tanaman bahan makanan akan menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan tahun 2008. Selain meningkatnya produksi, peningkatan produktivitas juga terjadi, seiring dengan perbaikan teknologi pangan dan perbaikan infrastruktur pertanian.

Grafik 7.1. Ekspektasi Konsumen 6 bulan y.a.d Grafik 7.2. Ekspektasi Kegiatan Usaha Triw ulan II-2009

Sumber : SK, KBI M edan Sumber : SKDU, KBI M edan

Dari hasil survei SKDU KBI M edan, kegiatan usaha diperkirakan akan meningkat dibandingkan triw ulan I-2009. Peningkatan ini disebabkan oleh adanya peningkatan hasil sektor pertanian serta perbaikan harga komoditas ekspor . Pemilu yang berjalan dengan relatif baik dan tanpa kendala yang berarti juga memberikan sinyal positif bagi perkembangan daya saing dan investasi.


(111)

Berdasarkan hasil liaison, masih terdapat harapan-harapan baru peningkatan produksi maupun pesanan ekspor. Selain itu, terjadi perbaikan produksi dan penghematan biaya yang cukup signifikan karena penurunan harga BBM beberapa saat lalu. Hal ini mengisyaratkan perekonomian masih dapat kembali pulih, asalkan tekanan dari faktor eksternal tidak terus berlanjut. Pada triw ulan II-2009, pertumbuhan ekonomi Sumut diproyeksikan akan tumbuh pada kisaran 4,80% - 5,60% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, laju pert umbuhan ekonomi Sumut pada tahun 2009 diproyeksikan masih berada pada kisaran 5±1% (yoy).

7.2. Perkiraan Inflasi Daerah

M elihat kondisi perekonomian terkini dan pergerakan harga serta ketersediaan barang dan jasa, perkembangan inflasi pada triw ulan II-2009 diperkirakan akan berada pada level yang relatif rendah dibanding triw ulan I-2009. Penurunan tingkat inflasi diperkirakan

berasal dari kelompok bahan makanan terkait penurunan daya beli masyarakat

sehubungan dengan krisis global. Keseimbangan variabel-variabel dari sisi permintaan maupun sisi penaw aran pada 2009 juga menjadi faktor yang dapat mengurangi tingkat inflasi.

Dari sisi permintaan, tingkat konsumsi masyarakat cenderung melambat dibandingkan tahun sebelumnya meskipun masih dalam level yang cukup tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh dampak lanjutan dari penurunan harga BBM aw al tahun, serta adanya peluang penurunan tekanan pada inflasi volatile food termasuk faktor imported inflation seiring penurunan impor bahan baku, serta pengaw alan ekspektasi positif di masyarakat terhadap inflasi ke depan.

Disamping itu, efetivitas kebijakan moneter dan fiskal turut menjadi faktor yang mempengaruhi kestabilan harga dan ekonomi. Dari sisi penaw aran kecukupan pasokan bahan pangan dan efisiensi biaya produksi triw ulan berikut nya diperkirakan stabil.

Namun demikian, potensi risiko inflasi yang lebih tinggi pada triw ulan II-2009 dapat terjadi apabila adanya gangguan masalah distribusi, kurang lancarnya penyaluran pupuk ke petani serta depresiasi nilai tukar rupiah. Di sisi lain, Pemilu Legislatif pada bulan April serta persiapan menjelang Pemilu Presiden pada bulan Juli diperkirakan akan


(112)

meningkatkan jumlah uang beredar yang pada akhirnya dapat menimbulkan tekanan inflasi.

Grafik 7.3. Ekspektasi Harga 3 dan 6 bulan yad

100 115 130 145 160 175 190 205 Ja n Fe b M

ar Apr

M

ei Jun Jul

A gs Se p O kt N

ov Des Jan Feb

M ar 2008 2009 In de ks Ek sp ek ta si H ar ga 3& 6 bl n ya d (S BT

) Perubahan harga umum 3 bulan yad

Perubahan harga umum 6 bulan yad

Sumber : SK, KBI M edan

Berdasarkan proyeksi dan dengan mempertimbangkan perkembangan harga serta determinan utama inflasi di Sumatera Utara, maka diperkirakan inflasi tahunan (yoy) pada triw ulan II-2009 akan turun menjadi 7,5 ± 1% , sedangkan inf lasi triw ulanan (qtq) diperkirakan akan mencapai 0,45±1% .


(113)

(114)

2007 2009

Trw .IV Trw .I Trw .II Trw .III Trw .IV Trw .I

1. PERTANIAN 9,728,906.56 11,697,521.93 11,952,740.91 12,676,417.83 12,545,084.90 13,786,572.41

a. Tanaman Bahan M akanan 2,833,619.10 4,276,883.47 3,970,146.20 4,208,738.93 4,189,669.01 5,226,879.02 b. Tanaman Perkebunan 4,390,786.87 4,792,830.22 5,252,866.88 5,502,629.43 5,226,774.45 5,420,841.79 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 1,027,924.46 1,035,345.12 1,064,737.98 1,156,759.80 1,220,618.68 1,242,328.93 d. K e h u t a n a n 454,837.38 492,221.05 524,892.03 567,667.09 605,626.39 602,149.39 e. P e r i k a n a n 1,021,738.76 1,100,242.07 1,140,097.82 1,240,622.58 1,302,396.37 1,294,373.29

2. PERTAM BANGAN DAN PENGGALIAN 635,149.62 692,157.12 731,913.59 768,647.82 788,176.59 777,651.11

a. M inyak dan gas bumi 311,896.72 341,913.88 363,058.51 382,821.85 384,816.63 382,777.36 b. Penggalian. 323,252.90 350,243.24 368,855.08 385,825.98 403,359.96 394,873.75

3. INDUSTRI PENGOLAHAN 11,799,264.52 12,310,719.90 12,430,242.96 13,227,799.26 13,671,915.30 13,474,914.60

a. Industri M i g a s 74,271.89 75,385.45 77,328.27 80,747.10 80,155.23 78,593.14 1). Pengilangan M inyak Bumi 74,271.89 75,385.45 77,328.27 80,747.10 80,155.23 78,593.14

2). Gas Alam Cair 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

b. Industri bukan M igas 11,724,992.63 12,235,334.45 12,352,914.70 13,147,052.16 13,591,760.08 13,396,321.46 1). M akanan, M inuman dan Tembakau 6,621,908.76 6,940,661.77 6,922,889.42 7,439,238.76 7,641,958.40 7,570,411.28 2). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 57,584.80 62,869.98 62,915.98 67,300.56 67,567.91 74,063.16 3). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. 565,477.98 587,444.10 597,573.33 637,877.17 655,575.93 644,527.83 4). Kertas dan Barang cetakan 107,046.28 120,515.86 120,556.69 125,328.55 128,873.63 152,468.65 5). Pupuk, Kimia & Barang dari karet 2,032,229.75 2,084,023.61 2,162,197.67 2,274,122.79 2,397,964.62 2,299,618.11 6). Semen & Brg. Galian bukan logam 613,632.27 638,403.47 646,495.90 686,101.66 718,397.77 695,094.71 7). Logam Dasar Besi & Baja 1,263,231.34 1,317,296.38 1,351,254.53 1,416,186.81 1,446,144.16 1,404,959.16 8). Alat Angk., M esin & Peralatannya 447,310.44 467,167.83 471,480.64 482,197.70 516,010.87 535,733.32 9). Barang lainnya 16,571.02 16,951.45 17,550.53 18,698.16 19,266.80 19,445.23

4. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 478,680.87 483,837.96 506,106.89 530,900.25 552,467.78 556,191.69

a. L i s t r i k 311,922.49 306,703.61 323,539.61 337,732.01 350,858.11 355,231.31

b. Gas Kota 60,337.96 63,241.37 65,187.95 70,967.05 76,118.81 73,040.38

c. Air bersih 106,420.41 113,892.98 117,379.33 122,201.19 125,490.85 127,920.00

5. B A N G U N A N 2,666,455.45 2,960,013.13 3,125,202.80 3,277,251.92 3,400,525.62 3,374,734.05

6. PERDAG, HOTEL DAN REST. 8,974,345.35 9,832,966.41 9,746,867.30 10,712,840.57 10,988,443.28 11,105,446.28

a. Perdagangan Besar dan Eceran 7,961,671.63 8,785,502.54 8,675,199.72 9,559,752.52 9,783,502.51 9,818,347.47 b. H o t e l 131,379.01 142,252.26 152,167.70 159,184.91 167,509.65 165,325.46 c. R e s t o r a n 881,294.71 905,211.61 919,499.87 993,903.14 1,037,431.12 1,121,773.34

7. PENGANGKUTAN DAN KOM . 4,251,581.68 4,320,826.64 4,417,418.07 4,800,472.98 5,030,100.74 5,000,676.15

a. P e n g a n g k u t a n 3,420,246.36 3,513,615.02 3,606,067.16 3,980,701.36 4,159,270.90 4,158,605.27 1). Angkutan Rel 26,710.66 28,948.03 29,056.92 30,973.64 32,188.81 32,813.66 2). Angkutan Jalan raya 1,836,481.51 1,882,923.87 1,927,319.86 2,212,363.18 2,304,673.04 2,296,426.82 3). Angkutan laut, & SDP 250,452.30 268,567.67 279,846.58 302,034.08 308,821.94 942,147.99 4). Angkutan Udara 781,122.86 780,827.17 819,543.41 863,618.29 919,767.43 915,790.94 5). Jasa Penunjang Angkutan 525,479.03 552,348.28 550,300.39 571,712.17 593,819.67 599,030.21 b. K o m u n i k a s i 831,335.32 807,211.62 811,350.91 819,771.63 870,829.84 842,070.89

8. KEUANGAN, & JASA PERSH. 3,094,690.17 3,389,376.01 3,525,263.08 3,672,858.78 3,822,209.99 3,778,424.38

a. B a n k, Lemb. Keu. Lainnya. 990,634.07 1,182,121.56 1,260,285.25 1,324,511.20 1,382,520.86 1,350,571.18 b. Sew a Bangunan 1,702,847.87 1,776,948.92 1,830,910.27 1,899,893.17 1,979,683.78 1,957,224.96 c. Jasa Perusahaan 401,208.23 430,305.53 434,067.56 448,454.41 460,005.36 470,628.24

9. JASA - JASA 4,519,726.12 4,932,802.92 5,282,605.99 5,489,380.59 5,637,618.95 5,674,290.04

a. Pemerintahan Umum 2,891,344.97 3,132,129.47 3,406,757.41 3,539,737.84 3,619,741.12 3,623,187.57 b. S w a s t a 1,628,381.14 1,800,673.45 1,875,848.58 1,949,642.75 2,017,877.83 2,051,102.47 1). Sosial Kemasyarakatan 619,915.04 708,560.81 734,017.86 767,585.53 795,931.45 825,304.48 2). Hiburan dan Rekreasi 230,234.09 244,921.27 253,715.63 268,619.11 274,767.11 280,028.74 3). Perorangan dan RT 778,232.01 847,191.37 888,115.10 913,438.10 947,179.27 945,769.24

2008 LAPANGAN USAHA

by Industrial Origin in North Sumatera Province (M illion Rupiahs)

Gross Domestic Regional Product at Current Prices


(115)

2007 2009

Trw .IV Trw .I Trw .II Trw .III Trw .IV Trw .I

1. PERTANIAN 5,994,355.59 6,398,926.51 6,248,744.71 6,410,878.65 6,242,086.93 6,660,219.15

a. Tanaman Bahan M akanan 1,948,973.77 2,320,256.12 2,015,730.26 2,086,888.05 1,975,132.69 2,354,450.01 b. Tanaman Perkebunan 2,426,643.57 2,450,098.41 2,588,730.11 2,644,441.19 2,552,283.79 2,581,353.23 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 638,830.51 641,374.69 643,631.64 657,371.44 674,044.04 682,598.31 d. K e h u t a n a n 349,212.28 343,093.15 351,688.55 356,941.06 363,223.99 360,568.50 e. P e r i k a n a n 630,695.47 644,104.13 648,964.16 665,236.91 677,402.43 681,249.10

2. PERTAM BANGAN DAN PENGGALIAN 308,624.92 314,652.33 327,821.00 330,661.74 331,212.15 316,695.77

a. M inyak dan gas bumi 146,545.39 150,401.76 157,845.88 158,092.31 153,269.27 147,222.06 b. Penggalian. 162,079.53 164,250.57 169,975.12 172,569.43 177,942.88 169,473.71

3. INDUSTRI PENGOLAHAN 5,906,887.84 6,033,653.34 5,900,701.11 6,145,050.84 6,225,821.22 6,196,402.73

a. Industri M i g a s 30,071.44 30,431.16 30,188.70 30,407.30 29,840.49 29,546.30 1). Pengilangan M inyak Bumi 30,071.44 30,431.16 30,188.70 30,407.30 29,840.49 29,546.30

2). Gas Alam Cair 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

b. Industri bukan M igas 5,876,816.40 6,003,222.18 5,870,512.41 6,114,643.54 6,195,980.73 6,166,856.44 1). M akanan, M inuman dan Tembakau 3,636,613.92 3,720,238.15 3,592,023.34 3,766,684.08 3,800,472.89 3,785,205.64 2). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 33,860.93 37,044.32 34,413.40 35,569.85 35,342.64 38,980.61 3). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. 328,585.97 336,426.99 329,150.11 332,439.27 339,936.73 339,225.18 4). Kertas dan Barang cetakan 45,074.32 50,360.85 45,434.59 46,144.66 46,657.64 57,104.36 5). Pupuk, Kimia & Barang dari karet 1,081,077.82 1,104,706.93 1,118,913.53 1,161,996.46 1,185,157.76 1,166,213.91 6). Semen & Brg. Galian bukan logam 274,000.58 273,712.83 270,228.99 281,239.85 294,077.88 287,972.78 7). Logam Dasar Besi & Baja 316,760.57 315,993.92 316,925.53 324,988.59 326,609.89 320,929.86 8). Alat Angk., M esin & Peralatannya 151,129.52 154,961.50 153,562.81 155,466.98 157,334.57 160,880.88 9). Barang lainnya 9,712.77 9,776.68 9,860.10 10,113.78 10,390.73 10,343.21

4. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 183,868.82 187,145.82 190,409.12 196,030.28 199,357.94 200,179.54

a. L i s t r i k 125,611.20 127,206.49 129,504.56 133,411.90 135,473.25 136,627.43

b. Gas Kota 13,987.37 14,237.70 14,489.73 15,491.25 16,031.20 15,280.41

c. Air bersih 44,270.26 45,701.62 46,414.83 47,127.14 47,853.49 48,271.70

5. B A N G U N A N 1,706,786.12 1,720,469.51 1,752,131.75 1,784,873.61 1,833,173.57 1,785,573.57

6. PERDAG, HOTEL DAN REST. 4,669,356.54 4,818,591.94 4,718,618.99 4,960,522.76 5,017,789.01 5,053,836.90

a. Perdagangan Besar dan Eceran 4,150,821.73 4,286,446.73 4,183,524.94 4,411,693.89 4,455,695.52 4,462,885.22

b. H o t e l 70,990.12 72,764.45 74,686.05 77,017.62 79,535.31 78,726.41

c. R e s t o r a n 447,544.69 459,380.76 460,408.00 471,811.26 482,558.18 512,225.27

7. PENGANGKUTAN DAN KOM . 2,329,132.46 2,428,921.58 2,421,315.57 2,495,439.79 2,537,562.47 2,574,991.50

a. P e n g a n g k u t a n 1,883,928.30 1,962,318.41 1,951,188.00 2,009,204.04 2,047,764.66 2,082,552.39 1). Angkutan Rel 10,390.01 10,829.41 10,657.42 10,989.44 11,270.26 11,433.33 2). Angkutan Jalan raya 785,534.44 829,716.17 814,299.27 858,915.90 864,991.54 883,241.08 3). Angkutan laut, & SDP 122,972.56 127,335.60 128,759.93 134,441.88 135,672.82 136,430.21 4). Angkutan Udara 638,164.26 654,852.75 662,676.11 661,804.49 686,709.16 699,077.05 5). Jasa Penunjang Angkutan 326,867.02 339,584.50 334,795.26 343,052.34 349,120.88 352,370.71 b. K o m u n i k a s i 445,204.16 466,603.17 470,127.57 486,235.74 489,797.82 492,439.12

8. KEUANGAN, & JASA PERSH. 1,752,653.97 1,838,203.99 1,841,986.69 1,885,116.49 1,914,529.30 1,941,285.16

a. B a n k, Lemb. Keu. Lainnya. 575,580.33 623,563.53 652,488.61 675,946.81 694,829.07 703,361.38 b. Sew a Bangunan 929,716.72 961,473.20 943,744.45 960,305.23 967,112.33 983,530.13 c. Jasa Perusahaan 247,356.93 253,167.26 245,753.63 248,864.45 252,587.90 254,393.65

9. JASA - JASA 2,420,435.60 2,532,724.38 2,594,710.60 2,661,066.09 2,731,458.33 2,761,577.32

a. Pemerintahan Umum 1,591,709.47 1,656,137.56 1,713,971.33 1,767,418.18 1,829,806.75 1,835,206.41 b. S w a s t a 828,726.13 876,586.82 880,739.27 893,647.91 901,651.57 926,370.91 1). Sosial Kemasyarakatan 240,339.10 259,227.94 261,804.01 263,510.20 265,114.39 275,101.49 2). Hiburan dan Rekreasi 145,089.32 152,768.41 152,978.01 157,398.70 159,257.16 163,759.50 3). Perorangan dan RT 443,297.71 464,590.46 465,957.24 472,739.02 477,280.02 487,509.92

LAPANGAN USAHA 2008

by Industrial Origin in North Sumatera Province (M illion Rupiahs)

Gross Domestic Regional Product at Constant Prices Year 2000


(116)

2007 2009

Trw .IV Trw .I Trw .II Trw .III Trw .IV Trw .I

1. PERTANIAN -6.45 20.23 2.18 6.05 -1.04 9.90

a. Tanaman Bahan M akanan -20.64 50.93 -7.17 6.01 -0.45 24.76

b. Tanaman Perkebunan -2.87 9.16 9.60 4.75 -5.01 3.71

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 20.24 0.72 2.84 8.64 5.52 1.78

d. K e h u t a n a n 1.40 8.22 6.64 8.15 6.69 -0.57

e. P e r i k a n a n 1.62 7.68 3.62 8.82 4.98 -0.62

2. PERTAM BANGAN DAN PENGGALIAN 1.96 8.98 5.74 5.02 2.54 -1.34

a. M inyak dan gas bumi 0.45 9.62 6.18 5.44 0.52 -0.53

b. Penggalian. 3.47 8.35 5.31 4.60 4.54 -2.10

3. INDUSTRI PENGOLAHAN 1.53 4.33 0.97 6.42 3.36 -1.44

a. Industri M i g a s 2.65 1.50 2.58 4.42 -0.73 -1.95

1). Pengilangan M inyak Bumi 2.65 1.50 2.58 4.42 -0.73 -1.95

2). Gas Alam Cair

b. Industri bukan M igas 1.52 4.35 0.96 6.43 3.38 -1.44

1). M akanan, M inuman dan Tembakau 1.66 4.81 -0.26 7.46 2.73 -0.94 2). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 0.83 9.18 0.07 6.97 0.40 9.61 3). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. 2.26 3.88 1.72 6.74 2.77 -1.69

4). Kertas dan Barang cetakan 0.51 12.58 0.03 3.96 2.83 18.31

5). Pupuk, Kimia & Barang dari karet 1.15 2.55 3.75 5.18 5.45 -4.10 6). Semen & Brg. Galian bukan logam 1.98 4.04 1.27 6.13 4.71 -3.24

7). Logam Dasar Besi & Baja 0.92 4.28 2.58 4.81 2.12 -2.85

8). Alat Angk., M esin & Peralatannya 1.70 4.44 0.92 2.27 7.01 3.82

9). Barang lainnya 2.05 2.30 3.53 6.54 3.04 0.93

4. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 0.07 1.08 4.60 4.90 4.06 0.67

a. L i s t r i k 1.69 -1.67 5.49 4.39 3.89 1.25

b. Gas Kota -8.99 4.81 3.08 8.87 7.26 -4.04

c. Air bersih 1.04 7.02 3.06 4.11 2.69 1.94

5. B A N G U N A N 3.60 11.01 5.58 4.87 3.76 -0.76

6. PERDAG, HOTEL DAN REST. 1.77 9.57 -0.88 9.91 2.57 1.06

a. Perdagangan Besar dan Eceran 1.69 10.35 -1.26 10.20 2.34 0.36

b. H o t e l 0.35 8.28 6.97 4.61 5.23 -1.30

c. R e s t o r a n 2.73 2.71 1.58 8.09 4.38 8.13

7. PENGANGKUTAN DAN KOM . 1.49 1.63 2.24 8.67 4.78 -0.58

a. P e n g a n g k u t a n 1.16 2.73 2.63 10.39 4.49 -0.02

1). Angkutan Rel 0.20 8.38 0.38 6.60 3.92 1.94

2). Angkutan Jalan raya 0.78 2.53 2.36 14.79 4.17 -0.36

3). Angkutan laut, & SDP 2.04 7.23 4.20 7.93 2.25 205.08

4). Angkutan Udara 1.64 -0.04 4.96 5.38 6.50 -0.43

5). Jasa Penunjang Angkutan 1.45 5.11 -0.37 3.89 3.87 0.88

b. K o m u n i k a s i 2.88 -2.90 0.51 1.04 6.23 -3.30

8. KEUANGAN, & JASA PERSH. 3.95 9.52 4.01 4.19 4.07 -1.15

a. B a n k, Lemb. Keu. Lainnya. 5.92 19.33 6.61 5.10 4.38 -2.31

b. Sew a Bangunan 3.06 4.35 3.04 3.77 4.20 -1.13

c. Jasa Perusahaan 3.01 7.25 0.87 3.31 2.58 2.31

9. JASA - JASA 0.82 9.14 7.09 3.91 2.70 0.65

a. Pemerintahan Umum 0.95 8.33 8.77 3.90 2.26 0.10

b. S w a s t a 0.59 10.58 4.17 3.93 3.50 1.65

1). Sosial Kemasyarakatan 0.79 14.30 3.59 4.57 3.69 3.69

2). Hiburan dan Rekreasi 0.70 6.38 3.59 5.87 2.29 1.91

3). Perorangan dan RT 0.39 8.86 4.83 2.85 3.69 -0.15

2008 LAPANGAN USAHA

by Industri al O ri gi n i n N orth Sumatera Provi nce (M i l l i on Rupi ahs)

Grow th Rate of Economy


(117)

2007 2009

Trw .IV Trw .I Trw .II Trw .III Trw .IV Trw .I

1. PERTANIAN 0.30 6.75 -2.35 2.59 -2.63 6.70

a. Tanaman Bahan M akanan -1.30 19.05 -13.12 3.53 -5.36 19.20

b. Tanaman Perkebunan 1.25 0.97 5.66 2.15 -3.48 1.14

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 2.02 0.40 0.35 2.13 2.54 1.27

d. K e h u t a n a n -0.14 -1.75 2.51 1.49 1.76 -0.73

e. P e r i k a n a n 0.21 2.13 0.75 2.51 1.83 0.57

2. PERTAM BANGAN DAN PENGGALIAN 0.34 1.95 4.19 0.87 0.17 -4.38

a. M inyak dan gas bumi -0.65 2.63 4.95 0.16 -3.05 -3.95

b. Penggalian. 1.24 1.34 3.49 1.53 3.11 -4.76

3. INDUSTRI PENGOLAHAN 0.51 2.15 -2.20 4.14 1.31 -0.47

a. Industri M i g a s 2.11 1.20 -0.80 0.72 -1.86 -0.99

1). Pengilangan M inyak Bumi 2.11 1.20 -0.80 0.72 -1.86 -0.99

2). Gas Alam Cair 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

b. Industri bukan M igas 0.50 2.15 -2.21 4.16 1.33 -0.47

1). M akanan, M inuman dan Tembakau 0.78 2.30 -3.45 4.86 0.90 -0.40

2). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 0.15 9.40 -7.10 3.36 -0.64 10.29

3). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. 0.11 2.39 -2.16 1.00 2.26 -0.21

4). Kertas dan Barang cetakan -1.04 11.73 -9.78 1.56 1.11 22.39

5). Pupuk, Kimia & Barang dari karet -0.52 2.19 1.29 3.85 1.99 -1.60

6). Semen & Brg. Galian bukan logam 1.85 -0.11 -1.27 4.07 4.56 -2.08

7). Logam Dasar Besi & Baja 0.42 -0.24 0.29 2.54 0.50 -1.74

8). Alat Angk., M esin & Peralatannya 0.35 2.54 -0.90 1.24 1.20 2.25

9). Barang lainnya 0.02 0.66 0.85 2.57 2.74 -0.46

4. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH -0.74 1.78 1.74 2.95 1.70 0.41

a. L i s t r i k -0.22 1.27 1.81 3.02 1.55 0.85

b. Gas Kota -9.95 1.79 1.77 6.91 3.49 -4.68

c. Air bersih 1.01 3.23 1.56 1.53 1.54 0.87

5. B A N G U N A N 4.17 0.80 1.84 1.87 2.71 -2.60

6. PERDAG, HOTEL DAN REST. 2.08 3.20 -2.07 5.13 1.15 0.72

a. Perdagangan Besar dan Eceran 2.18 3.27 -2.40 5.45 1.00 0.16

b. H o t e l 1.71 2.50 2.64 3.12 3.27 -1.02

c. R e s t o r a n 1.21 2.64 0.22 2.48 2.28 6.15

7. PENGANGKUTAN DAN KOM . 2.25 4.28 -0.31 3.06 1.69 1.47

a. P e n g a n g k u t a n 2.13 4.16 -0.57 2.97 1.92 1.70

1). Angkutan Rel 2.32 4.23 -1.59 3.12 2.56 1.45

2). Angkutan Jalan raya 2.11 5.62 -1.86 5.48 0.71 2.11

3). Angkutan laut, & SDP 0.63 3.55 1.12 4.41 0.92 0.56

4). Angkutan Udara 3.03 2.62 1.19 -0.13 3.76 1.80

5). Jasa Penunjang Angkutan 1.04 3.89 -1.41 2.47 1.77 0.93

b. K o m u n i k a s i 2.73 4.81 0.76 3.43 0.73 0.54

8. KEUANGAN, & JASA PERSH. 3.61 4.88 0.21 2.34 1.56 1.40

a. B a n k, Lemb. Keu. Lainnya. 5.70 8.34 4.64 3.60 2.79 1.23

b. Sew a Bangunan 2.98 3.42 -1.84 1.75 0.71 1.70

c. Jasa Perusahaan 1.29 2.35 -2.93 1.27 1.50 0.71

9. JASA - JASA 0.28 4.64 2.45 2.56 2.65 1.10

a. Pemerintahan Umum 0.31 4.05 3.49 3.12 3.53 0.30

b. S w a s t a 0.22 5.78 0.47 1.47 0.90 2.74

1). Sosial Kemasyarakatan 0.07 7.86 0.99 0.65 0.61 3.77

2). Hiburan dan Rekreasi 1.06 5.29 0.14 2.89 1.18 2.83

3). Perorangan dan RT 0.03 4.80 0.29 1.46 0.96 2.14

2008 LAPANGAN USAHA

by Industrial Origin in North Sumatera Province (M illion Rupiahs)

Grow th Rate of Economy


(118)

2007 2009

Trw .IV Trw .I Trw . II Trw . III Trw .IV Trw .I

1. PERTANIAN 21.08 23.11 23.11 22.98 22.23 23.96

a. Tanaman Bahan M akanan 6.14 8.45 7.68 7.63 7.42 9.09

b. Tanaman Perkebunan 9.51 9.47 10.16 9.98 9.26 9.42

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 2.23 2.05 2.06 2.10 2.16 2.16

d. K e h u t a n a n 0.99 0.97 1.01 1.03 1.07 1.05

e. P e r i k a n a n 2.21 2.17 2.20 2.25 2.31 2.25

2. PERTAM BANGAN DAN PENGGALIAN 1.38 1.37 1.42 1.39 1.40 1.35

a. M inyak dan gas bumi 0.68 0.68 0.70 0.69 0.68 0.67

b. Penggalian. 0.70 0.69 0.71 0.70 0.71 0.69

3. INDUSTRI PENGOLAHAN 25.57 24.32 24.03 23.98 24.23 23.42

a. Industri M i g a s 0.16 0.15 0.15 0.15 0.14 0.14

1). Pengilangan M inyak Bumi 0.16 0.15 0.15 0.15 0.14 0.14

2). Gas Alam Cair 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

b. Industri bukan M igas 25.41 24.17 23.88 23.84 24.08 23.29

1). M akanan, M inuman dan Tembakau 14.35 13.71 13.39 13.49 13.54 13.16

2). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.13

3). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. 1.23 1.16 1.16 1.16 1.16 1.12

4). Kertas dan Barang cetakan 0.23 0.24 0.23 0.23 0.23 0.27

5). Pupuk, Kimia & Barang dari karet 4.40 4.12 4.18 4.12 4.25 4.00

6). Semen & Brg. Galian bukan logam 1.33 1.26 1.25 1.24 1.27 1.21

7). Logam Dasar Besi & Baja 2.74 2.60 2.61 2.57 2.56 2.44

8). Alat Angk., M esin & Peralatannya 0.97 0.92 0.91 0.87 0.91 0.93

9). Barang lainnya 0.04 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03

4. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 1.04 0.96 0.98 0.96 0.98 0.97

a. L i s t r i k 0.68 0.61 0.63 0.61 0.62 0.62

b. Gas Kota 0.13 0.12 0.13 0.13 0.13 0.13

c. Air bersih 0.23 0.22 0.23 0.22 0.22 0.22

5. B A N G U N A N 5.78 5.85 6.04 5.94 6.03 5.87

6. PERDAG, HOTEL DAN REST. 19.45 19.42 18.85 19.42 19.47 19.30

a. Perdagangan Besar dan Eceran 17.25 17.36 16.77 17.33 17.34 17.07

b. H o t e l 0.28 0.28 0.29 0.29 0.30 0.29

c. R e s t o r a n 1.91 1.79 1.78 1.80 1.84 1.95

7. PENGANGKUTAN DAN KOM . 9.21 8.54 8.54 8.70 8.91 8.69

a. P e n g a n g k u t a n 7.41 6.94 6.97 7.22 7.37 7.23

1). Angkutan Rel 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06

2). Angkutan Jalan raya 3.98 3.72 3.73 4.01 4.08 3.99

3). Angkutan laut, & SDP 0.54 0.53 0.54 0.55 0.55 1.64

4). Angkutan Udara 1.69 1.54 1.58 1.57 1.63 1.59

5). Jasa Penunjang Angkutan 1.14 1.09 1.06 1.04 1.05 1.04

b. K o m u n i k a s i 1.80 1.59 1.57 1.49 1.54 1.46

8. KEUANGAN, & JASA PERSH. 6.71 6.70 6.82 6.66 6.77 6.57

a. B a n k, Lemb. Keu. Lainnya. 2.15 2.34 2.44 2.40 2.45 2.35

b. Sew a Bangunan 3.69 3.51 3.54 3.44 3.51 3.40

c. Jasa Perusahaan 0.87 0.85 0.84 0.81 0.82 0.82

9. JASA - JASA 9.79 9.74 10.21 9.95 9.99 9.86

a. Pemerintahan Umum 6.27 6.19 6.59 6.42 6.41 6.30

b. S w a s t a 3.53 3.56 3.63 3.53 3.58 3.57

1). Sosial Kemasyarakatan 1.34 1.40 1.42 1.39 1.41 1.43

2). Hiburan dan Rekreasi 0.50 0.48 0.49 0.49 0.49 0.49

3). Perorangan dan RT 1.69 1.67 1.72 1.66 1.68 1.64

2008 LAPANGAN USAHA

by Industrial Origin in North Sumatera Province (M illion Rupiahs) Percentage Distribution of Gross Domestic Regional Product at Current Prices


(119)

T