SUKONO A. 120809126

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK

DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI TERHADAP

PENINGKATAN KEMAMPUAN LOMPAT JAUH

(Studi Eksperimen Latihan Pliometrik Double Leg Bound dan Depth Jump

pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan FKIP UNS Surakarta)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Megister Program Studi Ilmu Keolahragaan

Diajukan oleh :

SUKONO

NIM: A. 120809126

PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERSETUJUAN

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK

DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI TERHADAP

PENINGKATAN KEMAMPUAN LOMPAT JAUH

(Studi Eksperimen Latihan Pliometrik Double Leg Bound dan Depth Jump

pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan FKIP UNS Surakarta)

Disusun Oleh :

SUKONO

NIM: A. 120809126

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing : Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda tangan

Pembimbing I Prof. Dr.H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. ...………

Pembimbing II Prof. Dr.. H. Muchsin Doewes, dr. AIFO. ..………

Mengetahui:

Ketua Program Studi Ilmu Keolahragaan

Prof. Dr. Sugiyanto NIP. 19491108 197609 1 001


(3)

(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : Nama : Sukono

NIM : A. 120809126

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul :

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LOMPAT JAUH (Studi Eksperimen Latihan Pliometrik Double Leg Bound dan Depth Jump pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan FKIP UNS Surakarta), adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan pada daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Oktober 2011 Pembuat Pernyataan


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id MOTTO

Allah meninggikan orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan

Kepada : Isteriku tercinta, Anak-Anakku tersayang, Saudara-saudaraku tersayang, Almamaterku tercinta,


(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT. atas hidayah dan rahmat-Nya, sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. Penyelesaian tesis mengalami berbagai kesulitan dan hambatan, namun berkat bantuan dari berbagai pihak, maka berbagai kesulitan dan hambatan yang timbul tersebut dapat diatasi. Dalam kesempatan ini diucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. dr. M. Syamsulhadi, Sp. KJ (K). selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian.

2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta atas pemberian pengarahan dan bantuannya 3. Prof. Dr. Sugiyanto selaku Ketua Program Studi Ilmu Keolahragaan Program

Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Prof. Dr. H. M. Furqon H, M.Pd. dan Prof. Dr. H. Muchsin Doewes, dr. AIFO. sebagai Dosen Pembimbing tesis yang telah memberikan pengarahan, saran dan masukan dalam menyusun tesis.

5. Ketua Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan FKIP UNS Surakarta yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.

6. Mahasiswa Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan FKIP UNS Surakarta atas kerelaan dan keikhlasannya menjadi sampel penelitian.

7. Teman-teman yang dengan suka rela telah membantu pelaksanaan penelitian. 8. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuan dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

Semoga Allah melimpahkan rahmat dan balasan-Nya kepada mereka dengan yang lebih baik. Amin.

Surakarta, Oktober 2011 S.


(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

ABSTRAK ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 10


(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II. KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS ... 12

A. Kajian Teori ... 12

1. Lompat Jauh ... 12

a. Komponen Teknik Lompat Jauh ... 13

b. Analisis Gerakan Lompat Jauh Gaya Jongkok ... 25

c. Komponen Fisik Pada Lompat Jauh ... 28

d. Sistem Energi Pada Latihan Lompat Jauh ... 29

e. Peningkatan Kemampuan Lompat Jauh ... 31

2. Latihan ... 32

a. Pengaruh Latihan Fisik... 34

b. Prinsip-Prinsip Latihan ... 36

c. Prosedur Pelatihan ... 41

d. Jenis-Jenis Latihan Fisik ... 43

3. Latihan Pliometrik ... 45

a. Dasar Fisologis Latihan Pliometrik ... 47

b. Prinsip-Prinsip Latihan Pliometrik... 48

c. Komponen Latihan Pliometrik ... 53

e. Bentuk-Bentuk Latihan Pliometrik ... 57

4. Latihan Pliometrik Double Leg Bound... 59

a. Pelaksanaan Latihan Double Leg Bound ... 59

b. Kelebihan dan Kekurangan Latihan Double Leg Bound .... 61

5. Latihan Pliometrik Depth Jump ... 62

a. Pelaksanaan Latihan Depth Jump ... 62

b. Kelebihan dan Kekurangan Latihan Depth Jump ... 63

6. Kekuatan Otot Tungkai ... 65


(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan ... 67

c. Kekuatan Tinggi dan Kekuatan Rendah... 68

d. Peranan Kekuatan Otot Tungkai Terhadap Peningkatan Kemampuan Lompat Jauh ... 68

B. Penelitian Yang Relevan ... 70

C. Kerangka Berpikir ... 71

D. Perumusan Hipotesis ... 77

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 78

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 78

B. Metode dan Rancangan Penelitian ... 78

C. Variabel Penelitian ... 79

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 80

E. Populasi Dan Sampel. ... 81

F. Teknik Pengumpulan Data ... 83

G. Teknik Analisis Data ... 85

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 91

A. Deskripsi Data ... 91

B. Pengujian Persyaratan Analisis ... 95

C. Pengujian Hipotesis ... 96

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 100

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Implikasi ... 106

C. Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 109


(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Karakteristik Umum Sistem Energi ... 43

Tabel 2. Volume Latihan Peliometrik Per sesi ... 54

Tabel 3. Kelebihan dan Kekurangan Latihan Pliometrik Yang Dibandingkan 72 Tabel 4. Rancangan Penelitian Faktorial 2 x 2 ... 79

Tabel 5. Range Kategori Reliabilitas ... 84

Tabel 6. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas ... 84

Tabel 7. Analisis Variansi Dua Jalur ... 87

Tabel 8. Deskripsi Data Prestasi Lompat Jauh Tiap Kelompok Berdasarkan Penggunaan Metode Latihan Pliometrik dan Kekuatan Otot Tungkai ... 91

Tabel 9. Nilai Peningkatan Prestasi Lompat Jauh Masing-Masing Sel (Kelompok Perlakuan) ... 93

Tabel 10. Rangkuman Hasil Uji Normalitas ... 96

Tabel 11. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas ... 97

Tabel 12. Ringkasan Nilai Rata-rata Prestasi Lompat Jauh Berdasarkan Berdasarkan Jenis Metode Latihan Pliometrik Dan Kekuatan Otot Tungkai ... 98

Tabel 13. Ringkasan Hasil Analisis Varians Untuk Penggunaaan Metode Latihan Pliometrik (A1 dan A2) ... 98

Tabel 14. Ringkasan Hasil Analisis Varians Untuk Tingkat Kekuatan Otot Tungkai (B1 dan B2) ... 98

Tabel 15. Ringkasan Hasil Analisis Varians Dua Faktor ... 99

Tabel 16. Ringkasan Hasil Uji Rentang Newman-Keuls Setelah Analisis Varians ... 99

Tabel 17. Pengaruh Sederhana, Pengaruh Utama, dan Interaksi Faktor, A dan B Terhadap Hasil Prestasi Lompat Jauh ... 104


(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Pelaksanaan Awalan Lompat Jauh ... 16

Gambar 2. Gerakan Menolak Pada Lompat Jauh ... 19

Gambar 3. Lompat Jauh Gaya Jongkok Atau Sit Down In The Air ... 21

Gambar 4. Lompat Jauh Gaya Gantung atau Hang Style ... 22

Gambar 5. Lompat Jauh Gaya Berjalan di Udara atau Walking In The Air .. 23

Gambar 6. Posisi Saat Melayang pada Lompat Jauh Gaya Jongkok ... 25

Gambar 7. Sudut Elevasi 45 Derajat ... 26

Gambar 8. Hasil Lompat Jauh ... 27

Gambar 9. Letak Titik Berat Bedan Pada Saat Menolak ... 27

Gambar 10. Latihan Pliometrik Double Leg Bound ... 60

Gambar 11. Latihan Pliometrik Depth Jump ... 63

Gambar 12. Histogram Nilai Rata-rata Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Prestasi Lompat Jauh Tiap Kelompok Berdasarkan Penggunaan Metode Latihan Pliometrik dan Kekuatan Otot Tungkai ... 92

Gambar 13. Histogram Nilai Rata-rata Peningkatan Prestasi Lompat Jauh Pada Tiap Kelompok Perlakuan ... 93

Gambar 14. Bentuk Interaksi Perubahan Besarnya Peningkatan Prestasi Lompat Jauh ... 104


(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Program Latihan Pliometrik Dengan Double Leg Bound... 112

Lampiran 2. Program Latihan Pliometrik Dengan Depth Jump ... 114

Lampiran 3. Petunjuk Pelaksanaan Tes ... 116

Lampiran 4. Hasil Tes Kekuatan Otot Tungkai ... 118

Lampiran 5. Rekapitulasi Data Hasil Tes Kekuatan Otot Tungkai Beserta Klasifikasinya ... 120

Lampiran 6. Data Tes Awal Lompat jauh ... 122

Lampiran 7. Data Tes Akhir Lompat jauh ... 123

Lampiran 8. Rekapitulasi Data Hasil Tes Kekuatan Otot Tungkai Beserta Klasifikasinya... 124

Lampiran 9. Rekapitulasi Data Hasil Tes Awal Dan Tes Akhir Lompat Jauh Klasifikasi Kekuatan Otot Tungkai Beserta Pembagian Sampel Ke Sel-Sel ... 125

Lampiran 10. Rekapitulasi Data Tes Awal Dan Tes Akhir Lompat Jauh Kelompok 1 (Kelompok Metode Latihan Pliometrik Double Leg Bound) ... 126

Lampiran 11. Rekapitulasi Data Tes Awal Dan Tes Akhir Lompat Jauh Kelompok 2 (Kelompok Metode Latihan Pliometrik Depth Jump) ... 127


(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Lampiran 13. Tabel Kerja Untuk Menghitung Nilai Homogenitas dan Analisis

Varians ... 137

Lampiran 14. Hasil Penghitungan Data Untuk Uji Homogenitas dan Analisis Varians ... 138

Lampiran 15. Uji Normalitas Data Dengan Lilliefors ... 139

Lampiran 16. Uji Homogenitas Dengan Uji Bartlet ... 143

Lampiran 17. Analisis Varians... 144

Lampiran 18. Hasil Uji Rata-rata Rentang Newman-Keuls ... 145

Lampiran 19. Dokumentasi Penelitian ... 146


(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ABSTRAK

Sukono, NIM: A. 120809126, 2011. PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN PLIOMETRIK DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI TERHADAP PRESTASI LOMPAT JAUH (Studi Eksperimen Latihan Pliometrik Double Leg Bound dan Depth Jump pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan FKIP UNS Surakarta). Tesis: Program Studi Ilmu Keolahragaan, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Perbedaan pengaruh latihan pliometrik double leg bound dan depth jump terhadap prestasi lompat jauh. (2) Perbedaan pengaruh kekuatan otot tungkai tinggi dan rendah terhadap prestasi lompat jauh. (3) Ada tidaknya interaksi antara latihan pliometrik dan kekuatan otot tungkai terhadap prestasi lompat jauh.

Penelitian menggunakan metode eksperimen dengan rancangan faktorial 2 X 2. Populasi penelitian adalah mahasiswa putra Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga JPOK FKIP UNS Surakarta tahun akademik 2010/2011, dengan jumlah 66 mahasiswa. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive random sampling,

besar sampel yang diambil yaitu sebanyak 40 mahasiswa. Sampel terdiri dari 20 mahasiswa merupakan siswa yang memiliki kekuatan otot tungkai tinggi dan 20 mahasiswa yang memiliki kekuatan otot tungkai rendah. Variabel yang diteliti yaitu variabel bebas terdiri dari dua faktor yaitu variabel manipulatif dan variabel atributif, serta satu (1) variabel terikat. Variabel manipulatif terdiri dari latihan pliometrik

depth jump dan latihan pliometrik double leg bound. Variabel atributif terdiri dari

kelompok sampel dengan kekuatan otot tungkai tinggi dan rendah. Variabel terikat pada penelitian ini yaitu prestasi lompat jauh. Teknik pengumpulan data dengan tes dan pengukuran. Pengambilan data prestasi lompat jauh dengan tes lompat jauh. Pengambilan data kekuatan otot tungkai dilakukan dengan leg dynamometer. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis varians dan uji rentang Newman Keuls, pada taraf signifikansi 5%.

Kesimpulan: (1) Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara metode latihan

pliometrik double leg bound dan pliometrik depth jump terhadap prestasi lompat jauh.

Pengaruh metode latihan pliometrik depth jump lebih baik dari pada pliometrik

double leg bound. (2) Ada perbedaan prestasi lompat jauh yang signifikan antara

mahasiswa yang memiliki kekuatan otot tungkai tinggi dan rendah. Peningkatan prestasi lompat jauh pada mahasiswa yang memiliki kekuatan otot tungkai tinggi lebih baik dari pada yang memiliki kekuatan otot tungkai rendah. (3) Terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara metode latihan pliometrik dan kekuatan otot tungkai terhadap prestasi lompat jauh, (a) Latihan pliometrik double leg bound

lebih cocok bagi sedangkan mahasiswa dengan kekuatan otot tungkai tinggi, (b) Latihan pliometrik depth jump lebih cocok bagi sedangkan mahasiswa dengan kekuatan otot tungkai rendah.

Kata Kunci: Metode Latihan Pliometrik, Depth Jump, Double Leg Bound, Kekuatan Otot Tungkai, Prestasi Lompat Jauh


(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ABSTRACT

Sukono, NIM: A. 120809126. 2011. THE EFFECT OF PLYOMETRIC TRAINING METHOD AND STRENGTH OF LEG MUSCLE TO THE ACHIEVEMENT OF LONG JUMP (Experiment Study Plyometric Training With Double Leg Bound and Depth Jump at Male Student Of Physial Education and Health Sebelas Maret University Of Surakarta). Thesis : The Major of Ilmu Keolahragaan, Post Graduate Sebelas Maret University Of Surakarta.

The aims of this research are to investige: (1) The Different of effect between plyometric training with double leg bound and depth jump to the achievement of long jump, (2) The different effect high-low level strength of leg muscle to the achievement of long jump, (3) Interaction effect between plyometric training method and strength of leg muscle to the achievement of long jump.

Research use experiment method with 2 x 2 factorial design. The research population is male student of Physial Education and Health Sebelas Maret University Of Surakarta Academic Years 2010/2011, there are 66 students. Sampling technique that used is purposive random sampling. Total sample which taken is around 40 students. The samples consist of 20 students who have high strength of leg muscle and 20 students who have low strength of leg muscle. The variable that researched is independent variable consist of two factor that are manipulative variable, attributive variable, and also one (1) dependent variable. Manipulative variable consist of plyometric training with double leg bound and depth jump. Attributive variable consist of groups of sample with high strength of leg muscle and low strength of leg muscle. Dependent variable of this research is achievement of long jump. Data collecting method with measurement test. The data collecting the achievement of long jump with long jump test. Data collecting of strength of leg muscle with leg dynamometer test. Data analysis technique in this research use analysis of varian test and span newman keuls at 5% level of significance.

Conclusions: (1) There was significant different between plyometric training method of double leg bound and depth jump to the achievement of long jump. Effect of depth jump is better than double leg bound. (2.) There was significant different between the student who has high strength of leg muscle and low strength of leg muscle to the achievement of long jump. Achievement of long jumps improved of students who have high strength of leg muscle better than students who have not. (3.) There was significant interaction effect between plyometric training method and strength of leg muscle to the achievement of long jump. (a.) Student who has high strength of leg muscle is compatible with double leg bound. (b) Student who has low strength of leg muscle is compatible with depth jump.

Key Word: Plyometric Training Method, Depth Jump, Double Leg Bound, Strength Of Leg Muscle, Achievement Of Long Jump


(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Olahraga merupakan salah satu sarana dalam pembangunan bangsa, khususnya pembangunan dalam bidang jasmani dan rokhani. Untuk mencapai hasil pembangunan yang baik perlu adanya peningkatan sumber daya manusia. Demikian pula halnya dalam upaya meningkatkan prestasi olahraga, perlu adanya pembinaan yang diawali dari pembibitan. Sebab prestasi yang maksimal sangat dipengaruhi oleh bibit yamg unggul. Pencarian bibit-bibit olahragawan yang tepat adalah di sekolah-sekolah, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.

Proses belajar mengajar, olahraga dipandang sebagai alat pendidikan yang mempunyai peran penting terhadap pencapaian tujuan belajar mengajar secara keseluruhan. Olahraga merupakan salah satu pelajaran yang wajib diajarkan disemua jenjang pendidikan baik di Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ataupun di Perguruan Tinggi. Melalui pendidikan jasmani diharapkan dapat merangsang per-kembangan dan pertumbuhan jasmani anak didik, merangsang perper-kembangan sikap, mental, sosial, emosi yang seimbang serta keterampilan geraknya.

Mahasiswa Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (JPOK) FKIP UNS sebagai calon pendidik atau guru olahraga maupun pelatih, harus mampu mengajar dan melatih secara profesional, mampu menerapkan metode mengajar atau melatih yang baik dan tepat agar memperoleh hasil yang optimal. Perkembangan dan


(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2

kemajuan zaman menuntut tenaga pendidik dan pelatih memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik. Hal ini perlu disadari oleh mahasiswa JPOK bahwa dalam upaya mengatasi permasalahan yang muncul dan keragaman jenis kebutuhan serta peningkatan aspirasi masyarakat khususnya berkaitan dengan prestasi olahraga.

Salah satu cabang olahraga tersebut diantaranya adalah cabang atletik. Cabang olahraga atletik terdiri dari beberapa nomor. Nomor-nomor yang ada dalam olahraga atletik meliputi jalan, lari, lompat dan lempar. Dari beberapa nomor tersebut yang termasuk dalam nomor lompat salah satunya diantaranya adalah lompat jauh. Untuk mendapatkan prestasi yang optimal dalam lompat jauh harus ditunjang kernampuan fisik yang prima dan penguasaan teknik yang baik, karena tujuan utama dalam melakukan lompat jauh adalah untuk mencapai jarak lompatan sejauh-jauhnya.

Kondisi fisik merupakan satu persyaratan yang sangat penting dan diperlukan dalam usaha peningkatan prestasi seorang atlet. Sajoto, M. (1995:8-10) mengemukakan bahwa “Kondisi fisik adalah suatu kesatuan yang utuh dari komponen-komponen yang tidak dapat dipisahkan begitu saja, baik peningkatan maupun pemeliharaannya”. Artinya bahwa di dalam usaha peningkatan kondisi fisik maka seluruh komponen tersebut harus dikembangkan, meskipun pengembangannya dilakukan dengan skala prioritas sesuai dengan kebutuhan. Unsur kondisi fisik yang diperlukan dalam setiap cabang olahraga berbeda-beda. Oleh karena itu kondisi fisik seorang atlet perlu ditingkatkan melalui latihan yang dilakukan secara sistematis, ajeg dan kontinyu sehingga dapat menunjang tercapainya prestasi yang optimal. Demikian pula halnya dengan nomor lompat jauh untuk dapat berprestasi secara


(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3

maksimal, memerlukan hampir semua unsur kondisi fisik. Unsur-unsur atau komponen kondisi fisik tersebut meliputi : “kekuatan, daya tahan, daya ledak, kecepatan, daya lentur, kelincahan, koordinasi, keseimbangan, ketepatan dan kecepatan reaksi”.

Untuk meningkatkan dan mengembangkan kondisi fisik seorang atlet, dapat dilakukan dengan menerapkan beberapa metode atau bentuk latihan yang berbeda, sebagai upaya untuk memberikan variasi latihan dan untuk menghindari kejenuhan atlet. Metode latihan merupakan suatu cara yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan seorang atlet. Seperti yang dikemukakan Nosseck, J. (1982: 15) yang menyatakan bahwa “metode latihan merupakan prosedur dan cara-cara pemilihan jenis-jenis latihan dan penataannya menurut kadar kesulitan, kompleksitas dan beratnya beban”. Dengan metode latihan yang baik dan bervariasi, seorang atlet diharapkan dapat mencapai prestasi yang optimal.

Lompat jauh adalah suatu gerakan melompat mengangkat kaki keatas dan ke depan dalam upaya membawa titik berat badan selama mungkin di udara (melayang di udara) yang dilakukan dengan cepat dan dengan jalan melakukan tolakan pada satu kaki untuk mencapai jarak yang sejauh-jauhnya. Lompat jauh merupakan perpaduan antara lari dan lompatan atau tolakan. Ada 4 (empat) tahapan gerakan yang harus dikuasai oleh seorang pelompat, yaitu awalan, tolakan, saat melayang di udara dan pendaratan. Keempat unsur ini merupakan suatu kesatuan urutan rangkaian gerak yang tidak terputus.

Awalan merupakan suatu gerakan permulaan dalam bentuk lari untuk mendapatkan kecepatan pada waktu melakukan tolakan. Awalan dalam lompat jauh


(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4

pada dasarnya adalah suatu usaha untuk mendapatkan kecepatan yang setinggi-tingginya sebelum kaki mencapai balok tumpuan. Tujuan awalan sebelum melompat adalah untuk meningkatkan percepatan mendatar secara maksimal tanpa menimbulkan hambatan sewaktu menolak.

Tolakan dalam lompat jauh memegang peranan penting, sehingga untuk dapat melakukan gerakan tersebut dibutuhkan tungkai yang kuat agar dapat mencapai ketinggian lompatan yang optimal. Tujuan dari tahap ini adalah untuk merubah arah lari dengan mengangkat titik berat badan ke atas. Menurut Aip Syarifuddin, (1992: 91) Gerakan tolakan harus dilakukan dengan tungkai yang kuat agar tercapai tinggi lompatan yang cukup, tanpa kehilangan kecepatan maju.

Untuk mempertinggi lompatan yang cukup tanpa mengorbankan kecepatan, maka sudut badan pada waktu menumpu tidak terlalu condong kedepan seperti pada waktu lari cepat, tetapi juga tidak menengadah seperti saat menolak pada lompat tinggi karena bisa menghambat jauhnya lompatan. Ada beberapa cara atau gaya pada saat melayang di udara yang umum dilakukan, yaitu: a) Gaya Jongkok (sit down in

the air), b) Gaya Gantung atau (hang style), c) Gaya Berjalan di udara (walking in

the air). Keterampilan melayang di udara ditentukan oleh kemampuan melentingkan

tubuh dan menggunakan gaya sesaat di udara (Bernhard, G. 1993:95). Untuk dapat melakukan gerakan melayang sesaat di udara dengan baik harus ditopang oleh daya ledak otot tungkai yang tinggi. Sehingga dengan melakukan latihan yang terprogram dengan baik, prestasi yang optimal tidak mustahil dicapai.

Dalam penelitian ini gaya yang dipakai adalah gaya jongkok, mengingat gaya ini mudah dipelajari dan diberikan kepada mahasiswa JPOK FKIP UNS. Gaya


(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 5

jongkok dalam lompat jauh dilakukan dengan menggunakan kedua kaki dengan posisi menyerupai orang yang sedang jongkok untuk mendapatkan dorongan badan dalam pencapaian gerakan horizontal.

Mendarat merupakan kelanjutan dari rangkaian gerak yang penting untuk mendapatkan momentum yang diperoleh dari awalan dan tolakan. Selanjutnya gerakan yang masih biasa dilakukan oleh seorang pelompat ialah menjulurkan tungkai kedepan sejauh mungkin dan menundukkan kepala, gunanya untuk membantu titik berat badan maju ke depan. Salah satu prinsip yang harus dipahami dalam mendarat adalah untuk mencapai sejauh mungkin jarak lompatan. Seorang pelompat harus meraih jarak dengan lutut setiap inci yang dapat diraihnya, tetapi raihan jangan terlalu jauh, karena dapat mengakibatkan hilangnya kontrol pada saat akhir pendaratan.

Pada umumnya pelompat pemula dalam melakukan lompat jauh hasilnya kurang optimal, sebagian besar disebabkan karena kesalahan teknik dan faktor fisik yang kurang memadai. Untuk dapat melakukan lompat jauh dengan baik, diperlukan suatu teknik atau metode latihan yang tepat serta dukungan kondisi fisik yang prima. Sajoto, M. (1995) mengemukakan bahwa "Kondisi fisik adalah satu prasyarat yang sangat diperlukan dalam usaha peningkatan prestasi seorang atlet bahkan dapat dikatakan sebagai keperluan dasar yang tidak dapat ditunda atau di tawar-tawar lagi". Kondisi fisik merupakan prasyarat penting untuk peningkatan prestasi atletik khususnya lompat jauh.

Selama ini dalam pelaksanaan mata kuliah atletik khususnya nomor lompat jauh di JPOK FKIP UNS, masih terbatas hanya bertumpu pada latihan fisik dan


(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 6

teknik secara umum. Keterbatasan waktu yang tersedia, dalam proses pembelajaran juga menjadi permasalahan tersendiri yang menyebabkan prestasi lompat jauh yang dicapai tidak maksimal. Sehingga diperlukan metode latihan yang bervariasi, yang dapat meningkatkan kemampuan kondisi fisik mahasiswa secara spesifik khususnya ditujukan pada power otot tungkai sebagai unsur fisik dominan yang diperlukan untuk lompat jauh. Power merupakan salah satu aspek kondisi fisik yang penting untuk mencapai lompatan yang sejauh-jauhnya. Power adalah hasil gabungan antara dua kemampuan, yaitu kekuatan dan kecepatan. Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas, diantaranya adalah dengan memberikan latihan yang dapat meningkatkan kecepatan dan kekuatan atlet secara bersama-sama. Metode latihan yang cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan tersebut diantaranya adalah dengan latihan pliometrik.

Radcliffe, J. C. & Farentinos, R. C. (1985:1), mengemukakan bahwa “Latihan pliometrik merupakan salah satu metode latihan yang sangat baik untuk meningkatkan eksplosif power”. Secara umum latihan pliometrik memiliki aplikasi yang sangat luas dalam berbagai kegiatan olahraga, dan secara khusus latihan ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan power yang merupakan salah satu penentu dari keberhasilan atlet dalam nomor lompat jauh. Sedangkan Chu, D. A. (1992: 1-3) berpendapat bahwa latihan pliometrik adalah latihan yang memungkinkan otot untuk mencapai kekuatan maksimal dalam waktu yang sesingkat mungkin. Kekuatan dan kecepatan merupakan komponen dalam kondisi fisik, yang sangat diperlukan dalam nomor lompat jauh.


(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 7

Agar latihan pliometrik untuk melatih lompat jauh dapat memberikan hasil seperti yang diharapkan, maka latihan harus direncanakan dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang menjadi komponen-komponennya. Aspek-aspek yang menjadi komponen-komponen dalam latihan pliometrik tidak jauh berbeda dengan latihan kondisi fisik yang meliputi :” (1). Volume, (2). Intensitas yang tinggi, (3). Frekuensi dan (4). Pulih asal”. (Chu, D. A. 1992:14). Latihan pliometrik akan memberikan manfaat pada aspek yang dilatih jika dalam pelaksanaan dan penerapannya dilakukan dengan tepat dan memenuhi prinsip-prinsip latihan yang telah disarankan. Dalam menyusun program latihan pliometrik harus memperhatikan pedoman-pedoman khusus yang mempengaruhi terhadap keberhasilan latihan.

Latihan pliometrik memiliki beberapa tipe diantaranya yaitu bounding dan

depthh jump. Tiap tipe latihan pliometrik memiliki karakteristik yang berbeda,

sehingga dapat berpengaruh pada perbedaan efek terhadap tubuh yang berbeda. Dalam penelitian ini jenis latihan yang akan dikembangkan adalah bentuk latihan

Double Leg Bound dan Depth Jump (Radcliffe, J. C. & Farentinos, R. C., 1985: 28,

45). Latihan tersebut, belum diketahui dengan pasti mana yang lebih efektif dan memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap peningkatan kemampuan lompat jauh sehingga dapat menghasilkan lompatan yang sejauh-jauhnya. Untuk mengetahui manakah bentuk latihan yang dapat memberikan pengaruh lebih baik dalam latihan, perlu diteliti.

Latihan pliometrik yang diterapkan untuk mengembangkan power otot tungkai pada pelompat jauh tentunya bersifat spesifik dan juga sesuai dengan


(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 8

kemampuan pelompat sebelumnya. Unsur dasar pembentukan power adalah kecepatan dan kekuatan. Kekuatan otot tungkai merupakan basis pembentukan power otot tungkai. Unsur kekuatan otot tungkai yang telah dimiliki sebelumnya dapat berpengaruh terhadap hasil latihan pliometrik. Dalam memberikan latihan pliometrik kekuatan otot tungkai yang telah dimiliki pelompat harus diperhatikan dan dikontrol. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai Perbedaan Pengaruh Latihan Pliometrik Dan Kekuatan Terhadap Prestasi lompat jauh Mahasiswa Putra Program Studi Penkepor JPOK FKIP UNS Surakarta tahun akademik 2010/2011.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah muncul permasalahan-permasalahan mengenai upaya meningkatkan prestasi olahraga, diantaranya adalah pemilihan jenis latihan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mencapai tujuan suatu latihan. Berkaitan dengan uraian tersebut di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi lompat jauh.

2. Perlunya pembibitan dan pembinaan untuk meningkatkan prestasi olahraga di masa mendatang.

3. Perlunya peningkatan kekuatan, kecepatan dan power otot tungkai yang dimiliki mahasiswa putra JPOK FKIP UNS.


(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 9

4. Perlunya metode latihan yang baik untuk peningkatan prestasi olahraga khususnya nomor lompat jauh.

5. Metode latihan pliometrik Double Leg Bound dan Depth Jump akan meningkatkan kekuatan otot-otot tungkai

6. Kekuatan dapat mempengaruhi baik tidaknya power yang dimiliki seorang atlet 7. Latihan pliometrik Double Leg Bound dan Depth Jump merupakan salah satu

bentuk latihan yang dapat digunakan untuk peningkatkan power otot tungkai yang menunjang lompat jauh.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah dalam penelitian ini terbatas pada:

1. Metode latihan yang tepat untuk meningkatkan prestasi lompat jauh.

2. Tinggi rendahnya kekuatan otot tungkai dapat mempengaruhi prestasi lompat jauh.

3. Penerapan latihan pliometrik dan kekuatan terhadap prestasi lompat jauh.

4. Pengaruh latihan pliometrik dan tinggi rendahnya kekuatan otot tungkai terhadap peningkatan kemampuan lompat jauh pada mahasiswa putra JPOK FKIP UNS Surakarta.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:


(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 10

1. Adakah perbedaan pengaruh latihan pliometrik double leg bound dan depth jump

terhadap peningkatan kemampuan lompat jauh gaya jongkok pada mahasiswa putra JPOK FKIP UNS Surakarta?

2. Adakah perbedaan peningkatan kemampuan lompat jauh gaya jongkok pada mahasiswa putra JPOK FKIP UNS Surakarta antara yang memiliki kekuatan otot tungkai tinggi dan kekuatan otot tungkai rendah?

3. Adakah pengaruh interaksi antara latihan pliometrik dan kekuatan otot tungkai terhadap peningkatan kemampuan lompat jauh gaya jongkok pada mahasiswa putra JPOK FKIP UNS Surakarta?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang ada, maka penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui :

1. Perbedaan pengaruh latihan pliometrik double leg bound dan depth jump

terhadap peningkatan kemampuan lompat jauh gaya jongkok pada mahasiswa putra JPOK FKIP UNS Surakarta.

2. Perbedaan peningkatan kemampuan lompat jauh gaya jongkok pada mahasiswa putra JPOK FKIP UNS Surakarta antara yang memiliki kekuatan otot tungkai tinggi dan kekuatan otot tungkai rendah

3. Ada tidaknya interaksi antara latihan pliometrik dan kekuatan otot tungkai terhadap peningkatan kemampuan lompat jauh gaya jongkok pada mahasiswa putra JPOK FKIP UNS Surakarta.


(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 11

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut :

1 Secara teoritik untuk penelusuran yang lebih mendalam mengenai variabel-variabel pendukung yang turut mempengaruhi keberhasilan mahasiswa atau atlet dalam meningkatkan prestasi lompat jauh melalui latihan plaiometrik.

2 Secara praktik dapat digunakan sebagai acuan, perlunya latihan bagi mahasiswa atau atlet dalam rangka meningkatkan prestasi lompat jauh melalui latihan pliometrik.


(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori

1. Lompat Jauh

Lompat jauh adalah salah satu nomor yang terdapat pada cabang olahraga atletik. Lompat adalah istilah yang digunakan dalam cabang olahraga atletik yaitu melakukan tolakan dengan satu kaki, baik untuk nomor lompat jauh, lompat jangkit, lompat tinggi maupun lompat galah. Yusuf Adisasmita (1992:64) menyatakan bahwa “lompat jauh adalah salah satu nomor lompat dari cabang olahraga atletik. Dalam perlombaan lompat jauh, seorang pelompat akan berusaha melompat ke depan dengan bertumpu pada balok tumpuan sekuat-kuatnya untuk mendarat di bak lompat sejauh-jauhnya”. Sedangkan menurut Aip Syarifudin (1992:90) lompat jauh adalah “suatu bentuk gerakan melompat mengangkat kaki ke atas dan ke depan dalam upaya membawa titik berat badan selama mungkin diudara (melayang diudara) yang dilakukan dengan cepat dan jelas melakukan tolakan pada salah satu kaki untuk mencapai jarak sejauh-jauhnya”. Yoyo Bahagia, Ucup Yusuf & Adang Suherman (2000:15) mengemukakan bahwa, “tujuan nomor lompat jauh adalah memindahkan jarak horizontal titik berat badan pelompat sejauh mungkin”.

Lompat jauh merupakan perpaduan antara lari dan lompatan atau tolakan. Untuk dapat mencapai prestasi lompat jauh yang maksimal harus memulai dengan lari dengan kecepatan yang maksimal. Selanjutnya menolak dengan sekuat-kuatnya. Karena, lari dengan kecepatan maksimal dan tolakan dengan kekuatan tinggi akan


(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 13

terdapat keuntungan berupa dorongan ke depan pada saat badan terangkat ke atas. Tujuan lompat jauh adalah untuk mencapai jarak lompatan yang sejauh mungkin. Untuk dapat mencapai jarak lompatan yang sejauh-jauhnya sangat diperlukan penguasaan teknik dan kondisi fisik yang baik.

a. Komponen Teknik Lompat Jauh

Teknik merupakan unsur yang sangat penting yang harus dikuasai agar dapat berprestasi dalam olahraga, termasuk lompat jauh.Teknik dalam lompat jauh merupakan suatu rangkaian gerakan yang efektif mulai dari awalan, tolakan, melayang sampai mendarat. Penguasaan teknik yang baik dapat memberikan keuntungan dan terjadinya efisiensi serta efektifitas gerakan.

Lompat jauh merupakan rangkaian gerakan yang terdiri dari awalan, tumpuan, melayang di udara dan pendaratan. Seperti yang dikemukakan oleh Yusuf Adisasmita (1992:65) yang menyatakan bahwa "Lompat jauh terdiri dari unsur-unsur awalan, menumpu, melayang dan mendarat. Keempat unsur ini merupakan suatu kesatuan, urutan lompat jauh yang tidak terputus". Sedangkan Tamsir Riyadi (1985:95) mengemukakan bahwa "Tinjauan teknis pada lompat jauh meliputi 4 masalah yaitu, cara awalan, tumpuan, melayang di udara dan cara melakukan pendaratan". Menurut Yoyo Bahagia, Ucup Yusuf & Adang Suherman. (2000:16) bahwa, “lompat jauh terdiri dari empat fase yaitu awalan (run up), tolakan kaki (take off), melayang di udara (flight), dan pendaratan (landing)”.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teknik dasar dalam lompat jauh secara garis besar terdiri dari empat tahap, yaitu awalan (ancang-ancang), tolakan


(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 14

(take off), melayang di udara dan pendaratan (landing). Gerakan-gerakan tiap fase

lompat jauh merupakan suatu rangkaian yang harus dilakukan secara harmonis, tidak terputus-putus atau secara berurutan di dalam pelaksanaannya. Unsur-unsur teknik lompat jauh tersebut diuraikan sebagai berikut :

1) Awalan

Awalan berfungsi untuk mendapatkan kecepatan maksimal pada waktu akan melompat. Tujuan dari awalan yaitu untuk mendapatkan kecepatan yang maksimal pada saat akan melompat dan membawa pelompat pada posisi yang optimum untuk melakukan tolakan. Jarver, J. (2005:34) mengemukakan bahwa "Tujuan awalan adalah untuk meningkatkan percepatan horisontal secara maksimum tanpa menimbulkan hambatan sewaktu take off". Awalan lompat jauh dilakukan dengan berlari secepat-cepatnya sebelum salah satu kaki menumpu pada balok tumpuan untuk mendapatkan dorongan ke depan pada waktu melompat. Awalan lompat jauh dilakukan dengan berlari secepat-cepatnya. Soegito (1992:36) berpendapat bahwa "kecepatan waktu mengambil awalan untuk lompat jauh harus sama dengan lari jarak pendek".

Tujuan awalan sebelum melompat adalah untuk meningkatkan percepatan mendatar secara maksimal tanpa menimbulkan hambatan sewaktu menolak. Pelompat harus lari semakin cepat sehingga mencapai kecepatan penuh dapat dicapai sesaat sebelum salah satu kaki menumpu. Kecepatan yang tinggi dalam melakukan awalan akan mendapatkan dorongan ke depan yang lebih besar saat badan melayang


(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 15

di udara. Kecepatan yang diperoleh disebut kecepatan horizontal yang sangat berguna membantu daya ledak pada waktu melakukan tolakan ke depan atas.

Teknik awalan lompat jauh dilakukan dengan lari dimana frekuensi dan panjang langkah harus konstan. Dengan tujuan agar kaki tumpu tepat menumpu pada balok tumpuan tanpa mengurangi dan merubah langkah. Menurut Soegito (1992:36) rangkaian cara dalam mengambil awalan sebagai berikut:

a. Berdirilah di belakang tanda titik awalan anda. Berkonsentrasi sejenak. b. Berlarilah dengan cepat dengan irama yang tetap menuju balok tumpuan. c. Setelah ± 4 langkah dari balok tumpuan, berkonsentrasilah pada tumpuan

tanpa mengurangi kecepatan.

d. Pada saat melakukan tumpuan, badan agak condong ke belakang.

Pada dasarnya pelompat jauh harus memperhatikan langkah awalan untuk mendapatkan hasil tolakan yang baik. Pada langkah akhir setelah tumpuan (take off) inilah, pelompat mendapatkan awalan yang baik. Untuk melatihnya, pelompat dapat menggunakan tanda-tanda sebagai check mark. Melalui latihan ini, pelompat akan terbiasa dengan irama langkah dan kecepatan langkahnya sebelum melakukan tumpuan (take off). Gambaran selengkapnya mengenai awalan dalam lompat jauh dapat dilihat pada gambar berikut.


(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 16

Gambar 1. Pelaksanaan Awalan Lompat Jauh

(Jonath, U., Haag, E., & Krempel, R., 1987:41) Panjang awalan harus diperhitungkan dengan cermat. Jarak awalan tidak perlu terlalu jauh akan tetapi sebagaimana pelari mendapatkan kecepatan tertinggi sebelum salah satu kaki menolak. Panjang awalan yang digunakan yaitu harus memungkinkan pelompat dapat memperoleh kecepatan maksimal pada saat melakukan tolakan. Jonath, U., Haag, E., & Krempel, R. (1987:197) mengemukakan bahwa, "pada pelompat yang baik dari kelas senior, ancang-ancang itu sejauh 30 sampai 45 meter. Pelompat yang lebih lemah dan lebih muda mengambil ancang-ancang lebih pendek". Jarak atau panjangnya awalan adalah sedemikian rupa sehingga dengan jarak tersebut dapat memungkinkan untuk mendapatkan kecepatan yang maksimal. Panjangnya awalan dalam lompat jauh yaitu kira-kira 30-45 meter dari balok tumpuan.

Pelompat harus berlari semakin cepat sehingga mencapai kecepatan penuh dapat dicapai sesaat sebelum salah satu kaki menumpu. Panjang langkah dan jumlah


(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 17

langkah serta kecepatan lari dalam pengambilan awalan harus selalu sama dan ajeg. Menjelang 3 atau 4 langkah sebelum balok tumpu, dengan tanpa mengurangi kecepatan seorang pelompat harus dapat berkonsentrasi untuk dapat melakukan tumpuan dengan kuat.

Ancang-ancang dimulai dari pelan-pelan kemudian dinaikkan hingga bertambah cepat. Tingkat kecepatan tergantung dari masing-masing kemampuan atlet. Kecepatan tertinggi dalam awalan lompat jauh harus sudah dicapai tiga atau empat langkah sebelum balok tumpu. Tiga atau empat langkah terakhir sebelum bertumpu itu dimaksudkan untuk mengontrol saat menolak di balok tumpuan.

Agar dapat selalu bertumpu pada kaki tumpu yang tepat sebaiknya dalam melakukan awalan menggunakan checkmark. Cara membuat checkmark yaitu, berdiri membelakangi bak lompat, jadi menghadap ke jalur awalan kaki tumpu diletakkan pada balok tumpuan, kemudian lari ke titik awalan.

Awalan lompat jauh harus dilakukan dengan harmonis, lancar dan dengan kecepatan yang tinggi, tanpa ada gangguan langkah yang diperkecil atau diperlebar, untuk memperoleh ketepatan bertumpu pada balok tumpu. Kalau langkah itu diperkecil atau diperlebar maka dapat mengurangi kecepatan dan momentum untuk melompat. Untuk dapat melakukan tolakan dengan tepat tanpa hambatan pelompat dituntut untuk melakukan latihan pengambilan awalan secara berulang-ulang.

2) Tumpuan

Tumpuan merupakan gerak lanjutan dari kecepatan lari yang maksimal. Tumpuan lompat jauh adalah menjejakkan salah satu kaki untuk menumpu tanpa


(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 18

langkah melebihi papan tumpu untuk mendapatkan tumpuan ke depan atas yang besar. Tumpuan menggunakan tungkai yang kuat, pada waktu menumpu badan sedikit condong kebelakang. Tujuan gerakan tumpuan ini adalah untuk merubah gerakan lari menjadi suatu lompatan.

Teknik bertumpu pada balok tumpuan harus dilakukan dalam tempo yang cepat dan tepat. Di mana tumit bertumpu lebih dahulu baru diteruskan ke seluruh telapak kaki dengan pandangan tetap ke depan. Teknik gerakan melompat dilakukan dengan mengayunkan kaki setinggi mungkin ke atas agar seluruh badan terangkat ke atas. Cara bertumpu pada balok tumpuan harus dengan kuat. Tumit bertumpu terlebih dahulu diteruskan dengan seluruh telapak kaki. Pandangan mats harus tetap ke depan agak ke atas, bukannya menunduk melihat balok tumpuan.

Pelompat jauh yang baik harus mempunyai kepercayaan pada diri sendiri bahwa pada saat akan berkonsentrasi pada gerakan berikut yang harus dilakukannnya, yaitu gerakan melayang di udara. Seperti yang dikemukakan Aip Syarifuddin (1992:91) bahwa, “Tolakan adalah perubahan atau perpindahan gerakan dari gerakan horizontal ke gerakan vertikal yang dilakukan secara cepat. Di mana sebelumnya si pelompat sudah mempersiapkan diri untuk melakukan tolakan sekuat-kuatnya pada langkah yang terakhir, sehingga seluruh tubuh terangkat ke atas melayang di udara”.

Ketepatan seorang pelompat jauh dalam melakukan tumpuan atau tolakan adalah memegang peranan yang sangat penting untuk menunjang keberhasilan lompatan pada lompat jauh. Menurut Jarver, J. (2005:36-37) pelaksanaan teknik tumpuan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :


(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 19

a) Perubahan dari kecepatan horisontal menjadi gerakan bersudut diperoleh dengan cara memberikan tenaga maksimum pada kaki yang akan take off. b) Pusat dari gaya si pelompat, harus langsung jatuh di atas papan begitu kaki

yang akan take off menyentuhnya. Dan sekali lagi pada saat kaki terlepas dari board tadi.

c) Kaki yang akan take off diletakkan tepat di atas board dengan lutut sedikit ditekuk untuk mendapatkan kekuatan.

d) Gerakan ke depan dan ke atas dilakukan dengan sekuat tenaga, dibantu oleh lutut dari kaki yang memimpin, dan tangan yang berlawanan dengan kaki yang digunakan untuk take off. Tujuannya adalah untuk memperkuat daya lompat.

e) Paling baik kalau sudut take off berkisar di bawah 30 derajat, tergantung pada kemampuan si pelompat mengkombinasikan kecepatan horisontal dan gerakan membuat sudut tadi.

f) Lompatan yang lebih tinggi dapat diperoleh bila pelompat menurunkan panggulnya sejak dua langkah sebelum take off dan pada saat take off. Pada saat bertolak, agar dapat mempertinggi lompatan yang cukup tanpa mengorbankan kecepatan, maka sudut badan pada waktu menumpu tidak terlalu condong ke depan seperti pada waktu lari cepat, tetapi juga tidak menengadah seperti saat menolak pada lompat tinggi. Berat badan sedikit ke depan dengan gerakan tanpa membantu menambah ketinggian dan pandangan ke depan. Pelaksanaan teknik tumpuan lompat jauh dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2. Gerakan Menolak pada Lompat Jauh (IAAF, 2000:2)

3) Saat Melayang

Pada saat badan di udara diusahakan membuat gerakan sesuai dengan kemampuan. Hal ini bertujuan menambah jarak jangkauan. Sikap pada saat


(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 20

melayang adalah sikap setelah gerakan lompatan dilakukan dan badan sudah terangkat tinggi ke atas. Pada saat melayang, pelompat harus berusaha untuk mempertahankan diri supaya tidak cepat jatuh ke tanah. Sehingga pada saat melayang sangatliah diperlukan keseimbangan tubuh yang baik.

Pada saat itu keseimbangan harus dijaga jangan sampai terjatuh, bahkan kalau mungkin harus diusahakan membuat sikap atau gerakan untuk menambah jarak jangkauan lompatan. Salah satu upaya untuk mampu bertahan sesaat di udara, tungkai yang ada di belakang diayun ke depan dengan maksimal. Jonath, U., Haag, E., & Krempel, R. (1987:200) menyatakan bahwa, “Pada fase melayang bertujuan untuk menjaga keseimbangan dan mempersiapkan pendaratan”.

Ada beberapa teknik atau gaya lompat jauh yang dapat digunakan. Pengertian gaya dalam lompat jauh menurut Yusuf Adisasmita (1992:68) mengemukakan bahwa, "Gerakan sikap tubuh di udara (waktu melayang) inilah biasa disebut gaya lompatan dalam lompat jauh". Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan gaya adalah posisi badan pelompat pada waktu melayang.

Dalam tahap melayang di udara yang penting bukan cara melayangnya tetapi tetap terpelihara keseimbangan badan dan mengusahakan tahanan udara sekecil mungkin sehingga menambah lamanya lompatan. Soegito (1992:39) menyatakan bahwa “Sikap melayang adalah sikap setelah gerakan melompat dilakukan dan badan sudah terangkat tinggi ke atas. Pada saat itu keseimbangan harus dijaga jangan sampai jatuh, bahkan kalau mungkin harus diusahakan membuat sikap atau gerakan untuk menambah jauh jarak jangkauan, usaha ini disebut gaya”.


(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 21

Berbagai variasi teknik gerakan di udara dapat dilakukan oleh atlet. Sikap di udara merupakan bagian yang paling menarik dari lompat jauh dan membedakannya dengan cabang olahraga lainnya. Berdasarkan gerakan saat di udara, gaya dalam lompat jauh dibedakan menjadi 3, yaitu : a) Gaya jongkok (sit down in the air), b) Gaya gantung (schnepper), dan c) Gaya berjalan di udara (walking in the air). Perlu untuk diketahui bahwa gaya dan gerakan yang dilakukan di udara bukan untuk menambah jauhnya lompatan, akan tetapi hanya untuk menjaga keseimbangan dan mempertahankan pada saat pelompat malayang di udara selama mungkin.

Sikap melayang di udara pada lompat jauh gaya jongkok yaitu seperti duduk atau berjongkok di udara. Pelaksanaan teknik lompat jauh gaya jongkok menurut Aip Syarifudin (1992:93) yaitu: “Pada waktu lepas dari tanah (papan tolakan), keadaan sikap badan di udara jongkok dengan jalan membulatkan badan dengan kedua lutut ditekuk kedua tangan ke depan. Pada waktu akan mendarat kedua kaki dijulurkan ke depan, kemudian mendarat pada kedua kaki dengan bagian tumit lebih dahulu, kedua tangan ke depan”. Gaya jongkok dalam lompat jauh salah satu gaya yang digunakan atlet dalam mencapai lompatan yang jauh dengan menggunakan kedua kaki jongkok untuk mendapat dorongan badan dalam pencapaian gerakan horizontal.

Gambar 3. Lompat Jauh Gaya Jongkok Atau Sit Down In The Air


(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 22

Gaya Schnepper (hanging in the air) merupakan lompat jauh dengan sikap pada saat melayang seolah-olah menggantung di udara dengan sikap perut membusur. Sikap gantung tersebut dipertahankan sampai kira-kira pertengahan melayang, sementara itu lengan berayun ke belakang sehingga sikap ini menyerupai busur. Pendaratan dimulai dengan mengayun kaki bagian atas bersama-sama ke depan dengan membungkukkan badan ke depan dan membawa ke dua lengan ke depan. Gaya gantung merupakan salah satu gaya dari lompat jauh, yang mana atlet melakukan gerakan menggantung di udara untuk memberikan ancang-ancang dalam melakukan dorongan terhadap tubuh ke arah horizontal.

Gambar 4. Lompat Jauh Gaya Gantung atau Hang Style

(Carr, G. A., 1997:136)

Gaya berjalan jalan di udara merupakan gaya yang ketiga dalam lompat jauh yang mana atlet dalam melakukan lompat jauh melakukan gerakan berjalan di udara untuk mendapatkan daya dorong kearah horizontal. Tujuan dari ketiga gaya ini adalah untuk mencapai jarak lompatan sejauh mungkin, selain itu untuk membawa dan mempertahankan titik berat setinggi mungkin dan selama mungkin di udara sesudah melakukan awalan tolakan.


(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 23

Gambar 5. Lompat Jauh Gaya Berjalan di Udara atau Walking In The Air

(Carr, G. A., 1997:137)

Gaya lompat jauh yang diambil dalam penelitian ini adalah gaya jongkok. Gaya jongkok dipilih karena dari segi gerakan, gaya ini paling mudah dipelajari atau dilakukan oleh pelompat pemula. Gaya jongkok adalah salah satu gaya yang digunakan seorang atlet untuk mencapai lompatan sejauh-jauhnya, di mana posisi badan atlet saat melayang di udara membentuk sikap membungkuk, seolah-olah seperti orang yang sedang duduk.

4) Mendarat

Pada waktu badan akan mendarat kedua tungkai harus diluruskan ke depan dan rapat, kedua lengan diayunkan ke depan bersamaan dengan membungkukkan badan ke depan. Pada saat jatuh di bak lompat, diusahakn jatuh pada kedua ujung kaki dan sejajar. Perlu dijaga dalam pendaratan jangan jatuh pada bagian pantat terlebih dahulu. Setelah mendarat dengan segera tubuh dibawa ke depan, agar tidak jatuh ke belakang. Soegito (1992:41) mengemukakan mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pendaratan sebagai berikut :


(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 24

a) Pada saat badan akan jatuh di tanah lakukan gerakan pendaratan sebagai berikut :

· Luruskan kedua kaki ke depan.

· Rapatkan kedua kaki.

· Bungkukkan badan ke depan.

· Ayunkan kedua tangan ke depan.

· Berat badan dibawa ke depan. b) Pada saat jatuh di tanah atau mendarat

· Usahakan jatuh pada ujung kaki rapat/sejajar

· Segera lipat kedua lutut

· Bawa dagu ke dada sambil mengayun kedua tangan ke bawah arch belakang.

Pada lompat jauh, mendarat dengan sikap dan gerakan yang efisien merupakan kunci pokok yang harus dipahami oleh pelompat. Mendarat dengan sikap badan hampir duduk dan kaki lurus ke depan merupakan pendaratan yang efisien. Pada waktu mulai menyentuh tanah, kaki mengeper dan lengan diayun ke depan.

Pada prinsipnya pelaksanaan pendaratan adalah untuk menjaga agar badan tidak jatuh ke belakang. Segera setelah kaki mendarat, menekuk (melipat) lutut untuk mengurangi tekanan. Badan segera dibawa ke depan supaya tidak jatuh ke belakang. Perlu juga diperhatikan bahwa, sesaat sebelum mendarat kedua kaki harus dijulurkan ke depan untuk menambah jangkauan jarak lompatan. Seorang pelompat harus meraih jarak dengan lutut setiap inci yang dapat diraihnya, tetapi raihan jangan terlalu jauh, karena dapat mengakibatkan hilangnya kontrol pada saat akhir pendaratan. Pelaksanaan teknik pendaratan tersebut secara lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut :


(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 25

Gambar 6. Posisi Saat Melayang pada Lompat Jauh Gaya Jongkok (Soedarminto, 1992:12)

b. Analisis Gerakan Lompat Jauh Gaya Jongkok

Gaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah gaya jongkok, mengingat gaya ini mudah untuk dipelajari. Gaya yang digunakan oleh pelompat dapat diketahui pada saat pelompat melakukan gerakan melayang di udara, termasuk diantaranya adalah gaya jongkok. Keterampilan melayang diudara ditentukan oleh kemampuan melentingkan tubuh dan menggunakan gaya sesaat di udara (Bernhard, G. 1993:98). Selanjutnya dikatakan bahwa untuk dapat melakukan gerakan melayang sesaat diudara dengan baik harus ditopang oleh daya ledak otot tungkai yang tinggi. Soedarminto (1992:36) menyatakan bahwa “Sudut yang paling baik saat melayang diudara mengusahakan sudut titik berat pada awal 45 derajat, karena sudut yang terbaik untuk mencapai jarak lompatan terjauh pada gerak parabola adalah 45 derajat”. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini :


(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 26

Gambar 7. Sudut Elevasi 45 Derajat (Soedarminto, 1992:36)

Pada lompat jauh, jarak lompatan ditentukan oleh saat kaki menolak/papan tolak sampai kaki jatuh di bak pasir. Tetapi kaki tidak mengikuti lintasan parabola atau proyektil. Yang membuat lintasan parabola adalah titik berat badannya saat menolak sampai saat mendarat. Saat menolak ada jarak antara ujung kaki dan titik berat badannya, yaitu R1. Saat mendarat juga ada jarak antara titik berat badan dan tumpuan kaki mendarat, yaitu R4. Jarak lompatan ditentukan oleh jumlah R1 + R2 +R3 + R4.

R1 : Jarak R1 ditentukan oleh panjang tungkai dan sudut tolakan tungkai α. R1 = d1 sin α , d1 adalah jarak dari t.b.b ke perpotongan garis vertikal dengan arah tolakan kaki.

R2 : Jarak dari parabola dari t.b.b. yang sama datarnya.

R3 : Jarak dari parabola yang menurun. R2 dan R2 cara menghitungnya sama seperti soalan V.

R4 : Jarak R4 ditentukan oleh jarak d2 (jarak dari t.b.b. ke tumit yang mendarat) dan kecondongan tungkai yang mendarat (sudut B) R4 = d2 cos B.


(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 27

Gambar 8. Hasil Lompat Jauh (Soedarminto, 1992:37)

Selanjutnya letak titik berat badan atau center of grafity seorang pelompat jauh yang berada diatas titik sudut tolak, pelompat sulit untuk mencapai sudut tolakan 45 derajat. Hasil penelitian di Australia seorang pelompat jauh hanya mampu mencapai sudut elevasi lompatan hanya sebesar 25 derajat (Boosey, D., 1980). Hasil penelitian di Amerika seorang pelompat jauh hanya mampu mencapai sudut elevasi lompatan sebesar 40 derajat. Lebih jelasnya tentang letak titik berat badan dan lintasan titik berat badan dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :

Gambar 9. Letak Titik Berat Bedan Pada Saat Menolak (Jonath, U., Haag A. & Krempel R., 1987)


(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 28

Pada lompat jauh, parabola dari titik berat badan ditentukan kecepatan lari, kekuatan tolakan dan sudut elevasi dari tolakan. Parabola ini tidak dapat diubah/ dipengaruhi oleh gerakan tambahan lengan atau kaki. Gerakan di udara hanya dapat mengubah sikap badan. Perubahan dilakukan untuk kesetimbangan, aksi kontra, atau

recovery, atau untuk membuat sikap yang menguntungkan pada saat mendarat.

c. Komponen Fisik Pada Lompat Jauh

Komponen fisik merupakan syarat mutlak yang diperlukan untuk mencapai prestasi pada cabang olahraga atletik, termasuk pada nomor lompat jauh. Kebutuhan unsur kondisi fisik pada tiap cabang olahraga bersifat spesifik. Tiap nomor olahraga memiliki kebutuhan fisik dominan yang berbeda, sesuai dengan karakteristik olahraga tersebut. Berkenaan dengan unsur kondisi fisik yang diperlukan untuk lompat jauh, Jarver, J. (2005:32) mengemukakan bahwa, "Jauhnya lompatan tergantung pada kecepatan lari, kekuatan dan percepatan pada saat take off (memindahkan kecepatan horizontal ke gerakan bersudut)". Selain itu menurut Jonath, U., Haag A., Krempel, R. (1987:197) bahwa "Sepertiga prestasi lompat jauh tergantung pada tenaga loncat". Selanjutnya Tamsir Riyadi (1985:95) mengemukakan bahwa, "unsur kondisi fisik yang harus dimiliki oleh pelompat jauh antara lain daya ledak, kecepatan, kekuatan, kelincahan, kelentukan, koordinasi".

Tujuan lompat jauh adalah untuk mencapai jarak lompatan ke depan (horizontal) yang sejauh mungkin. Hasil lompat jauh sangat tergantung pada kecepatan ke depan (kecepatan horizontal) dan kecepatan vertikal (tolakan ke atas). Kecepatan gerak ke depan ini sangat tergantung pada kecepatan lari yang dimiliki oleh pelompat. Lompat jauh adalah hasil dari kecepatan horizontal yang dibuat sewaktu lari awalan dengan daya vertikal yang dihasilkan dari kekuatan kaki tolak.


(45)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 29

Kecepatan lari seorang pelompat akan memberikan kontribusi yang positif untuk memperoleh kecepatan horizontal sehingga mencapai hasil lompatan yang sejauh-jauhnya.

Power otot merupakan perpaduan antara kecepatan dan kekuatan yang berfungsi bersama-sama pada saat melakukan kerja. Kecepatan dan kekuatan merupakan komponen fisik integral yang dibanyak diperlukan pada berbagai cabang olahraga. Pada lompat jauh, power otot tungkai sangat besar peranannya untuk memperoleh prestasi yang maksimal. Bahkan dapat dikatakan bahwa power otot tungkai merupakan kondisi fisik utama untuk lompat jauh. Dengan otot tungkai yang kuat akan berpengaruh terhadap daya eksplosif otot tungkai dalam tolakan guna mendapatkan dorongan yang lebih besar apabila dibandingkan dengan mereka yang memiliki otot tungkai yang lemah.

Gerak explosive power dapat dilihat pada seseorang pelompat jauh saat menolakkan kaki tumpu sekuat mungkin pada balok tumpu dalam waktu yang singkat untuk dapat mengangkat tubuh naik ke depan secara parabola serta dapat memperoleh jangkauan lompatan yang lebih jauh. Semakin besar daya ledak otot tungkai saat melakukan tumpuan atau tolakan, maka akan memperoleh tekanan atau tolakan yang sama besarnya dan perlawanan arahnya, sehingga dapat memperoleh jarak lompatan yang lebih jauh.

d. Sistem Energi Pada Latihan Lompat Jauh

Otot merupakan salah satu alat tubuh yang menggunakan ATP sebagai sumber energi untuk kepeluan aktivitas fisik. ATP paling banyak tertimbun dalam sel otot, akan tetapi ATP yang tertimbun dalam otot jumlahnya sangat terbatas, yaitu sekitar 4-6 milimol/kg otot. ATP yang tersedia hanya cukup untuk aktivitas yang


(46)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 30

cepat dan berat selama 8-10 detik, pada aktivitas yang berlangsung lebih lama dari waktu tersebut perlu dibentuk ATP kembali.

Kemampuan daya ledak dalam lompat jauh didukung oleh kontraksi dari otot cepat dan penyediaan energi melalui proses anaerobik. Kapasitas penyediaan energi aerobik sangat menentukan dalam gerakan-gerakan yang kuat dan cepat. Penyediaan energi secara anaerobik meliputi sistem ATP-PC (Phospagen System) dan sistem Glikolisis Anerobik (Lactid acid System).

1) Sistem ATP-PC

Apabila otot berkontraksi berulang-ulang, maka ATP harus dibentuk kembali. Fox, E.L. (1984:14), menyatakan bahwa untuk pembentukan ATP yang cepat adalah melalui proses pemecahan PC (Phosphate Creatin), karena PC merupakan senyawa yang mengandung fosfat yang tertimbun di dalam otot seperti halnya ATP, maka sistem ini juga disebut sistem Fosfagen.

Reaksi terjadi pemecahan ATP dan PC berlangsung cepat dan terjadi didalam sel. Pada saat ATP digunakan maka PC segera terurai dan membebaskan energi, sehingga terjadi resintesa ATP, ATP dipecah pada saat kontraksi otot berlangsung, kemudian dibentuk lagi melalui ADP-Pi yang disebabkan oleh adanya energi yang berasal dari pemecahan simpanan PC. Penyediaan ATP pada sistem ini hanya dapat dipakai selama 3-8 detik (Soekarman, 1987:84). Secara singkat pembentukan energi melalui sistemn ATP-PC dapat dilihat sebagai berikut :

PC Pi+C+Energi


(47)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 31

Keuntungan dari sistem ini adalah :

a) Tidak tergantung pada reaksi kimia yang lama b) Tidak membutuhkan oksigen

c) ATP-PC tertimbun dalam mekanisme kontraktil otot

2) Sistem Glikolisis Anaerobik

Sistem ini sangat rumit bila dibandingkan dengan sistem ATP-PC. Proses glikolosis anaerobik memerlukan 12 macam reaksi berurutan, sehingga pembentukan energi lewat sistem ini berjalan lebih lambat bila dibandingkan dengan sistem ATP-PC. Apabila ATP habis atau tidak terpenuhi lagi dari sistem fosfagen, selanjutnya ATP dapat dibentuk kembali melalui pemecahan glikogen tanpa oksigen. Proses pembentukan ini disebut dengan sistem glikolisis anaerobik (asam laktat). Adapun ciri glikolisis anaerobik menurut Fox, E.L. (1984:11) adalah : (1) Terbentuknya asam laktat, (2) Tidak membutuhkan oksigen, (3) Hanya mengggunakan karbohidrat, (4) Memberikan energi untuk resintesa beberapa molekul ATP.

Olahraga yang membutuhkan kecepatan, pertama akan menggunakan ATP-PC dan kemudian sistem Glikolisis anaerobik. Olahraga yang lamanya 1-3 menit, energi yang digunakan terutama dari proses glikolosis anaerobik, karena dapat memberikan ATP dengan cepat dibandingkan dengan sistem aerobik (Fox, E.L., 1984:16).

e. Peningkatan Kemampuan Lompat Jauh

Kemampuan lompat jauh merupakan pencapaian pelompat dalam melakukan rangkaian gerakan lompat jauh (awalan, tolakan, melayang dan pendaratan) untuk


(48)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 32

mencapai lompatan yang sejauh-jauhnya. Indikator kemampuan lompat jauh adalah capaian jarak yang dicapai dari balok tumpu hingga bekas pendaratan terdekat dengan balok tumpuan. Kemampuan lompat jauh yang dimiliki pelompat dapat ditingkatkan melalui latihan.

Peningkatan kemampuan lompat jauh dapat dicapai secara optimal jika latihan yang dilakukan ditujukan pada komponen utama yang menentukan pencapaian lompatan yang sejauh-jauhnya. Komponen utama dalam lompat jauh adalah kemampuan fisik dan teknik. Pelatih dituntut dapat menyusun dan memberikan program latihan untuk mengembangkan unsur fisik dan unsur teknik yang diperlukan dalam lompat jauh secara terpadu.

Sesuai dengan prinsip kekhususan latihan, latihan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh harus pula bersifat khusus. Program latihan yang disusun untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh harus sesuai dengan karakteristik atau pola gerakan lompat jauh. Tanpa memperhatikan hal tersebut, maka latihan yang dilakukan tidak akan efektif dan efisien. Bentuk dan metode latihan yang digunakan juga harus bersifat khusus, yang dapat mengembangkan unsur-unsur lompat jauh.

2. Latihan

Latihan adalah suatu proses yang harus dilalui seorang atlet untuk mencapai prestasi. Salah satu upaya untuk meningkatkan prestasi olahraga adalah melalui latihan. Berkaitan dengan proses dan jangka waktu latihan, Nosseck, J. (1982:10) menyatakan bahwa, “Latihan adalah suatu proses atau dengan kata lain periode waktu yang berlangsung selama beberapa tahun sampai atlet tersebut mencapai standar penampilan yang tinggi”. Menurut Harsono (1988:10) latihan adalah “Proses


(49)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 33

yang sistematis, berulang-ulang dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan atau pekerjaan”. Latihan atau training adalah proses yang sistematis dari berlatih yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan serta intensitas latihannya (Tangkudung, J., 2006:45). Latihan merupakan suatu aktifitas olahraga yang sistematik dalam waktu yang lama, ditingkatkan secara progresif dan individual, yang mengarah pada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis manusia untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan (Bompa, T.O., 1990:2). Latihan merupakan suatu proses yang sangat kompleks, yang diorganisir dan direncanakan secara sistematis, secara bertahap serta dilaksanakan secara berkelanjutan dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi olahraga.

Latihan yang dilakukan untuk meningkatkan prestasi olahraga meliputi latihan fisik, latihan teknik, latihan taktik dan latihan mental. Latihan fisik merupakan salah satu unsur dari latihan olahraga secara menyeluruh. Latihan fisik pada prinsipnya adalah memberikan tekanan fisik pada tubuh secara teratur, sistematik, berkesinambungan sedemikian rupa sehingga meningkatkan kemampuan melakukan kerja yang dituangkan dalam suatu program latihan yang akan meningkatkan kemampuan fisik. Melalui latihan fisik, seseorang dapat meningkatkan sebagian besar sistem fisiologis dan dapat menyesuaikan diri pada tuntutan fungsi yang melebihi dari apa yang biasa dijumpai dari dirinya. Latihan fisik merupakan kegiatan fisik yang dilakukan secara sistematik, berulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang dengan peningkatan beban secara bertahap dan bersifat individual yang bertujuan untuk membentuk kondisi fisiologis dan psikologis, sehingga dapat melaksanakan tugas dengan baik.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa metode latihan fisik adalah suatu cara yang berbentuk aktivitas fisik yang dilakukan secara sistematis, berulang-ulang secara terus menerus dengan penambahan beban


(50)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 34

latihan (over load principle) secara periodik yang dilaksanakan berdasarkan pada intensitas, pola dan metode tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi.

a. Pengaruh Latihan Fisik

Latihan yang dilakukan secara sistematis, teratur dan kontinyu serta menerapkan prinsip-prinsip latihan yang tepat akan menyebabkan terjadinya perubahan terhadap tubuh yang mengarah pada peningkatan kemampuan tubuh untuk melaksanakan kerja yang lebih berat. Menurut Foss, M.L. & Keteyian, S.J. (1998:287) bahwa pengaruh atau efek latihan merupakan perubahan yang kronis pada anatomi, morfologi, fisiologi, dan psikologi yang diakibatkan oleh kegiatan latihan yang diulang-ulang. Adaptasi tubuh melalui training (latihan) bersifat menyeluruh yang menyangkut aspek anatomis, fisiologis, biokimia dan psikologis. Menurut Bompa, T.O. (1990:77) bahwa efek latihan sebagai akibat adaptasi tubuh terhadap beban latihan. Tubuh beradaptasi terhadap sesuatu yang dilatih perlahan-lahan, sesuai dengan peningkatan beban yang dilakukan secara bertahap.

Latihan yang dilakukan secara terus-menerus dan berulang-ulang dapat menyebabkan perubahan pada anatomi, morfologi, fisiologi dan neuromusculer. Perubahan-perubahan biokimia yang terjadi dalam otot skelet sebagai akibat dari latihan yang dilakukan berupa :

1) Konsentrasi karotin otot meningkat 39 %, PC 22%, ATP 18% dan Glikogen 66%.

2) Aktivitas enzim glikolitik meningkat

3) Aktivitas enzim pembentuk kembali ATP disebut dapat meningkat kecil dan tidak dapat ditentukan.


(51)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 35

5) Konsentrasi mitochondria tampak menurun karena akibat meningkatnya ukuran myofibril dan bertambahnya cairan otot atau sarkoplasma.

Sedangkan perubahan fisiologis sebagai akibat dari latihan adalah sebagai berikut: 1) Perubahan biokimia dalam jaringan

2) Perubahan sistemik, yaitu perubahan sistem sirkulasi dan respirasi dan sistem pengangkutan oksigen

3) Perubahan yang terjadi pada komposisi tubuh, kadar kolesterol dan trigliserida, perubahan tekanan darah, perubahan oklimatisasi pada panas (Fox, E.L., Bowers, RW. & Foss, M.L., 1988: 324).

Kegiatan fisik yang dilakukan secara teratur dan kontinyu dapat merangsang kerja enzim di dalam tubuh dan merangsang pertumbuhan sel (hipertropi) otot rangka. Otot yang terlatih pada umumnya menjadi lebih besar dan lebih kuat daripada yang tidak terlatih. Akibat latihan cadangan energi di dalam otot juga dapat meningkat. Menurut Foss, M.L. & Keteyian, S.J. (1998:289) bahwa latihan tidak hanya meningkatkan cadangan ATP dan PC, tetapi juga mempertinggi kecepatan pengisian kembali.

Latihan fisik juga dapat meningkatkan aktivitas enzim untuk metabolisme energi baik secara aerobik maupun anaerobik. Foss, M.L. & Keteyian, S.J. (1998:288) menyatakan bahwa latihan anaerobik dapat meningkatkan kemampuan otot rangka. Perubahan yang terjadi pada otot ini sebagai hasil dari latihan anaerobik mengarah ke meningkatnya kapasitas sistem ATP-PC dan glikolisis anaerobik untuk membangkitkan ATP. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan sistem ATP dan PC dalam otot atau aktivitas enzim kunci yang teribat dalam sistem ATP-PC.

Latihan anaerobik dapat merubah beberapa enzim kunci pada sistem ATP-PC. Pemecahan energi dengan sistem phosphagen menjadi lebih cepat dan efisien.


(52)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 36

Phosphagen merupakan sumber energi untuk otot yang paling cepat tersedia. Sistem phosphagen diperlukan untuk kerja otot secara maksimal dalam waktu yang singkat, seperti pada saat lari cepat. Pemecahan ATP dipermudah oleh enzim yang disebut ATPase, yang resintesisnya dipermudah oleh enzim myokinase (MK) dan creatine

phosphokinase (CPK). Enzim myokinase mengkatalisis reaksi yang terlibat dalam

pengisian kembali ATP-PC. Latihan tidak hanya meningkatkan cadangan ATP-PC, tetapi juga mempertinggi kecepatan pengisian kembali ATP-PC di dalam otot.

b. Prinsip-Prinsip Latihan

Agar dapat mencapai hasil sesuai yang diharapkan, maka program latihan yang disusun harus memperhatikan prinsip-prinsip latihan secara benar. Dengan berpedoman pada prinsip-prinsip dasar latihan maka program latihan dapat disusun. Menurut Harsono (1988:102-112), prinsip-prinsip dasar latihan yang harus diterapkan pada setiap cabang olahraga antara lain adalah, "(1) Prinsip beban lebih

(overload principle), (2) Prinsip perkembangan menyeluruh, (3) Prinsip spesialisasi,

dan (4) Prinsip individualisasi". Pyke F.S. Robert, A.D., Woodman, L.R., Telford, R.R. & Jarver, J. (1991:115-121) mengemukakan mengenai prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam melakukan latihan sebagai berikut, "(1) Prinsip beban lebih, (2) Prinsip pemulihan, (3) Prinsip kembali asal (reversibility), (4) Prinsip kekhususan dan (5) Prinsip individualitas". Latihan olahraga yang dilakukan akan mendapatkan hasil yang optimal jika dilakukan dengan prinsip-prinsip latihan yang benar. Prinsip-prinsip latihan tersebut diuraikan sebagai berikut :

1) Prinsip Beban Lebih (Overload Principle)

Prinsip beban lebih (Overload Principle) merupakan prinsip pokok dan dan mendasar pada latihan olahraga. Kemampuan seseorang dapat meningkat jika


(53)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 37

mendapatkan beban latihan lebih berat dari beban yang diterima sebelumnya secara teratur dan kontinyu. Dengan beban berlebih, memaksa otot untuk berkontraksi secara maksimal, sehingga merangsang adaptasi fisiologis yang akan mengembangkan kekuatan dan daya tahan (Bompa, T.O., 1990: 29).

Pate, R., Clenaghan, M.B. & Rotella, R. (1993:318) mengemukakan bahwa, "sebagian besar sistem fisiologi dapat menyesuaikan diri pada tuntutan fungsi yang melebihi dari apa yang biasa dijumpai dalam kehidupan sehari-hari". Pembebanan yang lebih berat dapat merangsang penyesuaian fisiologis dalam tubuh yang dapat mendorong peningkatan kemampuan otot atau tubuh. Dengan pembebanan yang lebih berat dari sebelumnya tersebut, akan merangsang tubuh untuk beradaptasi dengan beban tersebut, sehingga kemampuan tubuh akan meningkat. Seperti dikemukakan Tangkudung, J. (2006:57) bahwa, ”Hanya melalui proses

overload/pembebanan yang selalu meningkat secara bertahap yang akan

menghasilkan overkompensasi dalam kemampuan biologis, dan keadaan itu merupakan prasyarat untuk peningkatan prestasi”.

Peningkatan beban dilakukan secara progresif. Penggunaan beban secara progresif adalah latihan yang dilakukan dengan menggunakan beban yang ditingkatkan secara teratur dan bertahap sedikit demi sedikit. Melalui latihan yang berulang-ulang yang dilakukan secara sistematis, teratur dan kontinyu, serta adanya peningkatan beban secara progresif, maka adaptasi tubuh terhadap training bersifat kronis. Tubuh beradaptasi terhadap sesuatu yang dilatihkan perlahan-lahan, sesuai dengan peningkatan bebannya yang dilakukan secara bertahap. "Adaptasi tubuh


(54)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 38

terhadap training (latihan) bersifat menyeluruh yang menyangkut aspek anatomis, fisiologis, biokimia dan psikologis" (Bompa, T.O., 1990:77).

.

2) Prinsip Perkembangan Menyeluruh

Yusuf Hadisasmita & Aip Syarifuddin (1996:131) mengemukakan bahwa, “Prinsip perkembangan multilateral didasarkan pada fakta bahwa selalu ada interdepensi (saling ketergantungan) antara semua organ dan sistem tubuh manusia, antara komponen-komponen biomotorik, dan antara proses-proses faali dengan psikologis”. Perkembangan menyeluruh merupakan dasar-dasar yang kokoh dan komplit, guna menunjang spesialisasi yang dipilih. Perkembangan menyeluruh merupakan dasar (pondasi) bagi pelaksanaan program latihan setiap cabang olahraga. Dengan demikian perkembangan menyeluruh harus diberikan kepada atlet-atlet muda sebelum memilih spesialisasi dan dalam cabang olahraga tertentu dan mencapai prestasi puncak. Harsono (1988:109) yang menyatakan bahwa, "secara fungsional, spesialisasi dan kesempurnaan penguasaan suatu cabang olahraga didasarkan pada perkembangan multilateral ini".

Kondisi fisik atlet merupakan satu kesatuan utuh dari berbagai komponen-komponen yang ada. Pada akhirnya tujuan latihan adalah kemampuan yang bersifat khusus sesuai olahraga yang dikembangkan, namun kemampuan yang bersifat khusus tersebut harus didasari oleh kemampuan kondisi fisik yang baik secara menyeluruh. Sebelum diberikan latihan secara khusus, unsur kondisi fisik atlet secara menyeluruh harus dikembangkan.

3) Prinsip Pemulihan (Recovery)

Prinsip pemulihan sering juga disebut prinsip interval. Pemulihan diperlukan setelah melakukan kerja dengan intensitas tinggi selama latihan. Dalam suatu latihan


(55)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 39

tubuh harus mendapat pulih asal yang cukup. Dengan pulih asal yang cukup, tubuh akan siap kembali untuk melaksanakan aktivitas latihan selanjutnya. Masa pemulihan setelah latihan (exercise) merupakan suatu masa transisi dari tahap katabolik akut yang terjadi selama kerja (latihan) ke tahap anabolik (Foss, M.L. & Keteyian, S.J. , 1998:48). Pemulihan pada periode istirahat meliputi pemulihan oksigen dan pemulihan energi. Pemulihan oksigen dan pemulihan energi berlangsung secara serempak dan tidak dapat dipisahkan.

Selama periode interval kerja pada latihan interval anaerob terjadi pengurasan energi ATP dan PC untuk kerja otot, sehingga terjadi hutang oksigen (oksigen debt) dan hutang alactacid (alactacid debt) (Davis, D., Kimmet, T. & Auty, M., 1992:79). Setelah latihan dengan intensitas tinggi pada durasi waktu yang lebih lama, akan menimbulkan akumulasi LA di dalam darah dan otot. Pada aktivitas seperti akan terjadi hutang lactacid (lactacid debt). Pada periode istirahat atau pemulihan, kekurangan oksigen dan pengurasan energi di otot harus segera diisi kembali.

4) Prinsip Kekhususan (Spesialisasi)

Prinsip kekhususan dapat juga disebut Principle of Specifity. Pengaruh yang ditimbulkan akibat latihan itu bersifat khusus, sesuai dengan karakteristik kondisi fisik, gerakan dan sistem energi yang digunakan selama latihan. Latihan yang ditujukan pada unsur kondisi fisik tertentu hanya akan memberikan pengaruh yang besar terhadap komponen tersebut. Berdasarkan hal tersebut, agar aktivitas latihan itu mempunyai pengaruh yang baik, latihan yang dilakukan harus bersifat khusus, sesuai dengan unsur kondisi fisik dan jenis olahraga yang akan dikembangkan.


(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id power otot tungkai yang tinggi. Dengan kekuatan otot tungkai yang baik, maka pembentukan power otot tungkai lebih mudah dicapai.

Kekuatan otot tungkai merupakan unsur kondisi fisik yang dapat menunjang pembentukan power dan daya lompat yang sangat diperlukan untuk mencapai lompatan yang sejauh-jauhnya. Mahasiswa yang memiliki kekuatan otot tungkai tinggi memiliki potensi terbentuknya power atau daya lompat yang lebih baik, dari pada mahasiswa yang memiliki kekuatan otot tungkai rendah.

Dari angka-angka yang dihasilkan dalam analisis data menunjukkan bahwa perbandingan rata-rata peningkatan kemampuan lompat jauh pada mahasiswa yang memiliki kekuatan otot tungkai tinggi 0.09 meter yang lebih tinggi dari pada kelompok mahasiswa yang memiliki kekuatan otot tungkai rendah.

3. Pengaruh Interaksi Antara Metode Latihan Dengan Kekuatan otot Tungkai

Dari tabel ringkasan hasil analisis varian dua faktor, nampak bahwa faktor-faktor utama penelitian dalam bentuk dua faktor-faktor menunjukkan interaksi yang nyata. Untuk kepentingan pengujian bentuk interaksi AB terbentuklah tabel di bawah ini.

Tabel 17. Pengaruh Sederhana, Pengaruh Utama, dan Interaksi Faktor, A dan B Terhadap Kemampuan lompat jauh.

Faktor A = Metode Latihan Pliometrik

B = Kekuatan Otot Tungkai

Taraf A1 A2 Rerata A1 – A2

B1 0.440 0.438 0.439 0.002

B2 0.241 0.467 0.354 0.226

Rerata 0.341 0.453 0.397 0.085


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Interaksi antara dua faktor penelitian dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 14. Bentuk Interaksi Perubahan Besarnya Peningkatan Kemampuan Lompat Jauh

Keterangan :

: A1 = Latihan pliometrik double leg bound.

: A2 = Latihan pliometrik depth jump

: B1 = Kekuatan otot tungkai tinggi

: B2 = Kekuatan otot tungkai rendah


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id peningkatan prestasi antar kelompok memiliki suatu titik pertemuan atau persilangan. Antara jenis latihan pliometrik dan kekuatan otot tungkai memiliki titik persilangan. Berarti terdapat interaksi yang signifikan diantara keduanya. Gambar tersebut menunjukkan bahwa kekuatan otot tungkai berpengaruh signifikan terhadap penggunaan metode latihan pliometrik.

Berdasarkan hasil penelitian yang dicapai, ternyata mahasiswa yang memiliki kekuatan otot tungkai tinggi dengan latihan pliometrik double leg bound, memiliki peningkatan kemampuan lompat jauh yang lebih baik dibandingkan mahasiswa dengan kekuatan otot tungkai rendah dan mendapat perlakuan latihan pliometrik double leg bound. Mahasiswa yang memiliki kekuatan otot tungkai tinggi memiliki peningkatan kemampuan lompat jauh yang besar jika dilatih dengan latihan pliometrik depth jump. Keefektifan penggunaan metode latihan pliometrik dipengaruhi oleh klasifikasi kekuatan otot tungkai yang dimiliki mahasiswa. Mahasiswa dengan kekuatan otot tungkai tinggi lebih cocok jika mendapatkan latihan pliometrik double leg bound, sedangkan mahasiswa dengan kekuatan otot tungkai rendah lebih cocok jika mendapatkan latihan pliometrik depth jump.

Berdasarkan hasil penelitian, ternyata ada interaksi antara antara metode latihan pliometrik dengan kekuatan otot tungkai, hal ini terlihat bahwa arah perubahan peningkatan prestasi tidak sejajar dan memiliki titik pertemuan. Mahasiswa dengan kekuatan otot tungkai tinggi memiliki peningkatan prestasi yang tinggi, jika mendapat latihan pliometrik double leg bound, sedangkan mahasiswa dengan kekuatan otot tungkai rendah memiliki peningkatan prestasi yang tinggi, jika mendapat latihan pliometrik depth jump. Berdasarkan hasil penelitian yang dicapai kekuatan otot tungkai memiliki pengaruh interaksi terhadap hasil latihan pliometrik.


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara metode latihan pliometrik double leg bound dan pliometrik depth jump terhadap kemampuan lompat jauh. Pengaruh metode latihan pliometrik depth jump lebih baik dari pada pliometrik double leg bound.

2. Ada perbedaan kemampuan lompat jauh yang signifikan antara mahasiswa yang

memiliki kekuatan otot tungkai tinggi dan rendah. Peningkatan kemampuan lompat jauh pada mahasiswa yang memiliki kekuatan otot tungkai tinggi lebih baik dari pada yang memiliki kekuatan otot tungkai rendah.

3. Terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara metode latihan pliometrik dan kekuatan otot tungkai terhadap kemampuan lompat jauh.

a. Latihan pliometrik double leg bound lebih cocok bagi s mahasiswa dengan kekuatan otot tungkai tinggi.

b. Latihan pliometrik depth jump lebih cocok bagi mahasiswa dengan kekuatan otot tungkai rendah.

B. Implikasi

Kesimpulan dari hasil penelitian ini dapat mengandung pengembangan ide yang lebih luas jika dikaji pula tentang implikasi yang ditimbulkan. Atas dasar kesimpulan yang telah diambil, dapat dikemukakan implikasinya sebagai berikut:


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 1. Secara umum dapat dikatakan bahwa metode latihan pliometrik dan kekuatan

otot tungkai merupakan variabel-variabel yang mempengaruhi peningkatan kemampuan lompat jauh.

2. Metode latihan plaiometrik, baik double leg bound maupun depth jump keduanya ternyata memberikan pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan kemampuan lompat jauh. Kedua metode latihan pliometrik tersebut dapat dipergunakan upaya meningkatkan kemampuan lompat jauh.

3. Latihan pliometrik depth jump ternyata memberikan pengaruh yang lebih tinggi dalam meningkatkan kemampuan lompat jauh. Kebaikan latihan pliometrik depth jump ini dapat dipergunakan sebagai solusi bagi pengajar dan pelatih dalam upaya meningkatkan kemampuan lompat jauh.

4. Kekuatan otot tungkai merupakan variabel penting yang berpengaruh terhadap kemampuan lompat jauh. Tingkat kekuatan otot tungkai yang dimiliki pelompat menentukan peningkatan kemampuan lompat jauh.

5. Berkenaan dengan penerapan kedua bentuk penggunaan metode latihan

pliometrik dapat meningkatkan kemampuan lompat jauh, masih ada faktor lain yaitu kekuatan otot tungkai. Hasilnya menunjukkan bahwa ada perbedaan peningkatan kemampuan lompat jauh yang sangat signifikan antara kelompok kekuatan otot tungkai tinggi dan kekuatan otot tungkai rendah. Hal ini mengisyaratkan kepada pengajar dan pelatih, upaya peningkatan kemampuan lompat jauh hendaknya memperhatikan faktor tingkat kekuatan otot tungkai.


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini maka kepada pengajar dan pelatih diberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Latihan pliometrik depth jump memiliki pengaruh yang lebih baik dalam meningkatkan kemampuan lompat jauh, sehingga pengajar dan pelatih lebih memilih latihan pliometrik depth jump dalam upaya meningkatkan kemampuan lompat jauh.

2. Penerapan penggunaan metode latihan pliometrik untuk meningkatkan

kemampuan lompat jauh, perlu memperhatikan faktor kekuatan otot tungkai. 3. Agar kemampuan lompat jauh lebih maksimal maka kekuatan otot, khususnya

kekuatan otot tungkai pelompat hendaknya ditingkatkan hingga level tinggi. 4. Agar peningkatan prestasi lebih efektif, penerapan latihan pliometrik untuk

meningkatkan kemampuan lompat jauh hendaknya mempertimbangkan tingkat kemampuan kekuatan otot tungkai yang telah dimiliki.