PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS V SDN PANDAK I SIDOHARJO SRAGEN TAHUN AJARAN 2010 2011

(1)

commit to user

i

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN

MENGGUNAKAN METODE

ROLE PLAYING

PADA SISWA

KELAS V SDN PANDAK I SIDOHARJO SRAGEN

TAHUN AJARAN 2010/2011

SKRIPSI

Oleh: S U T I N O

K7107055

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user

ii

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN

MENGGUNAKAN METODE

ROLE PLAYING

PADA SISWA

KELAS V SDN PANDAK I SIDOHARJO SRAGEN

TAHUN AJARAN 2010/2011

Oleh: Sutino K7107055

SKRIPSI

Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(3)

commit to user


(4)

commit to user


(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Sutino. K7107055. PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS V SDN PANDAK I SIDOHARJO SRAGEN TAHUN AJARAN 2010/2011. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, April 2011.

Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil keterampilan berbicara dengan menggunakan metode role playing pada siswa kelas V SDN Pandak I Sidoharjo Sragen tahun ajaran 2010/2011.

Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen tahun ajaran 2010/2011 berjumlah 21 siswa yang terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan. Sumber data yang digunakan adalah informasi dari narasumber yaitu guru kelas V dan siswa, hasil pengamatan proses dan data pembelajaran berbicara dengan menggunakan metode role playing, dan dokumen resmi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, tes, dan kajian dokumen. Untuk menguji validitas data, peneliti menggunakan triangulasi sumber data dan triangulasi metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif meliputi tiga buah komponen yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan atau verifikasi. Proses penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi.

Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa metode role playing dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil keterampilan berbicara pada siswa kelas V SDN Pandak I Sidoharjo Sragen tahun ajaran 2010/2011. Hal ini dapat dibuktikan dengan meningkatnya persentase sikap siswa pada aspek minat, keaktifan, kerja sama, dan kesungguhan pada siklus I dan siklus II. Pada siklus I persentase klasikal sikap siswa adalah minat 61,9%, keaktifan siswa 71,42%, kerja sama 71,42%, dan kesungguhan 57,14%. Pada siklus II persentase klasikal sikap siswa meningkat menjadi: minat 90,47%, keaktifan siswa 80,95%, kerja sama 76,19%, dan kesungguhan 80,95%. Kualitas hasil dibuktikan dengan diperoleh nilai rata-rata hasil tes awal sebelum tindakan (prasiklus) yaitu 61,14 dengan ketuntasan klasikal 38,1%. Pada siklus I nilai rata-rata kelas meningkat mencapai 66,09 dengan ketuntasan klasikal 71,42%. Setelah tindakan pada siklus II nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 73,33 dengan ketuntasan klasikal 85,71%.


(6)

commit to user

vi

ABSTRACT

Sutino. K7107055. IMPROVING THE SPEAKING SKILL WITH THE USE OF ROLE PLAYING METHOD IN THE FIFTH GRADE STUDENT OF SDN PANDAK I SIDOHARJO SRAGEN ON THE ACADEMIC YEAR OF 2010/2011. Skripsi: The Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret University, Surakarta, April 2011.

The purpose of this research is to improve the process and result quality of speaking skill with the use of role playing method in the fifth grade student of SDN Pandak I Sidoharjo Sragen on the academic year of 2010/2011.

This research has the form of Classroom Action Research (CAR). Subject used in this research is the fifth grade student of SDN Pandak I SidoharjoSragen on the academic year 2010/2011 amount to 21 students consist of 7 man students and 14 woman students. The data sources of the research were informant, that is the class V teacher and students, the result of observation process and data on the learning speaking skill with the use role playing method, and official documents. The data collecting technique used is observation, in-depth interview, test, and learn document. The validity of the data was tested by using a data source triangulation and a method triangulation. The data analysis technique applied is interactive analysis model having three components, that are data reduction, data presentation, and drawing conclusion or verification. The research process consisted of two cycles and each cycle comprised four phases, namely: (1) planning, (2) implementation, (3) observation, and (4) reflection.

Based on the results of the research, a conclusion is drawn that the use of role playing can improve the process and result quality of speaking skill in the fifth

grade student of SDN Pandak I Sidoharjo Sragen on the academic year of

2010/2011. This can be proved by the increasing percentage of students' attitudes on aspects of interest, liveliness, cooperation, and seriousness in cycle I and cycle II. In cycle I, percentage classical attitudes of the students is an interest of 61,9%, 71,42% students' activeness, cooperation 71,42%, and the earnestness is 57,14%. In cycle II percentage classical attitudes of the students improve be an interest of 90,47%, 80,95% students' activeness, cooperation 76,19%, and the earnestness is 80,95%. The result quality be proved by the preliminary average score of the achievement test prior to the treatment is 61,14 and the classical learning completeness is 38,1%. In cycle 1, the average score of the achievement test improve becomes 66,09 and the classical learning completeness is 71,42%. After the treatment of cycle II, the average score of the achievement test becomes 73,33 and the classical learning completeness is 85,71%.


(7)

commit to user

vii

MOTTO

´Sesungguhnya sesudah kesulitan akan datang kemudahan, maka kerjakanlah urusanmu dengan sungguh-VXQJJXKGDQKDQ\DNHSDGD$OODKNDPXEHUKDUDS´

(QS. Al-Insyirah:6-8)

³+DLRUDQJ-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan PHQRORQJPXGDQPHQHJXKNDQNHGXGXNDQPX´

(QS. Muhammad: 7 )

³$OODKPHQ\XNDLSHNHUMDDQ\DQJGLODkukan terus-menerus walaupun pekerjaan itu NHFLODWDXVHGLNLW´

(HR. Bukhari dan Muslim)

³.HWDKXLODKSHUWRORQJDQLWXDGDEHUVDPDGHQJDQNHVDEDUDQMDODQNHOXDULWXDNDQ VHODOXEHULULQJDQGHQJDQFREDDQGDQEHUVDPDNHVXOLWDQLWXDGDNHPXGDKDQ´

(HR. Tirmidzy)

³%HUV\XNXUDWDVVHVXDWX yang kita miliki dan bersabar atas ujian adalah kunci kebahagiaan menjalani kehidupan´


(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini untuk:

™ Orang tuaku,

Almh. ibu Tuginah yang memberikan arti tulusnya kasih sayang tanpa mengharap balas jasa dan aku selalu mendoakan semoga beliau diampuni dosanya serta dimasukan ke dalam surga-Nya. Amiin.

Bapak Sasmo Dimejo yang telah memberikan motivasi, perhatian, kasih sayang dengan tulus ikhlas, bekerja keras tanpa mengenal lelah untuk mencukupi kebutuhan keluarga, dan mendoakan aku dalam setiap langkahku. Terima kasih ayah.

™ Kakak-kakakku (Mas Tukidi, Mas Tugiman, Mas Sartono, Mas Suparjo, Mas Slamet, Mas Tugimin, Mbak Sumarmiyati, dan Mbak Suwarti) yang telah

memberikan dukungan dan membantu biaya kuliahku.

™ Teman-temanku SI PGSD angkatan 2007 terkhusus untuk kelas VIIIB dan adik-adik tingkatku PGSD FKIP UNS yang telah banyak membantu dan

mendoakanku.

™ Keluarga besar FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta dan almamaterku tercinta tempatku menimba ilmu berkarakter kuat dan cerdas untuk masa


(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya kepada kita. Atas kehendak-Nya pula skripsi dengan judul ´3eningkatan Keterampilan Berbicara dengan Menggunakan Metode

Role Playing pada Siswa Kelas V SDN Pandak I Sidoharjo Sragen Tahun Ajaran

2010/2011´ ini dapat terselesaikan dengan baik sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini telah melibatkan berbagai pihak. Maka dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Kartono, M.Pd selaku Ketua Program Studi PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta.

4. Prof. Dr. Retno Winarni, M.Pd selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, kepercayaan, dukungan, saran, dan kemudahan yang sangat membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Drs. Hasan Mahfud, M.Pd selaku Sekretaris Program Studi PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta dan pembimbing II skripsi penulis yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

6. Bapak dan Ibu dosen program studi PGSD FKIP UNS yang telah memberikan motivasi dan pengarahan kepada penulis.

7. Ibu B. Any Handayani, S. Pd selaku Kepala Sekolah SDN Pandak I yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.

8. Bapak Sri Kuncoro, Ama. Pd selaku guru kelas V SDN Pandak I yang dengan senang hati membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.


(10)

commit to user

x

9. Guru-guru SDN Pandak I yang telah memberikan motivasi dan sebagai informan terhadap penyusunan skripsi ini.

Penulis telah berupaya untuk berbuat yang terbaik dalam penyusunan skripsi ini. Namun demikian, disadari hasilnya masih jauh dari kesempurnaan. Semua ini tidak lain karena keterbatasan penulis baik pengatahuan dan pengalaman. Oleh karena itu, segala saran dan kritik membangun sangat diharapkan.

Akhirnya, penulis tetap berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca budiman. Semoga kebaikan dan bantuan dari semua pihak tersebut di atas mendapat pahala dan imbalan dari Allah.

Surakarta, April 2011

Penulis


(11)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

PENGAJUAN ... ii

PERSETUJUAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

A. Tinjauan Pustaka ... 7

1. Hakikat Keterampilan Berbicara ... 7

a. Pengertian Keterampilan ... 7

b. Pengertian Berbicara ... 8

c. Pengertian Keterampilan Berbicara ... 9

d. Tujuan Berbicara ... 11

e. Jenis-jenis Berbicara ... 13

f. Faktor-faktor Keefektifan Berbicara ... 14

g. Pembelajaran Berbicara di SD ... 15


(12)

commit to user

xii

2. Hakikat Metode Role Playing ... 25

a. Pengertian Metode Pembelajaran ... 25

b. Macam-macam Metode Pembelajaran ... 27

c. Pengertian Metode Role Playing ... 28

d. Alasan Penggunaan Metode Role Playing ... 30

e. Tujuan Role Playing ... 31

f. Manfaat Role Playing ... 34

g. Langkah-langkah Penggunaan Role Playing ... 35

h. Organisasi Penerapan Pembelajaran Role Playing..« B. Penelitian yang Relevan ... 42

C. Kerangka Berpikir ... 44

D. Hipotesis Tindakan ... 46

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 47

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 47

B. Subjek Penelitian ... 47

C. %HQWXNGDQ6WUDWHJL3HQHOLWLDQ«««««««««««« D. Sumber Data ... 48

E. Teknik Pengumpulan Data ... 49

F. Validitas Data ... 50

G. Teknik Analisis Data ... 51

H. Indikator .HWHUFDSDLDQ««««««««««««««« I. Prosedur Penelitian ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64

A. Deskripsi Kondisi Awal ... 64

B. Pelaksanaan Tindakan ... 69

1. Tindakan Siklus I ... 69

a. Perencanaan Tindakan ... 70

b. Pelaksanaan Tindakan ... 72

c. Observasi ... 77


(13)

commit to user

xiii

2. Tindakan Siklus II ... 84

a. Perencanaan Tindakan ... 85

b. Pelaksanaan Tindakan ... 87

c. Observasi ... 92

d. Refleksi ... 93

C. Hasil Penelitian ... 97

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 100

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 106

A. Simpulan ... 106

B. Implikasi ... 106

C. Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 109


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komponen-komponen yang Perlu Mendapat Perhatian pada Tes

Keterampilan Berbicara ... 17 Tabel 2. Format Lembar Penilaian Unjuk Kerja Keterampilan Berbicara

Siswa ... 21 Tabel 3. 5XEULN3HQLODLDQ.HWHUDPSLODQ%HUELFDUD«««««««««« 22 Tabel 4. Struktur Pembelajaran dalam Role Playing ... 36 Tabel 5. Indikator Ketercapaian Tujuan Penelitian ... 53 Tabel 6. Data Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan

Berbicara kelas V SDN Pandak I pada Kondisi Awal ... 66 Tabel 7. Data Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN

Pandak I pada Kondisi Awal (Prasiklus) ... 68 Tabel 8. Data Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan

Berbicara kelas V SDN Pandak I pada Siklus I ... 79 Tabel 9. Data Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN

Pandak I pada Siklus I ... 80 Tabel 10. Data Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan

%HUELFDUD.HODV96'13DQGDN,SDGD6LNOXV,,««««««« 93

Tabel 11. Data Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I Sragen pada Siklus II ... 94 Tabel 12. Data Frekuensi Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran

Keterampilan Berbicara Kelas V SDN Pandak I pada Prasiklus,

Siklus I dan II ... 98 Tabel 13. Data Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V


(15)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Dampak ± dampak Instruksional dan Pengiring dalam Metode

Role playing.. ... 33

Gambar 2. Kerangka Berpikir.. ... 46

Gambar 3. Model Analisis Interaktif.. ... 52

Gambar 4. Alur Siklus Penelitian Tindakan Kelas.. ... 54

Gambar 5. Grafik Penilaian Proses Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada Kondisi Awal (Prasiklus).. ... 67

Gambar 6. Grafik Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada Kondisi Awal (Prasiklus)... 68

Gambar 7. Grafik Penilaian Proses Pembelajaran Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada Siklus I... 79

Gambar 8. Grafik Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada VLNOXV,««««««««««««««« 81

Gambar 9. Grafik Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keteram- pilan Berbicara Siswa Kelas V SDN 3DQGDN,SDGD6LNOXV,,« 93

Gambar 10. Grafik Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada VLNOXV,,«««««««««««««««« 95

Gambar 11. Grafik Frekuensi Penilaian Proses (Sikap Siswa) Pembelajaran Keterampilan Berbicara Kelas V SDN Pandak I pada Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II«««««««««««««««« 98

Gambar 12. Grafik Frekuensi Nilai Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN Pandak I pada Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II«««« 100


(16)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rincian Waktu dan Pelaksanaan Kegiatan Penelitian«««« 113

/DPSLUDQ'HVNULSVL:DZDQFDUD6HEHOXP7LQGDNDQ«««««««« 114

Lampiran 3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SD Kelas V« 118 Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I «««« 119 Lampiran 5. 5HQFDQD3HODNVDQDDQ3HPEHODMDUDQ5336LNOXV,,«««« 127 Lampiran 6. 0DWHUL'LVNXVL.HORPSRN6LNOXV,«««««««««« 135 Lampiran 7. 0DWHUL'LVNXVL.HORPSRN6LNOXV,,«««««««««« 140 Lampiran 8. /HPEDU+DVLO'LVNXVL.HORPSRN«««««««««««« 141 Lampiran 9. 3HWXQMXN7HV8QMXN.HUMD.HWHUDPSLODQ%HUELFDUD6LNOXV,«« 142 Lampiran 10. Petunjuk Tes Unjuk Kerja KeterDPSLODQ%HUELFDUD6LNOXV,,«« 142 Lampiran 11. Lembar Penilaian Tes Keterampilan Berbicara Siswa... ... « 143 Lampiran 12. 5XEULN3HQLODLDQ.HWHUDPSLODQ%HUELFDUD«««««««« 145 Lampiran 13. 'DIWDU1LODL.HWHUDPSLODQ%HUELFDUD6LVZD3UDVLNOXV«««« 149 Lampiran 14. 'DIWDU1LODL.HWHUDPSLODQ%HUELFDUD6LVZD6LNOXV,««««« 150 Lampiran 15. 'DIWDU1LODL.HWHUDPSLODQ%HUELFDUD6LVZD6LNOXV,,«««« 151 Lampiran 16. /HPEDU2EVHUYDVL533*XUX«««««««««««« 152 Lampiran 17. Lembar Observasi PelaksaQDDQ3HPEHODMDUDQ*XUX««« 158 Lampiran 18. /HPEDU2EVHUYDVL3HQLODLDQ3URVHV6LVZD«««««««« 165 Lampiran 19. +DVLO2EVHUYDVL533*XUX6LNOXV,««««««««««« 167 Lampiran 20. +DVLO2EVHUYDVL533*XUX6LNOXV,,«««««««««« 169 Lampiran 21. HaVLO2EVHUYDVL3HODNVDQDDQ3HPEHODMDUDQ*XUX6LNOXV,«« 171 Lampiran 22. +DVLO2EVHUYDVL3HODNVDQDDQ3HPEHODMDUDQ*XUX6LNOXV,,«« 173 Lampiran 23. +DVLO2EVHUYDVL3HQLODLDQ3URVHV6LVZD3UDVLNOXV««««« 175 Lampiran 24. Hasil Observasi Penilaian 3URVHV6LVZD6LNOXV,««««« 177 Lampiran 25. +DVLO2EVHUYDVL3HQLODLDQ3URVHV6LVZD6LNOXV,,««««« 179 Lampiran 26. Pedoman Wawancara untuk Guru Sebelum Diterapkan Metode

Role Playing««««««««««««««««««« 181

Lampiran 27. Pedoman Wawancara untuk Guru Setelah Diterapkan Metode


(17)

commit to user

xvii

Lampiran 28. 'HVNULSVL:DZDQFDUD6HWHODK7LQGDNDQ««««««««.. 183 Lampiran 29. )RWR.HJLDWDQ3URVHV3HPEHODMDUDQ«««««««««« . 187 Lampiran 30. Surat Keterangan PenelitiaQ.HSDOD6'13DQGDN,««« . 195 Lampiran 31. 6XUDW.HSXWXVDQ'HNDQ).,3816«««««««««« . 196 Lampiran 32. 6XUDW3HUPRKRQDQ,MLQ3HQHOLWLDQ«««««««««« ... 197 Lampiran 33. 6XUDW3HUPRKRQDQ,MLQ0HQ\XVXQ6NULSVL«««««««« 199


(18)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keterampilan berbahasa mencakup empat aspek, yaitu (1) keterampilan menyimak, (2) keterampilan berbicara, (3) keterampilan membaca, dan (4) keterampilan menulis. Setiap keterampilan mempunyai hubungan erat dengan keterampilan-keterampilan lainnya. Keterampilan-keterampilan tersebut hanya dapat dikuasai dengan jalan praktik dan latihan yang berkelanjutan. Keempat keterampilan tersebut pada dasarnya merupakan satu kesatuan atau merupakan catur tunggal. (Henry Guntur Tarigan, 2008:1). Peningkatan keterampilan berbahasa tersebut dilaksanakan secara terpadu, kontekstual, dan fungsional dengan fokus pada keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis secara berganti-ganti dan berkesinambungan.

Salah satu keterampilan berbahasa yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari adalah keterampilan berbicara sebagai media komunikasi lisan yang efektif. Djago Tarigan (1992:132) menyatakan bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Sejalan dengan pendapat tersebut, H.G Tarigan (2008:16) berpendapat bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi atikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa lisan yang bersifat produktif, artinya suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menyampaikan gagasan, pikiran atau perasaan sehingga gagasan-gagasan yang ada dalam pikiran pembicara dapat dipahami orang lain.

Memang setiap orang menganggap mudah untuk bisa berbicara atau berkomunikasi secara lisan, tetapi tidak semua memiliki keterampilan untuk berbicara secara baik dan benar. Oleh karena itu, pembelajaran keterampilan berbicara seharusnya mendapat perhatian dalam pembelajaran keterampilan berbahasa di pendidikan formal khususnya di sekolah dasar. Keterampilan berbicara di SD merupakan inti dari proses pembelajaran bahasa di sekolah, karena dengan


(19)

commit to user

2

pembelajaran berbicara siswa dapat berkomunikasi di dalam maupun di luar kelas sesuai dengan perkembangan jiwanya. Keterampilan berbicara penting diajarkan karena dengan keterampilan itu seorang siswa akan mampu mengembangkan kemampun berpikir, membaca, menulis, dan menyimak. Kemampuan berpikir tersebut akan terlatih ketika mereka mengorganisasikan, mengonsepkan, dan menyederhanakan pikiran, perasaan, dan ide kepada orang lain secara lisan.

Berdasarkan hasil observasi di SDN Pandak I Sidoharjo Sragen, terlihat bahwa keterampilan berbicara di sekolah dasar tersebut kurang begitu diperhatikan. Penekanan pembelajaran berbahasa umumnya masih terletak pada keterampilan menyimak, membaca, dan menulis. Keterampilan berbicara lebih dikesampingkan sehingga tidak jarang masih terdapat siswa yang tidak bisa menyampaikan pesan/informasi dalam bahasa lisan secara baik. Hal ini juga menunjukkan bahwa masih banyak siswa sekolah dasar yang kurang mampu mengekpresikan diri lewat kegiatan berbicara atau dengan kata lain keterampilan berbicara siswa masih rendah. Siswa sering kali malu ketika diminta berbicara atau bercerita di depan kelas. Siswa masih merasa takut berdiri dan berbicara di hadapan teman sekelasnya. Bahkan tidak jarang beberapa siswa berkeringat dingin, brdiri kaku, lupa segalanya jika berdiri di depan kelas untuk berbicara. Kondisi ini dimungkinkan karena rendahnya penguasaan siswa akan topik yang dibahas sehingga siswa tidak mampu memfokuskan hal-hal yang ingin diucapkan. Akibatnya, arah pembicaraan menjadi kurang jelas sehingga inti dari bahasan tersebut tidak tersampaikan.

Permasalahan rendahnya keterampilan berbicara tersebut juga terjadi pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen. Data yang diperoleh dari hasil pembelajaran keterampilan berbicara oleh guru kelas V pada kondisi awal hari Senin, 14 Februari 2011 menunjukkan bahwa hanya terdapat 8 siswa atau 38,1% dari 21 siswa yang mendapat nilai 62 ke atas (batas KKM), sedangkan sisanya 13 siswa atau 61,9% mendapat nilai di bawah 62. Kenyataan yang demikian dapat diindikasikan bahwa keterampilan berbicara siswa di sekolah dasar masih rendah khususnya pada kelas V SDN Pandak I. Kondisi ini dapat dijadikan sebagai landasan yang melatarbelakangi adanya upaya peningkatan pembelajaran keterampilan berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen.


(20)

commit to user

3

Bertolak dari observasi awal dan hasil wawancara dengan guru kelas V SD Negeri Pandak I dapat diidentifikasi beberapa faktor yang melatarbelakangi masalah rendahnya keterampilan berbicara pada siswa diantaranya adalah (1) siswa kurang berminat dan termotivasi dalam kegiatan berbicara. Setiap ada pembelajaran terkait kemampuan bebicara siswa kurang antusias dan tidak memperhatikan dengan baik. (2) Sikap siswa ketika berbicara dalam kegiatan berbicara terlihat tegang dan kurang rileks. Pada umumnya siswa merasa takut dan malu ketika harus berbicara di depan kelas. Kondisi tersebut akan mempengaruhi kualitas tuturan siswa dan siswa masih kesulitan dalam mengucapkan bahasa lisan yang akan disampaikan. (3) Kurangnya latihan keterampilan berbicara yang diterapkan dalam pembelajaran. Keadaan ini mengakibatkan siswa tidak terbiasa terlatih kemampuan bicaranya terutama di depan kelas dan ketepatan siswa dalam mengunakan bahasa masih kurang. Siswa kurang mampu mengorganisasi perkataannya sehingga pembicaraan ternilai kurang runtut (sistematis) dan masih terbata-bata. (4) Proses pembelajaran keterampilan berbicara yang diterapkan guru masih menggunakan metode yang konvensional sehingga mengurangi minat dan antusias bagi siswa. Biasanya guru hanya terpaku pada buku pelajaran dan menggunakan metode penugasan berbicara individu yang menyita banyak waktu serta menurunkan mental siswa di depan kelas. Metode mengajar guru yang masih konvensional membuat pembelajaran berbahasa pada keterampilan berbicara menjadi sesuatu yang membosankan bagi siswa.

Beberapa faktor penyebab rendahnya keterampilan berbicara tersebut jika tidak segera diatasi akan berdampak pada rendahnya keterampilan berbicara siswa yang berkelanjutan. Keadaan tersebut juga menyebabkan siswa kurang terampil berbicara terutama pada saat tampil berbicara di depan kelas sehingga siswa tidak bisa mendapatkan nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh sekolah. Di lingkungan kehidupannya, siswa kurang bisa berkomunikasi dan bersosialisasi dengan baik. Akhirnya dampak ini akan meluas yang mengakibatkan rendahnya mutu atau kualitas pendidikan di Indonesia khususnya pada keterampilan berbicara.

Sebagai salah satu solusinya, seorang guru dituntut kemampuannya untuk menggunakan metode pembelajaran secara tepat. Metode dalam pembelajaran


(21)

commit to user

4

memang banyak dan baik tetapi tidak semua metode tepat digunakan dalam pencapaian tujuan pembelajaran tertentu. Metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan guru agar timbul proses belajar mengajar sehubungan dengan strategi yang digunakan oleh guru. Kegiatan belajar mengajar di kelas diperlukan menggunakan metode pembelajaran yang tepat agar tercipta kondisi pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa dan materi tersampaikan secara efektif sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai dengan optimal. Salah satu bentuk metode yang dapat diterapkan secara tepat dan melibatkan siswa aktif untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa sekolah dasar adalah metode role playing.

Penilitian ini menggunakan metode role playing sebagai metode pembelajaran keterampilan berbicara. Adapun alasan pemilihan metode roleplaying adalah dengan pertimbangan bahwa metode ini dirasa lebih tepat yaitu lebih efektif dan lebih efisien untuk diterapkan dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Metode role playing diterapkan untuk menjawab permasalahan berbagai penyebab rendahnya keterampilan berbicara siswa. Metode role playing dikatakan efektif karena penerapan metode bermain peran akan lebih menghemat waktu, hal ini disebabkan karena siswa dapat tampil praktik berbicara secara berkelompok. Selain itu, siswa dapat menghilangkan perasaan takut dan malu karena mereka dapat tampil dan bekerja sama dengan anggota kelompoknya. Sedangkan dikatakan efisien, dimungkinkan karena proses belajar di SD lebih banyak dilakukan dengan bermain sambil belajar atau belajar sambil bermain. Permainan adalah hal paling menarik untuk anak-anak usia sekolah dasar.

Martinis Yamin (2005:76) menyatakan bahwa metode bermain peran (role playing) adalah metode yang melibatkan interaksi antara dua siswa atau lebih tentang suatu topik atau situasi. Siswa melakukan peran masing-masing sesuai dengan tokoh yang diperankannya. Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Abdul Azis Wahab (2009: 109) role playing yaitu berakting sesuai dengan peran yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk tujuan-tujuan tertentu. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode role playing (bermain peran) merupakan salah satu metode pembelajaran yakni peserta didik melakukan kegiatan memainkan peran


(22)

commit to user

5

tokoh lain dengan penuh penghayatan dan kreativitas berdasarkan peran suatu kasus yang sedang dibahas sebagai materi pembelajaran pada saat itu. Melalui penerapan metode ini diharapkan siswa mampu memfokuskan pikiran, kemampuan, dan pengetahuan yang mereka miliki ke dalam perannya sehingga siswa akan lebih mudah mengorganisasikan ide-ide dan gagasannya dalam bahasa lisan. Selain itu, dengan penerapan metode role playing diharapkan siswa mampu memerankan dari karakter tokoh yang diperankannya.

Bertolak dari uraian di atas, maka peneliti akan mengadakan upaya peningkatan keterampilan berbicara melalui penilitian dengan judul ³Peningkatan Keterampilan Berbicara dengan Menggunakan Metode Role Playing pada Siswa

KelDV96'1HJHUL3DQGDN,6LGRKDUMR6UDJHQ7DKXQ$MDUDQ´

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berkut:

1. Apakah penggunaan metode role playing dapat meningkatkan kualitas proses keterampilan berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen tahun ajaran 2010/2011?

2. Apakah penggunaan metode role playing dapat meningkatkan kualitas hasil keterampilan berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen tahun ajaran 2010/2011 ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Meningkatkan kualitas proses keterampilan berbicara dengan menggunaan metode

role playing pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen tahun ajaran 2010/2011.

2. Meningkatkan kualitas hasil keterampilan berbicara dengan menggunakan metode role playing pada siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen tahun ajaran 2010/2011.


(23)

commit to user

6

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan metode inovatif yaitu penggunaan metode role playing dalam pembelajaran keterampilan berbicara di sekolah dasar demi kemajuan siswa.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa :

1) Meningkatkan minat dan keaktifan siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara.

2) Siswa akan merasakan pembelajaran yang menyenangkan dan inovatif dengan bermain peran (role playing).

3) Meningkatkan keterampilan berbicara sehingga hasil belajar akan meningkat secara signifikan.

b. Bagi Guru :

1) Guru dapat menerapkan metode role playing dalam meningkatkan pembelajaran keterampilan berbicara.

2) Guru dapat termotivasi agar bisa menerapkan variatif metode pembelajaran yang menyenangkan demi tercapainya tujuan pembelajaran. c. Bagi Sekolah :

1) Meningkatkan perbaikan dan keberhasilan proses pembelajaran di sekolah yaitu terkait pembelajaran keterampilan berbicara dengan role playing.

2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam upaya pengadaan inovasi metode pembelajaran di sekolah.

3) Hasil penelitian juga dapat meningkatkan kualitas pendidikan sekolah yang semakin maju.


(24)

commit to user

7

BAB II

LANDASAN TEORI

Pembahasan pada bab II ini berkaitan dengan: (A) Tinjauan Pustaka, (B) Penelitian yang Relevan, (C) Kerangka Berpikir, dan (D) Hipotesis Tindakan.

A. Tinjauan Pustaka

1. Hakikat Keterampilan Berbicara a. Pengertian Keterampilan

Keterampilan seseorang di dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau bidang tertentu jelas berbeda-beda. Keterampilan itu hanya dapat diperoleh melalui proses belajar dan latihan yang berkesinambungan. Dengan keterampilan, seseorang akan mampu menghasilkan suatu pola pikir dan karya inovatif dengan penyelesaian yang efektif dan efisien.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:1180) mengartikan terampil adalah cakap dalam menyelesaikan tugas, mampu, dan cekatan. Sedangkan, keterampilan adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas, kecakapan seseorang untuk memakai bahasa dalam menulis, membaca, menyimak atau berbicara.

Soemarjadi, Muzni Ramanto, dan Wikdati Zahri (2001:2) berpendapat bahwa kata keterampilan sama artinya dengan kata kecekatan. Terampil atau cekatan adalah kepandaian melakukan sesuatu pekerjaan dengan cepat dan benar. Ruang lingkup keterampilan cukup luas meliputi kegiatan berupa perbuatan, berpikir, berbicara, melihat, mendengar, dan sebagainya.

Tri Budiharto (2008:1-2) mengungkapkan bahwa keterampilan berasal dari kata terampil yang artinya adalah mampu bertindak dengan cepat dan tepat. Istilah lain dari terampil adalah cekatan, cakap mengerjakan sesuatu. Dengan kata lain keterampilan dapat disebut juga kecekatan, kecakapan, atau kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan baik dan cermat.

Pengertian keterampilan dalam konteks pembelajaran mata pelajaran keterampilan di sekolah adalah usaha untuk memperoleh kompetensi cekat, cepat, dan tepat dalam menghadapi permasalahan belajar. (http://aksay.


(25)

commit to user

8

multiply.com/journal/item/20). Dalam hal ini, pembelajaran keterampilan dirancang sebagai proses komunikasi belajar untuk mengubah perilaku siswa menjadi cekat, cepat, dan tepat dalam melakukan sesuatu. Perilaku terampil ini dibutuhkan dalam keterampilan hidup manusia di lingkungannya.

Bertolak dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan adalah kemampuan bertindak atau melakukan suatu pekerjaan (tugas) dengan baik, cermat, cepat, dan tepat. Seseorang yang dapat melakukan sesuatu dengan cepat tetapi salah tidak dapat dikatakan terampil. Demikian pula, apabila seseorang yang dapat melakukan sesuatu dengan benar tetapi lambat juga tidak dapat dikatakan terampil. Jadi, keterampilan itu berlandaskan pada kecepatan dan ketepatan tertentu sehingga seseorang tidak akan merasakan kesulitan-kesulitan yang berarti dalam pekerjaannya.

b. Pengertian Berbicara

Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa. Dalam kehidupan sehari-hari kita lebih sering memilih berbicara untuk berkomunikasi. Komunikasi akan lebih efektif jika dilakukan dengan berbicara. Oleh karena itu, berbicara memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari.

Berbicara (KBBI, 2007:148) adalah berkata, bercakap, berbahasa, dan melahirkan pendapat dengan perkataan. Berbicara itu mengutarakan isi pikiran atau melisankan sesuatu yang dimaksudkan.

Beberapa ahli bahasa telah mendefinisikan pengertian berbicara, di antaranya adalah H.G Tarigan (2008:16) menyatakan bahwa berbicara adalah kemampuan seseorang dalam mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata yang bertujuan untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan orang tersebut. Berbicara merupakan sistem tanda-tanda yang audible (dapat didengar) dan visible (dapat dilihat) dengan memanfaatkan otot dan jaringan tubuh manusia untuk menyampaikan maksud dan tujuan, gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan.

Djago Tarigan (1992:132) berpendapat bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Dikemukakan pula


(26)

commit to user

9

bahwa kaitan antara pesan dan bahasa lisan sebagai media penyampaian sangat erat. Pesan yang diterima oleh pendengar tidaklah dalam wujud asli, melainkan dalam bentuk lain yakni bahasa. Pendengar kemudian mencoba mengalihkan pesan dalam bentuk bunyi bahasa itu menjadi seperti semula.

Sejalan dengan pendapat di atas, St. Y. Slamet (2008:33) mengungkapkan bahwa berbicara merupakan suatu penyampaian maksud bisa berupa gagasan, pikiran, isi hati seseorang kepada orang lain. Selain itu, dijelaskan juga berbicara merupakan bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologi, neurologis, semantik, dan linguistik sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting terutama bagi kontrol sosial.

Menurut Mulgrave (dalam H. G. Tarigan, 2008:16) berbicara bukan sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata tetapi berbicara merupakan suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun sesuai dengan kebutuhan pendengar. Melalui berbicara seseorang berusaha untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya kepada orang lain secara lisan. Tanpa usaha untuk mengungkapkan dirinya, orang lain tidak akan mengetahui apa yang dipikirkan dan dirasakannya. Tanpa berbicara, seseorang akan mengucilkan diri sendiri dan akan terkucilkan dari orang di sekitarnya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah suatu kegiatan mengujarkan bunyi-bunyi bahasa untuk menyampaikan pesan berupa ide, gagasan, maksud atau perasaan kepada orang lain secara lisan yang bersifat aktif dan produktif. Berbicara merupakan kegiatan berbahasa yang aktif dari seorang pemakai bahasa, yang menuntut prakarsa nyata dalam penggunaan bahasa untuk mengungkapkan diri secara lisan.

c. Pengertian Keterampilan Berbicara

Menurut Iskandarwassid dan Dadang Suhendar (2008:241), keterampilan berbicara pada hakikatnya merupakan keterampilan memproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang lain. Dalam hal ini, kelengkapan alat ucap seseorang merupakan persyaratan alamiah yang memungkinkannya untuk memproduksi


(27)

commit to user

10

suatu ragam yang luas bunyi artikulasi, tekanan, nada, kesenyapan, dan lagu bicara. Keterampilan ini juga didasari oleh kepercayaan diri untuk berbicara secara wajar, jujur, benar, dan bertanggungjawab dengan menghilangkan masalah psikologis seperti rasa malu, rendah diri, ketegangangan, berat lidah, dan lain-lain.

Sabarti Akhadiah, dkk (1991/1992:153) mengungkapkan bahwa keterampilan berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Apabila isi pesan itu dapat dapat diketahui oleh penerima pesan, maka akan terjadi komunukasi antara pemberi pesan dan penerima pesan. Komunikasi itu pada akhirnya akan menimbulkan pengetian atau pemahaman terhadap isi pesan bagi penerimanya.

H.G. Tarigan (2008:16) berpendapat bahwa keterampilan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atas kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.

Speaking is the productive skill in the oral mode. It, like the other skills, is more complicated than it seems at first and involves more than just pronouncing words. (SIL internasional: 1999). Diartikan bahwa berbicara adalah keterampilan yang sangat produktif dalam segi liguistik. Keterampilan berbicara itu seperti keterampilan lainnya, keterampilan berbicara ternyata lebih rumit dari kelihatannya dan melibatakan lebih dari mengucapkan kata-kata.

Keterampilan berbicara adalah tingkah laku manusia yang paling distingtif dan berarti. (Djago Tarigan, 1992:146). Tingkah laku ini harus dipelajari, baru dapat dikuasai. Anak ± anak usia sekolah dasar harus belajar dari manusia di sekitarnya, anggota keluarga, teman sepermainan, teman satu sekolah, dan guru di sekolah. Semua pihak turut membantu anak belajar keterampilan berbicara.

St. Y. Slamet (2008:35) menyatakan bahwa keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang mekanistis. Dari pendapat ini dapat dijelaskan bahwa semakin banyak berlatih, semakin dikuasai dan terampil seseorang dalam berbicara. Tidak ada orang yang langsung terampil berbicara tanpa melalui


(28)

commit to user

11

proses berlatih. Di dalam berlatih berbicara, seseorang perlu dilatih diantaranya dari segi pelafalan, pengucapan, intonasi, pemilihan kata (diksi), dan penggunaan bahasa secara baik dan benar.

Betolak dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara adalah kemampuan seseorang dalam mengungkapkan ide atau gagasan secara lisan bersifat produktif dan mekanistis, yang hanya dapat dikuasai dengan berlatih berbicara dan merupakan bagian tingkah laku hidup manusia yang sangat penting sebagai alat komunikasi kepada orang lain. keterampilan berbicara merupakan sebuah keterampilan menyampaikan gagasan, informasi atau pesan kepada orang lain dengan menggunakan media yang berupa simbol-simbol fonetis.

d. Tujuan Berbicara

Berbicara tentu memiliki tujuan yang ingin disampaikan kepada lawan bicaranya. Agar tujuan itu dapat tersampaikan dengan baik dan efektif, maka pembicara harus memahami hal yang akan disampaikan dan menguasai aspek keterampilan berbicara. Dalam hal ini, pendengar akan memaknai informasi atau pesan yang disampaikan oleh pembicara.

H. G. Tarigan (2008:16) mengungkapkan bahwa kegiatan berbicara memiliki tujuan utama untuk berkomunikasi. Untuk menyampaikan pikiran secara efektif, berbicara harus memahami makna sesuatu hal yang akan dikomunikasikan. Dia juga harus dapat mengevaluasi efek komunikasinya terhadap para pendengar dan harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.

Gorys Keraf (dalam St. Y. Slamet, 2008:37) berpendapat bahwa tujuan berbicara adalah (1) mendorong pembicara untuk memberi semangat, (2) meyakinkan pendengar, (3) berbuat atau bertindak, (4) memberitahukan, (5) menyenangkan atau menghibur.

Sejalan dengan pendapat Gorys Keraf, Djago Tarigan (1992:134) mengemukakan bahwa tujuan orang berbicara adalah untuk :


(29)

commit to user

12

Berbicara yang bertujuan menghibur biasa dilakukan oleh pelawak. Pembicara berusaha bermain kata-kata untuk menciptakan suasana yang santai, penuh canda, dan menyenangkan. Tidak semua orang terampil berbicara yang dapat menghibur orang yang diajak berbicara atau yang mendengarkan pembicaraannya.

2) Menginformasikan

Tujuan lain dari aktivitas berbicara adalah untuk menyampaikan informasi. Orang akan lebih mudah menyampaikan atau menerima informasi secara lisan. Pembicara dengan tujuan menginformasikan sering dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti menjelaskan suatu proses, menguraikan, menafsirkan atau menginterpretasikan sesuatu hal, memberi, menyebarkan, dan menanamkan pengetahuan serta menjelaskan kaitan, hubungan, relasi antar benda, hal atau peristiwa.

3) Menstimulasi

Seorang guru sering berbicara kepada muridnya untuk membangkitkan semangat belajar dan gairah mengerjakan tugas rumah. Guru berbicara sebagai upaya membangkitkan inspirasi, kemauan, dan minat siswa. Berbicara semacam ini memiliki tujuan untuk menstimulasi pendengarnya. Seseorang berbicara juga ada yang bertujuan meyakinkan atau mengubah sikap pendengarnya. Berbicara dengan tujuan seperti ini membutuhkan keterampilan tersendiri, karena jika pembicara cukup terampil akan dapat mengubah suatu penolakan menjadi penerimaan, tidak setuju menjadi setuju, permusuhan menjadi persahabatan, dan akan dapat meyakinkan pendengarnya.

4) Menggerakkan pendengarnya

Satu lagi tujuan orang berbicara yaitu untuk menggerakkan pendengarnya. Menggerakkan dimaksudkan sebagai upaya untuk membuat atau menggerakkan orang agar berbuat, bertindak atau beraksi seperti yang diinginkan pembicara. Melalui kepiawaian berbicara, kecakapan memanfaatkan situasi, dan penguasaan terhadap ilmu jiwa, maka seseorang dapat dengan mudah menggerakkan pendengarnya untuk melakukan sesuatu.


(30)

commit to user

13

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa berbicara memiliki tujuan untuk berkomunikasi dengan maksud menghibur, meyakinkan, menginformasikan, dan menggerakkan orang lain sebagai lawan bicaranya.

e. Jenis ± jenis Berbicara

Haryadi dan Zamzami (dalam St. Y. Slamet, 2008:38) menyatakan bahwa jenis berbicara secara garis besar dapat dibagi atas: (1) berbicara di muka umum (public speaking), yang mencakup berbicara yang bersifat pemberitahuan, kekeluargaan, bujukan, dan perundingan, (2) berbicara pada konferensi (conference speaking) yang meliputi diskusi kelompok, prosedur parlementer, dan debat.

Pendapat Djago Tarigan (dalam St. Y. Slamet, 2008:38) membedakan macam berbicara berdasarkan pada: (1) situasi, (2) tujuan, (3) metode penyampaian, (4) jumlah menyimak, dan (5) peristiwa khusus. Menurutnya berbicara menjadi beragam tergantung dasar apa yang dipergunakan untuk membedakannya.

Puji Santosa, dkk (2008: 6.36) menyatakan bahwa jenis berbicara berdasarkan situasinya sebagai berikut:

1) Berbicara formal

Di dalam situasi formal, pembicara dituntut untuk berbicara secara formal. Misalnya: pidato, ceramah, dan wawancara.

2) Berbicara nonformal

Di dalam situasi nonformal, pembicara harus berbicara secara tidak formal, Misalnya: bertelepon dan bercakap-cakap.

Menurut Gorys Keraf (dalam St. Y. Slamet, 2008:38) ada tiga jenis berbicara yaitu: (1) persuasif, (2) instruktif, dan (3) rekreatif. Termasuk jenis persuasif adalah mendorong, meyakinkan, dan bertindak. Jenis berbicara instruktif bertujuan untuk memberitahukan, sedangkan berbicara jenis rekreatif bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan orang lain. Jenis-jenis berbicara tersebut menghendaki reaksi dari pendengar yang berbeda-beda pula.


(31)

commit to user

14

Bertolak dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jenis berbicara menjadi beragam tergantung dari sudut pandang yang digunakan, tetapi secara garis besar jenis berbicara yaitu berbicara di muka umum dan berbicara pada konferensi.

f. Faktor-faktor Penunjang Keefektifan Berbicara

Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat berkomunikasi secara baik, pembicara harus mempunyai kemampuan berbicara yang baik pula. Oleh karena itu, agar pesan atau gagasan pembicara dapat diterima oleh pendengar, maka pembicara harus mampu menyampaikan isi pembicaraan secara baik dan efektif. Sebagaimana diungkapkan oleh Maidar G. Arsjad dan Mukti U. S. (1991: 87) bahwa untuk keefektifan berbicara, pembicara perlu memperhatikan faktor kebahasaan dan nonkebahasaan.

Faktor kebahasaan, antara lain: (1) ketepatan ucapan (meliputi ketepatan pengucapan vokal dan konsonan), (2) penempatan tekanan, (3) penempatan persendian, (4) penggunaan nada/irama, (5) pilihan kata, (6) pilihan ungkapan, (7) variasi kata, (8) tata bentukan, (9) struktur kalimat, dan (10) ragam kalimat.

Faktor nonkebahasaan, meliputi: (1) keberanian/semangat, (2) kelancaran, (3) kenyaringan suara, (4) pandangan mata, (5) gerak-gerik dan mimik, (6) keterbukaan, (7) penalaran, dan (8) penguasaan topik. Aspek-aspek kebahasaan dan nonkebahasaan di atas diarahkan pada pemakaian bahasa yang baik dan benar.

Menurut Sabarti Akhadiah, dkk (1992:154-160) faktor-faktor penunjang keefektifan berbicara seseorang adalah (1) faktor kebahasaan yang meliputi pelafalan bunyi, penempatan tekanan, nada, jangka, intonasi, dan ritme, serta penggunaan kata dan kalimat. (2) Faktor nonkebahasaan meliputi sikap berbicara, pandangan mata kepada lawan bicara, kesediaan menghargai pendapat orang lain, keberanian, mimik dan pantomimik, kenyaringan suara, kelancaran, dan santun berbicara.


(32)

commit to user

15

Kedua faktor berbicara tersebut sangat menunjang keberhasilan seseorang di dalam berbicara (berkomunikasi) kepada orang lain. Dalam pembicaraan formal aspek nonkebahasaan sangat diperlukan, karena faktor nonkebahasaan akan menjadi modal utama dan mempermudah penerapan faktor kebahasaan. Alangkah baiknya, faktor nonkebahasaan ditanamkan kepada siswa terlebih dahulu sebelum faktor kebahasaan karena keberanian dan mental anak sangat berpengaruh terhadap keefektifan berbicara.

Bertolak dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penunjang keefektifan berbicara adalah adanya faktor kebahasaan dan nonkebahasaan yang keduanya memiliki hubungan erat. Oleh karena itu, agar dapat berbicara efektif maka faktor ± faktor tersebut harus dikuasai dengan baik dan benar.

g. Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SD

Pembelajaran keterampilan berbicara di SD dijabarkan dari kurikulum menjadi standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi-materi pokok pada tiap kelas. Keterampilan berbicara merupakan salah satu kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia yang harus diajarkan di kelas V sekolah dasar. Tujuan pembelajaran berbicara di sekolah adalah agar siswa mampu mengungkapkan gagasan, pendapat, dan pesan secara lisan. Di samping itu, pengajaran berbicara diarahkan pada kemampuan siswa untuk berinteraksi dan menjalin hubungan dengan orang lain secara lisan. (Depdikbud, 1994: 2).

Pembelajaran keterampilan berbicara di kelas V semester II SD sesuai KTSP Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mencakup dua kompetensi dasar, yaitu (1) mengomentari persoalan faktual disertai alasan yang mendukung dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa dan (2) memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat. Sesuai kompetensi dasar yang kedua yaitu berkaitan dengan memerankan tokoh drama maka dapat diterapkan metode bermain peran (role playing) sebagai metode pembelajaran


(33)

commit to user

16

drama yang tepat. Selain itu, masih terdapat kompetensi dasar berbahasa lainnya yang juga harus dikuasai dan saling mendukung atau berkaitan.

Pembelajaran keterampilan berbicara di SD dapat dilakukan dengan banyak cara. Pembelajaran keterampilan berbicara sangat terkait dengan pembelajaran keterampilan berbahasa lainnya. Puji santosa, dkk (2008:6.38) mengemukakan bahwa tujuan keterampilan berbicara di SD adalah melatih siswa dapat berbicara dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, guru dapat menggunakan bahan pembelajaran membaca atau menulis, kosakata, dan sastra sebagai bahan pembelajaran berbicara. Misalnya, menceritakan pengalaman yang mengesankan, menceritakan kembali cerita yang pernah dibaca dan didengar, mengungkapkan pengalaman pribadi, bermain peran (role playing), dan berpidato. Pengamatan guru terhadap aktivitas berbicara siswa dapat direkam dengan menggunakan format yang telah dipersiapkan sebelumnya. Faktor-faktor yang diamati adalah lafal kata, intonasi kalimat, kosakata, tata bahasa, kefasihan berbicara, dan pemahaman.

Melihat pentingnya tujuan pembelajaran keterampilan berbicara di SD, maka seharusnya pembelajaran tersebut lebih dioptimalkan dengan mengingat bahwa keterampilan berbicara bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan melalui uraian atau keterangan guru saja. Melainkan siswa harus dihadapkan pada aneka bentuk teks lisan ataupun kegiatan-kegiatan nyata yang mempergunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Keberhasilan pembelajaran tersebut juga tidak lepas dari bagaimana cara atau metode yang diterapkan oleh guru dalam menjalankan tugas pembelajaran keterampilan berbicara. Metode pembelajaran adalah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami dan digunakan siswa dengan baik.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran keterampilan berbicara di SD berperan penting dalam meningkatkan keterampilan berbahasa lainnya, sehingga perlu diterapkan cara atau metode yang tepat dalam pembelajarannya. Salah satu penerapan metode yang dapat dipilih


(34)

commit to user

17

dalam pembelajaran keterampilan berbicara di Sekolah Dasar (SD) adalah dengan metode role playing sesuai kompetensi dasar pada kelas V semester II.

h. Penilaian Keterampilan Berbicara di SD

Penilaian keterampilan berbicara di SD lebih sulit dilaksanakan dibanding dengan penilaian keterampilan berbicara lainnya karena persiapan, pelaksanaan, dan perskorannya memerlukan banyak waktu dan tenaga. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika banyak guru SD yang melaksanakan kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara tetapi tidak disertai dengan penilaian. Memang banyak sekali aspek atau faktor yang harus diidentifikasi dalam penilaian keterampilan berbicara. Semua ini merupakan masalah penilaian kemampuan berbicara yang harus dihadapi guru. Namun demikian, upaya melaksanakan penilaian keterampilan berbicara harus dilaksanakan demi pencapaian tujuan pembelajaran keterampilan berbicara yang diharapkan.

Keterampilan berbahasa hanya dapat diperoleh dengan jalan praktik dan banyak latihan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya perlu diadakan tes untuk mengetahui seberapa jauh hasil yang telah dicapai siswa. Menurut Harris (dalam H. G. Tarigan, 2008:3), komponen-kompnen yang perlu diperhatikan khusus dalam tes (penilaian) empat keterampilan berbahasa adalah seperti tabel 1 berikut:

Tabel 1. Komponen-komponen yang Perlu Mendapat Perhatian pada Tes Keterampilan Berbahasa

No Komponen Keterampilan

Menyimak Berbicara Membaca Menulis

1. Fonologi v v - -

2. Ortografi - - v v

3. Struktur v v v v

4. Kosa kata v v v v

5. Kecepatan kelancaran umum


(35)

commit to user

18

Berdasarkan tabel 1 di atas, untuk penilaian keterampilan berbicara terdapat empat komponen, yaitu komponen fonologi, struktur, kosa kata, dan kecepatan kelancaran umum.

Puji santosa, dkk (2008:7.19 - 7.24) mengungkapkan bahwa ada tiga tes yang dapat digunakan untuk mengukur keterampilan berbicara siswa, yaitu tes: 1) Tes Respon Terbatas

Tes yang digunakan untuk mengukur keterampilan berbicara siswa secara terbatas atau secara singkat. Tes ini meliputi tes respon terarah, tes penanda gambar, dan tes berbicara nyaring.

2) Tes Terpadu

Tes terpadu dapat membantu siswa yang kurang terampil berbicara untuk mengungkapkan gagasan atau kemampuan kognitifnya melalui kegiatan menjelaskan. Siswa akan berperan aktif dalam pembelajaran berbicara di kelas. Tes terpadu meliputi tes parafrase, tes penjelasan, dan tes bermain peran terpadu.

3) Tes Wawancara

Tes wawancara menerapkan siswa untuk saling melakuka percakapan seperti halnya mereka berbicara dalam kehidupan sehari-hari. Tes wawancara harus dilakukan siswa secara wajar dan tidak dibuat-buat.

Lebih lanjut, Burhan Nurgiyantoro (2001:291-294), membagi tes keterampilan berbicara menjadi tiga tingkatan. Berikut tiga tingkatan keterampilan berbicara beserta uraiannya:

1) Tes Keterampilan Berbicara Tingkat Ingatan

Tes keterampilan berbicara pada tingkat ingatan umumnya lebih bersifat teoritis, menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan tugas berbicara, misalnya tentang pengertian, fakta, dan sebagainya. Tes tingkatan ini dapat jug berupa tugas yang dimaksudkan untuk mengungkap kemampuan ingatan siswa secara lisan. Tes ini dapat berupa permintaan untuk menyebutkan fakta atau kejadian. Misalnya rumusan pancasila, nama-nama tokoh, acara televisi yang disukai, dan baris-baris puisi.


(36)

commit to user

19

2) Tes Keterampilan Berbicara Tingkat Pemahaman

Tes keterampilan berbicara pada tingkat ini juga masih sama lebih bersifat teoritis, menanyakan masalah-masalah yang berhubungan dengan berbagai tugas berbicara. Tes tingkat pemahaman dapat pula dimaksudkan untuk mengungkap kemampuan pemahaman siswa secara lisan.

3) Tes keterampilan berbicara tingkat penerapan

Tes keterampilan berbicara pada tingkat penerapan tidak lagi bersifat teoritis, melainkan menghendaki siswa untuk praktik berbicara. Tes tingkat ini menuntut siswa untuk mampu menerapkan keterampilan berbahasanya untuk berbicara dalam situasi dan masalah tertentu untuk keperluan berkomunikasi.

Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam mengevaluasi keterampilan berbicara seseorang adalah sebagai berikut:

1) Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal dan konsonan) diucapkan dengan tepat?

2) Apakah pola-pola intonasi, naik dan turunnya suara, serta tekanan suku kata, memuaskan?

3) Apakah ketepatan dan ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa referensi internal memahami bahasa yang digunakannya?

4) Apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang tepat?

5) 6HMDXK PDQDNDK ³NHZDMDUDQ´ DWDX ³NHODQFDUDQ´ DWDXSXQ³NH -native-speaker-DQ´ yang tercermin bila seseorang berbicara

(Brooks, dalam Henry Guntur Tarigan, 2008: 28)

Maidar G. Arsjad dan Mukti U. S. (1991:86-93) menjelaskan bahwa penilaian keterampilan berbicara didasarkan pada faktor penunjang keefektifan berbicara yang sudah dijelaskan pada bagian sub bab sebelumnya, yakni meliputi faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kebiasaan penilaian berdasarkan kesan umum sehingga penilaian didasarkan pada faktor-faktor penunjang berbicara yang dapat diukur secara jelas. Selain itu, diungkapkan pula bahwa secara garis besar pelaksanaan penilaian keterampilan berbicara dapat digambarkan sebagai berikut :


(37)

commit to user

20

1) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk melakukan kegiatan berbicara secara individual atau kelompok dalam waktu tertentu.

2) Guru menentukan faktor-faktor yang dinilai atau diamati.

3) Siswa yang tidak mendapatkan giliran berbicara diberikan tugas mengamati berdasarkan pedoman penilaian.

4) Guru dan siswa aktif mengamati kegiatan siswa yang sedang bericara.

5) Selesai kegiatan berbicara para pengamat mengemukakan komentarnya. Guru juga aktif memberikan masukan/komentar untuk pembenahan kesalahan siswa.

6) Kegiatan berbicara diulang kembali untuk mengetahui perubahan berbicara setelah terdapat umpan balik.

Mengingat keterampilan berbicara ini memerlukan latihan dan bimbingan yang intensif dengan waktu yang relatif lama maka penilaian dilakukan dengan menilai dan mengukur beberapa faktor/aspek dalam satu kegiatan berbicara saja, tetapi dapat berlanjut dan bertujuan untuk memperbaiki keterampilan berbicara lainnya.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka penulis memberikan batasan terhadap penilaian keterampilan berbicara siswa kelas V SD Negeri Pandak I Sragen sesuai dengan pendapat dari Maidar G. Arsjad dan Mukti U. S. Sehingga penilaian yang digunakan untuk mengukur keterampilan berbicara dalam penelitian ini adalah tes unjuk kerja yang dilengkapi dengan lembar penilaian pengamatan terhadap keterampilan berbicara siswa. Pengamatan dilakukan terhadap beberapa aspek keterampilan berbicara sewaktu siswa tampil berbicara dalam bermain peran (role playing) di depan kelas.


(38)

commit to user

21

Model atau format lembar penilaian terhadap keterampilan berbicara siswa yang digunakan tertera pada tabel 2 sebagai berikut :

Tabel 2. Format Lembar Penilaian Unjuk Kerja Keterampilan Berbicara Siswa No

. Nama

Aspek yang Dinilai Jumlah Skor

Nilai

Akhir Ketuntasan I II III IV V

1.

2.

3.

4.

5.

« «« « « « « « « « «

Jumlah

Nilai rata-rata Nilai di bawah 62

Nilai di atas atau sama dengan 62 Ketuntasan Klasikal

Keterangan : Aspek yang dinilai:

I. Lafal II. Intonasi III.Kelancaran

IV.Ekspresi berbicara V. Pemahaman Isi Petunjuk penilaian :

1) Nilai setiap aspek yang dinilai dalam berbicara berskala 1 sampai 5.

2) Jumlah skor atau total nilai diperoleh dari menjumlahkan nilai setiap aspek penilaian yang diperoleh siswa.

3) Nilai akhir yang diperoleh siswa diolah dengan menggunakan rumus: Jumlah Skor

25


(39)

commit to user

22

4) Nilai rata-rata kelas dihitung dengan rumus: Jumlah nilai

Jumlah siswa

5) Persentase ketuntasan pembelajaran berbicara dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

-XPODKVLVZD\DQJPHQGDSDWQLODL•

Jumlah Siswa

Skala penilaian aspek keterampilan berbicara dari tiap-tiap deskriptor dapat diperinci pada tabel 3 di bawah ini :

Tabel 3. Rubrik Penilaian Keterampilan Berbicara No. Aspek yang

Dinilai Deskriptor Skor Keterangan

1. Lafal a. Pelafalan sangat jelas b.Pelafalan jelas c. Pelafalan cukup jelas d.Pelafalan kurang jelas e. Pelafalan tidak jelas

5 4 3 2 1 2. Intonasi a. Intonasi kata/suku kata sangat tepat

b.Intonasi kata/suku kata tepat c. Intonasi kata/suku kata cukup tepat d.Intonasi kata/suku kata kurang tepat e. Intonasi kata/suku kata tidak tepat

5 4 3 2 1 3. Kelancaran a. Berbicara sangat lancar

b.Berbicara dengan lancar c. Berbicara cukup lancar d.Berbicara kurang lancar e. Berbicara tidak lancar

5 4 3 2 1 4. Ekspresi berbicara

a. Ekspresi berbicara sangat tepat b.Ekspresi berbicara tepat c. Ekspresi berbicara cukup tepat d.Ekspresi berbicara kurang tepat e. Ekspresi berbicara tidak tepat

5 4 3 2 1 5. Pemahaman Isi

a. Sangat memahami isi pembicaraan b. Memahami isi pembicaraan c. Cukup memahami isi pembicaraan d. Kurang memahami isi pembicaraan e. Tidak memahami isi pembicaraan

5 4 3 2 1 = Nilai Rata-Rata

X 100% =

Persentase Ketuntasan


(40)

commit to user

23

Penjelasan dari tiap-tiap deskriptor sebagai berikut : I. Lafal

Kemampuan melafalkan bunyi kata dijelaskan sebagai berikut:

a. Lafal sangat jelas: mengucapkan kata maupun kalimat dengan sangat jelas yaitu benar-benar dapat dibedakan bunyi konsonan dan vokal (hampir tidak ada kesalahan).

b. Lafal jelas: mengucapkan kata maupun kalimat dengan jelas yaitu dapat dibedakan bunyi konsonan dan vokal (artikulasi jelas tetapi sesekali melakukan kesalahan).

c. Lafal cukup jelas: cukup kesulitan mengucapkan bunyi konsonan dan vokal dengan jelas tetapi masih dapat dipahami pendengar.

d. Lafal kurang jelas: melafalkan kata-kata yang susah sekali dipahami karena masalah pengucapan yaitu bunyi konsonan dan vokal kurang jelas untuk dibedakan sehingga memaksa pendengar harus mendengarkan dengan teliti ucapannya.

e. Lafal tidak jelas: kesulitan (tidak jelas) melafalkan bunyi konsonan dan vokal sehingga kesalahan dalam pelafalan terlalu banyak menyebabkan bicaranya tidak dapat dipahami dan salah pengertian.

II. Intonasi

Kemampuan memberikan intonasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Intonasi sangat tepat: penempatan tekanan kata/suku kata sangat tepat sehingga berbicaranya tidak terkesan datar dan membosankan.

b. Intonasi tepat: sedikit sekali kesalahan penempatan tekanan kata/suku kata, pembicaraan juga tidak terkesan datar.

c. Intonasi cukup tepat: terkadang membuat kesalahan dalam penempatan tekanan kata/suku kata sehingga cukup terkesan datar.

d. Intonasi kurang tepat: sering tidak memberikan tekanan kata/suku kata yang seharusnya mendapatkan intonasi dan cukup membosankan lawan bicara. e. Intonasi tidak tepat: sama sekali tidak ada tekanan kata/suku kata dalam

pembicaraannya dari awal sampai akhir sehingga membosankan lawan bicara dan keseluruhan bicaranya terkesan datar.


(41)

commit to user

24 III. Kelancaran

Kemampuan kelancaran berbicara dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Berbicara sangat lancar: berbicara dengan sangat lancar, tidak terputus-putus, GDQWLGDNWHUGDSDWVLVLSDQEXQ\L³HH«´ dan sejenisnya.

b. Berbicara lancar: sedikit sekali berbicara dengan terputus tetapi tidak terdapat VLVLSDQEXQ\L³HH«´GDQsejenisnya.

c. Berbicara cukup lancar: terkadang berbicara dengan terputus-putus dan WHUGDSDWVLVLSDQEXQ\L³HH«´GDQVHMHQLVQ\D

d. Berbicara kurang lancar: berbicara sering terputus-putus dan menyisipkan EXQ\L³HH«´GDQVHMHQLVQ\D.

e. Berbicara tidak lancar: berbicara selalu terputus-putus, banyak pengucapan VLVLSDQEXQ\L³HH«´GDQVHMHQLVQ\DGDQVDQJDWPHPERVDQNDQODZDQELFDUD IV. Ekspresi Berbicara

Kemampuan ekspresi berbicara dijelaskan sebagai berikut:

a. Ekspresi berbicara sangat tepat: hampir keseluruhan terdapat mimik/pantomimik berbicara yang meyakinkan dan komunikatif.

b. Ekspresi berbicara tepat: terkadang menggunakan mimik/pantomimik berbicara yang dapat membangkitkan perhatian lawan bicara.

c. Ekspresi berbicara cukup tepat: terdapat mimik/pantomimik berbicara tetapi tidak proporsional (terlalu berlebihan/tidak tepat pada keadaan).

d. Ekspresi berbicara kurang tepat: ragu-ragu dalam memberikan gerak-gerik (mimik/pantomimik) yang dapat meyakinkan lawan bicara.

e. Ekspresi berbicara tidak tepat: berbicara tanpa ada gerakan, statis, dan terkesan kaku.

V. Pemahaman Isi

Kemampuan pemahaman isi pembicaraan dijelaskan sebagai berikut: a. Sangat paham isi pembicaraan: isi pembicaraan sesuai dengan topik dan

tokoh yang diperankan tanpa kesulitan.

b. Memahami isi pembicaraan: isi pembicaraan sesuai dengan topik dan tokoh yang diperankan tetapi sedikit mengalami kesulitan (kekeliruan).


(42)

commit to user

25

c. Cukup memahami isi pembicaraan: terkadang berbicara tidak sesuai topik dan tokoh yang diperankan.

d. Kurang memahami isi pembicaraan: sering berbicara tidak sesuai topik/isi pembicaraan dan tokoh yang diperankan.

e. Tidak memahami isi pembicaraan: selalu berbicara di luar dari topik dan tokoh yang diperankan, membingungkan lawan bicara.

2. Hakikat Metode Role Playing a. Pengertian Metode Pembelajaran

Metode di dalam pembelajaran memegang peranan yang sangat penting karena merupakan tata cara dalam menentukan langkah-langkah pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan. Melalui penggunakan metode secara tepat dan akurat, guru akan mampu mencapai tujuan dalam pembelajaran. Jadi, guru sebaiknya menggunakan metode pembelajaran yang dapat menunjang kegiatan belajar-mengajar, sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang paling efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Sulistyo dan Basuki (2006:92), metode berasal dari kata Yunani meta EHUDUWL µGDUL¶ DWDX µVHVXGDK¶ GDQbodos \DQJ EHUDUWL µSHUMDODQDQ¶ .HGXD LVWLODKWHUVHEXWGDSDWGLSDKDPLVHEDJDL³SHUMDODQDQDWDXPHQJHMDUDWDXGDUL´VDWX tujuan. Oleh karena itu, metode dapat didefinisikan sebagai setiap prosedur yang digunakan untuk mencapai tujuan akhir. Pada penelitian, tujuan adalah data yang terkumpul dan metode adalah alatnya. Dengan kata lain, metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik untuk mencapai maksud, cara kerja sistematis untuk memudahkan pelaksanaan sebuah kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.

Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001:114) mengemukakan bahwa metode adalah cara-cara yang ditempuh guru untuk menciptakan situasi pembelajaran yang benar-benar menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang memuaskan. Sementara itu, Puji Santosa, dkk (2008:2.26) menyatakan bahwa dalam pembelajaran bahasa Indonesia, metode diartikan sebagai suatu sistem perencanaan pembelajaran


(43)

commit to user

26

bahasa Indonesia secara menyeluruh untuk memilih, mengorganisasikan, dan menyajikan materi pelajaran bahasa Indonesia secara teratur.

Metode dan pembelajaran dapat dikatakan sebagai kesatuan kata yang terdapat dalam ilmu pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, untuk mendefinisikan pengertian metode pembelajaran haruslah mendefinisikan apa arti pembelajaran. Pembelajaran \DQJ GLLGHQWLNNDQ GHQJDQ NDWD ³PHQJDMDU´ EHUDVDO

GDULNDWDGDVDU³DMDU´\DQJEHUDUWLSHWXQMXN\DQJGLEHULNDQNHSDGDRUDQJVupaya

diketahui (diturut) GLWDPEDK GHQJDQ DZDODQ ³SH-´ GDQ DNKLUDQ ³-an´ menjadi ³SHPEHODMDUDQ´\DQJEHUDUWLSURVHVSHUEXDWDQFDUDPHQJDMDUDWDXPHQJDMDUNDQ sehingga anak didik mau belajar. (KBBI, 2002:5)

Gagne dan Briggs (dalam http://krisna1.blog.uns.ac.id/2009/10/19/ pengertian-dan-ciri-ciri-pembelajaran/) mengungkapkan bahwa instruction atau pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. (http://krisna1.blog.uns.ac.id/pengertian-dan-ciri-ciri-pembelajaran/).

Bertolak dari beberapa pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran merupakan cara kerja/prosedural pembelajaran yang dibuat oleh guru secara sadar dan bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu proses pembelajaran yang membuat siswa agar belajar. Hal ini, diharapkan terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa dan perubahan itu didapatkan dengan kemampuan baru dalam waktu yang relatif lama dan adanya usaha.


(44)

commit to user

27

b. Macam-macam Metode Pembelajaran

Menurut Martinis Yamin (2005:71-82), macam metode pembelajaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (a) Metode diskusi, merupakan proses interaksi dua atau lebih individu saling tukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah semua aktif; (b) Metode kerja kelompok, yaitu cara mengajar guru dengan membagi siswa menjadi beberapa kelompok untuk menyelesaikan tugas; (c) Metode penemuan, merupakan proses mental sehingga siswa mampu mengasimilasi sesuatu konsep; (d) Metode simulasi, adalah tingkah laku seseorang untuk berlaku seperti orang yang dimaksud; (e) Metode brain storming (sumbang saran), adalah suatu teknik atau cara mengajar yang dilakukan guru di dalam kelas dengan cara melontarkan suatu masalah kemudian siswa menjawab; (f) Metode eksperimen, yaitu cara guru mengajar dengan siswa melakukan percobaan suatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya kemudian disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru; (g) Metode demonstrasi, yaitu cara mengajar guru dengan menunjukkan suatu proses siswa melihat, mengarnati, mendengar mungkin meraba dan merasakan proses yang dipertunjukkan oleh guru tersebut; (h) Metode karya wisata, yaitu cara mengajar yang dilakukan dengan cara mengajak siswa ke suatu tempat di luar sekolah untuk mempelajari atau menyelidiki sesuatu; (i) Metode bermain peran dan sosiodrama, yaitu siswa mendramatisasikan tingkah laku atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antarmanusia; (j) Metode latihan dan driil, yaitu cara mengajar guru dengan memberikn kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan kegiatan latihan, sehingga memiliki ketangkasan atau keterampilan yang lebih tinggi dari pada yang telah dipelajari; (k) Metode tanya jawab, yaitu suatu metode untuk memberi motivasi kepada siswa agar bangkit pemikirannya untuk bertanya atau guna mengajukan pertanyaan, siswa menjawab; (l) Metode ceramah, yaitu usaha menularkan pengetahuan kepada siswa secara lisan atau ceramah di depan kelas.

Jenis-jenis metode pembelajaran telah dijelaskan di atas, memang masing-masing metode memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri


(45)

commit to user

28

sehingga pada hakikatnya metode yang paling tepat untuk setiap mata pelajaran sukar ditentukan. Begitu juga guru sukar menggunakan metode yang bervariasi, mengkombinasikan dengan metode lain yang sesuai dan saling menunjang. Namun, dapat disimpulkan bahwa setiap metode pembelajaran itu dikatakan baik apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) Sesuai dengan tujuan; (2) Dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan guru; (3) Tergantung dengan kemampuan siswa; (4) Sesuai dengan besarnya kelompok; (5) Melihat waktu pengumuman; (6) Melihat fasilitas yang ada. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode bermain peran (role playing) yaitu cara penguasaan bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi, daya ekspresi, dan penghayatan siswa dalam memainkan tokoh drama.

c. Pengertian Metode Role Playing

Role playing merupakan pementasan drama yang sangat sederhana. Peran diambil dari kehidupan sehari-hari (bukan imajinatif). Role playing merupakan langkah awal dalam pengajaran drama. Dari role playing dapat dicapai aspek perasaan, sikap, nilai, persepsi, keterampilan pemecahan masalah, dan pemahaman terhadap pokok permasalahan.

Martinis Yamin (2005:76) menyatakan bahwa metode bermain peran (role playing) adalah metode yang melibatkan interaksi antara dua siswa atau lebih tentang suatu topik atau situasi. Siswa melakukan peran masing-masing sesuai dengan tokoh yang dilakoninya. Mereka berinteraksi dan melakukan peran terbuka. Siswa diberikan kesempatan seluas ± luasnya untuk memerankan sehingga menemukan masalah yang akan dihadapi dalam pelaksanaan sesungguhnya.

Menurut Oemar Hamalik (2003:199) role playing adalah teknik teknik simulasi yang umumnya digunakan untuk pendidikan social dan hubungan antarinsani. Para siswa berpartisipasi sebagai pemain dengan peran tertentu atau sebagai pengamat bergantung dari tujuan-tujuan dari penerapan metode tersebut.

Treffinger (dalam Herman J. waluyo, 2002:189) mngungkapkan bahwa role playing is the acting of roles decided upon in advanced, for such purpose as


(46)

commit to user

29

recreating historical scenes of the past, possible event of the future, significant current events, or imaginary situations at any place or time. Dapat diartikan bahwa bermain peran adalah memerankan dari suatu keputusan peraturan yang teratur, untuk tujuan seperti menciptakan kembali adegan sejarah dari peristiwa masa lalu, memungkinkan peristiwa yang akan datang, peristiwa nyata yang signifikan, atau situasi imajiner di setiap tempat atau waktu.

Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2006:56) berpendapat bahwa metode role playing termasuk dalam kelompok model interaksi sosial. Bermain peran adalah siswa mengkaji masalah-masalah hubungan manusia dengan memerankan situasi -situasi masalah kemudian mendiskusikannya. Siswa dapat menjelajah dan mengkaji perasaan, sikap, nilai, dan strategi pemecahan masalah.

Bruce Joyce dan Marsha Weil (1996:91), mengemukakan bahwa In role playing, students explore human relations problems by enacting problem situations and then discussing the enactments. Diartikan bahwa dalam metode role playing, siswa mengeksplorasi masalah-masalah tentang hubungan antar manusia dengan cara memainkan peran dalam situasi permasalahan kemudian mendiskusikan peraturan-peraturan. Role playing merupakan metode pembelajaran yang berasal dari dimensi pendidikan individu maupun sosial. Metode ini membantu siswa untuk menemukan makna pribadi dalam dunia sosial mereka dan membantu memecahkan masalah pribadi dengan bantuan kelompok sosial. Dalam level yang sangat sederhana, role playing dimainkan dalam beberapa rangkaian tindakan yaitu menguraikan masalah, memerankan, dan mendiskusikan masalah tersebut.

Abdul Azis Wahab (2009: 109) berpendapat bahwa role playing yaitu berakting sesuai dengan peran yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk tujuan-tujuan tertentu. Metode bermain peran (role playing) adalah salah satu bentuk permainan pendidikan (education games) yang dipakai untuk menjelaskan perasaan, sikap, tingkah laku, dan nilai dengan tujuan untuk menghayati perasaan, sudut pandang, dan cara berpikir orang lain dengan memerankan peran orang lain.


(47)

commit to user

30

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode role playing merupakan salah satu metode pembelajaran dengan menempatkan peserta didik untuk melakukan kegiatan bermain atau memainkan peran tokoh lain dengan penuh penghayatan dan kreativitas berdasarkan peran suatu kasus yang sedang dibahas sebagai materi pembelajaran bermain peran pada saat itu.

d. Alasan Penggunaan Metode RolePlaying

Penggunaan metode role playing yang akan diterapkan oleh seorang guru dalam pembelajaran tentu didasarkan adanya alasan atau pertimbangan. Alasan tersebut dimungkinkan bahwa metode role playing sangat tepat untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran tertentu. Role playing dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa karena dalam bermain peran, siswa diharuskan untuk terampil berbicara kepada pemeran lainnya.

Menurut Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun (2009:341), ada dua alasan seorang guru memutuskan untuk menggunakan metode role playing dengan sekelompok siswa. Salah satunya adalah untuk memulai program pendidikan sosial yang sistematis, role playing banyak menyediakan materi untuk didiskusikan dan dianalisis. Untuk itu, sebuah masalah dalam situasi tertentu mungkin akan dipilih. Alasan yang kedua adalah untuk memberi saran pada sekelompok siswa dalam menghadapi sebuah masalah keseharian. Role playing bisa memunculkan permasalahan untuk diteliti siswa dan membantu siswa memecahkan masalah.

Penanaman dan pengembangan aspek nilai, moral, dan sikap siswa akan lebih mudah dicapai apabila siswa secara langsung mengalami (memerankan) peran tertentu, dari pada hanya mendengarkan penjelasan ataupun melihat dan mengamati saja. (http://www.scribd.com/doc/13065635/Metodemetode-pembe- lajaran). penjelasan tersebut memberikan alasan kuat bahwa penggunaan metode role playing dapat mengembangkan aspek sikap atau kepribadian siswa menjadi lebih baik. Pengalaman dengan melakukan langsung (bermain peran) akan lebih membekas pada diri siswa dari pada hanya melihat atau mendengarkan saja.


(1)

commit to user

103

tubuh belum begitu terlihat pada siklus I sehingga kegiatan berbicara siswa masih terkesan kaku dan monoton.

Peningkatan kualitas proses dan hasil pada siklus I belum memuaskan dan masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki dan diharapkan keterampilan berbicara siswa semakin meningkat. Oleh karena itu, penelitian ini dilanjutkan ke siklus II.

c. Siklus II

Pada tindakan siklus II terjadi peningkatan kualitas proses dan hasil yang signifikan dari tindakan sebelumnya. Dilihat dari proses pembelajaran keterampilan berbicara dengan metode role playing, siswa semakin berminat yang ditandai dengan banyaknya siswa yang lebih antusias dan memperhatikan jalannya proses pembelajaran berbicara. Persentase minat siswa secara klasikal mencapai 90,47%. Keaktifan klasikal siswa meningkat menjadi 80,95% ditandai dengan banyaknya siswa yang lebih aktif bertanya dan berpendapat ketika diskusi kelompok serta bermain peran. Kerja sama dari siswa dalam kelompoknya juga semakin meningkat menjadi 76,19%, dalam hal ini siswa lebih bertanggung jawab sebagai bagian dari kelompoknya. Pengamatan dari segi kesungguhan siswa juga terjadi peningkatan menjadi 80,95% ditandai siswa lebih serius untuk melakukan diskusi dan bermain peran (role playing).

Kualitas hasil keterampilan berbicara siklus II terjadi peningkatan. Indikator ketercapaian kualitas hasil pada siklus II adalah 80% atau sebanyak 17 siswa mampu tuntas KKM dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Dari 21 siswa kelas V setelah diadakan tindakan siklus II terdapat 18 siswa atau 85,71% tuntas KKM dan 3 siswa atau 14,29% belum tuntas KKM. Hal ini dibuktikan dengan naiknya jumlah frekuensi pada tiap kelas interval. Dari 21 siswa kelas V ditunjukkan pada kelas 44-52 saat siklus I terdapat 3 siswa meningkat menjadi tidak ada. Setelah tindakan siklus II nilai terendah terdapat pada kelas 53-61 sebanyak 3 siswa atau 14,29%, pada kelas 62-70 sebanyak 6 siswa atau 28,57%, pada kelas 71-79 sebanyak 23,81%, dan pada kelas 80-88 sebanyak 7 siswa atau 33,33%. Dilihat dari nilai rata-rata klasikal siswa juga terdapat


(2)

commit to user

104

peningkatan. Nilai rata-rata klasikal pada siklus I sebesar 66,09 meningkat menjadi 73,33 pada siklus II.

Peningkatan kualitas poses dan hasil keterampilan berbicara dengan menggunakan metode role playing pada siklus II sudah memuaskan dan mencapai indikator ketercapaian. Oleh karena itu, pelaksanaan tindakan dapat dihentikan dan terbukti dinyatakan berhasil.

Berdasarkan atas tindakan yang dilakukan pada siklus I dan II, keberhasilan pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan metode role playing dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut:

a. Kualitas Proses

1) Siswa semakin berminat dalam mengikuti pembelajaran keterampilan berbicara. Hal ini ditunjukkan dengan siswa menujukkan sikap yang memperhatikan dan tidak gaduh.ketika proses pembelajaran berlangsung. Selain itu, siswa antusias mengikuti pembelajaran dan tidak ada siswa yang mengantuk atau melamun.

2) Siswa terlihat bersemangat dan aktif dalam pembelajaran. Keadaan ini ditandai dengan keaktifan siswa bertanya dan berpendapat saat diskusi kelompok serta aktif dalam bermain peran dari tokoh drama yang diperankannya.

3) Siswa lebih melakukan kerjasama dalam kegiatan pembelajaran. Kerjasama terlihat ketika siswa berdiskusi dan bermain peran di depan kelas. Siswa memiliki rasa tanggung jawab dan empati terhadap temannya.

4) Siswa memiliki kesungguhan dalam belajar. Hal ini ditunjukkan dengan keseriusan siswa ketika harus bermain peran dengan kelompoknya untuk mendapatkan hasil yang terbaik.

b. Kualitas Hasil

Nilai tes unjuk kerja keterampilan berbicara siswa dengan metode role playing yang telah dilaksanakan guru menunjukkan peningkatan dari siklus I sampai siklus II dibandingkan dengan kondisi awal. Ketuntasan klasikal akhir siklus mencapai 85,71% dengan nilai rata-rata 73,33.


(3)

commit to user

105

Kualitas hasil keterampilan berbicara ditandai dengan meningkatnya aspek-aspek penilaian berbicara yang secara garis besar dijelaskan sebagai berikut : 1) Siswa mampu berbicara dengan lafal yang sudah jelas. Secara klasikal siswa

dapat melafalkan bunyi atau artikulasi bahasa dengan baik dan jelas.

2) Siswa berbicara dengan intonasi yang tepat. Ketepatan memberikan tekanan dalam berbicara siswa secara klasikal dalam kategori baik dan tepat.

3) Siswa berbicara dengan lancar. Hal ini ditunjukkan ketika berbicara siswa

WLGDNPHQJJXQDNDQNDWD³HH´GDQKDQ\DVHGNLt siswa yang kurang lancar.

4) Siswa mampu berbicara dengan ekspresi yang terbilang baik. Secara umum siswa sudah berbicara menggunakan kontak mata sebagai syarat keefektifan berbicara dan kadang disertai gerakan tubuh (pantomimik).

5) Siswa sudah berbicara sesuai isi atau tema drama yang diperankannya. Hal ini ditunjukkan dengan arah pembicaraan siswa dalam bermain peran yang sudah sesuai topik drama yang ditentukan.


(4)

commit to user

106 BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dalam dua siklus dengan menggunakan metode role playing dalam pembelajaran keterampilan berbicara pada siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Pandak I Sidoharjo Sragen dapat disimpulkan bahwa :

1. Penggunaan metode role playing dapat meningkatkan kualitas proses keterampilan berbicara pada siswa kelas V SDN Pandak I Sidoharjo Sragen tahun ajaran 2010/2011. Hal ini ditandai dengan meningkatnya persentase minat, keaktifan, kerjasama, dan kesungguhan dalam proses pembelajaran. Pada siklus I persentase klasikal minat siswa sebesar 61,9%, keaktifan 71,42%, kerja sama 71,42%, dan kesungguhan 57,14%. Pada siklus II terjadi peningkatan yaitu persentase klasikal minat siswa menjadi 90,47%, keaktifan 80,95%, kerja sama 76,19%, dan kesungguhan 80,95%.

2. Penggunakan metode role playing dapat meningkatkan kualitas hasil keterampilan berbicara pada siswa kelas V SDN Pandak I Sidoharjo Sragen tahun ajaran 2010/2011. Hal ini ditandai dengan nilai rata-rata keterampilan berbicara siswa yang mengalami peningkatan pada tiap siklusnya, yaitu siklus I sebesar 66,09 dan siklus II sebesar 73,33. Dilihat dari hasil tes berbicara pada siklus I diketahui 15 siswa (71,42%) dari 21 siswa telah mencapai nilai KKM (62) dan meningkat pada siklus II sebanyak 18 siswa (85,71%) dari 21 siswa telah berhasil mencapai nilai KKM.

B. IMPLIKASI

Penggunaan metode bermain peran (role playing) terbukti dapat meningkatkan kualitas proses dan kualitas hasil dalam pembelajaran keterampilan berbicara, karena bermain peran merupakan metode belajar sambil bermain yang sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar. Dalam metode role playing, siswa berperan secara aktif menjadi tokoh atau orang lain sesuai naskah drama pendek


(5)

commit to user

107

yang disusun oleh siswa sendiri. Kegiatan dan keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh kemampuan siswa sendiri dalam menguasai materi dan mengungkapkan ide serta gagasannya dalam bentuk praktik berbicara sambil berperan di depan kelas. Oleh karena itu, siswalah yang menjadi pusat kegiatan pembelajaran. Peran guru di sini hanya sebagai mediator, motivator, dan fasilitator belajar siswa.

Metode role playing ini lebih efektif dan efisien dibanding dengan metode konvensional yang pada umumnya masih sering digunakan guru dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Dikatakan efektif karena penerapan metode role playing akan lebih menghemat waktu, hal ini disebabkan karena siswa dapat tampil praktik berbicara secara berkelompok. Sedangkan dikatakan efisien, dimungkinkan karena proses belajar di SD lebih banyak dilakukan dengan bermain sambil belajar atau belajar sambil bermain.

Penelitian ini membuktikan bahwa dengan penggunaan metode bermain peran (role playing) dapat membuat siswa lebih aktif, berminat dalam mengikuti pembelajaran berbicara, dan pembelajaran lebih hidup serta menyenangkan. Selain itu, meode ini dapat meningkatkan kualitas hasil pembelajaran berbicara yang ditandai dengan meningkatnya rata-rata nilai siswa dan persentase ketuntasan pada tiap siklusnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diimplikasikan bahwa metode role playing dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan acuan bagi guru dalam kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara. Di samping itu, metode pembelajaran ini dapat digunakan sebagai metode alternatif yang menyenangkan, kreatif, dan inovatif dalam pembelajaran berbicara di tingkat SD.

C. SARAN

Berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian di atas, peneliti dapat mengajukan saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi Siswa

a. Siswa seharusnya memahami bahwa keterampilan berbicara merupakan hal penting yang harus dikuasai, untuk itu siswa perlu mengikuti pembelajaran


(6)

commit to user

108

berbicara dengan penuh kesungguhan agar siswa memiliki keterampilan berbicara yang baik.

b. Dengan adanya penggunaan metode role playing sebaiknya siswa dapat memanfaatkan dengan baik untuk bekerja sama dalam satu kelompok baik dalam diskusi maupun bermain peran sehingga hasilnya dapat optimal.

2. Bagi Guru

Guru kelas hendaknya menerapkan metode bermain peran (role playing) dalam kegiatan belajar - mengajar khususnya pada pembelajaran keterampilan berbicara, karena metode bermain peran lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan metode konvensional yang pada umumnya masih sering digunakan dalam pembelajaran berbicara.

3. Bagi Sekolah

Peneliti menyarankan penggunaan metode role playing sebagai metode alternatif dalam pembelajaran keterampilan berbicara di kelas tinggi sekolah dasar. Penggunaan metode role playing dapat menciptakan proses pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi belajar berbicara siswa sehingga sangat bermanfaat dan meningkatkan kualitas hasil berbicara bagi anak-anak usia sekolah dasar.


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERMAIN DRAMA MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING DENGAN MULTIMEDIA PADA SISWA KELAS V SDN PURWOYOSO 06 SEMARANG

2 41 317

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA RAGAM KRAMA INGGIL MELALUI METODE ROLE PLAYING SISWA KELAS IVB SDN TAMBAKAJI 01 SEMARANG

0 6 203

Peningkatan Keterampilan Berbicara Tematik dengan Metode Komunikatif pada Siswa Kelas XA MAN Kendal Tahun Ajaran 2010 2011

2 14 138

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI PENERAPAN STRATEGI ROLE PLAYING DALAM PEMBELAJARAN BAHASA Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Penerapan Strategi Role Playing Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas V SD N 05 Sidoharjo, Wonogiri Tahun

0 3 16

PENDAHULUAN Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Penerapan Strategi Role Playing Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas V SD N 05 Sidoharjo, Wonogiri Tahun Ajaran 2013-2014.

0 2 9

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI PENERAPAN STRATEGI ROLE PLAYING PADA SISWA Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Penerapan Strategi Role Playing Pada Siswa Kelas V SD Negeri Kebonharjo Klaten Tahun Ajaran 2012/2013.

0 1 16

PENDAHULUAN Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Penerapan Strategi Role Playing Pada Siswa Kelas V SD Negeri Kebonharjo Klaten Tahun Ajaran 2012/2013.

0 1 6

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI PENERAPAN STRATEGI ROLE PLAYING PADA SISWA Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Penerapan Strategi Role Playing Pada Siswa Kelas V SD Negeri Kebonharjo Klaten Tahun Ajaran 2012/2013.

0 0 12

PENDAHULUAN Peningkatan Keterampilan Berbicara Dengan Menggunakan Metode Role Playing pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V di SD Negeri 01 Malanggaten Kebakkramat Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012.

0 0 10

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS V SDN WONOSARI 4 GUNUNGKIDUL.

0 3 168