Analisis strutural dalam novel Do`a Anak Jalanan karya Ma`mun Affany

(1)

ANALISIS STRUKTURAL DALAM NOVEL DO’A ANAK JALANAN KARYA MA’MUN AFFANY

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Disusun oleh :

Maria Theresia Tetty Ose Hurek Making 061224082

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013 


(2)

ANALISIS STRUKTURAL DALAM NOVEL DO’A ANAK JALANAN KARYA MA’MUN AFFANY

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Disusun oleh :

Maria Theresia Tetty Ose Hurek Making 061224082

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(3)

(4)

(5)

MOTO

Don’t be afraid to stand for what you believe in,

even if that means standing alone.

(Barrack Obama)

When you feel you can’t do it

You will be amaze when you can do it.


(6)

PERSEMBAHAN

Tulisan ini saya persembahkan kepada :

¾

Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa melindungi,

memberkati, dan menyertai hidupku.

¾

Ayahanda Dominikus Desember Hurek Making dan

Ibunda Beatrix Peni Kerong yang telah memberi kasih

sayang, perhatian, doa restu, dorongan, dan semangat

kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini.


(7)

(8)

(9)

ABSTRAK

Theresia Tetty, Maria. 2013. Analisis Struktural dalam novel Do’a Anak

Jalanan karya Ma’mun Affany. Skripsi. Yogyakarta. PBSID. FKIP.

Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini menganalisis unsur intrinsik seperti tema, tokoh, penokohan, alur, latar dan amanat novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan tema, tokoh, penokohan, alur, latar dan amanat novel Do’a Anak Jalanan berdasarkan kajian struktural dan (2) mendeskripsikan hubungan antarunsur intrinsik novel Do’a Anak Jalanan berdasarkan kajian struktural.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan mendeskripsikan unsur intrinsik dalam novel Do’a Anak Jalanan berdasarkan kajian struktural dan hubungan antarunsur intrinsik. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian Analisis Struktural dalam

novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany adalah teknik pustaka. Langkah

awal dari analisis ini adalah mendeskripsikan unsur intrinsik yang digunakan sebagai dasar menganalisis hubungan antarunsur intrinsik.

Hasil analisis menunjukkan tokoh utama dalam cerita adalah Dina, Adib, dan Cindy dengan tokoh tambahan Suratman, Kepala Sekolah, Maya, Safira, Hanna, Fatimah, Ibu Ana, Ibu Winda, Ibu Hanna, Bibi, Madya, Putri, dan Preman. Tokoh protagonis dalam cerita adalah Dina, Adib, dan Cindy. Tokoh antagonisnya adalah Suratman (Abang). Alur dalam novel ini meliputi delapan tahapan yaitu paparan, rangsangan, gawatan, tikaian, rumitan, klimaks, leraian dan selesaian. Latar dalam novel Do’a Anak Jalanan terdiri dari latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat dalam novel Do’a Anak Jalanan adalah rumah kontrakan, kamar mandi, mushola, sekolah Adib, ruang kelas Adib, ruang kelas Dina, aula tempat lomba cerdas-cermat, kamar Maya, rumah Fatimah, rumah Hanna, bis, angkot, pasar buah, jalan raya, dan penjara. Latar waktu dalam cerita adalah subuh, pagi, siang, sore, petang dan malam. Latar sosial menunjukkan pada kehidupan Dina, Adib dan Cindy yang hidup di daerah terminal Kampung Rambutan yang merupakan tempat berlangsungnya aktivitas sosial masyarakat yang beragam. Tema yang terkandung dalamnovel Do’a Anak Jalanan adalah perjuangan tiga anak kecil yang bernama Dina,Adib dan Cindy dalam menjalani hidup sebagai pengamen namun tetap semangat untuk bersekolah. Amanat dalam novel Do’a Anak Jalanan yaitu perjuangan, cita-cita dan semangat untuk hidup lebih baik adalah tujuan hidup bahagia meski harus ditukar dengan pengorbanan.

Hubungan antarunsur intrinsik saling mendukung dan terkait satu sama lain. Tokoh mendukung tema, tema didukung oleh latar, tema mendukung alur, tokoh menyampaikan amanat cerita, tokoh dapat membentuk alur, dan alur membutuhkan tokoh dalam setiap tahapannya.


(10)

ABSTRACT

Theresia Tetty, Maria. 2013. The Structural Analysis in the Novel Entitled Do’a

Anak Jalanan Written by Ma’mun Affany. Thesis. Yogyakarta.

PBSID. FKIP. Universitas Sanata Dharma.

The research is to analyze the instrinsic structure especially theme, character, plot, setting, and moral value of the novel entitled Do’a Anak

Jalananwritten by Ma’munAffany. The purposes are (1) to describe the theme,

character, plot, setting, and moral value of the novel entitled Do’a Anak Jalanan based on the structural study and (2) to describe the relation of each instrinsic element of the novel entitled Do’a Anak Jalanan based on the structural study.

The research is using the qualitative descriptive research whichis having aim of describing the character, plot, setting, and moral value of the novel based on the structural study. The data collection’s is used on the research of The

Analysis of Intrinsic Unsure in the Novel Entitled Do’a Anak Jalanan Written by Ma’mun Affany in a Structural Study. The first step of the analysis is describing

the theme, character, plot, setting, and moral value of the novel as the foundation to analyze the relationship of each intrinsic structure.

The result of the analysis shows that the main characters are Dina, Adib, and Cindy and the supporting characters are, Suratman (Abang), Kepala Sekolah, Maya, Safira, Hanna, Fatimah, Ibu Ana, Ibu Winda, Ibu Hanna, Bibi, Madya, Putri, and Preman. The protagonist character in the novel are Dina, Adib, and Cindy and the antagonist character is Suratman (Abang). There eight steps of the plot in this novel; exposition, inciting moment, rising action, conflict, complication, climax, falling action and denoument. The settings of the novel entitled Do’a Anak Jalanan consisting the setting of place, time, and social. The settings of the novel entitled Do’a Anak Jalanan are in the boarding house, bathroom, mosque, Adib’s school, Adib’s classroom, Dina’s classroom, the hall of competitions, Maya’s room, Fatimah’s house, Hanna’s house, bus, angkot, fruit market, high way, and prison. The setting of times which are described on the novel are dawn, morning, midday, afternoon, evening, and night-time. The setting of social is showing the life of Dina, Adib, and Cindy’s who live in the area of Kampung Rambutan station which is the venue for a variety of social activities. The moral value of the novel entitled Do’a Anak Jalanan is a struggle of three Street Children named Dina, Adib, and Cindy in living life as a busker while still have a spirit to go to school.

The relation of each intrinsic element of the novel entitled Do’a Anak

Jalanan is supporting and correlating every other element. Character is supporting

the theme, the theme is supported by setting, theme supporting the plot, the character is telling the moral value, character is forming the plot, and the plot is needing the character in every phase.


(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi. Skripsi yang berjudul Analisis Struktural dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak, skripsi tidak akan selesai tepat pada waktunya. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian skripsi ini. Ucapan terimakasih ini penulis sampaikan kepada : 1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2. Dr. Yuliana Setiyaningsih selaku Ketua Program Studi PBSID yang selalu

memberikan dorongan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi.

3. Drs. J. Prapta Diharja, S.J., M.Hum. selaku dosen pembimbing pertama yang telah mengarahkan dan membimbing dengan telaten dalam penulisan skripsi. 4. Dr. Y. Yapi Taum, M.Hum. selaku dosen pembimbing yang kedua yang

dengan sabar membimbing dan memberikan banyak masukan selama penulisan skripsi.

5. Seluruh dosen PBSID yang telah memberikan pengetahuan, wawasan, dan imu yang dapat menjadi bekal masa depan bagi penulis.

6. Ayahanda Dominikus Desembar Hurek Making dan Ibunda Beatrix Peni Kerong selaku orang tua yang telah memberikan kasih sayang serta untaian doa yang tidak pernah putus untuk anak-anaknya.

7. Alexander Beda Tanaboleng Hurek, Maria Andriastri Hurek, dan Maria Millenium Bunda Wona Hurek adik-adikku yang selalu memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung selama penulis mengerjakan skripsi.


(12)

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Batasan Istilah ... 4

F. Sistematika Penyajian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 8

B. Landasan Teori ... 9

1. Sastra ... 9

2. Pengertian Novel ... 10

3. Kajian Struktural ... 11

a. Tema ... 13

b. Tokoh ... 15

c. Penokohan ... 18


(14)

f. Amanat ... 23

4. Hubungan Tema, Tokoh, Penokohan, Alur, Latar, dan Amanat ... 24

a. Tema dan Unsur Cerita Lain ... 24

b. Penokohan dan Unsur Cerita Lain ... 25

c. Latar dan Unsur Cerita Lain ... 26

d. Amanat dan Tema ... 28

e. Amanat dan Tokoh ... 28

f. Amanat dan Alur ... 28

g. Amanat dan Latar ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29

A. Sumber Data ... 29

B. Jenis Penelitian ... 29

C. Teknik Pengumpulan Data ... 30

D. Teknik Analisis Data ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 32

A. Deskripsi Data ... 32

B. Hasil Analisis ... 32

1. Tema ... 33

2. Tokoh dan Penokohan ... 36

3. Jenis Tokoh ... 73

4. Alur atau Plot ... 90

5. Latar atau Setting ... 97

6. Amanat ... 104

7. Hubungan Antarunsur ... 105

a. Tema dengan Tokoh ... 105

b. Tokoh dengan Alur ... 106

c. Tokoh dengan Latar ... 113

d. Tema dengan Latar ... 114


(15)

g. Amanat dengan Alur ... 115

h. Amanat dengan Latar ... 115

C. Pembahasan ... 115

BAB V PENUTUP ... 121

A. Kesimpulan ... 121

B. Implikasi ... 124

C. Saran ... 124

DAFTAR PUSTAKA ... 125

LAMPIRAN ... 127


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sastra adalah karya seni, karena itu ia mempunyai sifat yang sama

dengan karya seni yang lain, seperti seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan

lain-lain. Tujuannya pun sama yaitu untuk membantu manusia

menyingkapkan rahasia keadaanya untuk memberi makna pada eksistensinya.

Letak perbedaan dengan seni yang lain, adalah bahwa sastra memiliki aspek

bahasa. Sebuah karya sastra dapat dihargai karena dapat berguna bagi

kehidupan manusia. Artinya bahwa, dalam sebuah karya sastra

mengungkapkan berbagai pengalaman manusia agar manusia lain dapat

memetik pelajaran baik dari padanya (Sumardjo, 1984:14).

Jadi, karya sastra yang baik adalah karya sastra yang dapat

memberikan pengetahuan dan wawasan kepada pembacanya. Selain itu, karya

sastra merupakan sebuah struktur. Struktur di sini dimaksudkan bahwa karya

sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang di antara

unsur-unsurnya terjalin hubungan timbal-balik, saling menentukan. Jadi,

kesatuan unsur-unsur dalam sastra bukan hanya yang merupakan kumpulan

atau tumpukan-tumpukan hal-hal atau benda-benda yang berdiri sendiri

melainkan saling terikat, berkaitan, dan saling bergantung (Pradopo,


(17)

Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang memiliki

unsur-unsur pembangun yang kemudian secara bersama-sama membentuk sebuah

totalitas. Unsur-unsur tersebut adalah unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik.

Unsur intrinsik sebuah novel adalah unusr-unsur yang secara langsung turut

serta membangun jalan cerita. Unsur-unsur yang dimaksud adalah tema,

tokoh, penokohan, alur, latar atau setting dan amanat. Sedangkan unsur

ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada diluar karya itu, tetapi secara tidak

langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra

(Nurgiyantoro, 1995:23).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti dan

menganalisis struktur intrinsik khususnya tema, tokoh, penokohan, alur, latar

atau setting dan amanat yang terdapat dalam novel yang berjudul Do’a Anak

Jalanan karya Ma’mun Affany. Novel Do’a Anak Jalanan menceritakan

tentang masalah hidup dan kehidupan sosial tiga anak kecil yang bernama

Dina, Adib dan Cindy. Mereka harus menjadi anak jalanan dalam pengasuhan

Abang (orang yang menampung ketiganya). Kehidupan mereka sangat jauh

dari kata bahagia karena mereka harus membanting tulang mencari uang

untuk menyambung hidup. Namun dibalik kehidupan mereka yang pahit,

mereka bertiga tetap semangat untuk bersekolah. Banyak tantangan,

kesulitan, dan hambatan yang selalu mereka alami hingga akhirnya Adib

harus melakukan pembunuhan terhadap Abang. Adib akhirnya hidup di

penjara, namun Dina dan Cindy tetap melanjutkan hidup mereka di Jawa


(18)

Novel Do’a Anak Jalanan menarik untuk diteliti dan dianalisis

struktur intrinsik, karena bahasanya lugas dan mudah dimengerti. Selain itu,

jalan cerita novel Do’a Anak Jalanan sangat relevan dengan kenyataan hidup

yang terjadi di sekitar kita disaat sekarang karena problem atau masalah yang

dihadapi oleh ketiga anak tersebut banyak yang terjadi di lingkungan sosial

jaman sekarang.

Peneliti menganalisis struktur intrinsik dari novel khususnya tema,

tokoh, penokohan, alur, latar atau setting dan amanat pada novel Do’a Anak

Jalanan karya Ma’mun Affany. Peneliti menganalisis struktur intrinsik dalam

novel Do’a Anak Jalanan karena unsur-unsur tersebut saling berkaitan

membangun jalan cerita dalam novel.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti merumuskan masalah

penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimanakah analisis tema, tokoh, penokohan, alur, latar atau setting dan

amanat dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany?

2. Bagaimanakah hubungan tema, tokoh, penokohan, alur, latar atau setting

dan amanat dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany

berdasarkan kajian struktural?

C. Tujuan Penelitian


(19)

1. Mendeskripsikan hubungan tema, tokoh, penokohan, alur, latar atau

setting dan amanat dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun

Affany berdasarkan kajian struktural.

2. Mendeskripsikan hubungan tema, tokoh, penokohan, alur, latar atau

setting dan amanat dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun

Affany berdasarkan kajian struktural.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai aspek,

yakni :

1. Dari segi teori, penelitian ini bermanfaat untuk memberi wahana atau

wawasan mengenai unsur-unsur intrinsik dalam novel, meningkatkan studi

kritik sastra, khususnya bidang struktural.

2. Dari segi praktis, penelitian ini mengembangkan apresiasi terhadap karya

sastra karya Ma’mun Affany khususnya novel Do’a Anak Jalanan dan

menambah koleksi penelitian mengenai tema, tokoh, penokohan, alur, latar

atau setting dan amanat berdasarkan kajian struktural.

E. Batasan Istilah

Berikut ini akan disajikan istilah atau konsep untuk menghindarkan


(20)

Struktural, (4) Tema, (5) Tokoh, (6) Penokohan, (7) Alur (8), Latar, (9)

Amanat.

1. Sastra

Menurut Wellek dan Warren (1993), sastra adalah suatu kegiatan

kreatif, sederetan karya seni.

2. Novel

Novel adalah cerita yang berbentuk prosa dalam ukuran yang panjang dan

luas (Sumardjo, 1984:66).

3. Kajian Struktural

Struktural karya sastra adalah hubungan antar unsur (intrinsik) yang

bersifat timbal balik, saling mempengaruhi, yang secara bersama

membentuk satu kesatuan yang utuh (Nurgiyantoro, 1995:36). Sesuai

dengan namanya, pendekatan struktural memandang dan memahami karya

sastra dari segi struktur karya sastra itu sendiri. Karya sastra dipandang

sebagai sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, bebas dari pengarang,

realitas, maupun pembaca (Teeuw dalam Wiyatmi, 2006:89). Menurut

Sujiman, karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena

itu, untuk dapat memahaminya haruslah karya tersebut dianalisis yang

mengatakan bahwa antara tokoh, alur, dan tema itu saling kait mengait.

Unsur-unsur itu tidak bisa berdiri sendiri. Ada interaksi antara unsur-unsur

itu (Sudjiman, 1995:145).

4. Tema


(21)

singkat : makna cerita. Menurut KKBI (2005:1164) tema adalah pokok

pikiran, dasar cerita (yang dipercayakan, dipakai sebagai dasar mengarang,

mengubah sajak, dsb).

5. Tokoh

Menurut Abrams via Nurgiyantoro (1995:165) tokoh cerita adalah

orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh

pembaca ditafsirkan memiliki moral dan kecenderungan tertentu seperti

yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

6. Penokohan

Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh

(Sudjiman, 1988:23).

7. Alur

Alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap

kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu

disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain

(Nurgiyantoro, 1995:113).

8. Latar atau setting

Latar atau setting menunjukkan pada pengertian tempat, hubungan waktu,

dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang

diceritakan (Abrams via Nurgiyantoro, 1995:216).

9. Amanat

Menurut KBBI (2005:30) amanat adalah pesan yang ingin disampaikan


(22)

F. Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian dari penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut.

Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, sistematika

penyajian. Bab II terdiri dari penelitian terdahulu yang relevan dan landasan

teori. Bab III terdiri dari sumber data, jenis penelitian, teknik pengumpulan

data, dan teknik analisis data. Bab IV terdiri dari deskripsi data, hasil analisis


(23)

BAB II LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian terdahulu yang relevan adalah sebagai berikut : Pertama,

penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Subhan (2009) dengan judul

Analisis Struktur Novel Durjana Tama. Hasil analisis dari penelitian ini yaitu

novel ini meneliti unsure intrinsik dalam novel khususnya tokoh, penokohan,

alur, latar, dan tema. Tokoh yang terdapat dalam novel ini ada dua yaitu

tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama dalam novel ini adalah Bejo

Santoso dan tokoh tambahannya adalah Pak Uposonto, Sulastini

Hartohartoko, Pujo, Guritno, Sujadi Himodigdoyo, Bu Bei Projodigjoyo, Pak

Bei Projodigjoyo, dan Bu Setro. Alur dalam novel ini terdapat tiga tahapan

yaitu tahap awal, tengah, dan akhir. Latar dalam novel ini meliputi latar fisik,

latar sosial, dan latar batin. Selain itu, novel yang berjudul Durjana Tama

memiliki tema Mistik, Wangsit, dan Malam Selasa Kliwon.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Tuslianingsih (2010) dengan

judul Analisis Unsur Intrinsik Novel Rahasia Meede Karya E.S.Ito dan Novel

The Davinci Code Karya Dan Brown Sebuah Perbandingan. Hasil analisis

dari penelitian ini yaitu kajian unsur intrinsik yang meliputi perbandingan

sudut pandang dan pengisahan, alur dan pengaluran, tokoh dan penokohan,

tema, dan analisis keterpengangaruhan antara novel Rahasia Meede dan novel


(24)

ada tidaknya pengaruh novel The Davinci Code terhadap novel Rahasia

Meede berdasarkan banyak persamaan unsur intrinsik dalam kedua novel

tersebut.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Harjanti, Y.D.O. Dian (2006) dengan judul Unsur-unsur Intrinsik Novel Memoar Seorang Geisha Karya Arthur Golden serta Implementasinya dalam Pembelajarannya di SMA. Hasil

analisis dari penelitian ini yaitu perjuangan diskriminasi gender. Tokoh dalam

novel Memoar Seorang Geisha yaitu Sayuri, Mameha, Hatsumomo, Nabu

dan Ketua. Alur dalam novel ini bersifat kronologis atau alur maju. Latar

dalam novel ini meliputi latar waktu, latar tempat dan latar sosial. Selain itu,

penelitian novel ini dapat diimplementasikan dalam pelajaran sastra di SMA.

Penelitian tentang novel yang berjudul Do’a Anak Jalanan karya

Ma’mun Affany belum pernah dilakukan, bahkan peneliti belum menemukan

penelitian yang membahas mengenai novel ini dengan menggunakan kajian

atau pendekatan struktural. Oleh karena itu, peneliti memilih novel Do’a

Anak Jalanan karya Ma’mun Affany dengan menggunakan kajian struktural.

B. Landasan Teori 1. Sastra

Pengertian sastra menurut Wellek dan Warren (1993), sastra

adalah suatu kegiatan kreatif, sederetan karya seni. Sastra menyajikan

kehidupan dan sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial walaupun karya


(25)

via Budianta, 19993:103). Luxemburg (1984:15) berpendapat bahwa sastra

memang mencerminkan kenyataan. Menurut KBBI (2005:1272) sastra

adalah bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab

(bukan bahasa sehari-hari).

Menurut Sumardjo dan K.M (1987:1) sastra didefinisikan sebagai

karya dan kegiatan seni yang berhubungan dengan ekspresi dan

penciptaan. Sastra memiliki fungsi sebagai penghalus budi pekerti,

peningkatan kepekaan, rasa kemanusiaan atau kepedulian sosial

penumbuhan apresiasi budaya dan penyaluran gagasan, imajinasi dan

ekspresi secara kreatif dan konstruktif, baik secara lisan maupun tertulis.

Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks.

2. Pengertian Novel

Novel adalah cerita yang berbentuk prosa dalam ukuran yang

panjang dan luas (Sumardjo, 1984:66). Novel merupakan salah satu bentuk

sastra yang memiliki unsur-unsur pembangun yang kemudian secara

bersama-sama membentuk totalitas. Menurut KBBI (2005:1003) novel

adalah karangan prosa yang panjang yang mengandung rangkaian cerita

kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan

menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Unsur-unsur tersebut adalah

unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik sebuah novel adalah

unsur-unsur yang secara langsung membangun sebuah cerita. Kepaduan


(26)

Unsur-unsur yang dimaksud adalah tema, tokoh, penokohan, alur, latar,

dan amanat. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada diluar

karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau

sistem organisme karya sastra (Nurgiyantoro, 1995:23). Unsur ekstrinsik

yang dimaksud meliputi unsur religi, sosial, moral, politik, kebudayaan,

ekonomi, pendidikan, sejarah, dan lainnya.

3. Kajian Struktural

Struktural karya sastra adalah hubungan antar unsure (intrinsik)

yang bersifat timbal balik, saling mempengaruhi, yang secara bersama

membentuk satu kesatuan yang utuh (Nurgiyantoro, 1995:36). Sesuai

dengan namanya, pendekatan struktural memandang dan memahami karya

sastra dari segi struktur karya sastra itu sendiri. Karya sastra dipandang

sebagai sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, bebas dari pengarang,

realitas, maupun pembaca (Teeuw dalam Wiyatmi, 2006:89). Karya sastra

adalah sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk dapat

memahaminya haruslah karya tersebut dianalisis (Hill, 1966:6 via

Pradopo, 1995:108).

Teori struktural adalah suatu disiplin ilmu yang memandang karya

sastra sebagai suatu struktur yang terdiri atas beberapa unsur yang saling

berkaitan antara satu dengan yang lainnya (Sangidu, 2004:16). Pendekatan

struktural berusaha untuk objektif dan analisis bertujuan untuk melihat


(27)

itu amat bergantung kepada nilai komponen-komponen yang ikut terlibat

di dalamnya (Semi, 1993:68).

Pendapat itu telah diperkuat oleh pendapat Sujiman yang

mengatakan bahwa antara tokoh, alur, dan tema itu saling kait mengait.

Unsur-unsur itu tidak bisa berdiri sendiri, ada interaksi antara unsur-unsur

itu (Sudjiman, 1995:145).

Struktur disini dalam arti bahwa novel itu merupakan susunan

unsur-unsur bersistem yang antar unsur-unsurnya terjalin hubungan

timbal-balik, saling menentukan, oleh karena itu unsur-unsur dalam novel

bukan hanya berupa kumpulan atau tumpukan hal-hal yang berdiri sendiri,

melainkan hal yang saling terkait, saling berkaitan dan saling bergantung

(Pradopo, 1987:18).

Struktural dalam penelitian sastra memusatkan perhatiannya pada

elemen atau unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Elemen

itu disebut unsur intrinsik, yaitu unsur yang membangun karya sastra itu

sendiri. Unsur-unsur itu menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya

sastra. Abrams (via Nurgiyantoro, 1994:36) menjelaskan bahwa struktur

karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan dan gambaran

semua bahan dan bagian yang menjadi satu komponen yang secara

bersama membentuk kebulatan yang indah.

Analisis struktural merupakan salah satu kajian kesusastraan yang

menitikberatkan pada hubungan antar unsur pembangun karya sastra.


(28)

penokohan, alur,latar atau setting¸ pusat pengisahan dan sebagainya.

Struktur novel atau cerpen yang dibangun dari sejumlah unsur akan saling

berhubungan secara saling menentukan sehingga menyebabkan novel atau

cerpen tersebut menjadi sebuah karya sastra yang hidup. Dalam penelitian

ini yang akan dianalisis oleh peneliti adalah tema, tokoh, penokohan,

alur, latar, amanat dan hubungan antarunsur intrinsik.

a. Tema

Tema adalah gagasan, atau pilihan utama yang mendasari suatu

karya sastra (Sudjiman, 1988:50). Sudjiman berpendapat bahwa tema

didukung oleh pelukisan latar, didalam karya yang lain tersirat didalam

lakuan tokoh atau di dalam penokohan. Tema bahkan dapat menjadi

faktor yang mengikat peristiwa-peristiwa di dalam satu alur (Sudjiman,

1991:51).

Selain itu, Sumardjo dan Saini (1986:56) mendefinisikan tema

adalah ide sebuah cerita. Pengarang dalam menuliskan sebuah cerita

tidak hanya sekedar bercerita, tapi hendaknya menyampakan sesuatu

kepada pembacanya. Nurgiyantoro (1995:68) mengatakan bahwa tema

dalam banyak hal bersifat mengikat kehadiran atau ketidakhadiran

peristiwa, konflik, situasi tertentu termasuk unsur intrinsik yang lain

karena hal-hal tersebut haruslah bersifat mendukung kejelasan tema

yang ingin disampaikan. Tema memiliki fungsi untuk menyatukan


(29)

respon pengarang terhadap pengalaman hubungan totalnya dengan jagat

raya (Wiyatmi, 2006:43).

Ada banyak penggolongan dan klasifikasi tentang tema.

Penelitian ini akan menyoroti klasifikasi tema menurut Shipley dalam

bukunya Dictionary of World Literature.

Menurut Shipley, terdapat lima tingkatan penggolongan tema

yaitu :

1) Tema Tingkat Fisik

Manusia sebagai molekul utama man as molecul atau fokus utama

dalam tema ini. Tema ini menunjukkan lebih banyaknya aktivitas

fisik daripada kejiwaan.

2) Tema Tingkat Organik

Manusia sebagai protoplasma man as protoplasm. Tema karya sastra

ini lebih mempersoalkan masalah seksualitas, suatu aktivitas yang

hanya dapat dilakukan oleh makhluk hidup.

3) Tema Tingkat Sosial

Manusia sebagai makhluk sosial man as socius. Kehidupan

masyarakat merupakan tempat aksi interaksinya manusia, sesama

dan dengan lingkungan alam. Objek pencarian tema ini adalah

banyaknya permasalahan, konflik, dan lain-lain.

4) Tema Tingkat Egoik

Tema tingkat egoik, manusia sebagai individu, man as individualism.


(30)

makhluk individu yang senantiasa menuntut pengakuan atas hak

individualitasnya. Dalam kedudukannya sebagai makhluk individu,

manusia pun mempunyai banyak pemasalahan dan konflik, misalnya

yang berwujud reaksi manusia terhadap masalah-masalah sosial yang

dihadapinya.

5) Tema Tingkat Divine

Manusia sebagai makhluk tingkat tinggi menjadi fokus dalam tingkat

ini. Karena yang menonjol dari tema ini adalah masalah hubungan

manusia dengan sang pencipta, masalah religiusitas, atau berbagai

masalah yang bersifat filosofis lainnya seperti pandangan hidup, visi,

misi dan keyakinan.

Untuk menemukan tema dalam sebuah cerita, maka harus

menyimpulkan dari setiap bagian-bagian dari karya tersebut misalnya

terdapat dalam setiap dialog. Tema dalam karya sastra letaknya

tersembunyi dan harus dicari sendiri oleh pembacanya (Sumardjo,

1984:58).

b. Tokoh

Tokoh adalah para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi

(Wiyatmi, 2006:30). Sedangkan menurut Sudjiman (1988:16) yang

dimaksud dengan tokoh adalah individu rekaan yang mengalami

peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh

dalam cerita biasanya berwujud manusia, binatang atau benda yang


(31)

Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap

para tokoh seperti ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada

kualitas pribadi seorang tokoh (Nurgiyantoro, 2000:165). Penokohan

atau karakter atau disebut juga perwatakan merupakan cara

penggambaran tentang tokoh melalui perilaku dan pencitraan. Panuti

Sudjiman mendefinisikan penokohan adalah penyajian watak tokoh dan

penciptaan citra tokoh (1992:23). Penokohan secara umum merupakan

cara pengarang untuk menampilkan watak para tokoh di dalam sebuah

cerita karena tanpa adanya tokoh, sebuah cerita tidak akan terbentuk.

Menurut Sumardjo (1997:65-66) untuk mengenal watak tokoh

dan penciptaan citra tokoh terdapat beberapa cara yaitu :

1) Melalui apa yang diperbuat oleh tokoh dan tindakan-tindakannya,

terutama sekali bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.

2) Melalui ucapan-ucapan yang dilontarkan tokoh.

3) Melalui penggambaran fisik tokoh, penggambaran bentuk tubuh,

wajah dan cara berpakaian, dari sini dapat ditarik sebuah

pendeskripsian penulis tentang tokoh cerita.

4) Melalui jalan pikirannya, terutama untuk mengetahui alasan-alasan

tindakannya.

5) Melalui penerangan langsung dari penulis tentang watak tokoh


(32)

Tokoh-tokoh dalam cerita mewakili fungsi tertentu. Menurut

Altendbernd dan Lewis (via Nurgiyantoro, 1995:178) membedakan

fungsi penampilannya tokoh digolongkan menjadi tiga yaitu tokoh

protagonis, tokoh antagonis, dan tokoh tambahan.

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya

dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling

banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai

kejadian (Nurgiyantoro, 1995:177).

Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah

satu jenisnya secara popular disebut hero, tokoh yang merupakan

pengejawataan norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita. Kriteria

yang digunakan untuk menentukan tokoh utama adalah intensitas

keterlibatan tokoh di dalam peristiwa-peristiwa yang membangun

cerita, bukan hanya frekuensi kemunculan tokoh di dalam cerita. Tokoh

antagonis adalah tokoh yang menyebabkan terjadinya konflik

(Nurgiyantoro, 1995:179).

Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali

atau beberapa kali dalam cerita, dan itupun mungkin dalam porsi

penceritaan yang relativ pendek (Nurgiyantoro, 1995:176).

Ada banyak penggolongan dan klasifikasi tentang tokoh.

Penelitian ini akan menyoroti klasifikasi tokoh menurut Burhan


(33)

c. Penokohan

Penokohan adalah penyajian tokoh dan pencitraan tokoh.

Tokoh-tokoh perlu digambarkan ciri-ciri lahir, sifat serta sikap-sikap

batinnya agar wataknya dapat dikenal oleh pembaca (Sudjiman,

1992:23). Penokohan ialah cara pandang melukiskan tokoh-tokoh

dalam cerita yang ditulisnya, Penokohan sekaligus menggambarkan

teknik perwujudan dan tokoh dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro,

1995:166).

Menurut Sudjiman (1992:23-26) terdapat empat metode dalam

penokohan, yaitu (1) metode langsung atau analitik, (2) metode tidak

langsung atau dramatik, (3) metode kontekstual dan (4) metode

campuran.

1) Metode langsung atau analitik adalah teknik pelukisan watak tokoh

dimana pengarang memaparkan saja watak tokoh dan dapat juga

menambah komentator tentang watak tersebut.

2) Metode tidak langsung atau dramatik adalah teknik pelukisan

watak tokoh dimana pengarang tidak memaparkan watak tokoh

secara langsung tetapi pembaca dapat menyimpulkan watak tokoh

tersebut dari pikiran, cakapan, lakuan tokoh yang disajikan

pengarang bahkan juga dari penampilan fisiknya serta dari

gambaran lingkunagn atau tempat tokoh.

3) Metode kontekstual adalah teknik pelukisan watak tokoh dilihat


(34)

4) Metode campuran atau kombinasi adalah campuran dua atau tiga

metode tersebut.

Penelitian ini menggunakan metode penokohan campuran.

Masalah penokohan dalam sebuah karya sastra tak semata-mata hanya

berhubungan dengan masalah pemilihan jenis dan perwatakan para

tokoh cerita saja,melainkan juga bagaimana melukiskan kehadiran dan

penghadirannya secara garis besar teknik pelukisan tokoh dalam suatu

karya sastra yang meliputi : pelukisan sifat, sikap, watak, tingkah laku

dan berbagai hal lain yang berhubungan dengan jati diri tokoh tersebut.

d. Alur

Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh

tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh

para pelaku dalam satu cerita. Istilah alur dalam hal ini sama dengan

plot maupun struktur cerita (Aminuddin, 1988:83).

Alur adalah peristiwa-peristiwa yang diurutkan yang

membangun tulang punggung cerita. Peristiwa-peristiwa tidak hanya

meliputi yang bersifat fisik seperti cakapan atau lakuan tetapi juga

termasuk perubahan sikap tokoh yang merubah nasib (Sudjiman,

1988:30).

Alur dalam karya sastra secara umum dapat dibedakan menjadi

tiga bagian yaitu awal, tengah, dan akhir. Bagian awal berisi eksposisi

yang mengandung instabilitas yang merangsang timbulnya konflik.


(35)

Bagian akhir mengandung penyelesaian atau pemecahan masalah

(Sayuti via Wiyatmi, 2006:37).

Panuti Sudjiman (1988:30-36) membagi struktur umum alur

menjadi delapan bagian yaitu paparan (Exposition), rangsangan

(Inciting moment), gawatan (Rising action), tikaian (Conflict), rumitan

(Complication), klimaks (Climacs), leraian (Falling action), dan

selesaian (Denoument).

1) Paparan (Exposition) adalah penyampaian informasi kepada

pembaca. Paparan merupakan fungsi utama awal suatu cerita. Pada

tahap ini, berfungsi untuk memancing rasa ingin tahu pembaca.

2) Rangsangan (Inciting moment) adalah peristiwa yang mengawali

timbulnya gawatan. Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya

seorang tokoh baru sebagai katalisator.

3) Gawatan (Rising action) adalah tahapan yang ditimbulkan oleh

rangsangan.

4) Tikaian (Conflict) adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat

adanya dua kekuatan yang bertentangan (protagonis dan antagonis).

5) Rumitan (Complication) adalah perkembangan dari gejala awal

tikaian menuju klimaks.

6) Klimaks (Climax) adalah titik puncak cerita. Klimaks tercapai

apabila rumitan mencapai puncak kehebatannya.

7) Leraian (Falling action) adalah tahap yang menunjukkan peristiwa


(36)

8) Selesaian (Denoument) adalah bagian akhir atau penutup cerita.

e. Latar atau setting

Latar atau setting menunjukkan pada pengertian tempat,

hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams via Nurgiyantoro, 1995:216).

Sudjiman juga berpendapat bahwa latar adalah segala keterangan

petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana

terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra.

Dalam fiksi latar dibedakan menjadi tiga macam, yaitu latar

tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat berkaitan dengan

masalah geografi, di lokasi mana peristiwa itu terjadi, di kota atau desa

apa, dan sebagainya. Latar waktu berkaitan dengan masalah waktu,

hari, jam maupun historis atau kisah sejarah. Latar sosial berkaitan

dengan hidup masyarakat (Sayuti viaWiyatmi, 2006:40). Terkadang

dalam sebuah cerita ditemukan latar yang banyak mempengaruhi

penokohan dan kadang membentuk tema. Pada banyak novel, latar

membentuk suasana emosional tokoh cerita, misalnya cuaca yang ada di

lingkungan tokoh memberi pengaruh terhadap perasaan tokoh cerita

tersebut.

Fungsi latar diantaranya memberi informasi situasi (ruang dan

tempat) sebagaimana adanya. Latar juga berfungsi sebagai proyeksi

keadaan batin para tokoh. Selain itu, latar dapat menjadi metafora dari


(37)

Menurut Nurgiyantoro (1995:227-234) latar dapat dibedakan

menjadi tiga unsur yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.

1) Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang

diceritakan dalam sebuah karya fiksi (Nurgiyantoro, 1995:227).

Deskripsi tempat secara teliti dan realistis sangat penting untuk

membuat pembaca terkesan seolah-olah hal yang diceritakan itu

sungguh-sungguh terjadi, yaitu tempat (dan waktu) seperti yang

diceritakan itu.

2) Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan

perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang

diceritakan dalamkarya fiksi (Nurgiyantoro, 1995:223). Latar sosial

dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, pandangan

hidup, cara berpikir, dan pola sikap tokoh. Disamping itu, latar

sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang

bersangkutan, misalnya kelas menengah, rendah, atau kelas atas.

3) Latar waktu berhubungan dengan masalah ‘kapan’ terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan pada sebuah karya fiksi.

Masalah ‘kapan’ tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu

faktual, fakta yang ada kaitannya atau dikaitkan dengan peristiwa

sejarah (Nurgiyantoro, 1995:230). Menurut Genette (via

Nurgiyantoro, 1995:231) masalah waktu dalam karya naratif dapat

bermakna ganda, disatu pihak menunjuk pada waktu dan ukuran


(38)

persepsi pembaca terhadap waktu sejarah kemudian digunakan oleh

pengarang untuk mencoba mengajak pembaca masuk dalam

suasana cerita. Pembaca berusaha memahami dan menikmati cerita

berdasarkan acuan waktu yang berasal dari luar cerita yang

bersangkutan.

f. Amanat

Amanat yang terdapat dalam karya sastra tertuang secara

implisit. Secara implisit artinya jika jalan keluar atau ajaran moral itu

disiratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang akhir cerita. Amanat

secara eksplisit artinya jika pengarang pada tengah atau akhir cerita

menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, larangan dan

sebagainya berkenaan dengan gagasan yang mendasari cerita

(Sudjiman, 1992:57-58).

Amanat merupakan kecenderungan dan keinginan pengarang

yang disalurkan melalui tokoh-tokoh ceritanya, biasanya amanat

mengesankan niat pengarang yang hendak menggurui pembaca.

Amanat atau pesan moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan

pengarang tentang bebagai hal yang berhubungan dengan masalah

kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan

(Nurgiyantoro, 1995:321). Amanat bisa berupa kata-kata mutiara,

firman, dan lainnya sebagai petunjuk untuk memberi nasihat. Amanat

merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dan merupakan bagian


(39)

Untuk menemukan sebuah amanat cerita, tidak cukup dengan

membaca dua atau tiga paragraf saja, melainkan harus membaca secara

keseluruhan isi ceritanya. Pesan tersebut dapat disampaikan secara

langsung ataupun tersirat dari apa yang dialami para tokoh dalam kisah

tersebut.

4. Hubungan Tema, Tokoh, Alur, Latar, dan Amanat

Novel adalah cerita yang berbentuk prosa dalam ukuran yang

panjang dan luas (Sumardjo, 1984:66). Novel merupakan salah satu bentuk

sastra yang memiliki unsur-unsur pembangun yang kemudian secara

bersama-sama membentuk totalitas.

Unsur-unsur tersebut adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur

intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung

membangun sebuah cerita. Kepaduan antarberbagai unsur intrinsik inilah

yang membuat sebuah novel terwujud. Unsur-unsur yang dimaksud adalah

tema, tokoh, penokohan, alur, latar, dan amanat.

a. Tema dan unsur cerita lain

Tema dalam sebuah karya fiksi, hanya merupakan salah satu

dari sejumlah unsur pembangun cerita yang lain, yang secara bersama

membentuk sebuah kemenyeluruhan. Bahkan sebenarnya, eksistensi

tema itu sendiri amat bergantung dari berbagai unsur yang lain. Dengan

demikian, sebuah tema baru akan menjadi makna cerita jika ada dalam


(40)

memberi korelasi dan makna terhadap unsur cerita yang lain

(Nurgiyantoro, 1995:74).

b. Penokohan dan unsur cerita lain

Fiksi merupakan sebuah keseluruhan yang utuh dan memiliki

ciri artistik. Keutuhan dan keartistikan fiksi justru terletak pada

keterkaitan antarberbagai unsur pembangunnya. Penokohan sebagai

salah satu unsur pembangun fiksi dapat dikaji dan dianalisis

hubungannya dengan unsur-unsur pembangun yang lainnya.

1) Penokohan dan Pemplotan

Tokoh dan plot atau alur saling berkaitan satu sama lainnya.

Hal ini ditunjukkan dengan adanya pemunculan peristiwa dan

kejadian-kejadian yang ingin diungkapkan. Penokohan dan

pemplotan merupakan dua fakta dalam cerita yang saling

mempengaruhi dan menggantungkan satu dengan yang lain. Plot

atau alur adalah jalan cerita tentang apa yang dilakukan tokoh dan

apa yang menimpanya. Dalam hal ini, plot merupakan sarana untuk

memahami perjalanan kehidupan tokoh. Adanya kejadian demi

kejadian, ketegangan, konflik, dan sampai ke klimaks yang

notabene semuanya merupakan hal-hal esensial dalam plot hanya

mungkin terjadi jika ada pelakunya. Tokoh-tokoh cerita itulah yang

sebagai pelaku sekaligus penderita kejadian, dan karenanya

penentu perkembangan plot. Bahkan sebenarnya, plot tak lain dari


(41)

berperilaku, maupun bertindak, baik secara verbal maupun non

verbal (Nurgiyantoro, 1955:173).

2) Penokohan dan Tema

Penokohan dan tema memiliki hubungan yang erat.

Tokoh-tokoh cerita merupakan pelaku dalam tema, secara terselubung

maupun terang-terangan. Adanya perbedaan tema dapat

menyebabkan perbedaan pemerlakuan tokoh cerita yang ditugaskan

menyampaikannya. Tema umumnya tidak dinyatakan secara

eksplisit, hal itu berarti pembacalah yang bertugas menafsirkannya.

Usaha penafsiran tema antara lain dapat dilakukan melalui detil

kejadian atau konflik yang dialami, ditimbulkan, atau ditimpakan

kepada tokoh utama. Usaha penafsiran tema haruslah dilacak dari

apa yang dilakukan, dipikirkan, dan dirasakan, atau apa yang

ditimpakan kepada tokoh (Nurgiyantoro, 1995:173).

c. Latar dan Unsur Cerita Lain

Latar sebuah karya yang sekedar berupa penyebutan tempat,

waktu, dan hubungan sosial tertentu secara umum, artinya bersifat

netral, pada umumnya tak banyak berperan dalam pengembangan cerita

secara keseluruhan. Hal itu berarti bahwa latar tersebut kurang

berpengaruh terhadap unsur-unsur fiksi yang lain, khususnya alur dan

tokoh. Sebaliknya, latar yang mendapat penekanan, yang dilengkapi

dengan sifat-sifat khasnya, akan sangat mempengaruhi dalam hal


(42)

Latar dengan pengaluran mempunyai hubungan yang erat dan bersifat

timbal balik. Sifat-sifat latar, dalam banyak hal akan mempengaruhi

sifat-sifat tokoh. Bahkan, tak berlebihan jika di katakan bahwa sifat

seseorang akan di bentuk oleh keadaan latarnya (Nurgiyantoro,

1995:225).

Penokohan dan pengaluran memang tidak banyak ditentukan

oleh latar, namun setidaknya peranan latar harus di perhitungkan. Jika

terjadi ketidakseimbangan antara latar dan penokohan cerita akan

menjadi kurang wajar, kurang meyakinkan. Latar dalam kaitannya

dengan hubungan waktu, langsung tidak langsung akan berpengaruh

terhadap cerita, khususnya waktu yang di kaitkan dengan unsur

kesejarahan. Peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi, jika ada

hubungannya dengan peristiwa sejarah, harus tidak bertentangan

dengan kenyataan cerita sejarah itu. Jika terjadi ketidaksesuaian, cerita

tidak menjadi masuk akal, dan terjadilah apa yang disebut anakronisme

(Nurgiyantoro, 1995:226).

Latar juga mempunyai hubungan dengan tema. Latar merupakan

tempat, saat dan keadaan sosial yang menjadi wadah tempat tokoh

melakukan dan di kenai sesuatu kejadian. Latar bersifat memberikan

“aturan” permainan terhadap tokoh. Latar akan mempengaruhi

pemilihan tema. Atau sebaliknya, tema yang sudah di pilih akan

menuntut pemilihan latar dan mampu mendukung cerita. (Nurgiyantoro,


(43)

d. Amanat dan Tema

Amanat atau pesan moral merupakan petunjuk yang sengaja

diberikan pengarang tentang bebagai hal yang berhubungan dengan

masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun

pergaulan (Nurgiyantoro, 1995:321). Amanat memiliki hubungan

dengan tema. Amanat dapat menyampaikan tema yang bersifat eksplisit

atau tersirat.

e. Amanat dan Tokoh

Tokoh dan amanat berkaitan erat. Tokoh dapat menyampaikan

amanat di dalam cerita melalui perwatakan, sikap, tindak tutur, dan atau

pencitraannya.

f. Amanat dan Alur

Alur merupakan jalan cerita dalam novel. Di dalam alur, banyak

ditemukan peristiwa, kejadian, konflik dan klimaks. Artinya, melalui

rangkaian alur dalam cerita, pembaca dapat menemukan amanat yang

tersirat maupun tersurat.

g. Amanat dan Latar

Latar tempat, waktu dan sosial yang dilibatkan di dalam cerita

bukan hanya sekedar memberikan informasi situasi (ruang dan tempat)

melainkan juga sebagai suatu gambaran keadaan batin dan emosional

tokoh. Melalui pelataran yang bersifat konkrit atau nyata, pembaca


(44)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Sumber Data

Sumber data dari penelitian yang berjudul Analisis Struktural dalam

novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany adalah sebagai berikut :

Judul Buku : Do’a Anak Jalanan

Pengarang : Ma;mun Affany

Tebal Buku : 152 halaman

Tahun Terbit : 2013

Penerbit : Sofia Publishing House bekerja sama dengan Penerbit

Affany.

B. Jenis Penelitian

Penelitian yang berjudul Analisis Struktural dalam novel Do’a Anak

Jalanan karya Ma’mun Affany ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif.

Penelitian deskriptif adalah penelitian dengan data yang dikumpulkan berupa

kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan

penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran

penyajian laporan tersebut (Moleong, 1989:7). Penelitian kualitatif adalah

prosedur penelitian penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati


(45)

intrinsik khususnya tema, tokoh, penokohan, alur, latar dan amanat serta

hubungan antarunsur yang terdapat dalam novel Do’a Annak Jalanan karya

Ma’mun Affany.

Menurut Surakhmad (1982:140) menguraikan ciri-ciri metode

deskriptif sebagai berikut :

1. Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa

sekarang, masalah-masalah yang aktual.

2. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan kemudian

dianalisis.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pustaka.

Teknik pustaka adalah teknik yang menggunakan sumber-sumber tertulis

untuk memperoleh data. Sumber tertulis dapat berwujud majalah, surat kabar,

karya sastra, buku acuan umum, karya ilmiah, buku perundang-undangan

(Subroto, 1992:124). Sedangkan menurut Moleong (1989:124) sumber

tertulis dapat dibagi atas buku, majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen

pribadi, dan dokumen resmi. Sumber-sumber tersebut biasanya dapat

ditemukan di perpustakaan. Langkah awal yang digunakan dalam penelitian

ini ada dua yaitu menyimak dan mencatat. Peneliti menyimak langsung teks

sastra yang telah dipilih sebagai bahan penelitian. Menyimak bertujuan untuk

mencatat hal-hal yang dianggap sesuai dan mendukung penulis dalam


(46)

dari teknik simak. Hasil pengumpulan data yang diperoleh yaitu berupa hasil

kajian atau analisis unsur-unsur intrinsik serta hubungan antarunsur tersebut.

Sumber tertulis penelitian ini yaitu novel Do’a Anak Jalanan.

D. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data

ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan

tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan data

(Moleong, 1989:112). Analisis yang digunakan dalam penelitian yang

berjudul Analisis Struktural dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun

Affany adalah analisis deskripsi. Langkah pertama dalam kegiatan analisis

adalah menganalisis unsur-unsur yang terdapat di dalam novel. Unsur-unsur

yang dianalisis adalah tema, tokoh, penokohan, alur, latar, dan amanat. Hasil

analisis tersebut digunakan sebagai dasar untuk menganalisis hubungan antar

unsur tema, tokoh, penokohan, alur, latar, dan amanat dalam novel Do’a Anak


(47)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Dalam bab ini, penulis akan memaparkan hasil penelitian yaitu (1)

analisis unsur-unsur intrinsik novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun

Affany. Unsur-unsur intrinsik tersebut antara lain tema, tokoh, penokohan,

alur, latar atau setting, dan amanat. Dalam penelitian ini hanya menekankan

pada keenam unsur tersebut yang paling menonjol di dalam novel.

Unsur-unsur intrinsik ini akan membantu penulis dalam memahami isi dan sebagai

dasar untuk menganalisis hubungan antarunsur dalam novel tersebut. (2)

analisis hubungan antarunsur intrinsik (tema, tokoh, penokohan, alur, latar,

dan amanat) dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany.

Novel yang akan dianalisis dalam penelitian ini berjudul Do’a Anak

Jalanan karya Ma’mun Affany. Novel ini terdiri dari 152 halaman dan

diterbitkan oleh Sofia Publishing House dan bekerja sama dengan Penerbit

Affany. Sinopsis dari novel Do’a Anak Jalanan terdapat di dalam lampiran

halaman 127.

B. Hasil Analisis

Hasil analisis yang ditemukan dalam novel Do’a Anak Jalanan karya


(48)

1. Tema

Tema adalah gagasan, atau pilihan utama yang mendasari suatu

karya sastra (Sudjiman, 1988:50). Sudjiman berpendapat bahwa tema

didukung oleh pelukisan latar, di dalam karya yang lain tersirat di dalam

lakuan tokoh atau di dalam penokohan. Tema bahkan dapat menjadi

faktor yang mengikat peristiwa-peristiwa di dalam satu alur (Sudjiman,

1991:51).

Nurgiyantoro (1995:68) mengatakan bahwa tema dalam banyak hal

bersifat mengikat kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik, situasi

tertentu termasuk unsur intrinsik yang lain karena hal-hal tersebut haruslah

bersifat mendukung kejelasan tema yang ingin disampaikan. Tema

memiliki fungsi untuk menyatukan unsur-unsur lainnya, selain itu juga

berfungsi untuk melayani visi atau respon pengarang terhadap pengalaman

hubungan totalnya dengan jagat raya (Wiyatmi, 2006:43).

Tema yang terkandung dalam novel Do’a Anak Jalanan adalah

perjuangan tiga anak kecil yang bernama Dina, Adib dan Cindy dalam

menjalani hidup sebagai pengamen namun tetap semangat untuk

bersekolah. Kutipan yang mendukung pernyataan diatas adalah sebagai

berikut :

Hanya satu asa yang ingin mereka raih, mereka bisa lepas dari kehidupan yang mereka jalani sekarang. Mereka harus berjuang demi meraih cita-cita dan masa depan yang lebih baik (Do’a hlm. 5).

Keadaan bukanlah alasan untuk tak meraih masa depan, karena hidup hanya sekali dan harus dilewati (Do’a hlm. 128).


(49)

a. Tema menurut Shipley

Tema dalam novel Do’a Anak Jalanan berdasarkan tingkatan

tema menurut Shipley adalah sebagai berikut :

1) Tema Tingkat Fisik

Manusia sebagai molekul utama man as molecul atau fokus

utama dalam tema ini. Tema ini menunjukkan lebih banyaknya

aktivitas fisik daripada kejiwaan, ia lebih menekankan pada

mobilitas fisik daripada konflik kejiwaan tokoh cerita yang

bersangkutan. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah

sebagai berikut :

Mereka bertiga berdiri di tepi jalan, menenteng gitar untuk mencari uang. Mereka tak pernah lelah untuk berlari, naik turun bis. Setiap hari, aktivitas itu yang selalu mereka lakukan. Mereka tak peduli dengan lelah dan penat (Do’a hlm. 104).

2) Tema Tingkat Organik

Manusia sebagai protoplasma man as protoplasm. Tema

karya sastra ini lebih mempersoalkan masalah seksualitas, suatu

aktivitas yang hanya dapat dilakukan oleh makhluk hidup. Di dalam

novel Do’a Anak Jalanan ini tidak memuat persoalan atau masalah

seksualitas.

3) Tema Tingkat Sosial

Tema pada tingkatan ini mengambil kehidupan dalam

masyrakat, yang merupakan tempat aksi-interaksinya manusia

dengan sesama dan dengan lingkungan alam. Dalam kehidupan


(50)

sosial dalam cerita ini yaitu mengenai perjuangan hidup anak kecil

dan masalah pendidikan.

Hal tersebut dapat diketahui dari cerita yang menceritakan

perjalanan hidup tiga anak kecil yang bernama Dina, Adib, dan

Cindy. Mereka bekerja sebagai pengamen dan diadopsi oleh seorang

preman bernama Suratman atau yang biasa dipanggil Abang oleh

ketiganya. Kehidupan yang sederhana dan tertekan akibat siksaan

Abang membuat mereka harus bekerja keras demi menyambung

hidup. Namun mereka tetap mengutamakan belajar dan sekolah.

Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai

berikut :

Bertiga hidup bersama Suratman di dekat terminal kampong Rambutan, di sebuah rumah kontrakan. Dina, Adib, dan Cindy memang harus bersekolah, mereka sudah berniat dari awal, setidaknya mereka tidak bodoh meski hidup di jalanan (Do’a hlm. 9).

4) Tema Tingkat Egoik

Tema tingkat egoik, manusia sebagai individu, man as

individualism. Disamping sebagai makhluk sosial, manusia sekaligus

juga sebagai makhluk individu yang senantiasa menuntut pengakuan

atas hak individualitasnya. Dalam kedudukannya sebagai makhluk

individu, manusia pun mempunyai banyak pemasalahan dan konflik,

misalnya yang berwujud reaksi manusia terhadap masalah-masalah

sosial yang dihadapinya. Kutipan yang mendukung pernyataan diatas


(51)

Dina ingin memulai hidup baru yang lebih baik. Walaupun tanpa Adib, ia akan berusaha menghidupi dirinya dan Cindy dengan usahanya sendiri. Ia yakin akan ada kebahagiaan untuk mereka (Do’a hlm. 142).

5) Tema Tingkat Divine

Manusia sebagai makhluk tingkat tinggi menjadi fokus dalam

tingkat ini. Karena yang menonjol dari tema ini adalah masalah

hubungan manusia dengan sang pencipta, masalah religiusitas, atau

berbagai masalah yang bersifat filosofis lainnya seperti pandangan

hidup, visi, misi dan keyakinan.

Keadaan bukanlah alasan untuk tak meraih masa depan, karena hidup hanya sekali dan harus dilewati walaupun berat tantangannya (Do’a hlm. 140).

2. Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau

berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1988:16).

Menurut Abrams via Nurgiyantoro (1995: 65) tokoh cerita adalah

orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh

pembaca ditafsirkan memiliki moral dan kecenderungan tertentu seperti

yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Tokoh yang terdapat dalam novel Do’a Anak Jalanan terdiri dari enam

belas tokoh yaitu Dina, Adib, Cindy, Suratman (Abang), Kepala Sekolah,

Maya, Safira, Hanna, Fatimah, Ibu Ana, Ibu Winda, Ibu Hanna, Bibi,

Madya, Putri, dan Preman. Watak atau penokohan dari keenam belas


(52)

a. Dina

Namanya Dina, Dina Sanjani umurnya sudah 17 tahun, meski ia

baru kelas sembilan, Dina sering berhenti sekolah. Tubuhnya tergolong

tinggi bila dibandingkan dengan anak-anak seusianya, 165 cm, kulit

sebenarnya kuning langsat, tapi tertutup debu jalanan menjadi

kecoklatan, matanya tak istimewa, bibirnya sederhana, sedikit ciut,

dagunya lancip, hidungnya tak begitu mancung, tapi bukan pesek,

parasnya bergaya oriental, tubuhnya, tak seksi, namun kesatuan

semuanya membuat setiap pemuja kecantikan akan memalingkan

wajah sejenak untuk dirinya. Dina adalah seorang anak pengamen yang

tinggal di sebuah kontrakan dekat terminal kampong rambutan, Jakarta.

Sedari kecil, Ia terlahir di panti asuhan, saat lima tahun ada seorang

bapak yang mengadopsinya, Suratman. Waktu itu Dina bahagia sekali,

tapi kebahagiaan yang Dina alami ternyata palsu, ia hanya diajari

bermain gitar, diajari menyanyi, dijadikan pengamen di jalan, sudah dua

belas tahun Dina menjalani semua ini. Ia memiliki dua adik namun

bukan saudara sekandung yang bernama Adib dan Cindy. Bertiga

mereka berjuang dan bekerja keras demi bertahan hidup ditengah

kerasnya kota Jakarta.

Penokohan pada Dina dapat dilihat atau diketahui dari tingkah

laku, pemikirannya, dan percakapannya dengan tokoh-tokoh lain.

Uraian tokoh Dina adalah sebagai berikut :

1) Pekerja Keras


(53)

kegiatan ngamen di jalanan. Dina akan bekerja keras mengejar

setoran yang akan diberikan kepada Suratman yang biasa

dipanggilnya Abang. Hal ini dilakukan agar ia dan kedua adiknya

tidak mendapatkan penyiksaan dan perlakuan kasar dari Suratman.

Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai

berikut :

Setiap hari Dina tak bisa rasakan kebahagiaan seperti teman-teman yang lain, tak bisa tidur siang, setiap siang harus berpindah dari satu bis ke bis yang lain untuk menjajahkan suara emasnya, suara Dina memang bagus, tapi apalah artinya keindahan di jalanan, bila penumpang tahu pengamen akan bernyanyi lebih banyak yang berpaling muka keluar jendela, atau pura-pura tidur, mereka risih, tak ada harganya, pemberian uang juga lebih banyak karena rasa kasihan, tak banyak orang menghargai nyanyian yang didendangkan. Kalau sore, teman-teman sebayanya bermain di mall, jalan-jalan keliling kota, sudah sibuk berdandan selepas mandi, atau tidur nyenyak di kamar, tapi Dina dan kedua adiknya harus semangat-semangatnya memetik gitar menyambut para pekerja pulang dari kantor di bis, atau menyisir tepi jalan dari satu warung ke warung yang lain (Do’a hlm. 2-3).

Sikap pekerja keras Dina juga ditunjukkan ketika ia harus

ngamen sendirian tanpa Adib. Kutipan yang mendukung

pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut :

Dina naik satu kopaja, kali ini Dina bertopi, tanpa permisi berdiri menghadap penumpang bersandar punggung kursi dekat pintu, tanpa pamit Dina tepuk tangan, nyanyikan sebuah lagu dari Hijau Daun, “Setiap detik, engkau yang s’lalu menghantuiku” saat bernyanyi yang teringat di kepalanya hanya Adib, ia membayang Adib yang kini ada di penjara. Katanya akan menerima hukuman enam tahun penjara, ada yang mengatakan sepuluh tahun penjara, itu berarti akan lama menanti Adib keluar penjara kembali. (Do’a hlm. 126).

2) Penyayang

Sebagai anak tertua bagi kedua adiknya, Dina selalu


(54)

ditunjukkan saat percakapan antara Dina dan Maya. Kutipan yang

mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut :

“Kenapa kamu tak henti pandangi kedua adikmu?” Maya heran, Dina seperti memndam sesuatu dalam pandangan.

“Aku takut mereka jadi pencuri,” Dina berdo’a hal ini tak merasuki dua adiknya.

“Kenapa berkata seperti itu?”

“Mereka masih kecil, tapi sudah merasakan hidup terhimpit, aku selalu berusaha mengatakan untuk terus semangat, tapi aku takut mereka terpaksa melakukan untuk sekedar mengisi perut,” Dina tersenyum. “Jangan berpikir macam-macam Din,” Maya menghentikan ocehan Dina, mencoba mengalihkan pikiran, “Kau tidak tergoda untuk pacaran seperti yang lain?”

Dina tersenyum sinis, “Aku lebih baik pikirkan dua adikku, mereka terlalu berharga untukku. Sedikitpun aku tak memikirkan hal itu, tak penting.” “Kenapa mereka begitu berharga untukmu? Bukankah mereka bukan saudara kandungmu Din?”

“Aku tak punya keluarga, sejujurnya aku iri meliha torang yang berayah dan beribu, jalan bersama-sama, tapi semakin hari aku sadar, aku punya mereka berdua, merekalah keluargaku satu-satunya. Mereka sudah menganggapku sebagai kakak, juga ibu, seharusnya dari dulu aku bisa menyadari itu. Tapi rasanya baru kemarin aku tahu, hidup tak mungkin sendirian (Do’a hlm. 94-95).

Dina bagi Adib sudah dianggap seperti kakak. Dina pun

menyayangi Adib selayaknya adik kandungnya sendiri. Dina selalu

memberikan kasih sayang yang tulus kepada Adib. Kutipan yang

mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut :

Dina cepat mengambil air di satu botol Air minum, ia ingin membersihkan luka-luka adiknya, sedangkan Cindy terus berada di dekat Adib, mengusap pipinya, berusaha untuk tak menangis, meski si kecil tak kuat memandang lebam (Do’a hlm. 38-39).

Dina kembali dengan air satu gelas, lap kecil dari handuk, diusap di sekitar bibir Adib, bersihkan kening Adib. Cindy hanya bisa memandang, kadang memijat kaki Adib yang membujur diatas lantai (Do’a hlm. 39).

Selain sebagai kakak, Dina juga sudah dianggap Ibu oleh

Cindy. Cindy tak segan-segan memanggil Dina dengan sebutan


(55)

penyayang. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas

adalah sebagai berikut :

Dina akan mandi bersama Cindy, di kamar mandi 1 x 1 meter, mereka seperti anak dan ibu, kalau Cindy kedinginan saat air yang menyiram, ia akan memeluk kedua kaki Dina erat-erat. Adib pasti lebih awal selesai, tapi ia akan menunggu di depan pintu tempat Dina dan Cindy mandi bersama. Perlahan toilet umum mulai banyak dikunjungi, entah ibu-ibu penjual sayur di pasar pagi, atau supir angkot s 15 yang hendak mulai beroperasi (Do’a hlm. 8).

Sikap penyayang Dina, juga ditunjukkan saat Dina

membelikan Adib dan Cindy mangga dari uang lebih hasil ngamen.

Dina merasa bahagia ketika kedua adiknya dapat merasakan

kebahagiaan, walaupun hanya sedikit. Kutipan yang mendukung

pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut :

Kali ini Dina berkeliling dari satu tempat ke tempat yang lain, di bangku bis sebelum pintu belakang ada seorang berkaos, rambutnya pendek, kulitnya coklat bersih, cara berpakiannya rapi. Dina yakin dia anak orang kaya tapi entah kenapa tidak memakai mobil. Saat Dina menyodorkan tangan kanan, pemuda tersebut mengeluarkan uang dua puluh ribu dari dompetnya.

“Terimakasih Mas, terimakasih,” Dina menunduk, seumur dia hidup memeluk gitar, belum pernah ia menerima selembar uang dua puluh ribu, seolah di hadapannya malaikat untuk mereka bertiga.

Sebegitu senangnya Dina, saat turun tepat di pasar buah, tempat penjual buah ia belikan mangga, satu kilo lima ribu, berisi empat buah, ia bagikan satu persatu kepada Adib dan Cindy.

“Kenapa beli buah kak?” Adib bertanya.

“Ada yang memberi dua puluh ribu,” Dina tersenyum. “Kenapa tidak disimpan saja kak,” Adib bertanya lagi.

“Biar, supaya kita pernah merasakan makan buah mangga,” Dina beralasan. Mereka tidak mengupas dengan pisau, dengan gigi, tak ada rasa malu meski setiap orang yang lewat memperhatikan, saat macet ada satu angkot yang berhenti tepat di garis lurus dengan mereka, satu penumpang memperhatikan, Cindy hanya tersenyum, rasa malu dibuang meski mulut menguning belepotan. Adib paling lahap, Cindy paling susah makan, Dina hanya biarkan dua adiknya menikmati manisnya mangga (Do’a hlm. 89-91).

Sikap penyayang Dina, juga ditunjukkan saat Dina menjaga


(56)

mendapat penyiksaan dan pukulan dari Suratman. Dina selalu

berusaha agar kedua adiknya mendapatkan kasih sayang darinya,

walau dalam keadaan yang menyakitkan sekalipun. Kutipan yang

mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut :

Malam semakin larut, keheningan mulai menyeruput, Cindy sudah tergeletak dalm lelap tak berbantal perut Adib atau paha Dina, Cindy seperti kucing kedinginan, Dina merapikan rambutnya, terkadang Dina melipat handuk untuk dijadikan bantal mengganjal kepala Cindy. Dua gitar bersandar di pojok ruangan, nyamuk berdengung tak di rasakan termakan lelah yang membakar. Ketukan jarum jam terdengar, jarum pendek menunjukan angka sepuluh malam. Lampu kuning tak dimatikan, Dina dan Adib masih terjaga, duduk terpisah tubuh Cindy, memar di kepala Adib semakin tampak jelas. (Do’a hlm. 39-40).

3) Dewasa

Kerasnya hidup di jalanan membuat Dina harus selalu

berpikir dan bertindak dewasa. Kutipan yang mendukung

pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut :

Dina berdo’a dalam hatinya, semoga mereka yang menghinanya tidak merasakan seperti dirinya yang harus hidup di tengah tekanan, yang harus berjuang di tengah kesempitan, penyiksaan, yang harus terus bertahan dalam kisah penuh cita yang yang tak pernah mudah diwujudkan, Dina berdo’a cukup dirinya saja yang merasakan (Do’a hlm. 59).

4) Bertanggung Jawab

Sebagai Kakak dan Ibu bagi Adib dan Cindy, membuat

Dina harus memiliki sikap tanggung jawab yang penuh terhadap

mereka. Bagi Dina keselamatan Adib dan Cindy lah hal utama

yang harus selalu ia jaga. Kutipan yang mendukung pernyataan

tersebut diatas adalah sebagai berikut :


(57)

payah, mereka berdiri menanti kakaknya, Adib sudah berkaos, punggung sudah terikat bersama gitar, berdua mereka pandangi Dina yang berjalan sendirian, mereka berdua akan salami Dina dan mencium tangannya.

“Kakak ganti baju dulu,” Dina ke samping toilet mushola toilet terkunci rapat. Bertiga melangkah menuju jalan raya, Adib sembari berjalan memandang Dina, “Biar aku sendirian aja Kak yang ngamen, biar dapat banyak.”

Kali ini Dina melarang, “Hari ini kita sama-sama aja, jangan menjauh dari Kakak.” Dina merasa takut kalau Adib di ganggu oleh preman “Nanti dapatnya sedikit Kak,” Adib menyela, jalan sudah tampak,”Nanti…”

“Sudah tidak apa-apa,”Dina tak ingin membahas. (Do’a hlm. 86-87).

Tanggung jawab Dina selain menjaga Adib dan Cindy dari

gangguan lingkungan sosial, Dina pun harus bertanggung jawab

pada kehidupan mereka dari cengkraman Suratman. Hal itu

ditunjukkan dengan sikap tegas Dina membawa pergi Adib dan

Cindy menghindar dari Suratman dan menginap di rumah Maya.

Kutipan yang mendukung peryataan tersebut diatas adalah sebagai

berikut :

Dina berjalan sangat lambat sekali, buku tulisnya hanya dimasukkan ke dalam saku rok belakang, kepalanya menunduk, Safira dan Maya hanya memandangnya.

“Kamu kenapa Din?” Maya melihat Dina seperti terhimpit masalah besar.

“iya Din, katakan pada kita!” Safira setengah memaksa.

Dina teringat dua adiknya, teringat Adib, teringat Cindy, hanya mereka keluarga belahan hati Dina.

Dina menoleh ke arah Maya, “Boleh aku menginap di rumahmu?” “Boleh Din,” Maya sangat senang bisa membantu.

“Tapi aku bawa dua adikku,” Dina berharap malam ini dua adiknya bisa tertidur nyenyak.

“Tidak apa-apa,” Maya mengangguk.

Dina ingin malam ini ia bersama dua adiknya bisa tidur dalam lelap, Dina ingin melihat Adib dan Cindy tidur mendengkur atau berliur. Dina ingin mulai malam ini ia bisa lepas dari Suratman, mulai berlari entah sampai kapan, mulai bersembunyi meski satu hari akan kembali ditemukan. Ia merasa lelah, lelah sudah, sangat lelah. Ia sengaja tak memberitahu Adib dan Cindy jika nanti malam tak akan kembali ke Abang, mereka pasti akan khawatir, mereka pasti menolak, mereka pasti akan takut pukulan Suratman kembali mendarat, mungkin lebih keras lagi, mungkin lebih kejam, tapi Dina berpikir bahwa semua yang ia jalani bersama Suratman harus di akhiri.(Do’a hlm. 85-86).


(58)

5) Sabar

Disaat mereka bertiga hidup dalam sesaknya kemiskinan

dan penderitaan, Dina selalu berusaha untuk sabar dan tabah

menjalaninya. Dina percaya bahwa akan ada kebahagiaan untuk

mereka bertiga di suatu waktu nanti. Kutipan yang mendukung

peryataan tersebut diatas adalah sebagai berikut :

Memang Dina meyakini suatu hari semua akan berganti, akan ada kebahagiaan untuk mereka, tapi entah kapan. Dina terus berusaha untuk sabar dan tabah, yang ia bisa lakukan hanya terus berusaha sekuat tenaga mencari rejeki demi hidup yang lebih baik (Do’a hlm. 2-3).

6) Pemberani

Sikap berani Dina ditunjukkan saat ia mengambil satu

keputusan untuk menghindar dari Suratman dengan cara membawa

Adib dan Cindy menginap selama dua hari di rumah Maya.

Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai

berikut :

“Malam ini kita tidur di rumah teman kakak,” Dina membuka pembicaraan.

“Bagaimana dengan Abang?” Adib tahu balasan jika berlari tak kembali pada Abang. “Lupakan saja,” Dina menggenggam gagang gitar. “Maksud Kakak?” Adib mengerti, malam mulai datang.

“Mulai malam ini kita berlari dari Abang, Kakak harap kalian jangan takut.” “Dina berpesan,”Kita tidak bisa membayar uang ujian kalau tiap hari diminta Abang” (Do’a hlm. 91).

Sikap pemberani Dina juga ditunjukkan saat ia membela

Maya dan Safira yang diganggu oleh geng centil di kelas. Kutipan

yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut:

Entah mengapa tiba-tiba rambut Maya dijambak Madya, kontan kepala Maya seolah tersangkut, seperti ranting yang ditarik, siswi yang lain mulai ketakutan, meremas tas, Maya mengerang, “Aaaa!!!” laki-laki


(59)

Dina, ia langsung berdiri menarik tangan Madya melayangkan satu tamparan keras, “Plak!!!”

Dina bukan wanita biasa, Dina sudah akrab dengan pukulan Abang, sudah kenyang dengan tamparan, dengan sabetan, darah sudah sering keluar dari kulitnya, tapi yang melihat justru senang, mereka mengharap ada yang memberi pelajaran untuk geng centil, laki-laki mulai mundur kembali, guru kebetulan tak juga datang.

Dina tatap dalam-dalam mata Madya, Putri pun canggung bergerak, Madya kesakitan, ia ingin membalas, ia layangkan tangan, tapi Dina sudah terbiasa, ia tangkap dengan tangan kirinya, satu tamparan lebih keras melayang, “Plakkk!!!!” telak, sangat telak, Dina tatap Putri, “Duduk sana!!! Jangan sok jadi perempuan!!!”

Terdengar kata-kata Dina, tercermin jiwa Dina sesungguhnya, ia menganggap orang yang menghina dirinya wajar, tapi bila ada yang membelanya tapi dihina ia tidak akan pernah terima. Terdengar sayup-sayup suara dari teman-temannya, “Syukurin!!!” (Do’a hlm. 56-57).

7) Bijaksana

Sikap bijaksana Dina selalu ditunjukkan melalui pola pikir

atau cara berpikirnya. Hal tersebut membuat Dina selalu disayang

Adib dan Cindy. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut

diatas adalah sebagai berikut :

Tak ada kamus putus asa dalam jiwa mereka. Kalau gagal sekolah karena uang, bagi mereka sudah wajar, Dina dan Adib sering mengatakan itu dan memahami benar artinya, tapi kalau tidak nauk kelas hanya karena pelajaran, bagi mereka tidak wajar, mereka yakin sepintar apapun pasti belajar, orang secerdas apapun pasti belajar, apalagi mereka terlahir sebagai anak jalanan. (Do’a hlm. 14).

Dina tersenyum, “Aku sering katakan sama mereka jangan malu dengan keadaan! Jangan malu kalau kita sering kelaparan! Jangan malu kalau kita mengamen! Sekolah memang mahal, kita kadang harus lapar, kadang harus korbankan keadaan karena kita punya cita-cita yang baik, dan mulia (Do’a hlm 71).

8) Peduli

Pekerjaan sebagai pengamen jalanan membuat Dina harus

ekstra hati-hati dalam menjaga kedua adiknya. Dina sangat peduli

terhadap keselamatn kedua adiknya. Hal ini ditunjukkan saat Adib


(60)

mencari keduanya, walaupun hari masih terlalu pagi. Kutipan yang

mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut :

“Kenapa jam segini mereka belum pulang May?” Dari jam delapan Dina terus bertanya. “Mungkin mereka menginap di tempat teman,” Maya mencoba menenangkan, duduknya memeluk bantal sembari menatap paras Dina dari samping.

Dina menggeleng, “Tidak mungkin, mereka selalu mendengar kata-kataku, aku sudah katakan untuk kembali bertemu di depan mushola sepulang sekolah”.

Dina melirik sejenak melihat ke dinding, terlihat sudah jam sepuluh malam. Dina cemas, mereka berdua memang masih terlalu kecil, yang Dina khawatirkan jika mereka berdua tertangkap Abang, atau ada preman lain menculik.

Sampai jam dua belas malam Dina tak bisa menutup matanya. Dina hanya berbaring, namun pikirannya hanya tertuju pada Adib dan Cindy. Belum sempat matahari terbit Dina sudah memaksakan diri untuk berangkat, Maya berharap Dina bersabar, tapi Dina sudah satu malam tertekan, ditelan gelap pagi Dina berangkat membawa gitar, berjalan ke luar rumah sendirian, tapi belum sempat Dina menjauh, belum sampai ke tepi jalan raya, Maya menyusul dengan sepeda motornya, ”Ayo Din”.

Berdua menerjang jalan raya, masih sepi bila jarum jam menunjuk jam lima pagi, terlebih hari jum’at, hanya segelintir sepeda motor menyalakan lampu depan yang tampak menyala.

Dina tak berjaket, tapi ia tak merasa dingin. Ia terus berdo’a semoga bisa temukan dua adiknya sesampainya di mushola. Dalam kepalanya mereka berdua tidur di sana (Do’a hlm. 105-107).

9) Penakut

Dibalik semua sikap Dina yang mengayomi dan

menyayangi kedua adiknya, Dina ternyata memiliki sikap penakut.

Hal itu ditunjukkan ketika Adib melakukan pembunuhan terhadap

Suratman. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas

adalah sebagai berikut :

Mata Dina sudah seperti hendak menjeput maut, ia tidak melawan kedua tangan kekar Abang, Dina berlutut dengan leher dalam genggaman Abang, ia seperti ayam hendak disembelih, dua tangan Dina melambai-lambai seperti tenggelam, Cindy hanya menarik-narik tangan abang, “Jangan!!! Jangan!!!” tapi Adib tidak bisa tinggal diam, ia tidak bisa melihat kakaknya mati, ia mengambil pisau dari belakang, pisau kecil, dengan tangan kanan Adib menusuk perut Abang, “Sepp!!!” kali ini Abang terjatuh, darah mengalir, Abang tak bisa lagi bicara,


(61)

“Adib,” Dina peluk adiknya. “Panggil polisi Kak,” Adib meminta.

“Kita lari Dib,” air mata Dina tumpah, semua yang Adib lakukan hanya untuk dirinya, “Kita lari Dib”.

“Panggil polisi Kak,” mata Adib kosong memandang tubuh Abang. “Kakak!!!” Cindy ketakutan.

“Kita lari Dib,” Dina baru kali ini menangis deras, dua matanya lelehkan air, tapi mulut dan hidungnya mengalir darah, “Ayo kita lari Dib”.

“Panggil polisi Kak, setelah ini kita akan hidup tenang,” Adib menggenggam pisau, dari ujungnya menetes darah. Dina hanya bisa tertunduk dalam kesedihan dan ketakutan (Do’a hlm 116).

b. Adib

Adib berumur tiga belas tahun, ia masih kelas enam SD. Adib

memiliki fisik yang jauh berbeda, kulitnya coklat matang, kecil,

hidungnya kalau dari samping terlihat mancung, tapi kalau dari depan

sedikit besar, bibirnya juga tak tipis. Suaranya serak beriak, tak

seimbang dengan umurnya, kalau dendangkan lagu sepenuh hati, paling

suka lagu peterpan. Adib tak pernah tahu bagaimana masa kecilnya

dulu, siapa orang tuanya, dari mana asalnya, nama Adib yang

memberinya justru Dina.

Penokohan pada Adib dapat dilihat atau diketahui dari tingkah

laku, pemikirannya, dan percakapannya dengan tokoh-tokoh lain.

Uraian tokoh Adib adalah sebagai berikut :

1) Pekerja Keras

Sebagai laki-laki tunggal, Adib tidak bisa menggantungkan

hidupnya kepada Dina saja. Ia juga harus bekerja keras memenuhi


(1)

B. Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, disimpulkan bahwa novel ini dapat digunakan sebagai bahan dan media pengajaran bahasa Indonesia khususnya kajian struktural seperti tema, tokoh, penokohan, alur, latar dan amanat dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany di bidang sastra di SMP dan SMA. Unsur intrinsik dan hubungan antarunsur di dalam novel tersebut saling mendukung satu sama lain dalam membentuk sebuah karya sastra yang utuh. Selain itu, melalui penelitian ini kita dapat menemukan pesan-pesan sosial dan pesan moral yang terkandung dalam karya sastra novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany dan mengaplikasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari.

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan saran kepada peneliti selanjutnya untuk perlu membahas novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany dari sudut sosiologi sastra sehingga dapat menganalisis dan menemukan unsur-unsur sosiologis sastra dalam masyarakat yang dapat diterapkan di SMP dan SMA. Selain itu, peneliti selanjutnya dapat pula mengkaji novel ini dari sudut psikologi, karena di dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany ini banyak terdapat hal-hal yang berkaitan dengan sisi psikologi sastra sehingga dapat memperkaya ilmu dan pengetahuan kita tentang bahasa Indonesia khususnya sastra.


(2)

125  

DAFTAR PUSTAKA

Affany Ma’mun. 2013. Do’a Anak Jalanan. Jakarta: Sofia Publishing House bekerja sama dengan Penerbit Affany.

Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi III. Jakarta: Balai Pustaka

Jabrohim. 2003. Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita dan Masyarakat Poetika.

Moleong, Lexy. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja Karya CV.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University.

Oktama Dian H, Yustina Dwi. 2006. “ Unsur-unsur Intrinsik Novel Memoar Seorang Geisha Karya Arthur Golden serta Implementasinya dalam Pembelajarannya di SMA”. Skripsi. Yogyakarta: PBSID Universitas Sanata Dharma.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1987. Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rene, Wellek dan Warren, Austin. 1993. Teori Kesusastraan. (Terj. Melanie Budianta). Jakarta: Gramedia.

Sangidu. 2004. Penelitian Sastra : Teori, Pendekatan, Metode, dan Teknik. Yogyakarta: Sastra Pustaka Pelajar.

Satoto, Soediro. 1993. Metode Penelitian Sastra. Surakarta: UNS Press.

Subhan, Muhammad. 2009. “Analisis Struktur Novel Durjana Tama”. Skripsi. Depok: Universita Indonesia

Subroto, D. Edi. 1992. Pengantar Metoda Linguistik Struktural. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. Sumardjo, Jakob. 1984. Memahami Kesusastraan. Bandung: Alumni.


(3)

126 

Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.

Semi, Atar. 1993. Anatomi Sastra. Jakarta: Angkasa Raya.

Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah : Dasar, Metode, dan Teknik. Bandung: Tarsito.

Tuslianingsih . 2010. “Analisis Unsur Intrinsik Novel Rahasia Meede Karya E.S.Ito dan Novel The Davinci Code Karya Dan Brown Sebuah Perbandingan”. Skripsi. Depok: Universita Indonesia


(4)

127   

Sinopsis Cerita

Do’a Anak Jalanan

Novel ini menceritakan tentang tiga anak kecil yang bernama Dina, Adib, dan Cindy yang bukan saudara sekandung tapi tinggal bersama-sama. Dina berumur 17 tahun ia duduk di kelas Sembilan III A, Adib berumur 13 tahun ia duduk di kelas enam SD, dan Cindy yang masih duduk di kelas satu SD. Mereka diadopsi oleh seorang preman yang bernama Suratman atau yang biasa dipanggil Abang dan mereka tinggal di dekat terminal Kampung Rambutan, di sebuah rumah kontrakan, berukuran 4 x 3 meter.

Adib dan Cindy bersekolah di sekolah yang sama, sedangkan Dina beda sekolah. Ketiganya dipekerjakan oleh Suratman sebagai pengamen jalanan. Setiap anak dibebani setoran empat puluh ribu, kecuali Cindy, hanya dua puluh ribu, katanya masih kecil. Jadi total uang setoran mereka bertiga seratus ribu rupiah. Tapi kalau kurang, Suratman akan menyiksa mereka, terutama Dina dan Adib. Cindy selalu dilindungi dan dijaga oleh kakaknya karena bagi mereka Cindy tak pantas mendapatkan perlakuan kasar.

Hidup sebagai pengamen jalanan tidak mematahkan semangat ketiganya untuk sekolah. Mereka selalu mengutamakan sekolah.. Dina, Adib dan Cindy memang tergolong pintar. Salah satu buktinya saat Cindy ditunjuk untuk mewakili sekolahnya mengikuti lomba cerdas cermat tingkat SD se-Jakarta Selatan walaupun akhirnya kalah. Hanya satu asa yang ingin mereka raih, mereka bisa lepas dari kehidupan yang mereka jalani sekarang. Mereka harus berjuang


(5)

 

demi meraih cita-cita dan masa depan yang lebih baik. Keadaan bukanlah alasan untuk tak meraih masa depan, karena hidup hanya sekali dan harus dilewati.

Kerasnya hidup dalam penyiksaan dan cengkeraman Suratman, membuat Adib selalu menyimpan dendam, hingga akhirnya ia membunuh Suratman demi membela Dina yang disiksa Suratman di depan matanya. Hal itu mengakibatkan Adib harus masuk penjara anak. Setelah kejadian itu, Dina dan Cindy mengambil keputusan untuk pindah ke Jawa Tengah dan memulai hidup dan masa depan yang baru. Mereka berjanji akan datang kembali untuk menjemput Adib.


(6)

129  

BIODATA PENULIS

Maria Theresia Tetty Ose Hurek Making lahir di

Belang, Lembata, Nusa Tenggara Timur pada tanggal 2 Mei 1988. Mengawali pendidikan semenjak duduk di bangku taman kanak-kanak di Taman Kanak-Kanak Santa Ursula Mingar, Lembata pada tahun 1991-1993 dilanjutkan ke jenjang pendidikan dasar di Sekolah Dasar Katholik Mingar, Lembata pada tahun 1995-2000 Setelah lulus SD, dilanjutkan ke tingkat menengah pertama di Sekolah Menengah Pertama Katholik Ampera di Waipukang, Ile Ape, Lembata pada tahun 2001-2003.

Penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat menengah atas di Sekolah Menengah Atas Negri I Lewoleba, Lembata pada tahun 2004-2006. Pada tahun 2006 melanjutkan pendidikan ke Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yaitu di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni (JPBS), program studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah (PBSID) dan lulus pada tahun 2013. Selain aktif dalam kegiatan kuliah, ia juga mengikuti Program Pengalaman Lapangan mengajar di SMA SANTA MARIA Yogyakarta dan Program Pengalaman Lapangan BIPA di LBI: ILCIC Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menulis skripsi dengan judul Analisis Struktural dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany.