Penerapan metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran suhu dan pengukurannya pada siswa kelas VII A SMPS ST. Hubertus Yohanes di Laja.

(1)

ABSTRAK

Theresia Emilia Woghe. 2016. Penerapan Metode Penemuan Terbimbing

Dalam Pembelajaran Suhu Dan Pengukurannya Pada Siswa Kelas VII A SMPS St. Hubertus Yohanes. Skripsi. Program Studi Pendidikan

Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Peningkatan pemahaman siswa tentang suhu dan pengukuran sebelum dan sesudah pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing. (2) Mengetahui tingkat keaktifan siswa selama proses pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing. (3) Mengetahui bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru untuk membantu siswa menemukan pemahaman tentang suhu dan pengukurannya.

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 21 Juli – 25 Juli 2016 di SMPS St. Hubertus Yohanes Laja. Subyek penelitian siswa-siswa kelas VII A yang berjumlah 28 siswa. Penelitian ini menggunakan metode penemuan terbimbing dengan treatment menggunakan Lembar Kerja Siswa yang digunakan sebagai pedoman siswa dalam berdiskusi untuk menemukan konsep Suhu dan Pengukurannya. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah tes tertulis yang terdiri dari soal pretest dan soal posttest dalam bentuk soal uraian terdiri dari 9 soal dan lembar observasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Tingkat pemahaman siswa tentang suhu dan pengukuran sebelum dan sesudah pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing meningkat dari 20,03% menjadi 72,28% . (2) Selama mengikuti proses pembelajaran fisika dengan menerapkan metode penemuan terbimbing terjadi perubahan tingkat keaktifan siswa mulai dari pertemuan pertama ke pertemuan kedua. Hal ini dapat dilihat dari perubahan skor rata-rata pertemuan pertama yaitu 2,96 dengan kualifikasi baik menjadi 3,09 dengan kualifikasi sangat baik pada pertemuan kedua. (3) Bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru untuk membantu siswa menemukan pemahaman tentang suhu dan pengukurannya berupa memberi pertanyaan, membentuk siswa dalam kelompok kecil, mendampingi siswa selama melakukan percobaan dan memberikan tanggapan atau informasi jika siswa bertanya.


(2)

ABSTRACT

Theresia Emilia Woghe. 2016. The Implementation of Guided Discovery

Method in Learning Temperature and Its Measurement for the Students of Class VII A of SMPS St. Hubertus Yohanes. Thesis.

Physics Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University Yogyakarta.

This research aimed to identify (1) the improvement of students’ understanding of temperature and its measurement before and after joining the learning process using guided discovery method, (2) the level of students’ engagement in the learning process using guided discovery method, and (3) the activities which could be done by teachers to help students understand the concept of temperature and its measurement.

This research was conducted from 21st July 2016 until 25th July 2016 at SMPS St. Hubertus Yohanes Laja. The subjects of this research were the students of class VII A. There were 28 students. This research used guided discovery method with the treatment using students’ worksheet. In this case, the worksheet was used as the guideline for students to discuss in finding out the concept of temperature and its measurement. Besides, the instruments used in this research were written tests. The tests were pretest and posttest. For pretest and posttest, there were nine descriptive questions and one observation sheet.

The result of this research showed that (1) the level of students’ understanding of temperature and its measurement before and after joining the learning process using guided discovery method increased from 20,03% to be 72,28%, (2) the level of students’ engagement in the learning process changed significantly after joining the learning process using guided discovery method. It can be shown by the average scores of the students. In the first meeting, the average was 2,96 with a good qualification, while in the second meeting, the average was 3,09 with a very good qualification. (3) The activities that could be done by teachers to help students understand the concept of temperature and its measurement were giving questions, dividing students into some groups, guiding students during the learning process, and giving response or information if students asked.


(3)

PENERAPAN METODE PENEMUAN TERBIMBING

DALAM PEMBELAJARAN SUHU DAN PENGUKURANNYA

PADA SISWA KELAS VII A SMPS ST. HUBERTUS YOHANES

DI LAJA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh:

Theresia Emilia Woghe NIM: 121424041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

PENERAPAN METODE PENEMUAN TERBIMBING

DALAM PEMBELAJARAN SUHU DAN PENGUKURANNYA

PADA SISWA KELAS VII A SMPS ST. HUBERTUS YOHANES

DI LAJA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh:

Theresia Emilia Woghe NIM: 121424041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan untuk : Orang tua yang ku cintai : (Alm) Ir. Due Dorotheus, SP dan Theresia Daku

Kakak-kakak ku : Agnes Maria Florida, Simon Adrianus dan Polikarpus Vitalis

dan Almamaterku Universitas Sanata Dharma


(8)

(9)

(10)

vii ABSTRAK

Theresia Emilia Woghe. 2016. Penerapan Metode Penemuan Terbimbing

Dalam Pembelajaran Suhu Dan Pengukurannya Pada Siswa Kelas VII A SMPS St. Hubertus Yohanes Laja. Skripsi. Program Studi

Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Peningkatan pemahaman siswa tentang suhu dan pengukuran sebelum dan sesudah pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing. (2) Mengetahui tingkat keaktifan siswa selama proses pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing. (3) Mengetahui bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru untuk membantu siswa menemukan pemahaman tentang suhu dan pengukurannya.

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 21 Juli – 25 Juli 2016 di SMPS St. Hubertus Yohanes Laja. Subyek penelitian siswa-siswa kelas VII A yang berjumlah 28 siswa. Penelitian ini menggunakan metode penemuan terbimbing dengan treatment menggunakan Lembar Kerja Siswa yang digunakan sebagai pedoman siswa dalam berdiskusi untuk menemukan konsep Suhu dan Pengukurannya. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah tes tertulis yang terdiri dari soal pretest dan soal posttest dalam bentuk soal uraian terdiri dari 9 soal dan lembar observasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Tingkat pemahaman siswa tentang suhu dan pengukuran sebelum dan sesudah pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing meningkat dari 20,03% menjadi 72,28% . (2) Selama mengikuti proses pembelajaran fisika dengan menerapkan metode penemuan terbimbing terjadi perubahan tingkat keaktifan siswa mulai dari pertemuan pertama ke pertemuan kedua. Hal ini dapat dilihat dari perubahan skor rata-rata pertemuan pertama yaitu 2,96 dengan kualifikasi baik menjadi 3,09 dengan kualifikasi sangat baik pada pertemuan kedua. (3) Bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru untuk membantu siswa menemukan pemahaman tentang suhu dan pengukurannya berupa memberi pertanyaan, membentuk siswa dalam kelompok kecil, mendampingi siswa selama melakukan percobaan dan memberikan tanggapan atau informasi jika siswa bertanya.


(11)

viii

ABSTRACT

Theresia Emilia Woghe. 2016. The Implementation of Guided Discovery

Method in Learning Temperature and Its Measurement for the Students of Class VII A of SMPS St. Hubertus Yohanes Laja. Thesis.

Physics Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University Yogyakarta.

This research aimed to identify (1) the improvement of students’ understanding of temperature and its measurement before and after joining the learning process using guided discovery method, (2) the level

of students’ engagement in the learning process using guided discovery method, and (3) the activities which could be done by teachers to help students understand the concept of temperature and its measurement.

This research was conducted from 21st July 2016 until 25th July 2016 at SMPS St. Hubertus Yohanes Laja. The subjects of this research were the students of class VII A. There were 28 students. This research

used guided discovery method with the treatment using students’

worksheet. In this case, the worksheet was used as the guideline for students to discuss in finding out the concept of temperature and its measurement. Besides, the instruments used in this research were written tests. The tests were pretest and posttest. For pretest and posttest, there were nine descriptive questions and one observation sheet.

The result of this research showed that (1) the level of students’ understanding of temperature and its measurement before and after joining the learning process using guided discovery method increased from 20,03% to be 72,28%, (2) the level of students’ engagement in the learning process changed significantly after joining the learning process using guided discovery method. It can be shown by the average scores of the students. In the first meeting, the average was 2,96 with a good qualification, while in the second meeting, the average was 3,09 with a very good qualification. (3) The activities that could be done by teachers to help students understand the concept of temperature and its measurement were giving questions, dividing students into some groups, guiding students during the learning process, and giving response or information if students asked.


(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “PENERAPAN METODE PENEMUAN TERBIMBING DALAM PEMBELAJARAN SUHU DAN PENGUKURANNYA PADA SISWA KELAS VII A SMPS ST. HUBERTUS YOHANES LAJA”sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika.

Skripsi ini dapat terwujud dengan baik berkat uluran tangan dari berbagai pihak, teristimewa pembimbing. Oleh karena itu dalam kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan dan menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan selama proses penulisan skripsi dengan penuh perhatian dan kesabaran.

2. Bapak Ign. Edi Santosa, M.S. selaku Kaprodi Pendidikan Fisika yang telah memberikan izin dalam segala kepentingan.

3. Bapak Drs. Severinus Domi, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membantu memperlancar proses penyelesaian skripsi.

4. Bapak/Ibu Kepala SMPS St. Hubertus Yohanes Laja dan Guru pengampu mata pelajaran Fisika atas bantuan dan dukungannya.

5. Siswa kelas VII A SMPS St. Hubertus Yohanes Laja yang telah meluangkan waktu dalam proses pengambilan data.

6. Orang tua praktikan, bapak Ir. Due Dorotheus, SP dan ibu Theresia Daku serta kakak Agnes Maria Florida Wua Prima, Simon Adrianus Belo Waku dan Polikarpus Vitalis Watu Ninu yang telah memberikan dukungan baik moral maupun material kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.


(13)

x

7. Elfridus Theody Cinayu Manti yang telah memberikan motivasi, saran, dukungan dan doanya.

8. Teman Felegi Daeli, Fidelia Destyari Dyan Irianti dan Fransiskus Lima yang telah memberi ide, saran dan motivasi.

9. Teman-teman Pendidikan Fisika angkatan 2012 yang telah memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis.

10.Serta semua pihak yang telah membantu dan memberikan ide dalam proses penulisan skripsi ini

Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini bisa berguna bagi kita semua.

.

Yogyakarta, September 2016 Penulis

Theresia Emilia Woghe NIM: 12-1424-041


(14)

xi

DAFTAR PUSTAKA

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 3

C. Rumusan Masalah ... 4

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Kegunaan Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

A. Deskripsi Teori ... 6

1. Hakikat Fisika ... 6

2. Filsafat Konstruktivisme ... 7

3. Belajar ... 9

4. Hasil Belajar ... 14

5. Metode Pembelajaran ... 14

6. Metode Penemuan Terbimbing ... 16

7. Suhu dan Pengukuran ... 19

B. Pembelajaran Suhu dan Pengukurannya dengan Metode Penemuan Terbimbing ... 27


(15)

xii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 31

A. Jenis Penelitian ... 31

B. Subyek Penelitian ... 31

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

D. Desain Penelitian ... 32

E. Treatmen ... 33

F. Instrumen Penelitian ... 34

G. Metode Pengumpulan Data ... 38

H. Metode Analisis Data ... 38

BAB IV DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Deskripsi Penelitian ... 46

B. Data, Analisis Data dan Pembahasan ... 48

1. Tes Tertulis Sebelum Pembelajaran (Pretest) ... 48

2. Proses Pembentukan Pengetahuan Tentang Suhu Dan Pengukurannya ... 53

3. Tes Tertulis Setelah Pembelajaran (Posttest) ... 76

4. Peningkatan Pemahaman Siswa Sebelum dan Sesudah Pembelajaran dengan Metode Penemuan Terbimbing ... 80

5. Hasil Belajar yang Dicapai Siswa Menggunakan T-Test dan SPSS ... 89

6. Data Analisis Lembar Observasi ... 93

BAB V PENUTUP ... 101


(16)

xiii

B. Saran ... 102 DAFTAR PUSTAKA ... 103 LAMPIRAN ... 104


(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Perbandingan Antara Raksa Dan Alkohol Sebagai Bahan

Termometer ... 21

Tabel 2 : Hubungan Beberapa Skala Termometer ... 25

Tabel 3 : Kisi-Kisi Pembuatan Pretest dan Posttest Penilaian Pemahaman Konsep ... 35

Tabel 4. Rubrik Penilaian Keterlibatan Siswa Selama Proses Pembelajaran dalam Lembar Observasi ... 36

Tabel 5 : Persentase Skor ... 39

Tabel 6 : Tingkat Penguasaan Kompetensi Siswa ... 40

Tabel 7 : Peningkatan Pemahaman Siswa Secara Keseluruhan ... 40

Tabel 8 : Peningkatan Pemahaman Siswa Pada Masing-Masing Soal ... 40

Tabel 9 : Persentase Jumlah Siswa yang Mampu Mengerjakan Setiap Butir Soal ... 41

Tabel 10 : Kualifikasi Tingkat Pemahaman Berdasarkan Persentase Skor Yang Diperoleh Siswa Setiap Butir Soal ... 42

Tabel 11 : Peningkatan Persentase Jumlah Siswa Yang Mampu Mengerjakan Setiap Butir Soal Pada Pretest dan Posttest ... 42

Tabel 12 : Lembar Observasi ... 44

Tabel 13 : Kualifikasi pada Rata-Rata Skor ... 45

Tabel 14 : Persentase Skor Pemahaman Awal (Pretest) ... 49

Tabel 15 : Kualifikasi Tingkat Pemahaman Awal Siswa ... 50

Tabel 16 : Rata-rata Kualifikasi Tingkat Pemahaman Awal Siswa ... 50

Tabel 17 : Persentase Jumlah Siswa yang Mampu Mengerjakan Setiap Butir Soal Pretest ... 51

Tabel 18 : Kualifikasi Tingkat Pemahaman Berdasarkan Persentase Skor Yang Diperoleh Siswa Setiap Butir Soal ... 52


(18)

xv

Tabel 19 : Persentase Skor Pemahaman Akhir (Posttest) ... 76

Tabel 20 : Kualifikasi Tingkat Pemahaman Akhir Siswa ... 77

Tabel 21 : Rata-rata Kualifikasi Tingkat Pemahaman Akhir Siswa ... 77

Tabel 22 : Persentase Jumlah Siswa yang Mampu Mengerjakan Setiap Butir Soal Posttest ... 79

Tabel 23 : Kualifikasi Tingkat Pemahaman Berdasarkan Persentase Skor yang Diperoleh Siswa Setiap Butir Soal ... 79

Tabel 24 : Data Skor Persentase Pretest dan Posttest ... 80

Tabel 25 : Data Skor dan Kualifikasi Pada Pretest dan Posttest ... 80

Tabel 26 : Frekuensi dan Kualifikasi Data Hasil Pretest dan Posttest ... 82

Tabel 27 : Persentase Peningkatan Rata-Rata Skor Pretest dan Posttest ... 83

Tabel 28 : Persentase Skor Rata-Rata Kelas untuk Setiap Soal ... 86

Tabel 29 : Peningkatan Persentase Jumlah Siswa yang Mampu Mengerjakan Setiap Butir Soal Pretest dan Postest ... 87

Tabel 30 : T-Test untuk Perhitungan Manual ... 89

Tabel 31 : Hasil Analisis Pretest dan Postest dengan SPSS ... 92

Tabel 32 : Analisis Lembar Observasi Pertemuan Pertama ... 89

Tabel 33 : Kualifikasi pada Rata-Rata Skor Pertemuan Kedua ... 94

Tabel 34 : Analisis Lembar Observasi Pertemuan Kedua ... 96

Tabel 35 : Kualifikasi pada Rata-Rata Skor Pertemuan Kedua ... 97

Tabel 36 : Peningkatan Rata-Rata Skor Pertemuan Pertama dan Pertemuan Kedua ... 99


(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A1 : Surat Permohonan Ijin Penelitian ... 105

Lampiran A2 : Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian ... 106

Lampiran B1 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 107

Lampiran B2 : Lembar Observasi ... 118

Lampiran B3 : Kisi-kisi Soal ... 119

Lampiran B4 : Soal Pretest dan Soal Posttest ... 121

Lampiran B5 : Lembar Kerja Siswa ... 123

Lampiran C1 : Absen Siswa ... 128

Lampiran C2 : Hasil Pengisian Lembar Observasi ... 130

Lampiran C3 : Hasil Pengerjaan Pretest ... 133

Lampiran C4 : Hasil Pengerjaan Posttest ... 136

Lampiran C5 : Hasil Pengisian Lembar Kerja Siswa ... 139

Lampiran C6: Kunci Jawaban ... 143

Lampiran C7: Rubrik Penilaian Soal ... 147

Lampiran C8: Penilaian Lembar Observasi ... 150

Lampiran C9 : Hasil Nilai Pretest dan Posttest Siswa ... 154


(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala fisik dari alam. Fisika lahir dan berkembang dari hasil penemuan dari berbagai kegiatan penyelidikan yang kreatif dari para ilmuwan diinventarisir, dikumpulkan dan disusun secara sistematik menjadi sebuah kumpulan pengetahuan. Untuk fisika, kumpulan pengetahuan itu dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, rumus, teori dan model. Guna memperluas wawasan pengetahuan, meningkatkan keterampilan ilmiah dan menumbuhkan sikap ilmiah maka ilmu fisika perlu dipelajarai mulai dari jenjang SLTP.

Menurut Suparno (2013), dalam belajar fisika yang terpenting adalah siswa yang aktif dalam belajar fisika. Maka semua usaha guru harus diarahkan untuk membantu dan mendorong agar siswa mau mempelajari fisika sendiri. Dari pihak guru diharapkan selain menguasai bahan yang mau diajarkan, mengerti keadaan siswa sehingga dapat mengajar sesuai dengan keadaan dan perkembangan siswa, dapat menyusun bahan sehingga mudah ditangkap siswa tetapi juga guru diharapkan menguasai berbagai metode.


(21)

SMPS St.Hubertus Yohanes Laja merupakan salah satu lembaga pendidikan swasta yang terdapat di Kecamatan Golewa Selatan, Kabupaten Ngada, NTT. Kegiatan belajar mengajar di sekolah tersebut khususnya mata pelajaran fisika belum sesuai dengan yang diharapankan pendidik. Hal tersebut berdasarkan informasi dari guru dan beberapa siswa di sekolah bahwa guru masih mendominasi dalam pelaksanaan pembelajaran dan harus menjelaskan berulang-ulang kali agar siswa dapat memahami materi pembelajaran, selain itu siswa cenderung pasif dalam menanggapi atau mengajukan pertanyaan. Dengan kata lain, proses pembelajaran fisika masih bersifat satu arah sehingga tidak ada timbal-balik antara guru dan siswa. Siswa seperti memiliki masalah ketika dihadapkan dengan mata pelajaran fisika. Pembelajaran yang diharapkan yaitu menjadi sarana bagi siswa untuk meningkatkan prestasi dan keterlibatan siswa selama proses pembelajaran.

Berkenaan dengan hal tersebut, perlu ada upaya untuk meningkatkan prestasi dan keterlibatan siswa terhadap mata pelajaran fisika. Mengubah metode belajar yang digunakan untuk mengajar para siswa adalah salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut. Salah satu metode mengajar fisika yang dianggap dapat membantu meningkatkan prestasi dan keterlibatan siswa adalah metode penemuan terbimbing. Metode ini lebih menekankan bahwa discovery selalu dalam situasi problem solving, pelajar dihadapkan pada pengalaman sendiri dan pengalaman awal mereka, untuk menemukan kebenaran atau


(22)

pengetahuan baru yang harus dipelajari. Pembelajaran tidak berpusat pada guru, melainkan kepada siswa. Pendekatan ini dianggap sangat dekat dengan prinsip konstruktivis, personal dan sosial. Dalam model ini siswa berperan aktif dalam proses belajar dengan: (1) menjawab berbagai pertanyaan atau persoalan, (2) memecahkan persoalan, untuk menemukan konsep dasar. Peran guru berubah dari menyajikan informasi dan konsepnya, menjadi mengajak siswa bertanya, melihat, dan mencari sendiri.

B. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka batasan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Pokok bahasan yang diajarkan adalah Suhu dan Pengukurannya (Besaran dan Satuan).

2. Metode belajaran yang digunakan adalah penemuan terbimbing, siswa dibagi dalam kelompok kemudian diminta memecahkan persoalan dengan prosedur yang ditetapkan guru dan mempresentasikan hasil penyelidikan.

3. Perubahan yang akan diukur adalah prestasi dan keterlibatan siswa selama proses pembelajaran.


(23)

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pemahaman siswa tentang suhu dan pengukurannya sebelum dan sesudah pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing?

2. Bagaimana keaktifan siswa selama proses pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing?

3. Bimbingan apakah yang dapat dilakukan oleh guru untuk membantu siswa menemukan pemahaman tentang suhu dan pengukurannya?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui peningkatan pemahaman siswa tentang suhu dan pengukurannya sebelum dan sesudah pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing.

2. Mengetahui tingkat keaktifan siswa selama proses pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing. 3. Mengetahui bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru untuk

membantu siswa menemukan pemahaman tentang suhu dan pengukurannya.


(24)

E. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna bagi banyak pihak, diantaranya: 1. Bagi siswa-siswi:

a. Menambah motivasi dan minat siswa untuk belajar fisika. b. Membantu siswa mengerti prinsip fisika lebih mendalam. c. Mendorong siswa memposisikan dirinya sebagai subyek

belajar yang aktif.

d. Melatih siswa agar mampu bekerjasama dengan siswa lain dalam memecahkan masalah.

2. Bagi guru-guru Fisika:

a. Sebagai bahan pertimbangan penggunaan metode penemuan terbimbing dalam proses pembelajaran.

b. Menambah pengalaman mengajar menggunakan metode penemuan terbimbing.

3. Bagi mahasiswa/ peneliti:

a. Menambah pengetahuan tentang metode penemuan terbimbing.

b. Menambah pengetahuan tentang keterampilan mengelolah proses belajar didalam kelas.


(25)

6 BAB II

LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teori

1. Hakikat Fisika a. Pengertian Fisika

Physical science adalah ilmu yang mempelajari materi dan energi (Kanginan, 2006: 5). Para ilmuwan mempelajari tentang bentuk-bentuk energi, seperti kalor dan cahaya. Ini adalah fisika. Fisika merupakan cabang Ilmu Pengetahuan Alam yang menjadi salah satu penentu perkembangan teknologi (Suryatin, 2006). Banyak temuan-temuan dalam bidang fisika yang menandai perkebangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Fisika juga mengajarkan bagaimana manusia bisa hidup selaras dengan alam.

Belajar fisika bukan hanya bergelut dengan rumus-rumus yang seolah-olah tanpa makna. Fisika akan lebih bermakna jika dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Pemikiran yang tajam dan bermakna membuahkan berbagai terapan teknologi di antaranya: pengubahan energi alamiah menjadi energi listrik, yang mengawali abad energi dan pengubahannya, terbentuknya berbagai mesin-mesin, karya eksplorasi ruang angkasa dengan berbagai jenis pesawat antariksa dan pesawat ulang-alik, eksplorasi perut bumi yang menemukan berbagia batuan logam dan benda yang dapat


(26)

dikembangkan dalam teknologi canggih dan mutakir yang tidak pernah surut. Fisika sebagai bagian dari sains menuntut kita mempelajari lebih mendalam tentang sifat-sifat fisik dan gejalah dari benda-benda mati, yang ternyata berkembang pesat sebagai dasar dari perkembangan teknologi dan seni sampai saat ini (Sukabdiyah, 2007).

2. Filsafat Konstruktivisme

Filsafat konstruktivisme adalah filsafat yang mempelajari hakikat pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi. Menurut filsafat konstruktivisme, pengetahuan itu adalah bentuk (konstruksi) kita sendiri yang sedang menekuninya (von Glasersfeld dalam Bettencourt, 1989; Mattews, 1994; Piaget, 1971; Suparno, 2013). Bila yang sedang menekuni adalah siswa maka pengetahuan itu adalah bentuk siswa itu sendiri. Maka pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah jadi, yang ada di luar kita, tetapi sesuatu yang harus kita bentuk sendiri dalam pikiran kita. Jadi, pengetahuan itu selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif melalui kegiatan berpikir seseorang (Bettencourt dalam Suparno, 2013).

Pengetahuan bukanlah sesuatu yang dilepas dari subyek, tetapi merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman ataupun dunia sejauh dialaminya. Orang membentuk pengetahuannya pertama-tama melalui indera (Suparno, 2013). Dengan melihat, mendengar, menjamah, membau dan merasakan, orang membentuk


(27)

pengetahuan tentang sesuatu hal. Dari sini cukup jelas bahwa untuk mengetahui sesuatu, siswa haruslah aktif sendiri mengkonstruksi. Dengan kata lain, dalam belajar siswa harus aktif mengolah bahan, mencerna, memikirkan, menganalisis, dan akhirnya terpenting merangkumnya sebagai suatu pengertian yang utuh. Secara prinsipial para konstruktivis menolak kemungkinan transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain. Tidak ada kemungkinan mentransfer pengetahuan karena setia orang membangun pengetahuan pada dirinya sendiri (von Glasersfeld, 1982; Bettencourt, 1989; Suparno, 2013). Prinsip-prinsip yang sering diambil dari konstruktivisme menurut Suparno (1997) dalam Trianto (2012:75), antara lain:

1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif, 2) tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa, 3) mengajar adalah membantu siswa belajar,

4) tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir,

5) kurikulum menekankan partisipasi siswa, dan 6) guru sebagai fasilitator.

Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah proses yang aktif dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari. Dalam proses itu siswa menyesuaikan konsep dan ide-ide baru yang mereka pelajari dengan kerangka berpikir yang telah mereka punyai (Betterncourt, 1989;


(28)

Shymansky, 1992; Watss & Pope, 1989 dalam Suparno, 2013). Siswa sendirilah yang bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Sangat jelas bahwa tanpa keaktifan kognitif yang sungguh-sungguh, siswa tidak akan berhasil dalam proses belajar mereka. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan siswa kesempatan untuk menentukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan membelajarkan siswa dengan dengan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa kepemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjatnya (Slavin, 1994 dalam Trianto, 2012).

3. Belajar

a. Pengertian Belajar

Menurut Kosasih (2014) istilah belajar memiliki konsep yakni kegiatan yang mengubah keadaan seseorang menjadi lebih baik: pintar, menjadi orang besar dan kondisi-kondisi positif lainnya. Di dalam referensi-referensi buku, seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Kosasi (2014), belajar diartikan sebagai „usaha untuk memperoleh ilmu pengetahuan, kepandaian, atau keterampilan‟. Belajar berasal dari kata ajar yang artinya „petunjuk‟ yang diberikan kepada seseorang supaya diketahui atau diturut.


(29)

Sementara itu, pedoman pelaksanaan kurikulum SD, SLTP dan SMA dalam Kosasih (2014), belajar diartikan sebagai suatu proses perubahan sikap dan tingkah laku setelah terjadinya interkasi dengan sumber belajar. Sumber belajar tersebut dapat berupa buku, lingkungan, guru dan sejenisnya. Galloway dalam Toeti Soekamti dalam Kosasih (2014) mengatakan belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan faktor-faktor lain berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Kesamaan umum, yang mendasari konsep-konsep belajar diatas adalah sebagai berikut.

1) Belajar merupakan perubahan tingkah laku, yakni ditandai adanya sesuatu yang baru pada diri seseorang, entah itu berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, ataupun kecakapan.

2) Belajar merupakan hasil dari suatu pengalaman, yakni berupa interaksi dengan sumber belajar: lingkungan, buku (bacaan), ataupun orang.

Belajar bukanlah suatu kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi suatu perkembangan berpikir, dengan membuat kerangka pengertian yang baru (Suparno, 2013). Siswa harus punya pengalaman dengan membuat hipotesa, meramalkan, mengetes hipotesa, memanipulasi obyek, memecahkan persoalan, mencari


(30)

jawaban, menggambarkan, meneliti, berdialog, mengadakan refleksi, mengungkapkan pertanyaan, mengekspresikan gagasan, dll untuk membentuk konstuksi pengetahuan yang baru. Belajar yang sungguh-sungguh akan terjadi bila siswa mengadakan refleksi, pemecahan konflik pengertian, dan selalu memperbaharui tingkat pemikiran yang tidak lengkap (Fosnot, 1989 dalam Suparno, 2013). Sementara itu menurut Hamalik (2013: 27) belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan.

b. Ciri-ciri Belajar

Menurut Kosasih (2014) suatu kegiatan disebut belajar sekurang-kurangnya ditandai oleh dua ciri: (1) adanya perubahan tingkah laku, (2) melalui suatu pengalaman atau adanya interaksi dengan sumber belajar. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, seseorang yang membaca ataupun mengikuti ceramah, tanpa disertai perubahan tingkah laku, bukanlah belajar. Sebaliknya, seseorang yang mengalami perubahan tingkah laku secara tiba-tiba tanpa dilatarbelakangi oleh suatu pengalaman tertentu, juga bukan belajar. Dengan demikian, seseorang dapat dikatakan belajar apabila mengalami perubahan tingkah laku yang berdasarkan


(31)

pengalaman atau interaksi dengan sumber belajar. Adapun William Burton dalam Hamalik (2013: 31) menyimpulkan uraian yang cukup panjang tentang prinsip-prinsip belajar sebagai berikut.

1) Proses belajar ialah pengalaman, berbuat, mereaksi, dan melampaui (under going).

2) Proses itu melalui bermacam-macam ragam pengalaman dan mata pelajaran-mata pelajaran yang terpusat pada suatu tujuan tertentu.

3) Pengalaman belajar secara maksimum bermakna bagi kehidupan murid.

4) Pengalaman belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan murid sendiri yang mendorong motivasi yang kontinu. 5) Proses belajar dan hasil belajar disyarati oleh hereditas dan

lingkungan.

6) Proses belajar dan hasil usaha belajar secara materiil dipengaruhi oleh perbedaan-perbendaan individual di kalangan murid-murid.

7) Proses belajar berlangsung secara efektif apabila pengalaman-pengalaman dan hasil-hasil yang diinginkan disesuaikan dengan kematangan murid.

8) Proses belajar yang terbaik apabila murid mengetahui status dan kemajuan.


(32)

9) Proses belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai prosedur.

10)Hasil-hasil belajar secara fungsional bertalian satu sama lain, tetapi dapat didiskusikan secara terpisah.

11)Proses belajar berlangsung secara efektif dibawah bimbingan yang merangsang dan membimbing tanpa tekanan dan paksaan.

12)Hasil-hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan keterampilan.

13)Hasil-hasil belajar diterima oleh murid apabila memberi kepuasan pada kebutuhannya dan berguna serta bermakna baginya.

14)Hasil-hasil belajar dilengkapi dengan jalan serangkaian pengalaman-pengalaman yang dapat dipersamakan dan dengan pertimbangan yang baik.

15)Hasil-hasil belajar itu lambat laun dipersatukan menjadi kepribadian dengan kecepatan yang berbeda-beda.

16)Hasil-hasil belajar yang telah dicapai bersifat kompleks dan dapat berubah-ubah (adaptable), jadi tidak sederhana dan statis.


(33)

4. Hasil Belajar

Menurut Hamalik (2013) mengemukakan, “hasil belajar pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, ablititas dan keterampilan”. Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tingkah laku memiliki unsur subjektif dan unsur motoris. Unsur subjektif adalah unsur rohaniah sedangkan unsur motoris adalah unsur jasmaniah. Tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada aspek-aspek tersebut, antara lain:

1) pengetahuan, 6) emosional, 2) pengertian, 7) hubungan sosial, 3) kebiasaan, 8) jasmani,

4) keterampilan, 9) etis atau budi pekerti, dan 5) apresiasi, 10) sikap

Kalau seseorang telah melakukan perubahan belajar maka akan terlihat terjadinya perubahan dalam salah satu atau beberapa aspek tingkah laku tersebut.

5. Metode Pembelajaran

Menurut Seels and Richey dalam Rahman dan Amri (2014:59) metode pembelajaran adalah spesifikasi untuk menyeleksi


(34)

dan mengurutkan peristiwa atau langkah-langkah dalam sebuah pembelajaran. Snelbecker dalam Rahman dan Amri (2014:59) mengemukakan metode pembelajaran adalah suatu cara yang dilakukan oleh guru untuk melaksanakan suatu proses pembelajaran dengan memahami suatu perbedaan karakteristik dan kemampuan siswa, sehingga diharapkan guru dapat membantu kesulitan belajar siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Proses pembelajaran yang melibatkan guru dan siswa harus diusahakan dalam rangka untuk mencapai tujuan pembelajaran, artinya guru harus mampu memahami bahwa diantara siswa terdapat perbedaan-perbedaan karakteristik.

Dengan memahami perbedaan karakteristik siswa, dalam proses pembelajaran, oleh guru dapat menentukan dan memilih metode pembelajaran yang sesuai, guru dapat memberikan suatu perlakuan dan penilaian, serta keputusan yang tepat kepada siswa, sehingga siswa merasa dirinya dihargai dan diperhatikan dalam proses pembelajaran tersebut. Proses pembelajaran merupakan sistem yang terdiri atas beberapa komponen seperti siswa, guru, dan metode, serta materi pembelajaran yang saling berinteraksi dalam mencapai tujuan. Dalam menyajikan materi pembelajaran guru perlu menentukan dan memilih metode pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Metode pembelajaran yang tepat adalah metode yang mampu membangkitkan motivasi belajar siswa.


(35)

Menurut Muhhibin (1995: 190) metode pembelajaran adalah cara yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Semakin baik metode pembelajaran maka semakin efektif pula pencapaian tujuan. Untuk menetapkan lebih dahulu apakah suatu metode pembelajaran disebut baik, diperlukan ketentuan yang bersumber dari beberapa faktor. Adapun faktor utama yang menetukan adalah tujuan yang akan dicapai. Metode pembelajaran di dalam kelas selain faktor tujuan, juga faktor murid, faktor situasi, dan faktor guru ikut menentukan efektif tidaknya suatu metode pembelajaran.

6. Metode Penemuan Terbimbing

a. Pengertian Penemuan Terbimbing

Menurut Eggen & Kauchak (2012: 177) penemuan terbimbing, adalah suatu pendekatan mengajar dimana guru memberi siswa contoh-contoh topik spesifik dan memandu siswa untuk memahami topik tersebut. Model ini efektif untuk keterlibatan dan motivasi siswa seraya membantu mereka mendapatkan pemahaman mendalam tentang topik-topik yang jelas. Yang menarik adalah bahwa discovery selalu dalam situasi problem solving, di mana pelajar dihadapkan pada pengalaman sendiri dan pengetahuan awal mereka, untuk menemukan kebenaran atau pengetahuan baru yang harus


(36)

dipelajari. Maka sering discovery disebut pembelajaran personal, internal, dan konstruktivis.

Dalam model ini siswa berperan aktif dalam proses belajar dengan: (1) menjawab berbagai pertanyaan atau persoalan, (2) memecahkan persoalan, untuk menemukan konsep dasar. Peran guru berubah dari menyajikan informasi dan konsepnya, menjadi mengajak siswa bertanya, melihat, dan mencari sendiri. Discovery terjadi bila seseorang sungguh terlibat dalam proses berpikir untuk menemukan konsep atau prinsip-prinsip. Unsur penting dalam proses ini adalah siswa dengan menggunakan pikirannya sendiri mencoba menemukan sesuatu pengertian dari yang digeluti. Bagi penemuan terbimbing siswa diberi soal untuk dipecahkan dengan guru menyediakan petunjuk, dan arahan bagaimana memecahkan persoalan itu. Proses discovery itu meliputi:

Mengamati. Siswa mengamati gejala atau persoalan yang dihadapi.

Menggolongkan. Siswa mengklasifikasi apa-apa yang ditemukan dalam pengamatan sehingga menjadi lebih jelas.


(37)

Memprediksi. Siswa diajak untuk memperkirakan mengapa gejalah itu terjadi atau mengapa persoalan itu terjadi.

Mengukur. Siswa melakukan pengukuran terhadap yang diamati untuk memperoleh data yang lebih akurat yang dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan.

Menguraikan atau menjelaskan. Siswa dibantu untuk menjelaskan atau menguraikan dari data pengukuran yang dilakukan.

Menyimpulkan. Siswa mengambil kesimpulan dari data-data yang didapatkan.

Penemuan terbimbing adalah model mengajar dimana guru menyediakan petunjuk dan cara memecahkan persoalan yang membantu siswa memahami suatu topik. Dalam model penemuan terbimbing peran guru membantu mengarahkan hingga siswa dapat menemukan pengetahuan dan memahami suatu topik.

b. Urutan Model Discovery

1. Persoalan diajukan oleh guru. Guru mengajukan persoalan yang harus dicari pemecahannya oleh siswa.


(38)

2. Siswa memecahkan persoalan itu. Siswa entah sendiri ataupun berkelompok mulai mencari pemecahan persoalan. 3. Konsep baru dijelaskan. Bila ada konsep baru yang perlu ditambahkan, guru dapat menambahkannya sehingga pengertian siswa menjadi lebih lengkap.

7. Suhu dan Pengukuran

Menurut Kanginan (2006: 52) suhu, yaitu suatu besaran yang menyatakan ukuran derajat panas atau dinginnya suatu benda. Jadi, suhu menyatakan tingkat derajat panas dan dinginya suatu benda. Tingkat derajat suatu benda sangat rendah disebut dingin. Derajat panas suatu benda sedang disebut sejuk atau hangat. Derajat panas suatu benda tinggi disebut panas. Menurut Sukabdiyah dkk (2007: 30) suhu tidak sama dengan panas atau kalor. Panas atau kalor adalah energi yang diberikan oleh suatu sumber panas kepada benda untuk menaikkan suhu benda itu. Suhu menunjukan kecepatan gerak molekul-molekul benda. Makin besar kecepatan gerak molekul, makin tinggi suhu benda. Makin besar energi kalor yang diterima benda, makin besar kecepatan gerak molekul-molekul dan makin tinggi suhu benda. Besarnya energi panas yang dibutuhkan untuk mempercepat gerak molekul bergantung pada banyaknya molekul benda atau massa benda. Suhu termasuk suatu besaran pokok yang dalam Satuan Internasional (SI) satuannya adalah kelvin (K).


(39)

Mengapa indra peraba kita tidak dapat menentukan tinggi rendah suhu untuk mengatakan perbedanaan panas, dingin, dan sejuk? Ketika indra peraba kita menyentuh benda yang dingin, kita hanya mampu menyatakan dingin tetapi tidak mampu dengan tepat menyatakan berapa derajat suhu benda dingin yang diraba. Oleh karena itu, untuk mengukur suhu digunakan termometer. Dengan termometer, tinggi rendahnya suhu benda dapat dinyatakan dengan tepat karena terdapat angka pada termometer sebagai derajat suhu. Termometer biasanya berupa sebuah pipa kaca sempit tertutup yang berisi zat cair dan memiliki skala. Beberapa sifat yang mutlak dibutuhkan oleh sebuah termometer adalah:

1. skalanya mudah dibaca, 2. aman untuk digunakan, 3. kepekaan pengukurannya,

4. lebar jangkauan suhu yang mampu diukur.

Prinsip kerja termometer ada pada pengaruh perubahan suhu terhadap perubahan volumenya. Coba perhatikan volume air yang sedang dipanaskan. Saat air dipanaskan, suhu air akan meningkat. Peristiwa yang terjadi selanjutnya adalah volume air tersebut juga meningkat. Begitupun sebaliknya, saat air didinginkan volume air tersebut juga menurun. Selain pada air, peristiwa ini pun terjadi pada zat lain, seperti raksa dan alkohol yang digunakan sebagai


(40)

bahan termometer. Berikut adalah keuntungan dan kekurangan masing-masing zat cair yang digunakan sebagai bahan termometer. Tabel 1. Perbandingan Antara Raksa dan Alkohol Sebagai Bahan Termometer

Raksa Alkohol

Keuntungan:

 mudah dilihat karena warnahnya mengkilap

 daerah ukurnya sangat luas, yaitu antara -40 sampai 350

 penghantar yang baik

 kalor jenisnya kecil

Keuntungan:

 daerah ukurnya sangat luas, yaitu antara -122 sampai 78

 penghantar yang baik

 kalor jenisnya kecil Kerugian:

 termasuk zat beracun

 tidak dapat mengukur suhu yang lebih rendah dari -40

 harganya mahal

Kerugian:

 titk didihnya rendah 78

 tidak berwarnah, susah untuk dilihat

 membasahi dinding kaca 1) Beberapa jenis termometer zat cair yang biasa digunakan,

diantaranya adalah: a. Termometer Klinis

Termometer klinis digunakan untuk mengukur suhu badan. Termometer ini umumnya dibuat dengan skala 35º C sampai 42º C sesuai dengan suhu tubuh manusia. b. Termometer Suhu Ruang

Sesuai dengan namanya, termometer ini digunakan untuk mengukur suhu pada suatu ruangan. Skala pada termometer ini umumnya adalah -50º C sampai 50º C. Ukuran termometer suhu ruang jauh lebih besar dibandingkan termometer klinis.


(41)

c. Termometer Maksimum – Minimum

Termometer yang diperkenalkan pertama kali oleh James Six Bellani pada abad kedelapan belas ini, khusus dipakai untuk mencatat suhu tertinggi dan terendah di suatu tempat dalam satu hari.

2) Skala Termometer

Standar suhu disebut titik tetap. Untuk menentukan skala sebuah termometer diperlukan dua titik tetap. Untuk suhu yang terlalu tinggi, digunakan titik lebur es sebagai titik tetap bawah dan titik didih air sebagai titik tetap atas.

a. Kalibrasi Termometer

Kalibrasi termometer adalah proses memberikan skala pada sebuah termometer polos. Prosesnya terdiri dari empat langkah berikut:

1) Menentukan titik tetap bawah. Masukan pentolan termometer secara tegak ke dalam wadah yang berisi es dan diamkan beberapa saat sampai tinggi permukanaan raksa dalam pipa kapiler tidak berubah. Ini berarti suhu termometer sudah sama dengan suhu es dan pada skala celcius ditandai sebagai 0 atau sebagai titik tetap bawah. 2) Menentukann titik tetap atas. Masukan pentolan

termometer ke dalam wadah berisi air sambil dipanaskan sampai mendidih. Biarkan beberapa saat hingga suhu


(42)

termometer sama dengan suhu air panas yang ditandai dengan permukaan raksa ada pipa kapiler tidak berubah. Tandai ketinggian tersebut sebagai titik tetap atas atau dalam skala Celcius ditandai dengan skala 100 .

3) Bagilah jarak antara kedua titik tetap tersebut menjadi beberapa bagian yang sama.

4) Memperluas skala dengan pembagian yang sesuai

Ketika sebuah termometer raksa dalam sebuah pipa kaca diberi skala maka panjang kolom raksa dalam pipa dicatat pada titik lebur es dan titik didih air. Skala didefinisikan sedemikian sehingga hubungan antara X dan suhu adalah linear. Jika Xθ

adalah panjang kolom raksa pada suhu θ yang tidak diketahui, X0 dan X100 masing-masing adalah panjang kolom raksa pada

titik lebur es dan titik didih air maka θ dinyatakan oleh persamaan:

b. Skala Celsius

Skala ini ditetapkan oleh fisikawan Swedia bernama Andreas Celsius dengan satuan yang digunakan disebut celsius, dilambangkan ( ). Skala terendah didasarkan pada titik beku air, yaitu 0º C dan tertinggi yang merupakan titik


(43)

didih air, yaitu 100º C. Skala ini sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Skala Fahrenheit

Ditetapkan oleh seorang Fisikawan berkebangsaan Jerman, yaitu Gabriel Daniel Fahrenheit. Satuannya adalah fahrenheit, dilambangkan ( ). Titik beku air skala fahrenheit adalah pada suhu 32º F dan titik didihnya 212º F. Skala ini banyak digunakan oleh negara-negara di Benua Amerika dan Eropa.

d. Skala Reamur

Skala terendah dari termometer dengan satuan Reamur ini adalah 0º R dan skala tertingginya adalah 80º R. Termometer dengan skala ini merupakan termometer yang jarang digunakan.

e. Skala Kelvin

Skala ini ditetapkan oleh William Thomas Thompson Kelvin, ilmuwan berkebangsaan Inggris. Berbeda dengan yang lain, skala ini dibuat berdasarkan batasan enegi kinetik yang dimiliki oleh benda. Berdasarkan teori kinetik partikel, benda berhenti bergerak pada suhu nol mutlak sebesar -273º C yang kemudian ditetapkan sebagai titik terendah, yaitu 0 K. Sehingga pada skala kelvin titik beku air adalah 273 K dan titik didihnya 373 K. Skala ini digunakan sebagai Sistem


(44)

Internasional karena kepraktisan penggunaannya dibandingkan dengan skala yang lain. Untuk mengetahui hubungan antara keempat skala di atas, perhatikan tabel berikut.

Tabel 2. Hubungan Beberapa Skala Termometer Skala Titik

Terendah

Titik Tertinggi

Rentang Skala

Perbandingan Satuan Skala

Celsius

Celsius 0 100 100

Fahrenheit 32 212 180

=

satuan

skala

F

Reamur 0 ºR 80 ºR 80

=

satuan

skala

R

Kelvin 273 K 373 K 100

= 1 satuan

skala K

Rumus untuk mengubah dari satu skala ke skala lainnya:

=

dengan:

X = skala yang ditanyakan Y = skala yang diketahui = titik tetap atas X = titik tetap atas Y = titik tetap bawah X = titik tetap bawah Y

Karena skala Celsius adalah skala yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, berikut cara pengubahan skala celsius menjadi skala yang lain:


(45)

1) Hubungan antara Celcius dan Reamur

atau 2) Hubungan antara Celcius dan Fahrenheit

atau 3) Hubungan antara Celcius dan kelvin


(46)

B. Pembelajaran Suhu Dan Pengukurannya Dengan Metode Penemuan Terbimbing

Dalam rangka membantu siswa membentuk atau mengkonstruksi pengetahuan, sebagai guru harus menemukan metode pembelajaran yang mana siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran. Karena ukuran kualitas pembelajaran juga terletak pada kualitan dan kuantitas belajar siswa dalam arti seberapa banyak dan seberapa besar siswa aktif dalam proses pembelajaran. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan. Sedangkan pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan yang dapat mengaktifkan siswa untuk saling berinteraksi dalam mencapai tujuan.

Berdarkan kajian teori diatas, maka peneliti mencoba menerapkan metode penemuan terbimbing pada pokok bahasan suhu dan pengukurannya. Pada pembelajaran ini siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsep baru dari pokok bahasan suhu dan pengukurannya. Dalam rangka menemukan konsep baru, siswa tidak dibiarkan menemukannya sendiri melainkan dibimbing dan diberikan langkah-langkah pemecahan masalah masalah yang terkait hingga sampai pada penemuan konsep tersebut. Berikut adalah gambaran langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan:


(47)

1. Pada awal pembelajaran siswa diminta untuk mengerjakan soal pretest dengan materi suhu dan pengukuran. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui pengetahuan dasar siswa terhadap materi suhu dan pengukurannya sebelum diterapkannya metode penemuan terbimbing.

2. Eksperimen Sederhana

Dengan bantuan guru, siswa dibimbing untuk melakukan eksperimen sedehana. Kegiatan eksperimen ini bertujuan untuk memberikan masalah kepada siswa yang berkaitan dengan materi suhu dan pengukurannya. Dari kegiatan eksperimen diharapkan siswa dapat aktif berpikir, mengolah proses dalam pikirannya dan dapat mengambil kesimpulan dari masalah yang diberikan.

3. Pendalaman Permasalahan

Siswa dibimbing untuk memperdalam permasalahan. Pada kegiatan ini, guru menuntun siswa dengan beberapa pertanyaan yang sudah dirangkum dalam lembar kerja siswa. Dari pertanyaan tersebut, siswa dibantu untuk menemukan/ membentuk pengetahuannya sendiri tentang suhu dan pengukurannya. Dalam kegiatan ini, siswa dibagi kedalam beberapa kelompok dengan tujuan siswa dapat saling berdiskusi dengan teman satu kelompok dan saling membantu. 4. Kesimpulan


(48)

Setelah memperdalam permasalahan dengan menjawab beberapa pertanyaan arahan maka yang dilakukan siswa selanjutnya adalah mengambil kesimpulan tentang konsep suhu dan pengukurannya.

5. Penegasan

Guru memberikan penegasan tentang kesimpulan yang dikemukakan oleh siswa dan melengkapi konsep baru jika perlu untuk ditambahkan.

6. Evaluasi

Setelah proses pembelajaran selesai, guru melakukan evaluasi dengan memberikan soal posttest kepada siswa dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pemahaman siswa setelah melakukan proses pembelajaran.

Penerapan metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran tentang suhu dan pengukurannya yaitu:

1) Guru mengajukan pertanyaan untuk mengetahui pengetahuan dasar siswa. Kegiatan ini dimaksudkan agar dengan mengetahui pengetahuan awal siswa maka dalam proses pembelajaran guru dapat melengkapi pengetahuan siswa yang belum lengkap.

2) Siswa diminta untuk mengamati gejala atau persoalan yang dihadapi. Kegiatan ini dimaksudkan agar siswa mampu menemukan gejala atau persoalan dari keseharian mereka dan


(49)

dari apa yang dapat diamati secara langsung oleh siswa. Dalam kegiatan ini guru dapat melihat antusias dan keterlibatan siswa. 3) Guru membimbing siswa untuk menggolongkan hasil

pengamatan dan temuan siswa sehingga menjadi lebih jelas. Kegiatan ini bertujuan agar memudahkan siswa dalam memahami gejala atau persoalan yang berkaitan dengan materi yang dipelajari saat itu.

4) Siswa diminta untuk memprediksi, mengukur dan menjelaskan hasil pengamatan dan temuan yang telah digolongkan. Dalam kegiatan ini bisa dilakukan siswa secara berkelompok dan hasilnya dapat dipresentasikan secara klasikal. Peran guru hanya mengajak siswa bertanya dan mengarahkan siswa dalam menemukan atau mengkonstruksi pengetahuan baru mereka. 5) Guru bersama siswa menyimpulkan hasil pengamatan dan

temuan siswa sehingga pengetahuan siswa menjadi lengkap. Setelah semua kegiatan diatas dilakukan, pada akhirnya guru meminta siswa untuk menyimpulkan berdasarkan data-data yang peroleh. Kesimpulan yang didapatkan siswa dapat berupa konsep atau prinsip-prinsip.


(50)

31 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk memperoleh data yang deskriptif berupa kata-kata tertulis atau ucapan terhadap hal yang sedang diamati. Sedangkan kuantitatif karena penelitian kuantitatif dilakukan dengan mengumpulkan data dan hasil analisis yang dapat di ukur untuk mendapatkan informasi yang harus disimpulkan.

B. Subyek Penelitian 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VII SMPS St. Hubertus Yohanes Laja.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa-siswa kelas VII A SMPS St. Hubertus Yohanes Laja.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di SMPS St. Huberthus Yohanes Laja, Kecamatan Golewa Selatan, Kabupaten Ngada, NTT pada tahun ajaran baru yaitu pada tanggal 21 Juli-25 Juli 2016.


(51)

D. Desain Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan desain penelitian yang terbagi kedalam beberapa tahap:

1. Penyusunan Instrumen Oleh Peneliti

Instrumen disusun berdasarkan tujuan penelitian, yakni untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa dan keterlibatan siswa selama proses pembelajaran pada materi suhu dan pengukurannya. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah:

a. Intrumen Pembelajaran

Instrumen pembelajaran meliputi pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). b. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data meliputi soal pretest, soal posttest dan lembar observasi.

2. Desain Pembelajaran

Desain pembelajaran dibagi dalam beberapa tahap, antara lain sebagai berikut:

a. Pra Pembelajaran

Pada proses ini adapun tahapan-tahapan sebagai berikut, siswa diminta untuk mengerjakan soal pretest yang telah disediakan oleh peneliti. Selanjutnya siswa akan diberikan penjelasan mengenai kegiatan yang akan dilakukan selama proses pembelajaran.


(52)

b. Proses Pembelajaran

Pada proses ini, peneliti memberikan pengantar mengenai materi yang akan diajarkan dan menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran. Selain itu, siswa mulai melakukan eksperimen sederhana berdasarkan langkah-langkah yang telah disediakan dalam lembar kerja siswa.

c. Setelah Pembelajaran

Pada proses ini, siswa diminta untuk mengerjakan soal posttest yang sudah disediakan oleh peneliti.

E. Treatmen

Treatmen merupakan perlakuan peneliti kepada subyek yang mau diteliti agar nantinya mendapat data yang diinginkan (Suparno, 2007: 51). Dalam penelitian ini, peneliti memberikan treatmen berupa kegiatan pembelajaran menggunakan eksperimen sederhana. Kelas treatmen ini, diberikan pembelajaran dengan pendekatan visual agar siswa dapat mengamati proses, informasi, peristiwa, alat dalam pelajaran fisika.

Proses pembelajaran secara umum adalah sebagai berikut : a. Siswa membentuk kelompok yang terdiri 5 sampai 6 orang.

b. Siswa dalam kelompok kecil menempati setiap meja yang telah disiapkan guru dilengkapi dengan peralatan untuk eksperimen. c. Guru membagikan LKS untuk setiap kelompok.


(53)

e. Siswa dalam kelompoknya masing-masing dipersilahkan untuk mengerjakan tugas seperti yang sudah disajikan dalam LKS yang telah dibagikan.

f. Siswa melapor dan mengumpulkan hasil pekerjaannya yang telah dikerjakan dalam kelompoknya masing-masing.

g. Guru bersama siswa membuat kesimpulan dari pembelajaran tersebut.

F. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini instrumen yang digunakan terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), soal pretest, soal posttest dan lembar observasi.

1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Pembuatan RPP bertujuan untuk mempersiapkan proses pembelajaran sehingga tujuan dari pembelajaran dapat tercapai. Hal yang paling penting dalam RPP adalah bagian inti.

2) Lembar Kerja Siswa (LKS)

Lembar Kerja Siswa merupakan media sebagai panduan bagi siswa melakukan kegiatan dalam mengikuti proses pembelajaran. LKS berisikan tentang serangkaian kegiatan yang harus dilakukan siswa selama proses pembelajaran dan merupakan jabaran yang lebih rinci dari rencana pembelajaran yang telah dirumuskan dalam RPP. LKS dibagikan kepada siswa saat proses pembelajaran berlangsung.


(54)

3) Soal Pretest

Pretest dilakukan di awal pertemuan, yaitu sebelum proses belajar mengajar berlangsung. Tujuan dilakukannya pretest adalah untuk mengetahui kemampuan awal kognitif produk siswa.

4) Soal posttest

Postest dilakukan di akhir pertemuan, yaitu setelah proses belajar mengajar berlangsung. Tujuan dilakukannya postest adalah untuk mengetahui kemampuan akhir kognitif produk siswa.

Tabel 3. Kisi-Kisi Pembuatan Pretest dan Posttest Penilaian Pemahaman Konsep Materi

Pokok

Indikator Pencapaian Hasil Belajar

Aspek yang diukur Butir

Soal Mengi ngat Mema hami Mener epkan Menganali sis Suhu dan Pengukur annya Menjelaskan pengertian suhu. 1 Menjelaskan bagian-bagian termometer.

,3 2

Menyebutkan cir-ciri termometer 1 Menyebutkan jenis-jenis termometer 1 Membaca skala pada termometer. 2 Membandingkan skala termometer Celsius dengan skala termometer lain 2

5) Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan keterampilan proses


(55)

sains, tujuannya adalah untuk memperkuat pengukuran keterlibatan siswa selama proses pembelajaran.

Lembar observasi ini diisi oleh observer/ pengamat yang mengamati siswa saat melakukan kegiatan pembelajaran dengan eksperimen sederhana. Pengamat mengamati kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa, mencatat dan mendeskripsikan kegiatan yang dilakukan berdasarkan rubrik penilaian lembar observasi.

Tabel 4. Rubrik Penilaian Keterlibatan Siswa Selama Proses Pembelajaran dalam Lembar Observasi

Aspek Penilaian

Skor

4 3 2 1

Menyampaik an ide

-Siswa aktif menyampaika n ide

-Siswa berani beradu

argumen dengan teman jika terjadi perbedaan pedapat -Siswa

bersedia menyampaika n ide secara klasikal

-Siswa menyampaika n ide dengan baik jika ditanya guru atau siswa -Siswa yang

belum memahami materi lebih cenderung bertanya kepada teman daripada kepada guru

- Siswa hanya berani menyampaikan ide jika sebelumnya telah diyakinkan oleh guru ataupun teman - Siswa

terbata-bata saat menyampaikan ide secara klasikal

-Siswa tidak aktif menyampai kan ide -Siswa tidak

berani menyampai kan ide secara klasikal -Siswa tidak

berani beradu argumen Menanggapi pertanyaan - Siswa dengan cepat merespon pertanyaan - Siswa berani

bertanya kepada guru jika pertanyaan kurang jelas - Siswa antusias - Siswa cenderung mencari informasi sebelum merespon pertanyaan - Siswa cenderung bertanya kepada teman jika - Siswa cenderung lamban merespon pertanyaan - Siswa merespon pertanyaan jika ditanya

berulang kali - Siswa berani

menanggapi

- Siswa pasif merespon pertanyaan - Siswa tidak

aktif mencari jawaban dari beberapa sumber - Siswa tidak


(56)

Aspek Penilaian

Skor

4 3 2 1

mencari jawaban dari beberapa sumber

pertanyaan kurang jelas

pertanyaan jika dijawab

beramai-ramai

menanggapi pertanyaan

Bekerjasama - Siswa antusias saat bekerja kelompok - Relasi dengan teman kelompok sangat baik - Siswa berani

meminta pendapat teman lain didalam kelompok

- Siswa hanya bekerjasama jika dimintai pendapat - Siswa

cenderung hanya merespon jika ada hal yang benar dipahami

- Siswa tampak bekerjasama hanya dengan teman yang dikenal

- Siswa cenderung mengikuti pendapat teman

-Siswa lebih cenderung bekerja sendiri -Relasi dengan teman kelompok kurang baik Menghargai pendapat teman sekelompok - Siswa mendengark an dan memperhan jika teman lain

menyampaik an ide - Siswa tidak

membuat kegaduhan saat teman lain menyampaik an ide - Siswa menampung dan menanggapi jawaban teman lain saat diskusi berlangsung

- Siswa berani mendukung dan menguatkan pendapat teman kelompokny a sendiri - Siswa kadang berbicara dengan teman didekatnya saat diskusi berlangsung

- Siswa kurang memperhatikan jika teman lain menyampaikan ide

- Siswa kadang membuat kegaduhan saat diskusi

berlangsung

-Siswa tidak mendengar kan dan memperhati kan jika teman menyampai kan ide -Siswa sering membuat kegaduhan saat proses diskusi berlangsung


(57)

G. Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini metode pengumpulan data dilakukan melalui dua tahap, yaitu:

1. Hasil Pretest dan Posttest

Sebelum proses belajar mengajar dilakukan, siswa diminta untuk mengerjakan soal pretest dengan tujuan mengukur pemahaman awal siswa terhadap materi suhu dan pengukuran. Skor yang diperoleh siswa akan menjadi data awal yang mengukur pemahaman awal siswa. Sedangkan pada akhir proses belajar mengajar, siswa diminta untuk mengerjakan soal posttest dengan tujuan mengukur perubahan pemahaman siswa setelah dilakukannya treatmen. Skor yang diperoleh siswa akan menjadi data akhir yang mengukur perubahan pemahan siswa terhadap materi suhu dan pengukuran.

2. Lembar Observasi

Lembar observasi akan diisi oleh observer selama terjadinya proses belajar meengajar. Tujuannya memperoleh data secara deskriptif mengenai keterlibatan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. H. Metode Analisis Data

1. Penskoran Tes Tertulis (pretest dan posttest)

Setelah dilakukan peskoran untuk masing-masing siswa, selanjutnya skor tersebut akan diubah menjadi persentase skor. Perhitungan persentase skor diperoleh dengan cara jumlah skor yang


(58)

diperoleh masing-masing siswa dibagi skor maksimal kemudian dikalikan 100%. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

Persentasi Skor =

Tabel 5. Persentase Skor No Kode Siswa Skor yang di

Peroleh

Skor Maksimal

Persentase Skor (%)

Setelah perhitungan nilai siswa dilakukan, skor tersebut akan dikelompokkan dalam interval skor yaitu berdasarkan tingkat pemahaman siswa. Interval skor di bagi menjadi 5 dengan kualifikasi sebagai berikut:

A = sangat paham, B = paham,

C = cukup paham,

D = kurang paham, E = tidak paham.

Untuk menentukan interval skor dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menentukan passing score

Passing score adalah skor terendah untuk nilai cukup. Untuk menetapkan suatu batas penguasaan bahan pelajaran atau kompetensi minimal yang dianggap dapat meluluskan dari keseluruhan penguasaan bahan yakni 65% yang diberi nilai cukup (Masidjo 1999:153). Tuntutan pada persentil 65 sering


(59)

disebut persentil maksimal dan dianggap merupakan batas penguasaan kompetensi minimal yang sudah tinggi. Untuk nilai-nilai di atas dan di bawah cukup diperhitungkan sebagai berikut.

Tabel 6. Tingkat Penguasaan Kompetensi Siswa Tingkat Penguasaan

Kompetensi

Nilai Huruf

90 % - 100% A

80 % - 89% B

65% - 79% C

55% - 64% D

di bawah 55% E

b. Setelah mengkualifikasi skor siswa dalam interval skor, kemudian membandingkan skor yang diperoleh siswa untuk hasil pretest dan posttest. Berikut adalah tabel peningkatan pemahaman siswa secara keseluruhan.

Tabel 7. Peningkatan Pemahaman Siswa Secara Keseluruhan Skor Pretest

(%)

Skor Posttest (%)

Peningkatan (%)

Tabel 8. Peningkatan Pemahaman Siswa Pada Masing-Masing Soal

No Soal Soal Pretest (%)

Soal Posttest (%)

Peningkatan (%)


(60)

2. Analisis Tes Tertulis (pretest dan postest)

Untuk menganalisis tes tertulis pada setiap butir soal peneliti menghitung persentase jumlah siswa yang mampu mengerjakan. Persentase jumlah siswa yang mampu mengerjakan setiap butir soal menggunakan persamaan sebagai berikut:

(PJSMM) =

x 100 %

Ket:

PJSMM = Persentase Jumlah Siswa yang Mampu Mengerjakan B = jumlah siswa yang menjawab secara benar terhadap

terhadap suatu item N = kelompok siswa

Skor Maksimal = besarnya skor yang dituntut oleh suatu jawaban yang benar

N x Skor maksimal = jumlah jawaban benar yang seharusnya diperoleh siswa dari suatu soal.

Tabel 9. Persentase Jumlah Siswa yang Mampu Mengerjakan Setiap Butir Soal

Nomor Soal

Pretest Postest

Jumla h Skor Maksi mal Jumlah Skor Yang Diperoleh Siswa Persentase Jumlah Siswa yang Mampu Mengerjakan (%) Jumlah Skor Maksi mal Jumlah Skor Yang Diperoleh Siswa Persentase Jumlah Siswa yang Mampu Mengerja kan (%)


(61)

Berdasarkan Tabel 8. persentase skor pada setiap butir soal diperoleh gambaran konkret tentang taraf kesukaran suatu soal dapat menggunakan acuan sebagai berikut (Masidjo 1999:192): Tabel 10. Kualifikasi Tingkat Pemahaman Berdasarkan Persentase

Skor Yang Diperoleh Siswa Setiap Butir Soal

Interval Skor (%) Kualifikasi

90 % - 100% Sangat Paham

80 % - 89% Paham

65% - 79% Cukup Paham

55% - 64% Kurang Paham

di bawah 55% Tidak Paham

Tabel 11. Peningkatan Persentase Jumlah Siswa yang Mampu Mengerjakan Setiap Butir Soal Pada Pretest dan Posttest

Nomor Soal

Pretest Posttest

Persentase Jumlah Siswa

yang Mampu Mengerjakan

(%)

Kualifikasi Persentase Jumlah Siswa

yang Mampu Mengerjakan

(%)

Kualifikasi

3. Analisis hasil belajar yang dicapai siswa menggunakan T-Test dan SPSS

Untuk menganalisis hasil tes tertulis yakni pretest dan posttest dapat menggunakan uji T (T-test). Kegunaan dari uji T adalah untuk mengetes dua kelompok yang dependen atau satu kelompok yang dites dua kali, yakni pada pretest dan posttest. Kelompok


(62)

dependen adalah kelompok yang saling bergantung, berkaitan, atau bahkan sama. Cara menghitung:

a. Menghitung nilai akhir pretest dan posttest setiap siswa menggunakan persamaan berikut:

Nilai =

b. Membandingkan nilai akhir pretest dan posttest menggunakan statistik berupa uji-T untuk kelompok dependen untuk melihat apakah ada peningkatan hasil belajar dan keterampilan proses sains pada suatu kelas yang diberi treatmen. Persamaan umum uji-T kelompok dependen adalah sebagai berikut:

| | ̅̅̅

̅̅̅

√∑ ∑

Dimana : X1 = nilai pretest

X2 = nilai posttest

D = perbedaan nilai (X1 - X2 )

N = jumlah pasangan

Nilai | | dibandingkan dengan nilai | |. Untuk meminimalisir kesalahan dalam perhitungan, data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program SPSS. Jika perbandingan kedua nilai T tersebut diperoleh hasil | | | | maka signifikan, artinya terjadi peningkatan pemahaman siswa dengan metode penemuan terbimbing.


(63)

Selain menggunakan T-test analisis data untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai siswa juga dapat melakukan perhitungan dengan menggunakan program SPSS sebagai berikut:

1) Membuka program SPSS.

2) Klik VARIABEL VIEW dan buatlah file pretest dan posttest. 3) Memasukan data.

4) Buka ANALYZE.

5) Pilih COMPARE MEANS.

6) Pilih PAIRED SAMPLE T-TEST. 7) Memasukan pada kolom Paired Variabels. 8) Tekan OK.

9) Lihat hasil.

Jika hasilnya muncul maka dapat kita simpulkan:  Jika probabilitas (p) = 0,000 < = 0,05; maka

signifikan.

 Jika probabilitas (p) = 0,000 > = 0,05; maka tidak signifikan.

4. Analisis lembar observasi Tabel 12. Lembar Observasi

No Aspek Penilaian

Rata-rata skor Kode

Siswa

Menyampaikan Ide (Skor 1-4)

Menanggapi Pertanyaan

(Skor 1-4)

Bekerjasama (Skor 1-4)

Menghargai Pendapat

Teman Sekelompok


(64)

KETERANGAN:

4 = sangat baik; 3 = baik; 2 = Cukup; 1 = Kurang; Rata-rata skor =

Tabel 13. Kualifikasi pada Rata-Rata Skor

Interval Kualifikasi

3,10 – 4,00 Sangat Baik 2,10 – 3,00 Baik 1,10 – 2,00 Cukup 0,00 – 1,00 Kurang


(65)

46 BAB IV

DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMPS St. Hubertus Yohanes di Laja, Ngada pada tanggal 21 Juli – 25 Juli 2016. Waktu yang digunakan peneliti untuk melakukan penelitian di SMP tersebut juga cukup terbatas karena pada bulan Juli hingga Agustus para siswa sedang disibukkan dengan kegiatan persiapan perlombaan pekan olahraga tingkat Kecamatan. Alasan peneliti melakukan penelitian di SMP tersebut karena peneliti merupakan alumni sehingga sudah cukup mengenal lingkungan sekolah, para guru dan memudahkan peneliti dalam mengurus proses perijinan.

Penelitian ini ditujukan kepada siswa kelas VII karena materi Suhu dan Pengukurannya diajarkan pada smester pertama sesuai dengan kurikulum KTSP yang digunakan di sekolah tersebut. Pada tahun ajaran baru 2016/2017 di SMPS St. Hubertus Yohanes Laja siswa dibagi kedalam dua kelas. Dari kedua kelas tersebut peneliti hanya meneliti satu kelas yang berjumlah 28 siswa yaitu kelas VII A. Kelas yang menjadi sampel penelitian dipilihkan oleh guru dengan alasan satu kelas lain digunakan sebagai sampel penelitian bagi mahasiswa lain yang juga mengambil data di sekolah yang sama.

Proses awal yang dilakukan peneliti yaitu menghubungi pihak sekolah dalam rangka proses perijinan dan kemudian disusul dengan


(66)

surat ijin penelitian resmi dari universitas. Peneliti juga melakukan pendekatan terhadap guru mata pelajaran Fisika yang juga merangkap sebagai kepala sekolah untuk berkonsultasi dan menjelaskan gambaran umum mengenai proses pembelajan yang akan dilakukan selama penelitian. Sehari sebelum penelitian diadakan, peneliti diberikan kesempatan untuk mengenal siswa secara umum.

Proses pengumpulan data dimulai pada tanggal 22 Juli 2016 pukul 07.00 WITA, dan kegiatan awal yang dilakukan adalah guru menjelaskan kepada siswa kegiatan-kegiatan yang akan siswa jalankan selama proses pembelajaran. Selanjutnya siswa diminta untuk mengerjakan soal pretest berupa uraian yang berhubungan dengan materi suhu selama 20 menit. Setelah pretest selesai diadakan, guru melanjutkan dengan membagi siswa kedalam 5 kelompok kecil sambil membagikan LKS kepada masing-masing kelompok. Sebelum eksperimen sederhana dilakukan, guru menjelaskan langkah-langkah kegiatan yang harus dilakukan siswa dalam kelompok dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai hal-hal yang kurang dipahami dari isi LKS.

Kemudian siswa diminta untuk melakukan eksperimen sederhana sambil dibimbing oleh guru. Dalam proses ini, guru juga menjelaskan kepada siswa prosedur kerja yang benar dan membetulkan cara kerja siswa yang belum mengikuti prosedur. Setelah selesai melakukan eksperimen sederhana siswa diminta untuk mengisi LKS yang


(67)

telah disediakan dengan pertanyaan yang membantu siswa dalam merumuskan konsep dan pengetahuan yang didapatkan selama proses eksperimen sederhana. Saat siswa selesai menjawab pertanyaan dalam LKS tersebut, guru meminta perwakilan siswa dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan didepan kelas. Sementara salah satu kelompok mempresentasikan didepan kelas, kelompok lain diminta untuk mendengar dan memperhatikan sambil menyiapkan pertanyaan atau tanggapan dari masing-masing kelompok.

Dalam proses diskusi secara klasikal tersebut terjadi, guru juga memberikan penegasan mengenai konsep-konsep fisika yang berkaitan dengan materi suhu. Pada akhir presentasi siswa dalam masing-masing kelompok menyimpulkan hal-hal yang berkaitan dengan materi suhu sambil guru memberi penegasan dan meluruskan jika terjadi miskonsepsi. Kemudian siswa diminta untuk mengerjakan soal postttest berupa uraian yang berhubungan dengan materi suhu selama 20 menit. Untuk pertemuan selanjutnya, siswa tetap dibagi kedalam 5 kelompok dan hal yang sama mereka lakukan untuk materi pengukuran suhu.

B. Data, Analisis Data dan Pembahasan

Pada penelitian ini, guru mengambil beberapa data yaitu pretest, postest dan lembar observasi.

1. Tes Tertulis Sebelum Pembelajaran (Pretest) a. Data Pemahaman Awal


(68)

Tabel 14. Persentase Skor Pemahaman Awal (Pretest) No Kode Siswa Jumlah Skor

Yang Diperoleh

Skor Maksimal

Persentase Skor (%)

1 01 29,5 135 21,85

2 02 25,5 135 18,89

3 03 29,5 135 21,85

4 04 30 135 22,22

5 05 24,5 135 18,15

6 06 31,5 135 23,33

7 07 10 135 7,41

8 08 28,5 135 21,11

9 09 29,5 135 21,85

10 10 29,5 135 21,85

11 11 23,5 135 17,41

12 12 28,5 135 21,11

13 13 26,5 135 19,63

14 14 21,5 135 15,93

15 15 25,5 135 18,89

16 16 23 135 17,04

17 17 29,5 135 21,85

18 18 29,5 135 21,85

19 19 28 135 20,74

20 20 28 135 20,74

21 21 29 135 21,48

22 22 26,5 135 19,63

23 23 36,5 135 27,04

24 24 24 135 17,78

25 25 24 135 17,78

26 26 29 135 21,48

27 27 31 135 22,96

28 28 25,5 135 18,89

Rata-rata 20,03

Berdasarkan tabel skor pretest yang didapatkan di atas maka rata-rata presentasi skor yaitu 20,03% berarti siswa sangat tidak paham tenang materi suhu dan pengukurannya.


(69)

b. Tingkat Pemahaman Awal Siswa

Melalui tabel 14. Persentase skor pemahaman awal siswa mengenai materi suhu dan pengukurannya, dapat menentukan kualifikasi tingkat pemahaman siswa berikut ini.

Tabel 15. Kualifikasi Tingkat Pemahaman Awal Siswa No Kode Siswa Persentase Skor

(%)

Kualifikasi

1 01 21,85 Tidak Paham

2 02 18,89 Tidak Paham

3 03 21,85 Tidak Paham

4 04 22,22 Tidak Paham

5 05 18,15 Tidak Paham

6 06 23,33 Tidak Paham

7 07 7,41 Tidak Paham

8 08 21,11 Tidak Paham

9 09 21,85 Tidak Paham

10 10 21,85 Tidak Paham

11 11 17,41 Tidak Paham

12 12 21,11 Tidak Paham

13 13 19,63 Tidak Paham

14 14 15,93 Tidak Paham

15 15 18,89 Tidak Paham

16 16 17,04 Tidak Paham

17 17 21,85 Tidak Paham

18 18 21,85 Tidak Paham

19 19 20,74 Tidak Paham

20 20 20,74 Tidak Paham

21 21 21,48 Tidak Paham

22 22 19,63 Tidak Paham

23 23 27,04 Tidak Paham

24 24 17,78 Tidak Paham

25 25 17,78 Tidak Paham

26 26 21,48 Tidak Paham

27 27 22,96 Tidak Paham

28 28 18,89 Tidak Paham

Tabel 16. Kualifikasi Tingkat Pemahaman Awal Siswa Interval (%) Kualifikasi Jumlah

siswa

Presentase (%) 90 % - 100% Sangat Paham 0 0


(70)

Interval (%) Kualifikasi Jumlah siswa

Presentase (%)

80 % - 89% Paham 0 0

65% - 79% Cukup Paham 0 0

55% - 64% Kurang Paham 0 0

di bawah 55%

Tidak Paham 28 100

Berdasarkan tabel 15. kualifikasi tingkat pemahaman awal siswa dengan skor tertinggi pada kode siswa 23 dengan persentase skor 27,04% dan kualifikasi tidak paham. Sedangkan kualifikasi tingkat pemahaman awal siswa dengan skor terendah pada kode siswa 07 dengan persentase skor 7,41% dan kualifikasi tidak paham.

Berdasarkan tabel 16. dapat dilihat bahwa semua siswa yang mengikuti pretest berada pada interval dibawah 55% dengan kualifikasi tidak paham. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semua siswa yang berjumlah 28 orang sangat tidak paham dengan materi suhu dan pengukurannya.

c. Persentase Jumlah Siswa yang Mampu Mengerjakan Tabel 17. Persentase Jumlah Siswa yang Mampu Mengerjakan Setiap Butir Soal Pretest

No Soal Jumlah Skor Maksimal

Jumlah Skor yang Diperoleh

Siswa

Persentase Jumlah Siswa yang Mampu

Mengerjakan (%)

1 420 202,5 48

2 280 23 8

3 280 117,5 42


(1)

YAYASAN PERSEKOLAHAN UMAT KATOLIK NGADA

SMP SWASTA ST. HUBERTUS YOHANES LAJA

DAFTAR NILAI SISWA KELAS VII

TAHUN PELAJARAN: 2016/2017

Mata Pelajaran

:

IPA Fisika

Materi

:

Suhu dan Pengukuran (Postest)

No Nama Siswa L/P 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jumlah Nilai (%) Skor 15 10 10 10 10 25 25 20 10 135 100

1 Agnes Monika Kigo P 15 8 10 1 6 25 25 16 10 116 85,93

2 Alexander Kota L 15 1 10 1 10 25 25 16 10 113 83,70

3 Anggelina Mugi P 11 5 10 1 6 25 25 6 10 99 73,33

4 Asgarius Febronius Tiwu L 15 1 10 1 6 15 15 13 10 86 63,70

5 Astrian Brindinsich Viktor Sebo

L

15 1 10 1 6 25 20 6 10 94 69,63


(2)

7 Damianus Watu L 12,5 5 8,5 1 6 25 20 10 10 98 72,59 8 Domitilla Rosa Mistika Wua P 12,5 5 10 1 6 25 25 16 10 110,5 81,85

9 Gaudensius Marino Rimo L 15 1 10 1 6 25 25 9 10 102 75,56

10 Herlina Kigo P 11 5 8,5 1 2 20 10 10 10 77,5 57,41

11 Hermanus Sandrianus Wake L 15 1 7,5 2,5 6 25 25 16 10 108 80,00

12 Hilarius Lobo L 15 1 10 1 6 25 5 2 10 75 55,56

13 Kosmas Damianus Suri L 11 1 10 7,5 6 15 15 13 10 88,5 65,56

14 Maria Rineldis Ule P 15 10 10 5 10 10 5 16 10 91 67,41

15 Maria Rosalinda Eza P 15 0 7 0 10 25 25 16 10 108 80,00

16 Maria Viany Rema P 15 5 8,5 2,5 2 25 25 16 10 109 80,74

17 Marianus Metodius Babo L 15 1 10 2,5 6 15 10 2 10 71,5 52,96

18 Marselinus Krostogonus Kaki L 11 1 7,5 2,5 10 10 10 6 10 68 50,37

19 Natalia Alfania Anu P 15 1 7 1 6 25 15 9 10 89 65,93

20 Patrisia Kristina Meo P 15 5 10 2,5 10 25 25 6 10 108,5 80,37

21 Paulina Bhoki P 11 5 10 1 6 25 5 10 10 83 61,48


(3)

23 Sebastianus Jonatan Ngozo L 15 1 10 10 10 25 20 16 10 117 86,67

24 Serlina Moghu P 10 5 8,5 1 6 25 25 16 10 106,5 78,89

25 Veronika Agustina Romauly P 15 8 10 1 6 20 5 6 10 81 60,00

26 Yohana Febriana Astrid Loda P 11 1 10 1 6 25 25 16 10 105 77,78

27 Yohanes Bhuru L 15 1 10 2,5 5 25 25 10 10 103,5 76,67

28 Yohanes Jago L 15 1 10 2,5 10 25 25 16 10 114,5 84,81

Jumlah Nilai 386 86 263 57 191 630 520 319 280 2732 2023,70 Rata-rata Nilai 91,90 30,71 93,93 20,36 68,21 90 74,29 56,96 100 72,28


(4)

Lampiran D1. Foto Kegiatan Penelitian:

Siswa dalam kelompok melakukan eksperimen sederhana dengan menggunakan termometer sederhana.

Siswa dalam kelompok melakukan eksperimensederhana dengan menggunakan termometer standar.

Siswa memperhatikan penjelasan guru. Salah satu siswa menuliskan rumus hasil diskusi kelompok didepan kelas.


(5)

Siswa memperhatikan penjelasan guru dan salah satu siswa mengacungkan tangan untuk menanggapi pertanyaan guru.


(6)