EFEKTIVITAS METODE PERMAINAN EDUKATIF TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DI KELAS II SD NEGERI DEMAKIJO 1 GAMPING SLEMAN TAHUN AJARAN 2016/2017.

(1)

i

EFEKTIVITAS METODE PERMAINAN EDUKATIF TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DI KELAS II SD NEGERI DEMAKIJO 1

GAMPING SLEMAN TAHUN AJARAN 2016/2017 HALAMAN JUDUL

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh: Lantip Nur Ikhwan NIM. 131082481185

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

ii

EFEKTIVITAS METODE PERMAINAN EDUKATIF TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DI KELAS II SD NEGERI DEMAKIJO 1

GAMPING SLEMAN TAHUN AJARAN 2016/2017 Oleh:

Lantip Nur Ikhwan NIM 13108241185

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas metode permainan edukatif terhadap hasil belajar matematika di kelas II SD Negeri Demakijo 1 Gamping Sleman tahun ajaran 2016/2017.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment dengan bentuk nonequivalent control group design, sehingga terdapat dua kelompok yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Demakijo 1 Gamping Sleman. Subjek penelitian ini adalah 60 siswa kelas II tahun ajaran 2016/2017 yang terbagi ke dalam dua kelas. Kelas II A sebagai kelompok kontrol dan kelas II B sebagai kelompok eksperimen dengan jumlah masing-masing siswa setiap kelas adalah 30 siswa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes, observasi dan dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan rata-rata skor akhir kedua kelompok, serta perhitungan uji gain.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode permainan edukatif memiliki dampak yang efektif terhadap hasil belajar matematika di kelas II SD Negeri Demakijo 1 Gamping Sleman tahun ajaran 2016/2017. Hasil penelitian tersebut dibuktikan dengan mean nilai post-test yang diperoleh kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yaitu 7,267 > 6,517 dan uji gain diperoleh kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebesar 0,35 > 0,13. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat dimaknai bahwa kelompok eksperimen memiliki perubahan yang lebih tinggi dibanding dengan kelompok kontrol.


(3)

iii

EFFECTIVENESS OF EDUCATIVE GAMES METHOD ON THE

MATHEMATICS LEARNING RESULT OF THE SECOND GRADE STUDENTS

IN ELEMENTARY SCHOOL DEMAKIJO 1 GAMPING SLEMAN SCHOOL

YEAR 2016/2017

By:

Lantip Nur Ikhwan NIM 13108241185

ABSTRACT

The aim of this research is to find out the effectiveness of the use of educative games to the result of learning mathematics of second grade students in SD Demakijo 1 Gamping Sleman school year 2016/2017.

The approach of this research is quantitative approach. This research is experimental research with quasi experimental design and the type is nonequivalent control group, so that there are two groups that use in this research namely experiment group and control group. This research held in SD Demakijo 1 Gamping Sleman. The subject of the research is all of second grade students of SD Demakijo 1 Gamping Sleman which numbered 60 students in school year 2016/2017 that consist of two class there are II A as control group and II B as experiment group each with the same number of 30 students. Collection data techniques that used are test, observation, and documentation. Analysis data techniques that used is comparison mean post-test of experiment group and control group. Beside the comparison of mean, analysis data used gain test.

The results of this research indicate that educational game methods have an effective impact on mathematics learning outcomes of second grade students in SD Demakijo 1 Gamping Sleman school year 2016/2017. The results of this research are proved by mean of post-test experiment group and control group that is 7,267 > 6,517 and the gain test of experiment group and control group is 0,35 > 0,13. Based on the calculation results, can be interpreted that experiment group had the changes higher than control group.


(4)

iv


(5)

v


(6)

vi


(7)

vii MOTTO

“Hidup adalah permainan, dimana hidup di dalamnya selalu ada peraturan-Nya”


(8)

viii

PERSEMBAHAN Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Ayah saya Bapak Sugiono dan ibu saya Ibu Sulastri yang telah memberikan dukungan moral maupun materiil kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta.


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah

SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul “Efektivitas Metode Permainan Edukatif terhadap Hasil Belajar Matematika di Kelas II SD Negeri Demakijo 1 Gamping Sleman Tahun Ajaran 2016/2017” disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan.

Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan skripsi ini banyak mendapatkan bantuan, dorongan, dukungan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:

1. Ibu Rahayu Condro Murti, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar dan ikhlas memberi masukan dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd. selaku Rektor Universitas Negeri

Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan belajar dan menuntut ilmu sehingga dapat menyelesaikan Pendidikan di UNY.

3. Bapak Dr. Haryanto, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan kebijakan dan kemudahan sehingga penulisan tugas akhir skripsi ini berjalan dengan lancar.

4. Bapak Dr. Suwarjo, M.Si. selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.


(10)

(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II ... 8

KAJIAN PUSTAKA ... 8

A. Tinjauan tentang Pembelajaran Matematika ... 8


(12)

xii

2. Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar... 12

3. Nilai Pendidikan Matematika ... 13

4. Peranan Matematika di Sekolah Dasar ... 15

B. Pemetaan Kurikulum Matematika di Kelas II ... 16

C. Tinjauan tentang Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ... 17

D. Tinjauan tentang Hasil Belajar ... 21

E. Tinjauan tentang Metode Pembelajaran ... 26

F. Tinjauan tentang Permainan Edukatif ... 27

1. Pengertian Permainan Edukatif ... 27

2. Tujuan Permainan Edukatif ... 28

3. Fungsi Permainan Edukatif ... 29

4. Pentingnya Permainan Edukatif ... 30

5. Permainan Edukatif dalam Pembelajaran Matematika ... 31

G. Penelitian yang Relevan ... 37

H. Kerangka Pikir ... 38

I. Hipotesis ... 41

J. Definisi Operasional Variabel ... 41

BAB III ... 42

METODE PENELITIAN ... 42

A. Jenis Penelitian ... 42

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 46

1. Populasi Penelitian ... 46

2. Sampel Penelitian ... 46

C. Setting Penelitian ... 47

D. Teknik Pengumpulan Data ... 47

E. Instrumen Penelitian... 48

F. Validasi Instrumen ... 51


(13)

xiii

BAB IV ... 58

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58

A. Deskripsi Lokasi Penelitian... 58

B. Pelaksanaan Penelitian ... 60

C. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 61

1. Data Pre-test Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 61

2. Data Post-test Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 67

3. Data Hasil Pelaksanaan Pembelajaran Matematika Kelompok Kontrol dan Hasil Pelaksanaan Tindakan Kelompok Eksperimen ... 73

D. Teknik Analisis Data ... 84

1. Analisis Mean Hasil Belajar Matematika Materi Pembagian ... 84

2. Analisis Uji Gain Kelompok Eksperimen-Kontrol ... 87

E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 88

1. Pembahasan Mean Hasil Belajar Matematika pada Materi Pembagian ... 88

2. Pembahasan Hasil Uji Gain Kelompok Kontrol dan Eksperimen... 90

3. Pembahasan Pelaksanaan Pembelajaran Matematika Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 91

F. Keterbatasan Penelitian ... 92

BAB V ... 93

SIMPULAN DAN SARAN ... 93

A. Simpulan ... 93

B. Saran ... 93


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika

Kelas II Semester 2………... 17

Tabel 2. Tahapan Operasional Konkret Piaget……… 20

Tabel 3. Kisi-Kisi Instrumen Tes sebelum Uji Coba………... 49

Tabel 4. Kisi-Kisi Instrumen Tes setelah Uji Coba………. 50

Tabel 5. Kisi-Kisi Pedoman Observasi Guru………... 50

Tabel 6. Kisi-Kisi Pedoman Observasi Siswa………. 51

Tabel 7. Hasil Uji Validasi Instrumen………. 53

Tabel 8. Interpretasi Nilai r………. 54

Tabel 9. Kategori Gain Ternormalisasi………..………. 57

Tabel 10. Daftar Jumlah Siswa Kelas II SD Negeri Demakijo 1………. 59

Tabel 11. Jadwal Pelaksanaan Penelitian………... 60

Tabel 12. Skor Awal (Pre-test) Kelompok Kontrol………... 61

Tabel 13. Skor Awal (Pre-test) Kelompok Eksperimen……… 63

Tabel 14. Daftar Nilai Pre-test Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen………. 65

Tabel 15. Hasil Perhitungan Statistik Pre-test... 66

Tabel 16. Skor Akhir (Post-test) Kelompok Kontrol………. 67

Tabel 17. Skor Akhir (Post-test) Kelompok Eksperimen………. 69

Tabel 18. Daftar Nilai Post-test Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen……… 71

Tabel 19. Hasil Perhitungan Statistik Post-test………. 72

Tabel 20. Hasil Pelaksanaan Tindakan Penggunaan Metode Permainan Edukatif terhadap Aktivitas Guru Kelompok Eksperimen Pertemuan I……… 77


(15)

xv

Tabel 21. Hasil Pelaksanaan Tindakan Penggunaan Metode Permainan Edukatif terhadap Aktivitas Siswa Kelompok

Eksperimen Pertemuan I……… 79

Tabel 22. Hasil Pelaksanaan Tindakan Penggunaan Metode Permainan Edukatif terhadap Aktivitas Guru Kelompok

Eksperimen Pertemuan II………... 81

Tabel 23. Hasil Pelaksanaan Tindakan Penggunaan Metode Permainan Edukatif terhadap Aktivitas Siswa Kelompok

Eksperimen Pertemuan II………... 83

Tabel 24. Hasil Statistik Pre-test Kelompok Kontrol dan Kelompok

Eksperimen………. 85

Tabel 25. Hasil Statistik Post-test Kelompok Kontrol dan Kelompok

Eksperimen………. 86

Tabel 26. Hasil Rerata Gain Ternormalisasi Kelompok Kontrol dan


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Diagram Kerangka Pikir Penelitian………. 40

Gambar 2. Rancangan Nonequivalent Control Group Design……….... 43

Gambar 3. Langkah-Langkah Penelitian………... 45

Gambar 4. Histogram Skor Nilai Awal (Pre-test) Kelompok Kontrol……. 62 Gambar 5. Histogram Skor Nilai Awal (Pre-test) Kelompok Eksperimen... 64 Gambar 6. Grafik Garis Nilai Pre-test Kelompok Kontrol dan Kelompok

Eksperimen………. 66

Gambar 7. Histogram Skor Nilai Akhir (Post-test) Kelompok Kontrol…... 68 Gambar 8. Histogram Skor Nilai Akhir (Post-test) Kelompok

Eksperimen………. 70

Gambar 9. Grafik Garis Nilai Post-test Kelompok Kontrol dan Kelompok

Eksperimen………... 72

Gambar 10. Diagram Hasil Pelaksanaan Tindakan Aktivitas Guru

Kelompok Eksperimen Pertemuan I……… 78

Gambar 11. Diagram Hasil Pelaksanaan Tindakan Aktivitas Siswa

Kelompok Eksperimen Pertemuan I……… 80

Gambar 12. Diagram Hasil Pelaksanaan Tindakan Aktivitas Guru

Kelompok Eksperimen Pertemuan II………. 82

Gambar 13. Diagram Hasil Pelaksanaan Tindakan Aktivitas Siswa

Kelompok Eksperimen Pertemuan II………... 84

Gambar 14. Diagram Mean Pre-testKelompok Kontrol dan Eksperimen…. 85 Gambar 15. Diagram Mean Post-test Kelompok Kontrol dan Eksperimen… 86 Gambar 16. Diagram Rerata Gain Ternormalisasi Kelompok Kontrol dan


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Instrumen Penelitian………... 97

Lampiran 1.1 RPP Kelompok Kontrol dan Eksperimen………. 98

Lampiran 1.2 Penjelasan Permainan……….. 107

Lampiran 1.3 Materi Pembagian Bilangan………. 111

Lampiran 1.4 Kisi-Kisi Instrumen Tes Sebelum dan Sesudah Uji Coba... 112

Lampiran 1.5 Lembar Validasi Instrumen Penelitian………. 113

Lampiran 1.6 Soal Penelitian Sebelum dan Sesudah Uji Coba……….. 115

Lampiran 1.7 Kunci Jawaban Soal Sebelum dan Sesudah Uji Coba……….. 123

Lampiran 1.8 Kisi-Kisi Observasi Guru dan Siswa………... 124

Lampiran 1.9 Pedoman Observasi Guru dan Siswa………... 125

Lampiran 2. Analisis Instrumen………... 127

Lampiran 2.1 Skor Uji Coba Instrumen………. 128

Lampiran 2.2 Uji Validitas Instrumen……… 130

Lampiran 2.3 Uji Reliabilitas Instrumen………. 132

Lampiran 3. Data Hasil Penelitian……… 134

Lampiran 3.1 Nilai Pre-test Kelompok Kontrol………. 135

Lampiran 3.2 Nilai Post-test Kelompok Kontrol………... 137

Lampiran 3.3 Nilai Pre-test Kelompok Eksperimen………. 139

Lampiran 3.4 Nilai Post-test Kelompok Eksperimen………. 141

Lampiran 3.5 Hasil Pelaksanaan Tindakan Kelompok Eksperimen Pertemuan I………. 143

Lampiran 3.6 Hasil Pelaksanaan Tindakan Kelompok Eksperimen Pertemuan II………. 145

Lampiran 4. Analisis Hasil Penelitian………. 147

Lampiran 4.1 Frekuensi Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen... 148


(18)

xviii

Lampiran 4.2 Hasil Gain Ternormalisasi Siswa Tunggal Kelompok Kontrol

dan Kelompok Eksperimen………... 152

Lampiran 4.3 Hasil Rerata Gain Ternormalisasi Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen………. 154

Lampiran 5. Dokumentasi……… 156

Lampiran 5.1 Daftar Nilai sebelum Penelitian (UAS dan Pre-test) dan setelah penelitian (Post-test) ………... 157

Lampiran 5.2 Foto Pelaksanaan Penelitian……… 159

Lampiran 5.3 Foto Pekerjaan Siswa………... 161

Lampiran 6 Surat-Surat Penelitian……….. 169

Lampiran 6.1 Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas Ilmu Pendidikan……… 170

Lampiran 6.2 Surat Rekomendasi Penelitian dari KESBANGPOL……….. 171

Lampiran 6.3 Surat Penelitian dari BAPPEDA………. 172

Lampiran 6.4 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Sekolah……….. 173


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang diajarkan sejak kelas I sampai kelas VI. Mata pelajaran matematika ini merupakan mata pelajaran yang terintegrasi antara kelas I hingga kelas VI. Mata pelajaran matematika yang berada di kelas awal (kelas I, II, III) merupakan pembelajaran dasar dari materi yang akan diteruskan di kelas lanjut (kelas IV, V, VI).

Menurut Subarinah (2006: 1) matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya. Dengan sifat abstraknya tersebut, maka diperlukan suatu metode penyampaian matematika yang sesuai dan tepat untuk siswa. Dalam penyampaian materi tersebut, guru harus dapat memilih metode yang sesuai untuk dibawakan ke dalam kelas dengan mengacu pada perkembangan usia anak sekolah dasar pada umumnya. Sementara kita mengetahui bahwa menurut teori Piaget, tahap perkembangan anak usia SD masih dalam tahap berpikir operasional konkret. Dengan masa operasional konkret tersebut, maka diperlukan suatu metode pembelajaran yang tepat dalam membelajarkan matematika guna membantu siswa dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru di dalam kelas.

Banyak anak terutama anak usia sekolah dasar yang tidak menyukai mata pelajaran matematika. Hal ini serupa dengan pendapat Pitadjeng (2006: 1) yang


(20)

2

mengungkapkan bahwa banyak orang yang tidak menyukai matematika, termasuk juga anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD-MI). Kebanyakan mereka masih menganggap mata pelajaran matematika ini merupakan sesuatu yang sulit untuk dipelajarinya. Hal tersebut juga banyak didukung oleh faktor lainnya, seperti halnya guru yang membosankan dalam mengajar, maupun guru yang menyeramkan dalam mengajarakan matematika sendiri. Hal-hal tersebut akan menambah rasa malas bahkan takut dalam mempelajari mata pelajaran matematika. Dari sikap yang negatif tersebut, tentu saja mengakibatkan penurunan hasil belajar siswa. Efek domino yang dapat terjadi dari permasalahan tersebut, anak bisa saja semakin tidak menyukai bahkan membenci matematika. Karena mereka takut mempelajari matematika, maka dapat dipastikan hasil belajar anak akan semakin menurun.

Sudjana (2005: 22) dalam bukunya menjelaskan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar yang dimaksud merupakan kemampuan masing-masing individu siswa untuk dapat menerima, memahami dan mengolah materi dari pengalaman belajar mereka. Dengan perbedaan masing-masing individu siswa, tentunya akan membuat hasil belajar mereka bervariasi. Variasi ini mencakup kenaikan hasil belajar dan penurunan hasil belajar. Penurunan hasil belajar siswa mungkin terjadi dikarenakan masih monotonnya guru dalam membelajarkan matematika kepada siswa di kelas. Guru cenderung menggunakan metode ceramah, mengerjakan soal, pemberian materi baru, dan berulang terus dalam pembelajaran kelas. Hal tersebut dapat


(21)

3

dipastikan membuat siswa merasa bosan dalam mempelajari mata pelajaran matematika. Oleh karena itu dapat dikatakan tujuan belajar matematika tidak tercapai secara optimal.

Sekarang ini, perkembangan teknologi sudah semakin pesat. Perkembangan teknologi ini juga diiringi dengan pemakaiannya yang tak luput juga dari dunia anak. Perkembangan teknologi mempunyai dampak yang positif maupun negatif bagi manusia. Menurut psikolog Dra. A. Kasandra Putranto yang dikutip dalam Kompas tanggal 30 September 2015, mengungkapkan bahwa perkembangan teknologi memiliki dampak positif dan negatif dalam kehidupan manusia. Dampak positifnya, antara lain, gadget dapat mempermudah komunikasi, mengembangkan kehidupan sosial, dan akses informasi jadi cepat. Sementara salah satu dampak negatifnya, yaitu mengurangi interaksi sosial secara langsung dengan orang di sekitar kita. Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan teknologi yang terlalu berlebihan dapat mengurangi interaksi sosial. Hal tersebut juga dapat berdampak pada siswa yang terbiasa menggunakan gadget sehingga mereka akan cenderung menjadi pribadi yang individualis.

Dalam upaya melakukan pembelajaran yang optimal, perlu ada suatu metode pembelajaran yang dapat diterapkan dalam mengatasi permasalahan siswa tadi. Pemilihan metode pembelajaran merupakan suatu hal yang penting bagi guru untuk melakukan suatu skenario pembelajaran. Penggunaan metode akan mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran. Banyak sekali metode yang dapat diambil oleh guru


(22)

4

untuk dapat diterapkan dalam membelajarkan matematika pada siswa. Dalam semua metode pembelajaran, tentu saja terdapat kelebihan, kelemahan dan teknik yang disarankan. Hal itulah yang membuat mengapa tidak semua metode dapat diterapkan untuk semua pembelajaran.

Dalam mengajarkan materi pembelajaran, terdapat suatu metode yang dinamakan permainan edukatif. Permainan edukatif, yaitu suatu kegiatan yang sangat menyenangkan dan dapat merupakan cara atau alat pendidikan yang bersifat mendidik (Ismail, 2006: 119). Metode ini menggunakan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan bagi siswa sehingga diharapkan dapat membuat siswa memahami materi pembelajaran dengan lebih mudah. Metode permainan edukatif ini lebih memerapkan kepada sikap sosial siswa dengan berbagi sesama teman. Dengan menggunakan metode permainan edukatif ini diharapkan siswa akan bersosialisasi dengan temannya dan siswa akan merasa senang dalam mempelajari matematika yang nantinya akan berdampak pada hasil belajar siswa.

Dalam mata pelajaran matematika SD kelas II semester genap, salah satu kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa adalah mengenai operasi bilangan. Dari observasi yang dilakukan, kebanyakan siswa masih kesulitan dengan melakukan operasi bilangan. Hal ini ditunjukkan dengan 53% siswa yang masih mendapat nilai di bawah KKM. Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) pada mata pelajaran matematika adalah nilai 7,0.


(23)

5

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap guru kelas II SD Negeri Demakijo 1, kelas tersebut masih memerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan tidak menggunakan metode permainan edukatif sebagai salah satu cara dalam membelajarkan matematika kepada siswa. Guru masih sebatas menjelaskan pembelajarannya secara konvensional dengan ceramah dan pemberian contoh. Hal ini menjadi monoton mengingat banyak metode yang dapat digunakan oleh guru, termasuk juga metode permainan edukatif.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, menurut peneliti penting untuk diadakan perubahan dalam membelajarkan matematika di sekolah dasar. Metode permainan edukatif dipilih peneliti untuk digunakan dalam pengajaran matematika. Permainan yang digunakan dalam penelitian ini termasuk dalam games dimana dalam melakukan permainan ini siswa harus mematuhi aturan-aturan bermain yang disepakati bersama. Dengan metode ini, diharapkan siswa akan merasa senang mempelajari matematika yang akan berdampak pada hasil belajar siswa.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka judul penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah “Efektivitas Metode Permainan Edukatif Terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas II di SD Negeri Demakijo 1 Gamping Sleman Tahun Ajaran 2016/2017.”


(24)

6 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, berikut ini adalah beberapa permasalahan yang menjadi acuan dalam penelitian ini.

1. Matematika merupakan pembelajaran yang abstrak sehingga menuntut adanya metode yang tepat bagi anak, sesuai dengan perkembangan usia kognitifnya. 2. Hasil belajar siswa pada kelas II SD Negeri Demakijo 1 masih terbilang rendah.

Terbukti dengan 53% siswa masih mempunyai nilai di bawah KKM.

3. Belum diketahuinya efektivitas penerapan metode pembelajaran dengan menggunakan permainan edukatif terhadap hasil belajar Matematika kelas II di SD Negeri Demakijo 1.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan hasil identifikasi masalah tersebut, peneliti membatasi permasalahan dalam penelitian ini yaitu, belum diketahuinya efektivitas penerapan metode pembelajaran permainan edukatif terhadap hasil belajar Matematika kelas II di SD Negeri Demakijo 1.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan analisis masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: “Apakah metode permainan edukatif efektif terhadap hasil belajar matematika kelas II SD Negeri Demakijo 1 Gamping Sleman?”


(25)

7 E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas metode pembelajaran permainan edukatif terhadap hasil belajar matematika di kelas II SD Negeri Demakijo 1 Gamping Sleman.

F. Manfaat Penelitian Manfaat Praktis

1. Sekolah

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan tolok ukur untuk meningkatkan mutu sekolah.

2. Guru

Menginformasikan bahwa ada metode pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika, yaitu metode permainan edukatif. Juga sebagai sumbangan pemikiran dan memberikan suatu alternatif dalam memilih suatu metode yang dapat digunakan untuk mengajar pembelajaran matematika.

3. Siswa

Mempermudah siswa mempelajari dan memahami konsep pembelajaran matematika secara konkret sehingga suatu konsep tersebut dapat terserap dalam proses pembelajarannya matematika mereka.


(26)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Pembelajaran Matematika 1. Hakikat Pembelajaran Matematika

Kata matematika berasal dari bahasa Latin, manthanein atau mathema yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari”, sedang dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang semua berkaitan dengan penalaran (Depdiknas dalam Susanto 2015: 184). Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2006, menjelaskan bahwa matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Ruang lingkup mata pelajaran matematika


(27)

9

pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut, yaitu bilangan, geometri dan pengukuran, dan pengolahan data.

Matematika merupakan ilmu dasar yang nantinya akan digunakan ke dalam ilmu-ilmu sesudahnya. Maka dari itu, penguasaan akan materi awal memang mutlak harus dapat dikuasai dan dipahami semenjak dini. Penguasaan materi ini bertujuan agar konsep matematika yang merupakan rangkaian materi dapat berlangsung dengan baik tanpa harus terputus. Suatu konsep matematika disusun berdasarkan konsep matematika sebelumnya, jadi jika pemahaman akan suatu konsep matematika awalnya sudah salah, maka hal itu akan berakibat salah pada pemahaman konsep setelahnya.

Matematika merupakan suatu mata pelajaran wajib di SD. Matematika merupakan salah satu ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberi kontribusi, dalam menyelesaikan masalah sehari-hari serta memberikan dukungan pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu tujuan pendidikan matematika di sekolah dasar adalah untuk memberikan bekal yang cukup bagi siswa untuk menghadapi materi-materi matematika pada tingkat pendidikan lanjutan (Prihandoko, 2006: 5). Dapat diketahui bersama bahwa penyampaian konsep materi pada jenjang sekolah dasar masihlah sangat sederhana. Hal ini biasanya akan dipandang sebelah mata saja oleh banyak orang, namun konsep materi ini lah yang penting dan tidak boleh dihilangkan dalam membelajarkan matematika di tingkat awal.


(28)

10

Untuk mengetahui pembelajaran matematika, maka terlebih dahulu harus mengetahui pengertian dari pembelajaran. Menurut Susanto (2015: 185-186) pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik (siswa). Dalam pembelajaran ini, terkandung makna belajar dan mengajar atau biasa disebut dengan belajar mengajar. Belajar akan banyak terfokus dari seseorang sebagai objek yang akan menerima pelajaran, sedangkan mengajar akan terfokus pada apa yang akan dilakukan guru sebagai pemberi pelajaran.

Corey dalam Sagala (2006: 61) mengungkapkan bahwa pembelajaran adalah proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan sub khusus dari pendidikan.

Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono dalam Sagala (2006: 62) merupakan kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang memekankan pada sumber belajar. Pembelajaran berarti aktivitas guru sebagai pengajar dalam merancang bahan pengajaran agar proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan bermakna bagi siswa.

Menurut Susanto (2015: 186) pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir


(29)

11

siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya mengingkatkan penguasan yang baik terhadap materi matematika. Pembelajaran matematika adalah suatu kegiatan belajar dan mengajar yang tidak dapat dipisahkan. Kedua kegiatan tersebut berkolaborasi berjalan bersama secara padu untuk menciptakan kegiatan interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, ataupun siswa dengan lingkungan sekitar selama proses pembelajaran.

Definisi pembelajaran matematika menurut Zubaidah dan Risnawati (2016: 8) adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika.

Berdasarkan keseluruhan uraian diatas dapat diketahui bahwa pembelajaran matematika merupakan suatu komunikasi dua arah yang terjadi dalam lingkungan yang sengaja dikelola oleh guru secara terprogram untuk membuat siswa lebih aktif dalam belajar serta mengembangkan kreatifitas dan kemampuan berpikir matematika. Tujuan dari pembelajaran matematika yaitu untuk memberi bekal sekaligus mempersiapkan siswa dalam menghadapi materi matematika pada tingkat selanjutnya. Dimana dalam proses pembelajarannya, baik guru ataupun siswa bersama-sama menjadi pelaku terlaksanakannya tujuan pembelajaran apabila pembelajaran berjalan dengan efektif. Pembelajaran yang efektif ini akan menghasilkan hasil yang optimal pula.


(30)

12

2. Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Secara umum, tujuan dari pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2006, mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah;

b.

Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika;

c.

Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh;

d.

Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk

memperjelas keadaan atau masalah;

e.

Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika tersebut, maka di dalam kelas guru harus dapat menciptakan suasana belajar yang dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa. Kemudian tugas siswa tinggal belajar dan mengkonstruksi kembali


(31)

13

bahan-bahan pelajaran yang dimiliki dalam ingatannya. Karena siswa sendirilah yang nantinya akan menemukan, membentuk, dan mengembangkan pemahaman suatu pembelajaran.

3. Nilai Pendidikan Matematika

Hal yang sering kali didengar di masyarakat bahwa matematika merupakan pembelajaran yang sulit sehingga membuat mereka merasa takut untuk mempelajarinya. Dalam hal ini, guru mempunyai suatu tantangan tersendiri untuk dapat membawakan materi pembelajaran matematika yang sederhana secara menarik dan dapat dengan mudah dipahami oleh siswa.

Paradigma baru pembelajaran di sekolah dasar, matematika harus disajikan dalam suasana yang menyenangkan sehingga siswa akan termotivasi untuk belajar matematika (Prihandoko, 2006: 10). Suasana seperti itulah yang nantinya akan dapat membuat siswa dapat menyerap pembelajaran matematika dengan mudah. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk membuat pembelajaran matematika menjadi lebih mudah adalah dengan mengaitkannya dengan kehidupan riil dari pengalaman siswa. Untuk dapat melakukannya, maka guru perlu mengetahui nilai-nilai apa yang terkandung dalam pendidikan matematika.

Menurut Sujono dalam (Prihandoko, 2006: 10), nilai-nilai utama yang terkandung dalam matematika adalah nilai praktis, nilai disiplin, dan nilai budaya. Matematika dikatakan mempunyai nilai praktis karena matematika merupakan alat yang dapat secara langsung digunakan dalam menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari manusia. Dalam setiap kegiatanya sehari-hari, manusia akan melakukan


(32)

14

berbagai macam hal yang dapat berhubungan secara langsung dengan perhitungan matematis, baik yang tingkat sederhana sampai kepada tingkat yang rumit, baik itu membilang, menambah, mengurangi, mengalikan, membagi, menimbang, maupun mengukur. Sebagai contohnya, manusia melakukan perhitungan dalam bidang perdagangan, pertanian, perbankan, transportasi dan lain sebagainya yang pastinya akan melakukan perhitungan matematika dalam kegiatannya.

Matematika merupakan ilmu yang eksak dan selalu benar. Dari hal tersebut, benar bahwa matematika mempunyai nilai disiplin. Ini dimaksudkan agar manusia menjadi disiplin dalam pemikirannya dengan belajar ilmu matematika. Sebagaimana telah diketahui bahwa hakikat matematika berkenaan dengan struktur-struktur, hubungan-hubungan, konsep-konsep abstrak yang dikembangkan menurut aturan yang logis (Prihandoko, 2006: 11). Dimulai dengan konsep awal, sebuah sistem matematika disusun berdasarkan suatu hubungan sebab akibat, sehingga suatu pernyataan akan diturunkan untuk nantinya berdasar pada pernyataan yang ada sebelumnya, demikian pula pernyataan akan menjadi landasan bagi pernyataan-pernyataan sesudahnya dalam suatu urutan yang logis.

Nilai berikutnya yang terkandung dalam matematika adalah nilai budaya. Jika dilihat dari sejarah awal mulanya peradaban umat manusia, manusia sendiri telah banyak menggunakan matematika untuk melakukan perhitungan-perhitungan yang sederhana. Hal ini muncul akibat desakan kebutuhan mereka dan untuk mempermudah pemecahan masalah yang dihadapi. Sebagai contohnya adalah baik dari menghitung jumlah hari, jumlah ternak, dan yang lainnya. Pada perkembangannya, manusia


(33)

15

berusaha menciptakan simbol-simbol sebagai lambing bilangan dan juga menyusun sistem numerasinya untuk memudahkan menyatakan kuantitas.

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa nilai matematika merupakan sesuatu yang penting dan dapat berguna bagi manusia terutama yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan matematika. Dari uraian di atas, penting diketahui bahwa pada dasarnya matematika mempunyai suatu nilai yang diharapkan dapat dikembangkan oleh guru untuk diturunkan kepada siswa melalui pembelajaran yang menyenangkan. Nilai tersebut meliputi nilai praktis, nilai disiplin dan nilai budaya.

4. Peranan Matematika di Sekolah Dasar

Guru merupakan seorang pendidik yang melaksanakan suatu pembelajaran di dalam kelas. Pemahaman terhadap suatu peranan pengajaran yang baik di dalam sekolah dasar akan dapat membantu guru dalam melakukan pembelajaran yang profesional kepada siswanya.

Sebagaimana tertuang dari dokumen Depdiknas (Prihandoko, 2006: 18) yang menyebutkan bahwa fungsi matematika adalah sebagai berikut.

Matematika berfungsi untuk menggembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model matematika, serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan.

Fungsi ini adalah hasil dari suatu penerapan matematika yang menggunakan proses penalaran yang sistematis dan logis, dimana dalam setiap pemecahan


(34)

16

masalahnya selalu menggunakan penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen untuk dapat menemukan jawaban yang tepat.

Objek dalam matematika tidak hanya untuk dipahami, namun objek tersebut juga dapat digunakan untuk memecahkan masalah matematika. Permasalahan penalaran dan perhitungan merupakan permasalahan yang banyak dijumpai. Maka dari itu, guru harus dapat mengaitkan pembelajaran matematika dengan kehidupan sehari-hari dari siswa.

Selain fungsi matematika, Depdiknas dalam Prihandoko (2006: 21) juga menyebutkan tujuan pembelajaran matematika untuk satuan pendidikan sekolah dasar adalah untuk melatih dan menumbuhkan cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif, dan konsisten serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri dalam menyampaikan masalah.

Dari uraian di atas, peranan matematika di sekolah memang penting adanya. Hal itu meruntut kepada bagaimana cara bernalar sistematis dan logis dalam cara untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan matematika. Dengan berlogika dalam berpikir matematika menggunakan penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen yang bertujuan untuk menemukan jawaban yang tepat dalam setiap permasalahan seputar matematika.

B. Pemetaan Kurikulum Matematika di Kelas II

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar, pembelajaran matematika kelas II semester 2 tahun pelajaran 2016/2017 adalah sebagai berikut:


(35)

17

Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika Kelas II semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Bilangan

3. Melakukan perkalian dan pembagian bilangan sampai dua angka

3.1 Melakukan perkalian bilangan yang hasilnya bilangan dua angka

3.2 Melakukan pembagian bilangan dua angka

3.3 Melakukan operasi hitung campuran Geometri dan Pengukuran

4. Mengenal unsur-unsur bangun datar sederhana

4.1 Mengelompokkan bangun datar 4.2 Mengenal sisi-sisi bangun datar 4.3 Mengenal sudut-sudut bangun datar

Dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar pada pembelajaran matematika kelas II tersebut, Standar Kompetensi yang diambil dalam penelitian ini adalah Standar Kompetensi Bilangan, yaitu melakukan perkalian dan pembagian bilangan sampai dua angka. Kompetensi Dasarnya adalah melakukan pembagian bilangan dua angka. Dengan Indikator sebagai berikut:

a) Mengenal arti pembagian sebagai pengurangan yang beruntun; b) Mengenal arti pembagian dengan cara pengelompokan.

C. Tinjauan tentang Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Menurut Piaget dalam Izzaty (2013: 104), masa kanak-kanak akhir berada dalam tahap operasi konkret dalam berfikir (usia 7-12 tahun), dimana konsep yang pada awal masa kanak-kanak merupakan konsep yang samar-samar dan tidak jelas, sekarang menjadi lebih konkret. Guru perlu memahami bahwa semua siswa memiliki kebutuhan meskipun intensitas kebutuhan bervarisi antara siswa yang satu dengan yang lain sesuai


(36)

18

dengan tahapan perkembangannya. Kuswono (2013: 155), mengemukakan bahwa anak tidak dilihat sebagai orang dewasa muda, tetapi harus dilihat dari struktur kognitif pada setiap proses yang berbeda. Pengembangan melalui tahapan berdasarkan pada karakteristik urutan perkembangan. Setiap tahap memberikan kemajuan dalam urutan yang sama. Tidak ada tahapan yang terlewatkan, dan saling berhubungan dengan periode usia nyata (kronologi dan mental), meskipun perbedaan individual dapat diamati secara jelas secara kualitatif.

Sumantri dan Permana (1998: 12) mengemukakan bahwa masa usia sekolah dasar merupakan tahapan perkembangan penting dan fundamental bagi kesuksesan perkembangan selanjutnya. Wilayah perkembangan siswa tentu saja berbeda sesuai dengan tingkat usianya. Yusuf (2004: 24) membagi wilayah perkembangan siswa SD yaitu masa kelas rendah sekolah dasar dan masa kelas tinggi sekolah dasar.

1. Masa kelas-kelas rendah SD, yaitu usia 6 atau 7 tahun sampai usia 9 atau 10 tahun. Beberapa sifat anak pada masa kelas rendah yaitu:

a. Adanya hubungan positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi (apabila jasmaninya sehat maka banyak prestasi yang diperoleh).

b. Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan tradisional. c. Adanya kecenderungan memuji diri sendiri (menyebut nama sendiri). d. Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak yang lain.


(37)

19

f. Pada usia 6 – 8 tahun, anak menghendaki nilai rapor yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.

2. Masa kelas-kelas tinggi SD, yaitu usia 9 atau 10 sampai 12 atau 13 tahun. Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini yaitu:

a. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.

b. Amat realistik, ingin mengetahui, ingin belajar.

c. Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus, yang oleh para ahli yang mengikuti teori faktor ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor (bakat-bakat khusus).

d. Sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. Selepas umur ini pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya.

e. Pada masa ini, anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah.

f. Gemar membentuk kelompok sebaya untuk dapat bermain bersama-sama.

Menurut Piaget dalam Darmodjo dan Kaligis (1991: 19), dalam tahap operasional konkret kemampuan anak untuk berpikir sedikit abstrak selalu harus didahului dengan pegalaman konkret misalnya untuk menambah 2 dengan 3 menjadi 5 harus dilakukan


(38)

20

melalui benda nyata lebih dahulu, misalnya dengan kelereng. Kemampuannya untuk mengadakan klasifikasi juga masih bersifat konkret dalam arti memahami bentuk luarnya saja misalnya warna, panjang, besar, tidak dan belum dapat mengklasifikasikan atas dasar berat. Sehingga siswa dalam tahap ini masih sangat membutuhkan benda-benda konkret untuk menolong pengembangan kemampuan intelekualnya.

Tabel 2. Tahapan Operasional Konkret Piaget (Kuswono, 2013: 157)

Seriaton Kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk,

atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke benda yang paling kecil.

Classification Kemampuan untuk memberi nama atau megidentifikasi

serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda-benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animism (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).

Decentering Anak mulai memertimbangkan beberapa aspek dari suatu

permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh, anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar dan pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.

Reversibility Anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat

diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.

Conservation Memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda

tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, jika anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tau bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.

Elimination of

Egocentrism

Kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah), tetapi kempuan penyesuaian diri terkendali.


(39)

21

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa siswa sekolah dasar berada pada tahap perkembagan kognitif operasional konkret sehingga dalam proses belajarnya, siswa membutuhkan benda-benda serta contoh konkret. Siswa kelas II sekolah dasar merupakan siswa kelas rendah dengan karakteristik yang berbeda jika dibandingkan dengan siswa kelas tinggi. Karakteristik yang dimiliki siswa kelas rendah yaitu (1) Masih adanya kecenderungan memuji diri sendiri, (2) Suka membandingkan dirinya dengan yang lain, (3) masih mengutamakan peraturan pokok, (4) prestasi belajar dipengaruhi kesehatan jasmaninya.

D. Tinjauan tentang Hasil Belajar

Hasil belajar menurut Susanto (2015: 5) yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotori sebagai hasil dalam kegiatan belajar. Secara sederhananya, yang dimaksud dengan hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui proses pembelajaran. Winkel (1999) dalam Purwanto (2010, 38-39) mengungkapkan bahwa belajar merupakan proses dalam diri individu berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapat perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung melalui interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

Pengertian hasil belajar tidak dapat dipisahkan dari apa yang dapat terjadi di dalam pembelajaran, baik itu yang terjadi di luar kelas maupun yang terjadi di dalam kelas. Pengalaman belajar yang didapat siswa merupakan sesuatu yang nantinya dapat


(40)

22

dibangkitkan dan digunakan kembali oleh siswa. Pengalaman yang didapat siswa tersebut bergantung dari kualitas interaksinya dengan guru maupun siswa lain, karakteristik siswa, maupun kapan waktunya.

Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar (Purwanto 2010: 46). Meskipun pembelajaran dapat dilakukan dimanapun baik di luar maupun di dalam kelas, namun ada hal yang membedakannya, yaitu pembelajaran di dalam kelas dilakukan secara sistematis. Pembelajaran di dalam lingkungan kelas bertujuan untuk mengubah perilaku individu pada saat proses belajar.

Proses belajar merupakan suatu proses yang unik. Unik disini dikarenakan hasil belajar hanya didapat oleh orang yang belajar saja, dan tiap individu akan menampilkan hasil yang berbeda. Hal ini sejalan dengan pendapat Sudjana (2005: 22) yang menjelaskan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Howard Kingslay telah membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Hasil belajar yang dimaksud merupakan kemampuan masing-masing individu siswa untuk dapat menerima, memahami dan mengolah materi dari pengalaman belajar mereka.

Masing-masing jenis hasil belajar berisi bahan yang telah diterapkan dalam kurikulum. Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motoris (Sudjana, 2005: 22). Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan,


(41)

23

baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotoris.

1. Ranah Kognitif

a. Mengingat, yaitu mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang terdiri dari kemampuan mengidentifikasi dan mengambil ingatan dari memori jangka panjang.

b. Memahami, yaitu mengkonstruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru terdiri dari kemampuan menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan.

c. Mengaplikasikan, yaitu menerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu yang terdiri dari kemampuan mengeksekusi dan mengimplementasikan.

d. Menganalisis, yaitu memecah materi menjadi bagian-bagian penyusunnya dan menentukan hubungan-hubungan antar bagian itu dan keseluruhan struktur atau tujuan terdiri dari kemampuan membedakan, mengorganisasikan, dan mendekonstruksikan.

e. Mengevaluasi, yaitu mengambil keputusan berdasarkan kriteria dan/atau standar yang terdiri dari kemampuan memeriksa dan mengkritik.

f. Mencipta, yaitu memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang orisinil yang teridiri dari


(42)

24

kemampuan merumuskan, merencanakan, dan memproduksi. (Anderson, 2015: 100).

2. Ranah Afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti, perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motovasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan hubungan sosial. Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar.

a. Reciving/attending, yakni semacam kepekaan dalam memerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll. Dalam tipe ini, termasuk kesadaran, keinginan untuk memerima stimulus, kontrol, dan seleksi gejala atas rangsangan dari luar.

b. Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketapatan reaksi, perasaan, kepuasaan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya. c. Valuing (penilaian), berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau

stimulus tadi. Dalam evaluasi ini, termasuk didalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.

d. Organisasi, yakni pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioroitas nilai


(43)

25

yang dimilikinya. Yang termasuk ke dalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai, dll.

e. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Kedalamnya termasuk keseluruhann nilai dan karakteristiknya.

3. Ranah Psikomotoris

Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemapuan bertindak individu. Ada 6 tingkatan keterampilan, yakni:

a. Gerakan reflek (keterampilan dalam gerakan yang tidak sadar); b. Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar;

c. Kemapuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lain;

d. Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan; e. Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada

keterampilan yang komplek;

f. Kemempuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decuresive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif. (Sudjana, 2005: 29-31).

Hasil belajar juga merupakan hasil proses belajar (Dimyati dan Mudjiono 2002: 250). Hasil belajar ini dapat dipandang dari dua sisi, baik dari sisi siswa maupun dari sisi guru. Dari segi siswa, hasil belajar ini merupakan tingkat perkembangan mental


(44)

26

dari sebelum dan sesudah individu siswa belajar. Sementara dari guru, hasil belajar ini merupakan terselesaikannya bahan pelajaran. Sedangkan menurut Hamalik (2011: 30) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah apabila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Berdasarkan beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan suatu kemampuan individu dalam menyerap pengalaman belajarnya, baik di dalam maupun di luar kelas. Hasil belajar ini berbeda-beda dari masing-masing individu pelaku belajar sesuai dengan tingkat perkembangan mentalnya. Hasil belajar ini dapat diukur ke dalam berbagai ranah baik kognitif, afektif, maupun psikomotoris. Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan hasil belajar kognitif berupa nilai dan hasil belajar afektif berupa beberapa sikap seperti keaktifan, kreativitas, sesenangan dan kemempuan berpikir, yang didapat siswa dalam mata pelajaran matematika setelah siswa mengikuti kegiatan belajar dengan mengunakan metode permainan edukatif.

E. Tinjauan tentang Metode Pembelajaran

Surakhmad (1961) dalam Surysubroto (2002: 148) mengemukakan bahwa metode pengajaran adalah cara-cara pelaksanaan dari proses pengajaran, atau soal bagaimana teknisnya suatu bahan pelajaran diberikan kepada murid-murid di sekolah. Metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencpai tujuan. Semakin tepat metodenya, diharapkan semakin efektif pula pencapaian tujuan tersebut.


(45)

27

Sedangkan Wesley dan Wronski (1965) dalam Wahab (2012) mengemukan bahwa metode mengajar adalah serangkaian kegiatan yang diarahkan oleh guru yang hasilnya adalah belajar pada siswa. Dengan demikian metode dapat pula diartikan sebagai proses atau prosedur yang hasilnya adalah belajar atau dapat pula merupakan alat melalui makna belajar menjadi aktif.

Metode dapat dianggap sebagai suatu proses yang memungkinkan terjadinya belajar, maka metode tentu terdiri atas beberapa tahapan. Tahapan-tahapan yang dimaksud pada metode tertentu dapat pula digunakan pada metode mengajar lainnya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran merupakan suatu cara yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan pembelajaran kepada siswa. Hal ini bertujuan agar siswa dapat menyerap materi pembelajaran yang dibawakan oleh guru.

F. Tinjauan tentang Permainan Edukatif 1. Pengertian Permainan Edukatif

Ismail (2006: 119) mengungkapkan permainan edukatif yaitu suatu kegiatan yang sangat menyenangkan dan dapat merupakan cara atau alat pendidikan yang bersifat mendidik. Permainan edukatif dirancang untuk memberikan suatu pengalaman pendidikan ataupun pengalaman belajar kepada anak sebagai para pemainnya. Permainan edukatif ini dapat berguna untuk meningkatkan kemampuan berpikir, berbahasa, dan berhitung bagi siswa. Permainan edukatif juga berguna untuk


(46)

28

merangsang syaraf juga menguatkan anggota badan dan menyalurkan kegiatan bermain antar siswa.

Permainan edukatif juga dapat diartikan sebagai kegiatan bermain yang dilakukan oleh anak untuk memperoleh kesenangan dalam pendidikan. Disadari ataupun tidak, permainan juga mempunyai peranan yang baik untuk dapat mengembangkan diri anak secara utuh. Permainan edukatif ini merupakan suatu kegiatan mendidik dengan cara maupun media yang mendidik. Mudahnya, permainan edukatif adalah permainan yang sifatnya mendidik.

Dari uraian diatas, maka dapat diketahui bahwa permainan edukatif merupakan serangkaian kegiatan bermain dalam pembelajaran. Dimana tujuannya adalah untuk menarik perhatian anak dalam belajar dan meningkatkan pengalaman belajar yang bermakna. Dalam permainan edukatif ini dilakukan dengan cara ataupun media yang mendidik bagi siswa.

2. Tujuan Permainan Edukatif

Bermain merupakan pengalaman belajar yang sangat berguna bagi anak. Sebenarnya, banyak manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan bermainan. Dengan mengetahui manfaat bermain, diharapkan bisa memunculkan gagasan seseorang tentang cara memanfaatkan kegiatan bermain untuk mengembangkan bermacam-macam aspek perkembangan anak, yaitu aspek fisik, motorik, sosial, emosi, kepribadian, kognisi, ketajaman, penginderaan, keterampilan olahraga dan menari (Tedjasaputra, 2007: 38).


(47)

29

Jika dilihat dari sebuah kegiatan bermain, permainan ini tidaklah mempunyai tujuan yang tetap. Hal tersebut dikarenakan tujuan dari bermain ini lebih menekankan kepada kesenangan dan juga kepuasan diri. Sedang jika dilihat dari kegiatan yang mendidik, permainan ini ditujukan untuk menghasilkan perubahan sikap dan perilaku siswa dari awalnya sebelum dan sesudah melakukan permainan.

Ismail (2006: 121) mengatakan jika permainan edukatif dipandang sebagai metode atau cara mendidik yang menyenangkan, maka dapat dilihat tujuannya, yaitu: (a) untuk mengembangkan konsep diri, (b) untuk mengembangkan kreatifitas, (c) untuk mengembangkan komunikasi, (d) untuk mengembangkan aspek fisik dan motoris, (e) untuk mengembangkan aspek sosial, (f) untuk mengembangkan aspek emosi dan kepribadian, (g) untuk mengembangkan aspek kognisi, (h) untuk mengasah ketajaman penginderaan, (i) untuk mengembangkan keterampilan olahraga dan menari. 3. Fungsi Permainan Edukatif

Anak-anak perlu bermain. Dari situ akan terungkap kebutuhan mereka sehingga bisa digunakan untuk membentuk kurikulum yang ditawarkan (Kowa, 2005: 1). Oleh karena itu, permainan harusnya dapat memenuhi kebutuhan anak dalam belajar. Permainan yang mendidik difungsikan sebagai sarana untuk anak dapat melakukan pembelajaran sambil ia bermain.

Ismail (2006: 150) mengungkapkan fungsi permainan edukatif adalah sebagai berikut:

a. Memberikan ilmu pengetahuan kepada anak melalui proses pembelajaran bermain sambil belajar.


(48)

30

b. Merangsang pengembangan daya pikir, daya cipta, dan bahasa, agar menumbuhkan sikap, mental, serta akhlak yang baik.

c. Menciptakan lingkungan bermain yang menarik, memberikan rasa aman, dan menyenangkan.

d. Meningkatkan kualitas pembelajaran anak-anak. 4. Pentingnya Permainan Edukatif

Bermain untuk anak belum mendapatkan perhatian khusus dari para ahli ilmu jiwa, karena terbatasnya pengetahuan tentang psikologi perkembangan anak dan kurangnya perhatian mereka terhadap perkembangan anak. Padahal menurut Ismail (2006: 150) dunia anak adalah dunia bermain. Dengan bermain, anak memperoleh pelajaran yang mengandung aspek kogntif, sosial, emosi, dan perkembangan fisik. Dengan banyak kegiatan bermain ini, akan terangsang pula perkembangan anak baik fisik maupun mentalnya.

Ismail (2006: 152) mengungkapkan permainan edukatif penting bagi anak, hal itu disebabkan karena:

a. Permainan edukatif dapat meningkatkan pemahaman terhadap totalitas kediriannya (anak mengembangkan kepribadiannya).

b. Permainan edukatif dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi.

c. Permainan edukatif dapat meningkatkan kemampuan menciptakan hal-hal baru. d. Permainan edukatif dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak.

e. Permainan edukatif dapat mempertajam perasaan anak. f. Permainan edukatif dapat memperkuat rasa percaya diri anak.


(49)

31

g. Permainan edukatif dapat merangsang imajinasi anak.

h. Permainan edukatif dapat melatih kemampuan berbahasa anak.

i. Permainan edukatif dapat melatih kemampuan motorik-halus dan motorik-kasar anak.

j. Permainan edukatif dapat membentuk moralitas anak. k. Permainan edukatif dapat melatih keterampilan anak. l. Permainan edukatif dapat mengembangkan sosialisasi anak. m. Permainan edukatif dapat mengembangkan spiritualitas anak. 5. Permainan Edukatif dalam Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas untuk berfikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika (Zubaidah dan Risnawati, 2016: 8). Pembelajaran matematika harus dapat memberikan ruang kepada siswa untuk dapat mencari dan menemukan pengalaman matematika. Hasil dari penguasaan matematika ini adalah anak akan dapat menggunakan matematika sebagai bahasa dan alat untuk memecahkan masalah matematika pada kehidupan sehari-harinya.

Menurut Subarinah (2006, 2) anak sekolah dasar pada umumya untuk kelas rendah masih berada dalam usia 7-11 tahun yang menurut teori Piaget masih berada dalam tahap operasional konkret. Dalam hal ini maka dalam pembelajaran matematika SD dibuat konkret, terutama untuk pembelajaran kelas bawah. Salah satu cara


(50)

32

mengonkritkan pembelajaran matematika tersebut dengan menggunakan permainan edukatif.

Menurut Dienes dalam Pitadjeng (2006: 32) permainan matematika sangat penting sebab operasi matematika dalam permainan tersebut menunjukkan aturan secara konkret dan lebih membimbing dan menajamkan pengertian matematika pada anak didik. Dengan hal ini anak akan lebih mudah dalam menangkap pembelajaran matematika yang coba disajikan guru.

Menurut Ismail (2006: 15) pada dasarnya bermain memiliki dua pengertian yang harus dibedakan. Bermain menurut pengertian pertama dapat bermakna sebagai suatu aktivitas bermain murni mencapai kesenangan tanpa mencari “menang-kalah” (play). Sedangkan bermain yang kedua sebagai aktivitas bermain yang dilakukan dalam rangka mencari kesenangan dan kepuasan, namun ditandai dengan adanya pencarian “menang-kalah” (games). Dengan demikian maka memang pada dasarnya semua aktivitas bermain selalu didasarkan pada perolehan kesenangan dan kepuasan.

Semiawan (2008: 20) mengungkapkan bahwa bagi anak, bermain adalah suatu kegiatan yang serius, tetapi mengasyikkan. Melalui aktivitas bermain, berbagai pekerjaannya terwujud. Bermain adalah aktivitas yang dipilih sendiri oleh anak, karena menyenangkan bukan karena akan memperoleh hadian atas pujian. Bermain adalah salah satu alat utama yang menjadi latihan untuk pertumbuhannya. Dengan aktivitas bermain ini, anak akan dapat menemukan kesenangan yang diinginkannya dan melatih kemampuannya pula. Dengan merancang pembelajaran dengan bermain, maka dapat membantu perkembangan belajarnya sesuai dengan tuntutannya.


(51)

33

Dalam pembelajaran matematika, topik bilangan cacah dipelajari anak SD di semua kelas dari kelas I sampai VI. Bilangan cacah merupakan pengertian abstrak, sedangkan anak usia SD masih berada dalam tahap operasional konkret, dimana dalam hal tersebut membutuhkan bantuan dari benda-benda nyata agar siswa dapat berpikir secara abstrak. Agar dapat mengerti mengenai bilangan cacah, untuk mempelajari konsep bilangan cacah dan operasinya membutuhkan manipulasi benda-benda konkret. Benda konkret tadi dapat dikemas guru dalam bentuk alat peraga maupun suatu alat permainan. Dari penggunaan alat atau permainan tadi, anak diajak oleh guru untuk bermain dengan memanipulasinya agar belajar lebih menyenangkan, asik, dan tentunya dapat mempelajari apa itu bilangan cacah. Dengan menggunakan metode permainan, anak akan lebih mudah dalam melakukan pembagian bilangan cacah, sehingga kemampuannya dalam melakukan pembagian akan lebih baik.

Dalam penelitian ini, metode permainan edukatif yang digunakan termasuk dalam permainan yang disertai aturan (games) yang sesuai dengan salah satu tahap belajar menurut teori belajar Dienes dalam Ruseffendi (1990: 125). Dalam permainan yang disertai aturan, siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Siswa yang sudah memahami aturan-aturan tadi. Melalui permainan, siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu.

Adapun langkah-langkah permainan edukatif yang dapat dilakukan dalam pembelajaran matematika untuk bilangan cacah adalah sebagai berikut:


(52)

34

a. Permainan “Permen Pembagian”

Menurut Aisyah (2008: 2-30) permainan ini bertujuan untuk menjelaskan makna pembagian. Langkah-langkah permainannya adalah sebagai berikut:

1) Guru memberi contoh soal, misalnya 10 : 5 2) Perlihatkan 10 permen di tangan.

3) Guru meminta bantuan siswa sebanyak 5 anak. 4) Bagikan secara merata setiap siswa dengan 1 permen.

5) Jika masih ada sisa permen, bagikan lagi sisa permen yang berada di tangan guru secara merata kepada 5 siswa tadi sampai permen habis.

6) Tanyakan berapa permen yang dimiliki tiap anak.

7) Terangkan bahwa hasilnya merupakan pembagian 10 dengan 5, yaitu 2. 8) Tanamkan kepada anak bahwa 10 : 5 = 10 – 5 – 5.

Ulangi permainan “permen pembagian” ini dengan jumlah permen yang berbeda jumlahnya sehingga anak paham betul mengenai makna pembagian. Permen juga dapat diganti mengunakan benda lain yang ada di sekitar anak. Misalnya kapur, pensil, buku, kelereng, karet.

b. Permainan Pembagian sebagai Pengelompokan

Dalam melakukan pembagian, maka dapat dilakukan dengan membaginya secara berkelompok dimana masing-masing kelompokakan sama banyaknya. Bilangan yang dibagian menunjukkan bagaimana suatu bilangan dibagi menjadi kelompok yang sama. Pembagi menunjukkan ada beberapa kelompok yang membagi. Hasil bagi ini


(53)

35

memunjukkan berapa benda yang ada dalam setiap kelompok. Langkah-langkah permainannya adalah sebagai berikut:

1) Siapkan dua belas kelereng di dalam plastik. Kelereng tersebut akan dikelompokkan ke dalam gelas plastik. Masing-masing gelas plastik akan berisi 2 kelereng. Caranya dengan menyelesaikan pembagian 12 : 2. Jumlah kelereng (12) adalah bilangan yang dibagi, sementara jumlah kelereng dalam tiap gelas plastik (2) adalah pembaginya. Masukkan dua kelereng ke dalam setiap gelas plastik sampai habis. Berapa banyak jumlah gelas plastik yang berisi dua kelereng? Jika memasukkan dua kelereng tiap gelas plastik, maka di jumlah gelas plastik yang dibutuhkan ada enam. Dua belas dibagi dua sama dengan enam.

2) Kembalikan lagi kedua belas kelereng tadi ke dalam plastik. Kelereng tersebut akan dikelompokkan ke dalam gelas plastik. Masing-masing gelas plastik akan berisi 3 kelereng. Hal ini akan menyelesaikan soal 12 : 3. Pada soal ini 12 merupakan bilangan yang dibagi, dan 3 merupakan pembaginya. Masukkan tiga kelereng ke dalam setiap gelas plastik sampai habis. Berapa banyak jumlah gelas plastik yang berisi tiga kelereng? Dengan demikian jumlah gelas plastik yang dibutuhkan ada empat. Dua belas dibagi tiga sama dengan empat.

3) Kembalikan lagi kedua belas kelereng tadi ke plastik semula. Kelereng akan dikelompokkan kembali dalam gelas plastik yang masing-masing berisi empat kelereng. Hal ini akan menyelesaikan soal 12 : 4. Masukkan empat kelereng ke dalam setiap gelas plastik sampai habis. Berapa banyak jumlah gelas plastik yang


(54)

36

berisi empat kelereng? Dengan demikian jumlah gelas plastik yang dibutuhkan ada tiga. Dua belas dibagi empat sama dengan tiga.

4) Kembalikan lagi kedua belas kelereng tadi ke plastik semula. Kelereng akan dikelompokkan kembali dalam gelas plastik yang masing-masing berisi enam kelereng. Masukkan enam kelereng ke dalam gelas plastik sampai habis. Maka jumlah gelas plastik yang dibutuhkan ada dua kelereng. Dua belas dibagi enam sama dengan dua.

5) Akhirnya, sekarang dua belas kelereng tadi akan dikelompokkan ke dalam gelas plastik yang berisi dua belas kelereng tiap gelasnya. Maka jumlah gelas plastik yang dibutuhkan ada satu. Dua belas dibagi dua belas sama dengan satu.

6) Tuliskan lima pembagian berbeda yang baru saja diperoleh adalah 12 : 2 = 6 ;

12 : 3 = 4 ; 12 : 4 = 3 ; 12 : 6 = 2 ; 12 : 12 = 1

c. Permainan dua persegi bilangan (Domi Numbers)

Menurut Pitadjeng (2006: 101) penggunaan permainan dua persegi bilangan (Domi Numbers) digunakan untuk melatih keterampilan berhitung anak. Cara penggunaannya sebagai berikut:

1) Bagi siswa menjadi beberapa kelompok yang anggota maksimal 4 siswa. Setiap kelompok diberi 1 set perangkat permainan.


(55)

37

2) Beri petunjuk cara bermain, dan beri waktu anak untuk bermain sekiranya 30 menit. Anak yang belum terampil pembagian, dianjurkan untuk menulis dalam buku catatan, kalimat pembagian beserta hasil yang dijumpai selama bermain.

3) Cara bermainnya sebagai berikut: setiap pemain diberi 4 kartu sebagai modal awal. Sisa kartu ditumpuk dalam keadaan tertutup. Untuk memulai permainan, diambil sebuah kartu dari tumpukan kartu, dan dibuka. Secara bergiliran, pemain memasangkan pembagian yang sesuai dengan kartu yang dibawa dengan kartu yang dibuka. Pemain pertama yang bermain dan arah bermain ditentukan dengan undian atau kesepakatan pemain. Jika secara kebetulan kartu pemain tidak ada yang cocok, maka dia harus mengambil satu kartu dari tumpukan kartu yang masih ada. Jika kartu yang diambil juga tidak ada yang cocok, maka disimpan menjadi miliknya, dan dilanjutkan pemain berikutnya. Demikian seterusnya sampai seluruh kartu habis dipasangkan. Pemain yang menang adalah yang habis kartunya terlebih dahulu atau paling sedikit sisanya, sedangkan pemain yang paling akhir membuang kartu atau paling banyak sisanya adalah yang kalah.

G. Penelitian yang Relevan

Penelitian Reni Himawanti (2009/2010) yang berjudul “Meningkatkan Kemempuan Melakukan Pembagian Bilangan Cacah Dua Angka melalui Metode Permainan Edukatif di Kelas II Sekolah Dasar Negeri Kebonagung Minggir Sleman”. Hasil Penelitian tersebut yaitu penerapan metode permainan edukatif dapat


(56)

38

meningkatkan kemampuan pembagian bilangan cacah dua angka siswa kelas II SD Negeri Kebonagung tahun pelajaran 2009/2010.

H. Kerangka Pikir

Permainan edukatif merupakan serangkaian kegiatan bermain dalam pembelajaran. Tujuan permainan edukatif adalah menarik perhatian anak dalam belajar dan meningkatkan pengalaman belajar dalam meyerap materi pembelajaran yang disajikan guru. Permainan edukatif ini dilakukan dengan cara dan media yang mendidik bagi siswa.

Penerapan pembelajaran langsung yang hanya didominasi dengan ceramah dan terpusat pada buku kurang memberikan aktivitas belajar yang bermakna, sehingga hasil belajar siswa tidak optimal. Kekurangan dari pembelajaran langsung ini berimplikasi pada tuntutan agar siswa mendapatkan pengalaman belajar melalui aktivitas yang melibatkan siswa secara penuh untuk mengadakan penyelidikan terhadap pembelajaran matematika yang menjadi pokok bahasan. Pengetahuan baru harus dihimpun oleh siswa secara mandiri, bukan hanya didapat sebatas dari menyimak ceramah guru dan atau membaca literatur.

Terdapat banyak alternatif metode yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika di SD. Metode permainan edukatif yang mengutamakan kesenangan dalam pengalaman belajar siswa untuk membantunya memahami pembelajaran merupakan salah satunya. Metode permainan edukatif ini mampu menghadirkan suatu aktivitas pembelajaran langsung dibandingkan dengan saat pembelajaran klasikal dengan


(57)

39

ceramah. Dengan adanya aktivitas yang berpusat pada siswa, diharapkan akan berpengaruh terhadap tingkat pemahaman siswa dalam memahami pembelajaran matematika terutama pada permasalahan pembagian. Kegiatan memanfaatkan benda-benda yang ada disekitar siswa diharapkan dapat membuat siswa semakin mudah dalam memahami pembelajaran dan tentunya pembelajaran tersebut disesuaikan dengan tahap perkembangan siswa yang berada dalam operasional konkret.

Berdasarkan uraian di atas, penerapan metode permainan edukatif efektif terhadap hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Matematika. Berikut ini adalah bagan dari kerangka berpikir penelitian ini.


(58)

40

Gambar 1. Diagram Kerangka Pikir Penelitian

1. Matematika adalah pembelajaran abstrak yang menuntut adanya metode yang tepat.

2. Hasil belajar kelas II masih rendah, 53% siswa masih mempunyai nilai di bawah KKM.

3. Belum diketahuinya efektivitas penerapan metode permainan edukatif terhadap hasil belajar Matematika kelas II di SD Negeri Demakijo 1.

Metode Permainan Edukatif

Permainan Pembagian sebagai Pengelompokan

Hasil Belajar Siswa

Permainan Domi numbers Permainan

Permen Pembagian

Memuat materi pembagian sebagai pengurangan berulang

Memuat materi pembagian

sebagai pengelompokan

Memuat tindak lanjut materi


(59)

41 I. Hipotesis

Ha : Metode permainan edukatif efektif terhadap hasil belajar matematika di kelas II SD Negeri Demakijo 1 Gamping Sleman tahun ajaran 2016/2017.

J. Definisi Operasional Variabel

1. Permainan edukatif yang dipergunakan oleh peneliti adalah permainan permen pembagian, permainan pembagian sebagai pengelompokan, dan permainan dua persegi bilangan pembagian (domi number) sebagai cara untuk memecahkan soal cerita.

2. Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan hasil belajar kognitif dan afektif. Hasil belajar kognitif berupa nilai yang didapat siswa dalam mata pelajaran matematika setelah siswa mengikuti kegiatan belajar dengan mengunakan metode permainan edukatif. Hasil belajar afektif berupa keaktifan, kreativitas, kesenangan, dan kemampuan berpikir siswa.


(60)

42 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan penelitian kuantitatif yang paling murni. Penelitian eksperimen merupakan penelitian laboratorium, walaupun bisa juga dilakukan di luar laboratorium, tetapi pelaksanaannya menerapkan prinsip-prinsip penelitian laboratorium, terutama dalam mengontrol terhadap hal-hal yang mempengaruhi jalannya eksperimen (Sukmadinata, 2010: 57). Metode penelitian eksperimen ini merupakan penelitian yang paling produktif, karena jika penelitian tersebut dilakukan dengan baik dapat menjawab hipotesis yang utamanya berhubungan dengan sebab akibat.

Desain penelitian ini adalah quasi experimental design. Quasi experimental design mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2015: 114). Penelitian ini tidak mungkin mengendalikan variabel-variabel luar seperti kesehatan, suasana hati, dan stamina siswa.

Quasi experimental design ini dibagi ke dalam dua metode, yaitu Times-Series Design dan Nonequivalent Control Group Design. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Nonequivalent Control Group Design. Dalam desain ini, kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random (Sugiyono, 2015: 116). Selain itu, desain ini dipilih karena peneliti menerima apa adanya kelompok atau kelas yang sudah ada sehingga tidak memungkinkan untuk menempatkan subjek secara


(61)

43

acak ke dalam kelompok-kelompok. Penelitian eksperimen ini perlakuannya maupun kelompoknya lebih dari satu kelas yang berfungsi sebagai studi sebab akibat penerapan metode permainan edukatif terhadap hasil belajar siswa. Kelompok kontrol diberi perlakuan berupa pembelajaran matematika dengan pembelajaran langsung, sedangkan kelompok eksperimen diberi perlakuan berupa pembelajaran matematika dengan menerapkan metode permainan edukatif. Sebelum diberi perlakuan, kondisi awal hasil belajar kedua kelompok diukur terlebih dahulu sebagai acuan

O1 X O2

--- O3 O4

Gambar 2. Rancangan Nonequivalent Control Group Design Keterangan:

O1 = Pre-test kelompok eksperimen

O2 = Post-test kelompok eksperimen

O3 = Pre-test kelompok kontrol

O4 = Post-test kelompok kontrol

X = Perlakuan dengan metode permainan edukatif (Sugiyono, 2015: 116)

Berdasarkan gambar 2, penelitian ini melibatkan dua kelompok, yakni kelompok eksperimen dan kelimpok kontrol. Kedua kelompok tersebut sama-sama diberikan pre-test dan post-test, tetapi diberikan perlakuan yang berbeda. Kelompok eksperimen


(62)

44

diberikan perlakuan menggunakan metode permainan edukatif sementara kelompok kontrol pembelajaran seperti biasanya.

Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu: 1. Pre-test (Tes Awal)

Tes ini diberikan kepada kedua kelompok, baik kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen. Tujuan dari diberikannya tes ini adalah untuk mengukur keadaan awal dari kedua kelas tersebut. Apabila dari hasil tes tersebut kedua kelompok menunjukkan nilai yang tidak begitu berbeda, maka dapat dilanjutkan untuk tahap berikutnya.

2. Treatment (Perlakuan)

Pemberian perlakuan (treatment) ini hanya dilakukan pada kelompok eksperimen sesuai dengan perlakuan yang telah direncanakan, sedang pada kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan.

3. Post-test (Tes Akhir)

Tes akhir ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas dari pemberian treatment terhadap kelas eksperimen. Tes ini dilakukan kepada kedua kelompok baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dengan menggunakan soal yang sama untuk tes awal. Hasil akhir ini akan dibandingkan dengan hasil yang didapat pada waktu tes awal.


(63)

45

Adapun langkah-langkah penelitian tampak pada gambar 3.

Gambar 3. Langkah-langkah penelitian

Berdasarkan gambar 3, langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti diawali dengan melakukan pre-test dengan kedua kelompok baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Apabila hasil dari tes awal ini menunjukkan homogenitas, maka langkah selanjutnya adalah memberikan perlakuan (treatment) pada kelompok eksperimen. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran dengan menggunakan metode permainan edukatif, sedangkan kelompok kontrol diberikan pembelajaran konvensional. Setelah semua diberlakukan perlakuan baru langkah selanjutnya yaitu dengan memberikan post-test untuk mengetahui hasil dari pemberian perlakuan pada kedua kelompok.

Kelompok eksperimen melaksanakan pembelajaran dengan metode permainan edukatif

Kelompok kontrol melaksanakan pembelajaran dengan metode konvensional


(64)

46 B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Sugiyono (2015: 117) mengemukakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu ditetapkan peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Arikunto (2006: 130) bahwa populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi bukan sekedar jumlah obyek/subyek yang hendak dikaji, tetapi meliputi seluruh karakteristik yang dimilliki oleh obyek/subyek tersebut. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas II A dan II B SD Negeri Demakijo 1 tahun ajaran 2016/2017 yang masing-masing kelas terdiri dari 30 siswa sehingga total populasi penelitian ini adalah 60 siswa.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2015: 118). Sedang Arikunto (2006: 131) sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sukardi (2013: 54) juga menyebutkan bahwa sebagian dari jumlah populasi yang dipilih untuk sumber data disebut sampel atau cuplikan. Kesimpulan yang didapat dari penelitian terhadap sampel dapat diberlakukan pada populasi. Dengan demikian, sampel yang diambil dari populasi harus benar-benar representatif (mewakili).

Dalam penelitian ini, teknik pemilihan penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan cara pemilihan. Berdasarkan pemilihan didapatkan bahwa


(65)

47

kelompok kontrol adalah kelas II A sedangkan kelas kelompok eksperimen adalah kelas II B.

C. Setting Penelitian 1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan april 2017. 2. Tempat Penelitian

Sukardi (2005: 52) mengatakan bahwa batasan pertama yang selalu muncul dalam kaitannya dengan metodologi penelitian adalah tempat penelitian. Yang diaksud tempat penelitian tempat penelitian tidak lain adalah tempat dimana proses studi yang digunakan untuk memperoleh pemecahan masalah penelitian berlangsung. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di SD Negeri Demakijo 1 yang terletak di dusun Guyangan, Kelurahan Nogotirto, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik atau metode pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya (Arikunto, 2006: 160). Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes, observasi dan dokumentasi.

1. Tes

Arikunto (2006: 160) mengungkapkan bahwa tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individua tau kelompok. Tes ini digunakan oleh peneliti untuk mengetahui hasil belajar siswa, yang dalam hal ini adalah penguasaan pada


(66)

48

materi pembagian bilangan cacah sebelum dan sesudah diberikan perlakuan (treatment).

2. Observasi

Observasi atau pengamatan dilakukan oleh peneliti dengan cara melakukan pengamatan dan pencatatan mengenai hal-hal yang terjadi selama pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas serta partisipasi yang ditunjukkan siswa selama proses pembelajaran berlangsung tanpa mengganggu kegiatan pembelajaran. Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi atau lembar pengamatan yang telah disediakan.

3. Dokumentasi

Arikunto (2006: 158) menuturkan bahwa dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Peneliti menggunakan dokmentasi untuk memperkuat data yang diperoleh dalam observasi. Dokumen yang digunakan adalah foto asli pembelajaran untuk memberikan gambaran konkret mengenai kegiatan pembelajaran.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian oleh Arikunto (2006: 160) diartikan sebagai alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.


(67)

49 1. Tes

Instrumen penelitian yang digunakan peneliti adalah soal tes yang berasal dari materi mata pelajaran matematika, yaitu materi pembagian bilangan cacah. Soal terdiri dari 20 butir soal dengan bentuk pilihan ganda yang digunakan untuk mengetahui keadaan awal dan keadaaan akhir siswa setelah diberikan perlakuan (treatment) dari semua siswa dalam seluruh kelompok. Pemilihan bentuk soal berupa pilihan ganda dimana dimaksudkan agar mempermudah peneliti dalam memberikan skor untuk penilaian kepada siswa. Kisi-kisi penilaian sebelum uji coba dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Tes sebelum Uji Coba Kompetensi

Dasar

Indikator No Item Jumlah

C1 C2 C3

Melakukan pembagian bilangan dua angka

Mengenal arti pembagian sebagai

pengurangan yang beruntun

1, 2, 3, 4

5, 6 7, 8, 9, 10

10

Mengenal arti pembagian dengan cara pengelompokan.

15, 16, 17

11, 12, 13

14, 18, 19, 20

10

Jumlah 7 5 8 20

Keterangan:

C1 = soal pengetahuan

C2 = soal pemahaman

C3 = soal penerapan

Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui bahwa soal dengan tingkat kesulitan C1 ada 7 soal, C2 ada 5 soal, dan C3 ada 8 soal, sehingga jumlah soal ada 25. Kisi-kisi Instrumen setelah uji coba dapat dilihat dalam tabel 4.


(1)

168


(2)

169

Lampiran 6. Surat-Surat Penelitian

6.1 Surat Permohonan Izin Penelitian dar FIP

6.2 Surat Rekomendasi Penelitian dari KESBANGPOL

6.3 Surat Penelitian dari BAPPEDA

6.4 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari

Sekolah


(3)

170


(4)

171


(5)

172


(6)

173