PENGARUH KECERDASAN EMOSI TERHADAP PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS XI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 5 YOGYAKARTA.

(1)

i

PENGARUH KECERDASAN EMOSI TERHADAP PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS XI SEKOLAH MENENGAH ATAS

NEGERI 5 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Leni Indriani NIM 12104241027

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

PERSETUJUAN

Skripsi yang berjudul "PENGARUH KECERDASAN EMOSI TERHADAP PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS XI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 5 YOGYAKARTA" yang disusun oleh Leni Indriani, NIM 12104241027 ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diujikan.

Yogyakarta,

Q1:

Desember 2016 Pemb'

ubaJrnmad Nur Wangid, M.Si NIP. 19660115199303 1 003


(3)

_'i.o • ...

:'. \

\

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang. ditulis atau· diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. -·Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.

Yogyakarta, 12 Januari 2017 Yang menyatakan,

NIM 12104241027

.

·:i,


(4)

PENGESAHAN

s*ripsi

yang berjudul *PENGARUH KECERDASAN

EMosI

TERHADAP

PENYESUAIAN DIRI

DI

SEKOLAH PADA SISWA KELAS

XI

SEKOLhH MENENGAH ATAS NEGERI

5

YOGYAKARTA" yang drsusun oleh Leni Indriani" NIM 12104241Q27 ini telah dipertahankan di depan Dewan penguji pada tanggal 23 Desember 2016 dan dinyatakan lulus.

Nama

Dr.

M

Dra. Sri Is

TandaTangan Tanggal cg-ot -Jo$

69 -ot -lot[

JA

N

2017

198702100V0,,

'

i

DEWAN PENGUJI


(5)

v MOTTO

“Sesunguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah

selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). dan hanya kepada Tuhan-mu lah hendaknya kamu berharap”.

(Terjemahan Q.S Al-Insyirah: 6-8)

Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar (Umar Bin Khattab)

Jangan mudah mengeluh, karena lelahmu tak sebanding dengan pengorbanan orang tuamu


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur, karya kecil yang sederhana ini kupersembahkan untuk:

 Kedua orangtuaku tercinta bapak Sularso dan Ibu Giyarti yang lebih pantas menyandang gelar ini.

 Kak tercintaku Ika Susilowati yang selalu memberikan semangat.

 Para sahabatku tercinta Aida, Ayu, Laili, Leha, Lupi, Mei, Meita, Noviana, Rifa, Tara, Vyta yang senantiasa ada baik suka maupun duka.

 Teman-teman seperjuangan Bimbingan dan Konseling 2012 khususnya ALPHA CASA yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu terimakasih untuk tahun-tahun yang berkesan.


(7)

vii

PENGARUH KECERDASAN EMOSI TERHADAP PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS XI SEKOLAH MENENGAH ATAS

NEGERI 5 YOGYAKARTA Oleh

Leni Indriani NIM 12104241027

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya kecerdasan emosi, dan penyesuaian diri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosi terhadap penyesuaian diri di sekolah pada siswa kelas XI SMA N 5 Yogyakarta, serta aspek-aspek kecerdasan emosi yang berpengaruh signifikan terhadap penyesuaian diri di sekolah pada siswa kelas XI SMA N 5 Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah expostfacto dengan jenis penelitian korelasi. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 256 siswa kelas XI. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 170 siswa ditentukan dengan teknik cluster random sampling. Pengumpulan data menggunakan skala kecerdasan emosi dan skala penyesuaian diri dengan empat pilihan jawaban. Uji validitas instrumen menggunakan expert

judgement dan uji reliabilitas instrumen dihitung dengan menggunakan koefisien

alpha cronbach. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi.

Hasil penelitian menunjukkan nilai F hitung sebesar 189,314 dengan taraf signifikansi 0,000 (p<0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kecerdasan emosi terhadap penyesuaian diri pada siswa kelas XI SMA N 5 Yogyakarta. Hal ini berarti semakin tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki siswa, maka semakin tinggi pula penyesuaian diri siswa. Sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi siswa, maka semakin rendah pula penyesuaian diri siswa. Sumbangan efektif variabel kecerdasan emosi terhadap penyesuaian diri sebesar 53%, sedangkan 47% berasal dari faktor lain. Aspek-aspek kecerdasan emosi yang berpengaruh signifikan terhadap penyesuaian diri yaitu aspek membina hubungan (15,8%), memotivasi diri (14,2%), dan empati (3,2%). Kata kunci:kecerdasan emosi, penyesuaian diri.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan kasih sayang yang telah diberikan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Penyesuaian Diri

pada Siswa Kelas XI di SMA N 5 Yogyakarta” ini dengan baik. Keberhasilan

penyusunan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan ulur tangan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi di Universitas Negeri Yogyakarta 2. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

yang telah memberikan izin penelitian.

3. Bapak Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah memberikan izin penelitian.

4. Bapak Dr. Muhammad Nur Wangid, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan, kritik, saran, motivasi, dan arahan dengan begitu sabarnya yang sangat berarti terhadap penelitian ini.

5. Ibu Dra. Sri Iswanti, M.Pd., selaku dosen pembimbing akademik yang telah membantu selama proses perkuliahan.

6. Bapak dan Ibu dosen prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan selama masa studi.


(9)

7.

Kedua orangtua tercinta, bapak dan

ibu

yang tanpa lelah memberi dukungan baik moral maupun materil.

8.

Kepala sekolah sMA N 5 Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk melalcukan penelitian.

9.

Ibu Dra. Siti Muchalimatun selaku guru Bimbingan dan Konseling yang telah membantu jalannya penelitian.

10. Siswa kelas

XI

di sMA N 5 Yogyakarta yang telah bersedia membantu peneliti dalam melaksanakan pengambilan data.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas

doa, bantuan dan semangat unfuk penulis.

Semoga penulisan tugas akhir skripsi

ini.

dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan penelitian selanjutnya. Akhirnya kepada Allah SWT hamba menyerahkan segala permohonan semoga senantiasa

.,'

mendapatkan ridha-Nya.

Aamin.

/

Yogyakart a, 12 J arnrai 2017

Penulis


(10)

x DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Pembatasan Masalah ... 10

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Kecerdasan Emosi ... 13

1. Pengertian Kecerdasan Emosi ... 13

2. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi ... 14

3. Ciri-Ciri Individu yang Memiliki Kecerdasan Emosi ... 18

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi ... 20

B. Kajian Penyesuaian Diri ... 22


(11)

xi

2. Penyesuaian Diri di Sekolah ... 23

3. Penyesuaian Diri yang Positif ... 25

4. Penyesuaian Diri yang Negatif ... 27

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri ... 28

C. Tahapan Perkembangan Siswa ... 36

1. Pengertian Siswa pada Masa Remaja... 36

2. Karakteristik Remaja ... 38

3. Tugas Perkembangan Masa Remaja ... 40

D. Penelitian yang Relevan ... 41

E. Pengaruh Kecerdasan Emosi terhadap Penyesuaian Diri dalam Layanan Bimbingan dan Konseling ... 43

F. Kerangka Berpikir ... 45

G. Paradigma Penelitian ... 50

H. Hipotesis ... 50

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 51

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 51

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 52

D. Definisi Operasional ... 53

E. Teknik Pengumpulan Data ... 54

F. Instrumen Penelitian ... 55

G. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 58

H. Hasil Uji Coba Instrumen ... 60

I. Teknik Analisis Data ... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBASAHAN A. Hasil Penelitian ... 67

1. Deskripsi Waktu, Lokasi dan Subyek Penelitian ... 67

2. Deskripsi Hasil Data Penelitian ... 67

3. Hasil Uji Prasyarat Analisis ... 82

4. Hasil Uji Hipotesis ... 84


(12)

xii

C. Keterbatasan Penelitian ... 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 105

B. Saran ... 106

DAFTAR PUSTAKA ... 107


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Aspek Kecerdasan Emosi ... 17

Tabel 2. Jumlah Siswa Kelas XI di SMA N 5 Yogyakarta ... 52

Tabel 3. Kisi-Kisi Skala Kecerdasan Emosi ... 62

Tabel 4. Kisi-Kisi Skala Penyesuaian Diri ... 63

Tabel 5. Jumlah Subyek Penelitian ... 67

Tabel 6. Deskripsi Data Kecerdasan Emosi ... 68

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Kecerdasan Emosi ... 69

Tabel 8. Deskripsi Data Aspek Mengenali Emosi Diri ... 70

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Mengenali Emosi Diri 71 Tabel 10. Deskripsi Data Aspek Mengelola Emosi ... 72

Tabel 11. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Mengelola Emosi ... 73

Tabel 12. Deskripsi Data Aspek Memotivasi Diri ... 74

Tabel 13. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Memotivasi Diri ... 75

Tabel 14. Deskripsi Data Aspek Empati ... 76

Tabel 15. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Empati ... 77

Tabel 16. Deskripsi Data Aspek Membina Hubungan ... 78

Tabel 17. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Membina Hubungan ... 79

Tabel 18. Deskripsi Data Penyesuaian Diri ... 80

Tabel 19. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Penyesuaian Diri ... 81

Tabel 20. Hasil Uji Normalitas ... 83

Tabel 21. Hasil Uji Linearitas ... 84

Tabel 22. Uji Statistik F ... 85

Tabel 23. Uji Regresi ... 85

Tabel 24. Uji Statistik t ... 86

Tabel 25. Nilai Fhitung Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi terhadap Penyesuaian Diri di Sekolah ... 87

Tabel 26. Nilai Beta Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi terhadap Penyesuaian Diri ... 88


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1. Paradigma Penelitian ... 50 Gambar 2. Grafik Distribusi Frekuensi Kategorisasi Kecerdasan Emosi 70 Gambar 3. Grafik Distribusi Frekuensi Kategorisasi Kesadaran Diri ... 72 Gambar 4. Grafik Distribusi Frekuensi Kategorisasi Mengelola Emosi.. 74 Gambar 5. Grafik Distribusi Frekuensi Kategorisasi Memotivasi Diri ... 76 Gambar 6. Grafik Distribusi Frekuensi Kategorisasi Empati ... 78 Gambar 7. Grafik Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek

Membina Hubungan ... 80 Gambar 8. Grafik Distribusi Frekuensi Kategorisasi Penyesuaian Diri .. 82


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Expert Judgement Variabel Kecerdasan Emosi ... 111

Lampiran 2. Expert Judgement Variabel Penyesuaian Diri ... 113

Lampiran 3. Pernyataan Skala Kecerdasan Emosi dan Penyesuaian Diri Sebelum Uji Expert ... 114

Lampiran 4. Daftar Pernyataan Skala Kecerdasan Emosi dan Penyesuaian Diri Sebelum Uji Expert ... 116

Lampiran 5. Hasil Uji Reliabilitas Skala Kecerdasan Emosi Setelah Item Gugur dihapus ... 123

Lampiran 6. Kisi-Kisi Skala Kecerdasan Emosi setelah Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 125

Lampiran 7. Hasil Uji Reliabilitas Skala Penyesuaian Diri setelah Item Gugur dihapus ... 126

Lampiran 8. Kisi-Kisi Skala Penyesuaian Diri setelah Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 128

Lampiran 9. Skala Kecerdasan Emosi dan Penyesuaian Diri setelah Uji Expert dan Uji Reliabilitas ... 129

Lampiran 10. Hasil Uji Normalitas dan Linearitas ... 136

Lampiran 11. Hasil Uji Hipotesis ... 137

Lampiran 12. Hasil Uji Analisis Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi ... 138

Lampiran 13. Rumus Kategorisasian Kecerdasan Emosi, Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi dan Penyesuaian Diri ... 139

Lampiran 14. Rekapitulasi Pengkategorisasian Hasil Penelitian pada Variabel Kecerdasan Emosi dan Penyesuaian Diri ... 143

Lampiran 15. Data Variabel Kecerdasan Emosi ... 147

Lampiran 16. Data Variabel Penyesuaian Diri ... 160

Lampiran 17. Dokumentasi Penelitian ... 174


(16)

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk sosial yang saling tergantung dan membutuhkan satu sama lain dalam kehidupannya. Manusia membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya, karena ia tidak dapat hidup sendiri. Manusia senantiasa ingin berhubungan dengan orang lain sejak ia dilahirkan hingga melewati berbagai fase perkembangan dalam hidupnya, seperti masa kanak-kanak awal, masa kanak-kanak akhir, masa remaja, masa dewasa, dan masa tua.

Masa remaja merupakan salah satu fase perkembangan pada manusia, dimana masa remaja merupakan periode terpenting dalam rentang kehidupan individu menuju masa dewasa. Menurut Hurlock (1980: 169), masuknya masa remaja ke masa transisi menyebabkan mereka diharapkan dapat beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan dan keadaan yang baru. Merujuk pada pendapat di atas, masa remaja mengalami masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami remaja, maka banyak perubahan-perubahan yang terjadi pada diri remaja. Selain itu remaja tidak hanya tinggal di lingkungan keluarga saja, melainkan juga di lingkungan sekolah dan masyarakat, sehingga remaja dihadapkan pada lingkungan baru yang lebih luas dan hal baru yang belum pernah dialami sebelumnya. Remaja juga bertemu dengan orang-orang baru yang belum pernah dikenal sebelumnya seperti lawan jenis dan orang yang lebih dewasa, oleh karena


(18)

2

itu remaja harus mampu beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan baru tersebut agar dapat menyesuaikan diri.

Penyesuaian diri menurut Nur Ghufron & Rini Risnawati (2014: 49) diartikan sebagai kemampuan individu dalam menghadapi tuntutan-tuntutan, baik dari dalam diri maupun dari lingkungan sehingga terdapat keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan dengan tuntutan lingkungan dan tercipta keselarasan antara individu dengan realitas. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa remaja yang mampu menyesuaikan diri adalah remaja yang mampu memenuhi kebutuhannya secara seimbang dengan tuntutannya baik dari dalam diri maupun lingkungannya, sehingga tercipta keselarasan antara dirinya dengan realitas di lingkungannya.

Usia remaja di Indonesia umumnya tengah menempuh pendidikan di jenjang sekolah menengah atas (SMA), karena siswa SMA rata-rata berusia 16-18 tahun. Hal ini sejalan dengan syarat calon peserta didik baru kelas X SMA/MA menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 051/U/2002 tentang penerimaan siswa pada taman kanak-kanak dan sekolah, yaitu:

“... berusia setinggi-tingginya 21 (dua puluh satu) tahun pada awal tahun

pelajaran baru” (Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia,

2007: 91).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa siswa SMA termasuk dalam usia remaja. Kedudukan remaja sebagai siswa di sekolah menyebabkan remaja lebih sering menghabiskan waktunya di sekolah daripada di lingkungan keluarga, yaitu sekitar tujuh jam dalam sehari yang berarti bahwa hampir sepertiga waktu remaja


(19)

3

dilewatkan di sekolah. Banyaknya waktu yang dihabiskan siswa di sekolah mengharuskan siswa untuk berhubungan dan berinteraksi dengan orang-orang yang berada di lingkungan sekolah baik teman sebaya, guru, maupun staff yang ada di sekolah, sehingga siswa harus mampu menyesuaikan diri ketika di sekolah. Penyesuaian diri di sekolah diartikan sebagai kemampuan siswa untuk mencapai hubungan yang harmonis antara kebutuhan dan tuntutan baik dari dalam diri maupun lingkungan sekolah. Kebutuhan dan tuntutan siswa yang dimaksud mencakup aspek-aspek penyesuaian diri di sekolah menurut Schneider (dalam Sulisworo Kusdiyati, dkk., 2011: 187). Aspek-aspek penyesuaian diri tersebut mencakup mau menerima dan menghormati otoritas sekolah, berminat dan berpartisipasi pada aktifitas sekolah, membina relasi yang baik dengan teman sekolah, guru dan unsur-unsur sekolah, mau menerima tanggung jawab, serta membantu sekolah dalam mewujudkan tujuan. Siswa yang mampu memenuhi kebutuhan dan tuntutannya selama di sekolah, berarti siswa tersebut mampu menyesuaikan diri di sekolah.

Penyesuaian diri berperan penting bagi siswa untuk kehidupan sosialnya, karena hal ini akan berpengaruh bagi kehidupan di masa mendatang. Pentingnya penyesuaian diri bagi remaja diungkapkan oleh Hurlock (1980: 213), dimana penyesuaian diri berperan untuk mencapai pola sosialisasi dewasa. Merujuk pada pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa remaja membutuhkan penyesuaian diri untuk proses sosial di masa dewasa. Remaja yang mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik akan mudah melakukan penyesuaian diri


(20)

4

pada masa selanjutnya, sebaliknya remaja yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik maka akan kesulitan menyesuaikan diri di masa selanjutnya.

Remaja yang memiliki kemampuan penyesuaian diri baik akan memberikan respon-respon positif yang sesuai dengan lingkungan sekitarnya, hal ini sejalan dengan Mohammad Ali & Mohammad Asrori (2006: 176) yang menyatakan bahwa seseorang dikatakan memiliki penyesuaian diri yang positif apabila ia mampu melakukan respons-respons yang matang, efisien, memuaskan dan sehat. Sedangkan remaja yang memiliki penyesuaian diri rendah akan mengalami kegagalan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sunarto & Hartono (2002: 90-100) mengungkapkan bahwa kegagalan yang dialami remaja ini akan mengakibatkan remaja melakukan penyesuaian yang salah. Remaja yang memiliki kemampuan penyesuaian diri rendah akan bertingkah laku emosional, tidak terarah dan tidak realistik ketika mengatasi masalah yang dihadapinya. Remaja menjadi mudah tersinggung, cenderung menarik diri dari lingkungan keluarga dan temannya, lebih suka menyendiri, tampak tidak bahagia, dan lain-lain.Respon negatif yang diberikan remaja terjadi karena remaja yang tidak dapat mengelola serta mengontrol emosinya dengan baik, sehingga remaja memberikan respon yang tidak sesuai dengan lingkungan sekitarnya.

Penyesuaian diri yang dimiliki seseorang berbeda-beda, semakin bertambah usia seseorang maka akan semakin baik penyesuaian dirinya. Keberhasilan seseorang dalam melakukan penyesuaian diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Sunarto & Hartono (2002: 229-236) penyesuaian diri dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu: kondisi fisik meliputi bentuk tubuh, kesehatan


(21)

5

dan penyakit; perkembangan dan kematangan; penentu psikologis mencakup pengalaman, belajar, determinasi, dan konflik; kondisi lingkungan mencakup keluarga, masyarakat, dan sekolah; dan penentu kultural yang mencakup budaya dan agama.

Perbedaan tingkat penyesuaian diri juga dialami oleh siswa SMA. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti, diketahui terdapat berbagai permasalahan mengenai kecerdasan emosi dan penyesuaian diri di sekolah. Permasalahan yang sering terjadi di SMA N 5 Yogyakarta salah satunya adalah terlambat datang sekolah, hampir setiap hari terdapat siswa yang terlambat datang sekolah terutama pada siswa kelas XI dan XII yang mengikuti pendalaman materi (PM). PM merupakan jam tambahan bagi siswa kelas XI dan XII yang dimulai pukul 06.25 WIB, yang diadakan pihak sekolah untuk mempertahankan serta meningkatkan prestasi siswa. Beberapa siswa beralasan terlambat datang ke sekolah karena bangun kesiangan, dan tidak ada yang mengantar ke sekolah. Guru BK dalam wawancara mengatakan bahwa sekolah bertindak tegas pada siswa yang terlambat datang ke sekolah dengan memberikan peringatan, sedangkan untuk siswa yang sering terlambat datang sekolah akan diberikan poin pelanggaran serta dilakukan kunjungan rumah (home visit) oleh guru BK atau dengan memanggil orang tua datang ke sekolah untuk mengetahui penyebab pasti siswa terlambat datang sekolah.

Berdasarkan hasil observasi lebih lanjut, permasalahan lain yang muncul adalah siswa tidak menggunakan atribut sekolah secara lengkap, seperti sabuk, dan bed lokasi, tidak memakai seragam sesuai dengan ketentuan sekolah, selain


(22)

6

itu dijumpai beberapa siswa yang memakai sepatu berwarna, tidak memakai pakaian adat ketika hari Kamis Pahing dimana semua siswa di wilayah Kota Yogyakarta harus memakai pakaian adat. Permasalahan tersebut menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang belum mampu menyesuaikan diri dengan otoritas atau tata tertib sekolah, hal ini karena tidak adanya aspek kesadaran diri pada siswa.

Peneliti menemukan beberapa siswa yang tidak memperhatikan ketika guru menjelaskan. Dari hasil wawancara yang dilakukan, siswa mengaku sering mengantuk dan tidak paham dengan materi yang diajarkan pada pelajaran tertentu, selain itu juga karena siswa tidak berminat dengan pelajaran atau cara guru mengajar terasa membosankan. Siswa biasanya berbicara dengan teman sebangku, tidur atau mengerjakan tugas mata pelajaran lain. Hal ini didukung dengan adanya kasus seorang siswa yang dikeluarkan guru dari kelas pada saat jam pelajaran berlangsung. Guru mata pelajaran terkait dalam wawancara menyampaikan bahwa siswa tidak memperhatikan ketika guru sedang mengajar, justru berbicara sendiri dan membuat suasana kelas menjadi ramai. Hal ini membuat guru kesal dan mengeluarkan siswa dari kelas untuk memberikan pelajaran pada siswa. Siswa sendiri mengaku bahwa sudah menjadi wataknya berbicara dengan sedikit berteriak. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tidak menguasai aspek kesadaran diri dan mengelola emosi, sehingga siswa tidak dapat menyesuaikan diri dengan guru maupun pelajaran. Sebagai siswa di sekolah, seharusnya siswa mampu menempatkan diri ketika berada di sekolah, terutama ketika proses belajar mengajar sedang berlangsung.


(23)

7

Observasi selanjutnya dilakukan ketika mengerjakan tugas kelompok. Beberapa siswa laki-laki tidak setuju jika berkelompok dengan siswa perempuan, sehingga mereka lebih memilih untuk membagi kelompok dengan memilih sendiri anggotanya dibandingkan pembagian secara acak. Selanjutnya, ketika jam istirahat berlangsung, beberapa siswa memilih untuk tidak bergabung dengan teman-temannya yang lain. Dari hasil wawancara diketahui bahwa siswa merasa dirinya mudah merasa malu dengan kawan lawan jenis, selain itu siswa juga merasa lebih suka menyendiri dibandingkan bergabung dengan teman-temannya. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kurang mampu menguasai aspek membina hubungan dengan teman sebaya, sehingga siswa kurang mampu menyesuaikan diri dengan teman sebayanya. Pada saat tugas kelompok berlangsung, ditemukan beberapa siswa yang memaksakan pendapatnya agar diterima oleh teman-temannya,namun siswa tersebut tidak mau menerima pendapat teman-temannya yang tidak sependapat dengannya. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kurang mampu menerima sudut pandang orang lain, yang berarti bahwa siswa tersebut tidak menguasai aspek mengenali emosi orag lain atau empati.

Berdasarkan permasalahan tersebut dapat dikatakan bahwa masih banyak siswa yang memiliki masalah tentang kecerdasan emosi dan penyesuaian diri di sekolah. Banyaknya permasalahan penyesuaian diri di sekolah ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulisworo Kusdiyati, dkk (2011) yang menunjukkan hasil bahwa 52,5% siswa tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa masih banyak siswa yang kurang mampu menyesuaikan diri di sekolah.


(24)

8

Perlunya kecerdasan emosi bertumpu pada hubungan antara perasaan, watak, dan naluri moral. Semakin banyak bukti bahwa sikap etik dasar dalam kehidupan berasal dari kemampuan emosional yang melandasinya(Agus Efendi 2005: 191).Baik buruknya emosi yang dimiliki siswa, akan menentukan tindakan dan perilaku yang akan dilakukan siswa dalam mencapai tujuan. Emosi remaja yang tidak stabil memungkinkan remaja melakukan penyesuaian diri yang salah, sehingga siswa SMA sebagai remaja memerlukan kematangan emosi yang baik dalam menyelesaikan permasalahan. Seseorang yang matang secara emosi berarti mampu menerapkan aspek-aspek kecerdasan emosi dalam menyelesaikan permasalahan. Siswa diharapkan memiliki kecerdasan emosi yang tinggi agar dapat menyelesaikan masalah penyesuaian diri, sehingga siswa dapat menentukan tindakan dan perilaku yang dilakukan dalam mencapai tujuannya.

Kesuksesan seseorang tidak hanya ditetapkan oleh kecerdasan intelektual saja, melainkan juga membutuhkan kecerdasan emosi. Hal ini sejalan dengan pendapat Goleman (2004: 44) yang menyebutkan bahwa kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% berasal dari faktor lain, diantaranya adalah kecerdasan emosi. Kecerdasan intelektual tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya kecerdasan emosi. Keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi merupakan kunci keberhasilan siswa dalam menyesuaikan diri di sekolah.

Seperti yang diungkapkan sebelumnya, kecerdasan emosi mempengaruhi penyesuaian diri di sekolah. Penyesuaian diri dapat berhasil apabila siswa memiliki aspek-aspek kecerdasan emosi dalam dirinya, karena aspek-aspek


(25)

9

kecerdasan emosi saling berkaitan satu sama lain. Fernandez & Berrocal (dalam Lusiawati, 2013: 174) mengungkapkan bahwa remaja yang mampu mengelola emosi akan lebih mampu dalam mengatasi kehidupan sehari-hari, memfasilitasi penyesuaian diri yang lebih baik sehingga dapat mengatasi rasa ketidaknyamanan yang dialami. Siswa diharapkan memiliki aspek-aspek kecerdasan emosi yang tinggi agar kecerdasan emosi yang dimiliki tinggi.Semakin tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki siswa, maka semakin tinggi pula penyesuaian diri yang dimilikinya. Sebaliknya, semakin rendah kecerdasan emosi siswa, maka semakin rendah pula penyesuaian dirinya.

Berdasarkan uraian di atas, kecerdasan emosi secara keseluruhan diduga berpengaruh terhadap penyesuaian diri di sekolah pada siswa kelas XI SMA N 5 Yogyakarta. Aspek-aspek kecerdasan emosi diduga juga memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri di sekolah. Namun besarnya peranan kecerdasan emosi secara keseluruhan serta aspek-aspek kecerdasan emosi yang berpengaruh terhadap penyesuaian diri di sekolah pada siswa kelas XI SMA N 5 Yogyakartabelum diteliti. Maka dipandang perlu dilakukan penelitian untuk menguji pengaruh kecerdasan emosi terhadap penyesuaian diri di sekolah serta aspek-aspek kecerdasan emosi yang berpengaruh terhadap penyesuaian diri di sekolah pada siswa kelas XI SMA N 5 Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan pada penelitian ini sebagai berikut:


(26)

10

1. Terdapat siswa SMA N 5 Yogyakarta yang masih menunjukkan penyesuaian diri di sekolah kurang, ditandai dengan adanya sejumlah siswa yang kurang menguasai kemampuan membina relasi yang baik dengan guru ketika pelajaran berlangsung.

2. Terdapat siswa yang menunjukkan penyesuaian diri kurang, ditandai dengan kurangnya kemampuan siswa dalam menerima dan menghormati otoritas sekolah.

3. Terdapat siswa yang memiliki kecerdasan emosi yang kurang, ditandai dengan adanya sejumlah siswa yang belum menguasai kemampuan mengenali emosi diri atau kesadaran diri.

4. Terdapat siswa yang memiliki kecerdasan emosi kurang, ditandai dengan kurangnya kemampuan siswa dalam menerima sudut pandang orang lain. 5. Diduga kurangnya penyesuaian diri di sekolah pada siswa dipengaruhi oleh

kecerdasan emosi yang dimiliki siswa. C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, batasan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu pengaruh kecerdasan emosi serta aspek-aspeknya terhadap penyesuaian diri di sekolah pada siswa kelas XI di SMA N 5 Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dan pembatasan masalah diatas, dapat diajukan rumusan masalah yang akan diteliti sebagai berikut: Apakah ada pengaruh kecerdasan emosi terhadap penyesuaian diri di sekolah pada siswa kelas


(27)

11

XI di SMA N 5 Yogyakarta dan aspek-aspek kecerdasan emosi mana saja yang berpengaruh secara signifikan terhadap penyesuaian diri di sekolah pada siswa kelas XI SMA N 5 Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui pengaruh kecerdasan emosi terhadap penyesuaian diri di sekolah, serta aspek-aspek kecerdasan emosimana yang berpengaruh secara signifikan terhadap penyesuaian diri di sekolah pada siswa kelas XI SMA N 5 Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Terdapat dua manfaat dari penelitian ini, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam Bimbingan dan Konseling, terutama dalam bidang BK Pribadi dan BK Sosial.

2. Manfaat Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan: a. Bagi Siswa Kelas XI

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan motivasi bagi siswa untuk meningkatkan aspek-aspek kecerdasan emosi yang dimiliki, agar dapat menyelesaikan permasalahan penyesuaian diri dengan melakukan tindakan dan perilaku yang tepat sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.


(28)

12

b. Bagi guru Bimbingan dan Konseling SMA N 5 Yogyakarta

Dapat memberikan masukan berupa gambaran tentang kecerdasan emosi dengan penyesuaian diri di sekolah yang dilakukan oleh siswa kelas XI SMA N 5 Yogyakarta, sehingga guru dapat memberikan layanan bimbingan yang tepat bagi siswa.

c. Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kecerdasan emosi, dan penyesuaian diri di sekolah.


(29)

13 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Kecerdasan Emosi

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Setiap individu memiliki kecerdasan dalam dirinya, baik kecerdasan intelektual, maupun kecerdasan emosional. Dimana kecerdasan tersebut memiliki peranan yang berbeda-beda.Kecerdasan intelektual tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya dukungan kecerdasan emosi. Goleman (2004: 45) memberikan pandangan bahwa “kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi; mengendalikan dorongan hati; dan tidak melebih-lebihkan kesenangan; mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir; berempati

dan berdoa”.

Menurut Cooper & Sawaf (dalam Agus Efendi, 2005: 172) “kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif mengaplikasikan kekuatan serta kecerdasan emosi sebagai sebuah sumber energi manusia, informasi, hubungan dan pengaruh”. Agus Efendi (2005:172) menambahkan penjelasan mengenai kecerdasan emosional sebagai suatu jenis kecerdasan yang fokusnya memahami, mengenali, merasakan, mengelola dan memimpin perasaan diri sendiri dan orang lain serta mengaplikasikannya dalam meningkatkan, mengelola, dan memimpin motivasi diri sendiri dan orang lain untuk mengoptimalkan fungsi energi, informasi, hubungan dan pengaruh bagi pencapaian-pencapaian tujuan yang dikehendaki.


(30)

14

Salovey dan Mayer (dalam Shapiro, 1998: 8) mendefinisikan kecerdasan

emosi sebagai “himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan

kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan”.

Berdasarkan beberapa definisi yang telah diungkapkan oleh para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan individu dalam mengenali emosi yang dialaminya, mengelola emosi diri, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.

2. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi

Cooper dan Sawaf (dalam Casmini 2007: 21-22) membagi aspek-aspek kecerdasan emosi menjadi empat aspek, yaitu:

a. Kesadaran emosi (emotional literacy)

Kesadaran emosi bertujuan untuk membangun rasa percaya diri pribadi melalui pengenalan emosi yang dialami dan kejujuran terhadap emosi yang dirasakan. Kesadaran emosi yang baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain serta kemampuan untuk mengelola emosi yang sudah dikenalnya, membuat seseorang dapat menyalurkan energi reaksi emosinya ke reaksi yang tepat dan konstruktif.

b. Kebugaran emosi (emotional fitness)

Kebugaran emosi bertujuan untuk mempertegas antusiasme dan ketangguhan untuk menghadapi tantangan dan perubahan. Hal ini mencakup


(31)

15

kemampuan untuk mempercayai orang lain serta mengelola konflik dan mengatasi kekecewaan dengan cara yang paling konstruktif.

c. Kedalaman emosi (emotional depth)

Kedalaman emosi mencakup komitmen untuk menyelaraskan hidup dan kerja dengan potensi serta bakat unit yang dimiliki. Komitmen ini berupa tanggung jawab yang memiliki potensi untuk memperbesar pengaruh tanpa perlu menggunakan kewenangan untuk memaksakan otoritas.

d. Alkimia emosi (emotional alchemy)

Alkimia emosi merupakan kemampuan kreatif untuk mengalir bersama masalah-masalah dan tekanan-tekanan tanpa larut di dalamnya. Hal ini mencakup keterampilan bersaing dengan lebih peka terhadap kemungkinan solusi yang masih bersembunyi dan peluang yang masih terbuka untuk mengevaluasi masa lalu, menghadapi masa kini, dan mempertahankan masa depan.

Goleman(2004: 57) menjelaskan bahwa kecerdasan emosi memiliki lima kecakapan dasar, yaitu: mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan. Berikut penjelasan lima aspek kecerdasan emosi tersebut:

1. Mengenali emosi diri (kesadaran diri)

Mengenali emosi diri (kesadaran diri) merupakan kemampuan seseorang untuk mengetahui emosi yang dirasakannya dan pengaruh emosi tersebut pada tindakan yang dilakukan, mengambil keputusan dengan


(32)

16

pertimbangan yang matang, serta memiliki tolak ukur yang realitas atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.

2. Mengelola emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan seseorang dalam menangani perasaannya dengan tepat, mencakup menghibur diri sendiri untuk menangani perasaan negatif, mengendalikan emosi, serta melepaskan kecemasan dan kemurungan sehingga dapat bangkit dari perasaan yang menekan atau dengan kata lain tidak larut dalam emosi.

3. Memotivasi diri sendiri

Memotivasi diri merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu dengan fokus pada tujuan yang akan dicapai, optimis dengan apa yang dilakukan, bertindak produktif dan efektif dalam hal apapun yang dikerjakan, serta mampu bangkit dari kegagalan yang dialaminya.

4. Mengenali emosi orang lain / Empati

Empati merupakan kemampuan seseorang dalam mengenali atau memahami orang lain. Seseorang yang memiliki kemampuan empati akan mampu menerima sudut pandang orang lain, memahami perasaan orang lain atau peka terhadap perasaan orang lain, dan mau mendengarkan orang lain. 5. Membina hubungan

Merupakan kemampuan seseorang dalam menangani emosi ketika berhubungan dengan orang lain, terampil dalam berkomunikasi dengan orang lainserta mampu bekerja sama dengan orang lain.


(33)

17

Menurut Syamsu Yusuf (2007, 113-114) menyebutkan aspek-aspek kecerdasan emosi berdasarkan pendapat Goleman yang telah dikembangkan ke dalam beberapa indikator dari berbagai tindakan seseorang dapat dilihat pada tabel 1 berikut:

Tabel 1. Aspek Kecerdasan Emosi

No Aspek Indikator

1. Kesadaran diri a. Mengenal dan merasakan emosi sendiri

b. Mengenal pengaruh perasaan terhadap tindakan

2. Mengelola emosi a. Bersikap toleran terhadap

Frustasi dan mampu mengelola amarah secara lebih baik

b. Mampu mengungkapkan amarah dengan tepat tanpa harus berkelahi

c. Dapat mengendalikan perilaku agresif yang merusak diri sendiri dan orang lain

d. Memiliki perasaan yang positif tentang diri sendiri, sekolah, dan keluarga

e. Memiliki kemampuan untuk mengatasi ketegangan jiwa (stres)

3 Memanfaatkan emosi secara

produktif

a. Memiliki rasa tanggung jawab

b. Mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan

4 Empati a. Mampu menerima sudut pandang/saran

orang lain

b. Peka terhadap perasaan orang lain dan suka menolong

5 Membina hubungan a. Dapat menyelesaikan konflik dengan orang

lain

b. Memiliki kemampuan berkomunikasi dengan orang lain

c. Memiliki sikap bersahabat atau mudah bergaul dengan teman sebaya

d. Bersikap senang berbagi rasa dan bekerjasama

Sumber: Syamsu Yusuf (2007: 113-114)

Berdasarkan pendapat di atas, mengacu pada pendapat Goleman maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek kecerdasan emosi ada lima yaitu,


(34)

18

mengenali emosi diri sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan.

3. Ciri-Ciri Individu yang Memiliki Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi yang dimiliki seseorang berbeda-beda, tinggi rendahnya kecerdasan emosi yang dimiliki seseorang dapat dilihat kemampuan individu dalam menghadapi suatu permasalahan. Menurut Goleman (2004: 60-61) karakteristik individu yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi dan rendah sebagai berikut:

a. Memiliki kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan dapat bertahan dalam menghadapi frustasi.

Seorang individu yang memiliki kecerdasan emosi mampu memotivasi diri untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan serta mampu bertahan ketika menghadapi frustasi ketika mengalami suatu masalah.

b. Dapat mengendalikan dorongan-dorongan hati sehingga tidak melebih-lebihkan suatu kesenangan.

Individu yang memiliki kecerdasan emosi mampu mengendalikan dorongan hati ketika mengalami emosi dan tidak melebih-lebihkan ketika ia mengalami kesenangan

c. Mampu mengatur suasana hati dan dapat menjaganya agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir seseorang.

Individu yang memiliki kecerdasan emosi mampu mengatur suasana hatinya sesuai dengan batasan-batasan ketika ia mengalami emosi. Stress yang dialami individu merupakan hal yang wajar, namunindividu memiliki


(35)

19

kemampuan yang berbeda-beda dalam menghadapi stress. Individu yang memiliki kecerdasan emosi akan menjaga kemampuan berfikirnya dengan baik sehingga mampu menghadapi masalah yang dialaminya dengan mudah. d. Mampu untuk berempati terhadap orang lain dan tidak lupa berdoa.

Individu yang memiliki kecerdasan emosi mampu berempati pada orang lain, karena ia mampu menempatkan diri pada kondisi orang lain yang sedang mengalami msalah atau tertimpa musibah. Individu yang memiliki kecerdasan emosi senantiasa berdoa dalam hidupnya.

Menurut Dapsari (dalam Casmini, 2007: 24) ciri-ciri kecerdasan emosi yang tinggi, yaitu:

a. Optimal dan selalu positif pada saat menangani situasi-situasi dalam hidupnya, seperti saat menangani peristiwa dalam hidupnya dan menangani tekanan masalah-masalah pribadi yang dihadapi.

b. Terampil dalam membina emosinya, dimana orang tersebut terampil di dalam mengenali kesadaran emosi diri dan ekspresi emosi, juga kesadaran emosi terhadap orang lain.

c. Optimal pada kecakapan kecerdasan emosi,meliputi kecakapan internasionalitas, kreativitas, ketangguhan, hubungan antar-pribadi, dan ketidakpuasan konstruktif.

d. Optimal pada nilai-nilai belas kasihan atau empati, intuisi, radius kepercayaan, daya pribadi, dan integritas.

e. Optimal pada kesehatan secara umum, kualitas hidup, relationship

quotient dan kinerja optimal.

Goleman (2004: xi-xv) mengungkapkan bahwa seseorang dikatakan memiliki kecerdasan emosi rendah apabila seseorang tersebut tidak memiliki keseimbangan emosi, bersifat egois, berorientasi pada kepentingan sendiri, tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban yang dihadapi, selalu gelisah, tidak memiliki penguasaan diri, mudah putusa asa dan tenggelam dalam kemurungan.


(36)

20

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki kecerdasan emosional tinggi secara umum mampu memotivasi diri dan dapat bertahan mengatasi frustasi, mampu mengendalikan dorongan hati serta tidak melebih-lebihkan kesenangan, mampu mengatur suasana hati dan dapat menjaganya, mampu berempati terhadap orang lain, optimal dalam menangani situasi dalam hidupnya, serta terampil dalam membina emosinya.Sedangkan individu yang mempunyai kecerdasan emosi rendah cenderung pemarah, mudah putus asa, bersifat egois, gelisah.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi

Tingkat kecerdasan emosi yang dimiliki individu berbeda-beda, hal ini di sebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya baik faktor internal maupun faktor eksternal. Menurut Goleman (dalam Casmini, 2007: 23)terdapat dua faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor Internal

Merupakan faktor yang timbul dari dalam individu yang dipengaruhi oleh keadaan otak emosional seseorang. Otak emosional dipengaruhi oleh keadaan amigdala, neokorteks, sistem limbic, lobus prefrontal dan hal lain yang ada pada otak emosional.

b. Faktor eksternal

Merupakan faktor yang datang dari luar individu dan mempengaruhi individu untuk mengubah sikap. Pengaruh luar yang bersifat individu dapat secara perorangan ataupun kelompok. Pengaruh dari luar juga dapat bersifat


(37)

21

tidak langsung yaitu melalui perantara misalnya media masa maupun media elektronik.

LeDoux (dalam Goleman, 2004: 14-35) menjelaskan faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi antara lain:

a. Fisik

Bagian yang paling menentukan atau paling berpengaruh terhadap kecerdasan emosi seseorang adalah anatomi saraf emosinya. Bagian otak dibagi menjadi dua yaitu neokorteks (atau yang sering disebut korteks) yang digunakan untuk berfikir dan system limbic yang mengurusi emosi. Kedua bagian inilah yang menentukan kecerdasan emosi seseorang. Neokorteks merupakan tempat untuk memproses penginderaan, disana sinyal-sinyal yang masuk ke talamus akan disusun menjadi benda-benda yang kita pahami, selanjutnya dari neokorteks dikirim ke otak limbik. Dari proses tersebut respons yang cocok direfleksikan melalui otak dan bagian tubuh lainnya. b. Psikis

Kecerdasan emosi selain dipengaruhi oleh kepribadian individu juga dapat dipupuk dan diperkuat dalam diri individu.

Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi dikategorikan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu seperti otak emosional yang dipengaruhi oleh amigdala,


(38)

22

merupakan faktor yang berasal dari luar individu seperti lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

B. Kajian Penyesuaian Diri 1. Pengertian penyesuaian diri

Sofyan S. Willis (2005: 55) menjelaskan penyesuaian diri merupakan kemampuan seseorang untuk hidup dan bergaul secara wajar terhadap lingkungannya, sehingga ia merasa puas terhadap dirinya dan terhadap lingkungan. Sejalan dengan Sofyan Willis, Sunarto & Hartono (2002: 222) menjelaskan penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Individu sebagai makhluk sosial yang tinggal di lingkungan masyarakat, dituntut untuk dapat melakukan penyesuaian diri agar tercipta keharmonisan dan keseimbangan antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya.

Mustafa Fahmi (dalam Sobur, 2011: 526) menjelaskan penyesuaian diri adalah suatu proses dinamik terus menerus yang bertujuan untuk mengubah kelakuan guna mendapatkan hubungan yang lebih serasi antara diri dan lingkungan. Proses dinamik individu memungkinkan memperoleh penyesuaian diri yang baik. Sejalan dengan pendapat Fahmi, Hollander (dalam Desmita, 2014: 192) mengungkapkan bahwa sifat dinamis menjadi kualitas penting dalam menyesuaikan diri. Hollander juga mengungkapkan bahwa penyesuaian diri terjadi kapan saja individu menghadapi kondisi-kondisi lingkungan baru yang membutuhkan respon, mencakup belajar untuk menghadapi keadaan baru melalui perubahan dalam tindakan atau sikap.Individu memberikan respon yang


(39)

berbeda-23

beda dalam menghadapi masalah yang dapat terjadi kapan saja, dimana individu menghadapi keadaan baru dengan belajar dari perubahan dalam tindakan atau sikapnya.

Schneider (dalam Desmita, 2014: 193) juga menjelaskan penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respons mental dan tingkah laku, dengan mana individu berusaha untuk berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik dan frustasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan di mana ia tinggal.Usaha individu tersebut dilakukan untuk mencapai keselarasan dan keharmonisan antara tuntutan dalam dirinya dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan sekitar.

Berdasarkan pendapat para ahli mengenai penyesuaian diri, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri merupakan kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dan tuntutan secara seimbang sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara kebutuhan dan tuntutan dari dalam diri dengan lingkungan sekitar.

2. Penyesuaian Diri di Sekolah

Penyesuaian diri di sekolah menurut Willis (dalam Nunuk, 2015: 2) merupakan suatu usaha atau proses yang dilakukan oleh seorang individu atau siswa dalam keadaan di lingkungan sekolah yang baru dikenalnya yang bertujuan untuk mencapai suatu hubungan yang harmonis antara lingkungan sekolah yang baru dengan individu tersebut untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Menurut Lutvia Nika (2015: 12) penyesuaian diri di sekolah termasuk dalam


(40)

24

penyesuaian sosial. Schneider (dalam Sulisworo Kusdiyati, dkk., 2011:187) membagi aspek-aspek penyesuaian diri di sekolah menjadi lima aspek antara lain sebagai berikut:

a. Mau menerima dan menghormati otoritas sekolah.

Siswa mampu menerima dan menghormati kebijakan dan tata tertib sekolah, dengan mematuhi tata tertib yang ada di sekolah.

b. Berminat dan berpartisipasi pada aktifitas sekolah.

Siswa mampu berpartisipasi dalam kegiatan non akademik untuk mengembangkan potensi dirinya. Dalam hal ini, siswa diwajibkan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan minat untuk mengembangkan kemampuan atau potensi yang dimilikinya.

c. Membina relasi yang baik dengan teman sekolah, guru dan unsur-unsur sekolah.

Siswa mampu menjalin hubungan sosial dengan baik dengan kepala sekolah, guru, karyawan dan karyawati, teman sebaya maupun warga sekolah lainnya.

d. Mau menerima tanggung jawab.

Siswa mampu mengikuti kegiatan akademik secara aktif, dengan tidak meninggalkan sekolah pada saat kegiatan jam belajar mengajar berlangsung kecuali ada urusan yang mendesak, tidak membolos, dan mengumpulkan tugas-tugas dengan tepat waktu.


(41)

25

Siswa mampu mengembangkan bakat, minat dan kemampuan dibidang akademik maupun non akademik untuk ketercapaian visi dan misi sekolah.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri di sekolah merupakan kemampuan yang dilakukan individu atau siswa untuk mencapai hubungan yang harmonis antara kebutuhan dan tuntutan baik dari dalam diri maupun lingkungan sekolah yang mencakup mau menerima dan menghormati otoritas sekolah, berminat dan berpartisipasi pada aktifitas sekolah, membina relasi yang baik dengan teman sekolah,guru, dan unsur-unsur sekolah, mau menerima tanggung jawab, serta membantu sekolah dalam mewujudkan tujuan.

3. Penyesuaian Diri yang Positif

Menurut Mohammad Ali & Asrori (2014: 176) seseorang dikatakan memiliki penyesuaian diri yang baik apabila ia mampu melakukan respons-respons yang matang, efisien, memuaskan, dan sehat. Dikatakan efisien apabila ia mampu melakukan respons dengan mengeluarkan tenaga dan waktu sehemat mungkin, dan dikatakan sehat apabila respons-respons yang dilakukannya sesuai dengan hakikat individu, lembaga, atau kelompok antar individu, dan hubungan antara individu dengan penciptanya.

Sunarto & Hartono (2002: 224-225) menjelaskan bahwa seseorang yang tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:


(42)

26

Individu mampu bersikap tenang, emosi tetap stabil dan terkendali, serta tidak panik ketika menghadapi suatu masalah. Hal ini membuat individu mampu mengambil solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah.

b. Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis

Individu dikatakan mampu menyesuaikan diri dengan positif apabila ia mampu menyelesaikan masalah dengan baik tanpa menggunakan mekanisme psikologis seperti defence reaction (reaksi bertahan), dan escape reaction

(reaksi melarikan diri).

c. Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi

Seseorang yang memiliki penyesuaian diri yang positif apabila ia tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi ketika menghadapi suatu masalah. Individu mampu menghadapi masalahnya dengan tenang tanpa merasa terbebani dengan permasalahan yang ada.

d. Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri

Seseorang dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang positif apabila ia mampu mempertimbangkan secara rasional keputusan yang akan diambilnya dalam menghadapi masalah, selain itu ia juga mampu mengarahkan diri kearah yang positif agar tidak melakukan hal-hal yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.

e. Mampu dalam belajar

Seseorang yang memiliki penyesuaian diri yang positif dapat belajar dari semua permasalahan yang dialaminya atau kejadian yang ada di lingkungan sekitarnya. Adanya kejadian tersebut dapat menambah


(43)

27

pengetahuan dan keterampilan individu, sehingga membantu individu dalam menyesuaikan diri.

f. Menghargai pengalaman

Adanya permasalahan yang dialami individu atau orang lain akan menambah pengalaman individu dalam menghadapi suatu masalah. Pengalaman setiap individu berbeda-beda dalam menghadapi suatu masalah. Individu dapat belajar dari pengalaman orang lain ketika menghadapi suatu masalah.

g. Bersikap realistik dan objektif

Seseorang dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang positif apabila ia mampu bersikap realistik dan objektif terhadap kemampuan yang dimilikinya dalam menghadapi suatu masalah.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki penyesuaian diri yang positif ditandai dengan tidak adanya ketegangan emosional, tidak menunjukkan adanya mekanisme psikologis, tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi,memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri, mampu belajar, menghargai pengalaman, bersikap realistik dan objektif, serta mampu bereaksi terhadap dirinya maupun lingkungannya dengan cara yang matang, efisien, memuaskan, dan sehat.

4. Penyesuaian Diri yang Negatif

Menurut Sunarto & Hartono (2002: 227-229) seseorang dapat mengalami kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, kegagalan tersebut dapat menimbulkan penyesuaian diri yang salah bagi individu. Penyesuaian diri


(44)

28

yang salah ditandai dengan adanya bentuk tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistik, agresif dan sebagainya. Bentuk reaksi dalam penyesuaian diri yang salah antara lain yaitu reaksi bertahan, reaksi menyerang, serta reaksi melarikan diri.

a. Reaksi bertahan

Seseorang dikatakan memiliki penyesuaian diri yang salah apabila ia berusaha untuk mempertahankan dirinya bahwa ia tidak pernah mengalami kegagalan, dimana yang sebenarnya ia mengalami kegagalan.

b. Reaksi menyerang

Seseorang dikatakan memiliki penyesuaian diri yang salah apabila ia menunjukkan tingkah laku yang bersifat menyerang untuk menutupi kegagalan yang dialaminya.

c. Reaksi melarikan diri

Seseorang yang memiliki penyesuaian diri yang salah akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalannya.

Berdasarkan perndapat dapat disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki penyesuaian diri negatif memiliki tiga bentuk reaksi yaitu reaksi bertahan, reaksi menyerang, dan reaksi melarikan diri.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri Remaja Setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam melakukan penyesuaian diri, hal ini karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri baik faktor eksternal maupun internal. Menurut Schneider (dalam Mohammad Ali & Mohammad Asrori, 2014: 181-189) faktor


(45)

29

yang mempengaruhi penyesuaian diri pada remaja ada lima, yaitu: kondisi fisik, kepribadian, proses belajar, lingkungan, agama serta budaya.

a. Kondisi fisik, kondisi fisik berpengaruh kuat terhadap proses penyesuaian diri remaja. Aspek kondisi fisik yang mempengaruhi penyesuaian diri remaja adalah sebagai berikut:

1) Hereditas dan konstitusi fisik

Hereditas dipandang lebih dekat dan tak terpisahkan dari mekanisme fisik. Semakin dekat kapasitas pribadi, sifat, atau kecenderungan berkaitan dengan kontitusi fisik maka semakin besar pengaruhnya terhadap penyesuaian diri. Kecenderungan ke arah malasuai

(maladjusment) diturunkan secara genetis, khususnya melalui media

temperamen. Faktor lain yang berkaitan konstitusi tubuh yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah intelegensi dan imajinasi.

2) Sistem utama tubuh

Sistem utama tubuh yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah sistem syaraf, kelenjar, dan otot. Sistem syaraf merupakan kondisi umum yang diperlukan bagi penyesuaian diri yang baik, sistem syaraf yang berkembang normal dan sehat akan berpengaruh baik pada penyesuaian diri dan sebaliknya penyimpangan pada sistem syaraf akan berpengaruh terhadap kondisi mental yang penyesuaian dirinya kurang baik.

3) Kesehatan fisik

Penyesuaian diri akan mudah dilakukan dengan kondisi fisik yang sehat, karena kondisi fisik yang sehat dapat menimbulkan penerimaan


(46)

30

diri, percaya diri, dan harga diri yang akan menguntungkan bagi proses penyesuaian diri. Kondisi fisik yang tidak sehat akan menimbulkan perasaan rendah diri, kurang percaya diri, bahkan menyalahkan diri sehingga berpengaruh kurang baik bagi proses penyesuaian diri.

b. Kepribadian

Unsur-unsur kepribadian yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah sebagai berikut:

1) Kemauan dan kemampuan untuk berubah

Penyesuaian diri membutuhkan kecenderungan untuk berubah dalam bentuk kemauan, perilaku, sikap, dan karakteristik lainnya. Oleh karena itu, semakin kaku dan tidak ada kemauan serta kemampuan untuk merespons lingkungan, semakin besar kemungkinannya untuk mengalami kesulitan dalam proses penyesuaian diri. Kualitas kemampuan untuk berubah akan berkurang atau menurun disebabkan oleh sikap dan kebiasaan yang kaku, kecemasan yang sering dialami, frustasi yang sering muncul.

2) Pengaturan diri

Kemampuan mengatur diri dapat mencegah individu dari keadaan malasuai dan penyimpangan kepribadian. Kemampuan pengaturan diri dapat mengarahkan kepribadian normal mencapai pengendalian diri dan realisasi diri.


(47)

31

Proses penyesuaian diri dan pencapaian hasilnya secara bertahap erat kaitannya dengan perkembangan kepribadian. Jika perkembangan kepribadian berjalan normal sepanjang masa kanak-kanak dan remaja, di dalamnya tersirat potensi laten dalam bentuk sikap, tanggung jawab, penghayatan nilai-nilai, penghargaan diri dan lingkungan serta karakteristik lainnya menuju pembentukan kepribadian dewasa.

4) Intelegensi

Kemampuan pengaturan diri muncul tergantung pada kualitas dasar lainnya yang penting peranannya dalam penyesuaian diri, yaitu kualitas intelegensi. Baik buruknya penyesuaian diri seseorang ditentukan oleh kapasitas intelektual atau intelegensinya. Intelegensi sangat penting bagi perolehan perkembangan gagasan, prinsip, dan tujuan yang memainkan peranan penting dalam proses penyesuaian diri.

c. Edukasi/Pendidikan

Unsur-unsur edukasi/pendidikan yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah sebagai berikut:

1) Belajar

Respons-respons dan sifat kepribadian yang diperlukan bagi penyesuaian diri umumnya diperoleh dan menyerap ke dalam diri individu melalui proses belajar. Proses belajar akan terjadi dan berlangsung dengan baik dan berkelanjutan manakala individu yang bersangkutan memiliki kemauan yang kuat untuk belajar, bersama dengan kematangan belajar akan muncul dalam bentuk kapasitas dari


(48)

32

dalam atau disposisi terhadap respons. Perbedaan pola-pola penyesuaian diri sejak dari yang normal sampai dengan malasuai dipengaruhi oleh belajar dan kematangan.

2) Pengalaman

Pengalaman yang memiliki nilai signifikan terhadap proses penyesuaian diri ada dua jenis, yaitu pengalaman yang menyehatkan

(salutary experiences) dan pengalaman traumatik (traumatic

experiences). Pengalaman yang menyehatkan adalah peristiwa-peristiwa

yang dialami oleh individu dan dirasakan sebagai sesuatu yang mengenakkan, mengasyikkan dan bahkan dirasa ingin mengulangnya kembali. Pengalaman traumatik adalah peristiwa-peristiwa yang dialami oleh individu dan dirasakan sebagai sesuatu yang sangat tidak mengenakkan, menyedihkan, atau bahkan sangat menyakitkan sehingga individu tersebut sangat tidak ingin peristiwa tersebut terulang kembali. 3) Latihan

Penyesuaian diri memerlukan latihan yang sungguh-sungguh agar mencapai hasil penyesuaian diri yang baik. Seseorang yang sebelumnya memiliki kemampuan penyesuaian diri yang kurang baik dan kaku, akan memiliki penyesuaian diri yang bagus di lingkungan barunya jika melakukan latihan dengan sungguh-sungguh.

4) Determinasi diri

Individu harus mampu menentukan dirinya sendiri untuk melakukan proses penyesuaian diri. Determinasi diri merupakan faktor


(49)

33

yang sangat kuat yang dapat digunakan untuk kebaikan atau keburukan, untuk mencapai penyesuaian diri secara tuntas, atau bahkan merusak diri sendiri.

d. Lingkungan

Variabel yang berpengaruh terhadap penyesuaian diri meliputi:

1) Lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan utama yang sangat penting bagi penyesuaian diri individu.

2) Lingkungan sekolah. sekolah dipandang sebagai media yang sangat berguna untuk memengaruhi kehidupan dan perkemabangan intelektual, sosial, nilai-nilai, sikap, dan moral siswa. Proses sosialisasi yang dilakukan melalui iklim kehidupan sekolah yang diciptakan oleh guru dalam interaksi edukatifnya sangat berpengaruh terhadap perkembangan penyesuaian diri anak.

3) Lingkungan masyarakat. Konsistensi nilai-nilai, sikap, aturan-aturan, norma, moral, dan perilaku masyarakat akan diidentifikasi oleh individu yang berada dalam masyarakat sehingga akan berpengaruh terhadap proses perkembangan penyesuaian dirinya.

e. Agama dan Budaya

Agama berkaitan erat dengan faktor budaya. Agama memberikan sumbangan nilai-nilai, keyakinan, praktik-praktik yang memberi makna sangat mendalam, tujuan, serta kestabilan dan keseimbangan hidup individu. Budaya juga berpengaruh pada kehidupan individu, hal ini terlihat dari


(50)

34

adanya karakteristik budaya yang diwariskan kepada individu melalui berbagai media dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

Sedangkan menurut Sunarto & Hartono (2002: 229-236) faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri yaitu:

a. Kondisi fisik

Kondisi fisik meliputi bentuk tubuh, kesehatan, penyakit, dan sebagainya. Struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku karena sistem saraf, kelenjar, dan otot-otot adalah faktor penting dalam penyesuaian diri. Kondisi jasmaniah yang baik akan mempengaruhi penyesuaian diri, oleh karena itu penyesuaian diri yang baik dapat dicapai dengan kondisi jasmaniah yang baik.

b. Perkembangan dan kematangan

Tingkat kematangan yang dicapai antara individu yang satu dengan yang lainnya berbeda, sehingga pencapaian pola-pola penyesuaian diri juga berbeda-beda. Individu yang semakin bertambah usianya, menjadi semakin matang untuk melakukan respon yang menentukan pola penyesuaian dirinya. Kondisi perkembangan mempengaruhi setiap aspek kepribadian seseorang yang mencakup emosi, sosial, moral, dan intelektual.

c. Penentu psikologis 1) Pengalaman

Pengalaman individu turut mempengaruhi penyesuaian diri. pengalaman yang mempengaruhi penyesuaian diri yaitu diantaranya pengalaman yang menyenangkan, cenderung menimbulkan penyesuaian


(51)

35

diri yang baik, serta pengalaman traumatik yaitu pengalaman yang cenderung mengakibatkan kegagalan dalam suatu penyesuaian sosial. 2) Belajar

Belajar adalah faktor dasar pada penyesuaian diri. Melalui belajar, akan berkembang pola-pola respon yang akan membentuk kepribadian. 3) Determinasi

Determinasi diri merupakan suatu faktor kekuatan yang mendorong individu untuk dapat mencapai sesuatu yang baik maupun sesuatu yang buruk, yang bertujuan untuk mencapai taraf penyesuaian yang tinggi atau yang dapat merusak diri. Determinasi berperan penting dalam penyesuaian diri karena memiliki peranan dalam pengendalian pola dan arah pada penyesuaian diri.

4) Konflik

Setiap individu memiliki cara tersendiri dalam mengatasi konflik yang dihadapinya, sehingga individu yang satu dengan yang lain berbeda dalam mengatasi konflik. Namun intinya berupaya untuk meningkatkan pencapaian tujuan yang diinginkan secara sosial. Individu yang mudah melakukan penyesuaian diri yang baik adalah individu yang mampu mengatasi konflik yang dialaminya.

d. Kondisi lingkungan

Kondisi lingkungan mencakup keluarga, masyarakat, dan sekolah. Lingkungan tempat individu berada memberi andil dalam melakukan penyesuaian diri. Keluarga merupakan tempat individu belajar pertama kali


(52)

36

untuk melakukan interaksi sosial, yang kemudian dikembangkan di masyarakat. Masyarakat berpengaruh besar pada pola hidup anggotanya. Keadaan lingkungan masyarakat akan menentukan proses penyesuaian diri anggotanya.

e. Penentu kultural

Penentu kultural mencakup budaya dan agama. Lingkungan budaya dimana individu berada dan berinteraksi dapat menentukan pola penyesuaian diri. Agama memberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik-konflik yang terjadi, frustasi, dan bentuk ketegangan lainnya.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri antara lain kondisi fisik yang meliputi hereditas, sistem utama tubuh, kesehatan fisik; perkembangan dan kematangan, kepribadian yang meliputi kemauan dan kemampuan untuk berubah, pengaturan diri, realisasi diri, intelegensi; penentu psikologis yang meliputi, pengalaman, belajar, latihan, konflik, determinasi diri; lingkungan yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat; serta agama dan budaya.

C. Tahapan Perkembangan Siswa 1. Pengertian Siswa pada Masa Remaja

Siswa adalah peserta didik dalam jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah. Dalam penelitian ini, siswa yang menjadi subjek berada dalam rentang usia 16-18 tahun yang memasuki tahap perkembangan pada masa remaja. Hal ini sejalan dengan pendapat Hurlock (1980: 206) yang menjelaskan bahwa awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas atau tujuh


(53)

37

belas tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai delapan belas tahun. Lebih lanjut Hurlock menjelaskan bahwa masa remaja adalah masa transisi atau peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa ini remaja mengalami banyak perubahan baik fisik maupun non fisik. Agoes Dariyo (2004: 13-14) mendefinisikan remaja (adolescence) adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial.

Pengertian remaja menurut Organisasi Kesehatan Sedunia atau WHO

(World Health Organization) (dalam Sarlito Wirawan Sarwono, 2006: 9) adalah

suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematagan seksual, individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi kanak-kanak menjadi dewasa, terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (dalam Sarlito Wirawan Sarwono, 2006: 10) juga menetapkan usia 15-24 tahun sebagai usia pemuda. Di Indonesia, batasan remaja mendekati batasan yang ditetapkan PBB, yaitu 14-24 tahun dimana pada usia ini remaja tengah menempuh pendidikan sekolah menengah pertama maupun sekolah menengah atas.

Santrock (2007: 20) mendefinisikan remaja (adolescene) sebagai periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional yang dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun dan berakhir sekitar usia 18 hingga 22 tahun. Usia ini terbagi menjadi masa remaja awal (early adolescene) yang


(54)

38

berlangsung di sekolah menengah pertama atau sekolah menengah akhir dan masa remaja akhir (late adolescene) yang terjadi pada pertengahan dasawarsa yang kedua dari kehidupan.

Berdasarkanpendapat di atas dapat disimpulkan bahwa masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang terjadi pada usia 10-20 tahun yang ditandai dengan adanya perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Masa remaja dibagi menjadi dua bagian yaitu masa remaja awal yang terjadi pada usia 13 tahun sampai enam belas tahun dan masa remaja akhir yang dimulai dari usia 16 tahun sampai 18 tahun.

2. Karakteristik Remaja

Masa transisi yang dialami remaja menyebabkan perubahan-perubahan yang dialami remaja, baik secara fisik maupun non fisik. Masa remaja memiliki ciri khusus yang membedakan dengan masa sebelum dan sesudahnya. Hurlock (1980: 206-209) menyebutkan ciri-ciri yang dimiliki remaja, sebagai berikut:

a. Masa remaja sebagai periode yang penting, perkembangan fisik yang cepat dan penting di sertai dengan cepatnya perkembangan mental, menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan, peralihan dari kanak-kanak menuju masa dewasa, menyebabkan anak-anak harus meninggalkan sikap dan perilaku yang kekanakkan dan anak harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan. Peralihan yang terjadi pada tahap sebelumnya menimbulkan bekas pada tahap


(55)

39

sekarang atau tahap berikutnya dan akan mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang yang baru.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan, tingkat perubahan sikap dan perilaku masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Terdapat 4 macam perubahan, yaitu meningginya emosi; perubahan tubuh, minat, dan peran; perubahan minat dan pola perilaku; serta sikap ambivalen remaja terhadap setiap perubahan.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah, remaja mengalami kesulitan dalam mengatasi masalahnya baik anak laki-laki maupun perempuan, hal ini disebabkan oleh dua alasan, yaitu: remaja tidak memiliki pengalaman dalam menyelesaikan masalahnya, karena remaja yang terbiasa dibantu orang lain dalam mengatasi masalahnya; serta remaja yang merasa dirinya mandiri, sehingga ingin mengatasi masalahnya sendiri tanpa bantuan orang lain. e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas, salah satu cara untuk mencoba

mengangkat diri sendiri sebagai individu adalah dengan menggunakan simbol status dengan menarik perhatian pada diri sendiri. individu akan menggunakan simbol tersebut untuk mempertahankan identitasnya terhadap kelompok sebaya.

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan, banyak orang yang beranggapan negatif terhadap perilaku remaja yang bermasalah, sehingga menimbulkan ketakutan pada orangtua akan perilaku anaknya, hal ini menyebabkan orangtua harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja.


(56)

40

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik, artinya remaja cenderung memandang dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan bukan sebagaimana adanya, sehingga menyebabkan emosi remaja meningkat. h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa, artinya untuk memberikan kesan bahwa remaja sudah hampir dewasa, mereka mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa yang mereka anggap dapat memberikan citra yang mereka inginkan.

3. Tugas perkembangan Masa Remaja

Tugas perkembangan remaja yang harus dilalui dalam masa itu, menurut Havighurst (dalam Rita Eka Izzaty, 2008: 126), adalah sebagai berikut:

a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita.

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab. e. Mempersiapkan karier ekonomi.

f. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.

g. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.

Selain itu, menurut William Kay (dalam Yudrik Jahja, 2011: 238) mengemukakan tugas-tugas perkembangan masa remaja, sebagai berikut:

a. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.

b. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang mempunyai otoritas.

c. Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual, maupun kelompok.


(57)

41

d. Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya.

e. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri.

f. Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atau dasar skala nilai, prinsip-prinsip, atau falsafah hidup.(Weltranschauung)

g. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku) kekanak-kanakan.

D. Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian terdahulu dapat digunakan untuk membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian lain dan membantu memahami variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kecerdasan emosi dan penyesuaian diri.

1. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dian Hapsariyanti & Ni Made Taganing (2009) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosi dengan penyesuaian diri dalam perkawinan pada pasangan yang baru menikah selama tiga tahun. Kecerdasan emosi memberikan sumbangan relatif sebesar 43,3% pada penyesuaian diri dalam perkawinan. Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan pada penelitian ini, maka kecerdasan emosi sangat berpengaruh dalam proses penyesuaian diri seseorang dalam pernikahan. Oleh karena itu diharapkan dalam praktek bimbingan pra nikah dapat memberikan materi mengenai pentingnya kecerdasan emosional. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Dian Hapsariyanti dan Ni Made Taganing dengan penelitian ini


(58)

42

yaitumenggunakan variabel penyesuaian diri sebagai variabel terikat dan kecerdasan emosi sebagai variabel bebas. Perbedaan penelitian ini terletak pada variabel penyesuaian diri yang digunakan yaitu penyesuaian diri di sekolah. Penelitian ini membantu dalam memahami variabel kecerdasan emosi dan penyesuaian diri yang digunakan dalam penelitian ini.

2. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh N.M.W.I. Artha & Supriyadi (2013) menyatakan bahwa ada hubungan positif antara kecerdasan emosi dengan pemecahan masalah penyesuaian diri remaja awal. Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi sebesar 0,632 dan sig (0,000). Artinya semakin tinggi kecerdasan emosi maka semakin tinggi pula penyesuaian diri remaja awal, sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi maka semakin rendah pula penyesuaian diri remaja awal. Berdasarkan kesimpulan pada penelitian ini, maka remaja awal yang memiliki kecerdasan emosi dan penyesuaian diri yang tinggi diharapkan mampu mempertahankan dan membagikan pengalaman-pengalamannnya terhadap remaja lain.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi berhubungan dengan penyesuaian diri. Penelitian ini akan mengkaji hubungan antara kecerdasan emosi dengan penyesuaian diri di sekolah pada siswa kelas XI di SMA N 5 Yogyakarta, dengan kecerdasan emosi sebagai variabel bebas dan penyesuaian diri sebagai variabel terikat.


(59)

43

E. Pengaruh Kecerdasan Emosi terhadap Penyesuaian Diri dalam Layanan Bimbingan dan Konseling

Menurut Uman Suherman (2007: 10) bimbingan merupakan proses bantuan kepada individu (konseli) sebagai bagian dari program pendidikan yang dilakukan oleh tenaga ahli (konselor) agar individu mampu memahami dan mengembangkan potensinya secara optimal sesuai dengan tuntutan lingkungannya. Sedangkan menurut Shertzer dan Stone (dalam Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan, 2009: 6) bimbingan merupakan proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu memahami diri dan lingkungannya. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa bimbingan merupakan proses pemberian bantuan oleh konselor kepada individu (konseli) agar individu dapat memahami diri dan mengembangkan potensinya secara optimal sesuai dengan tuntutan lingkungannya.

Konseling menurut Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan (2009: 9) diartikan sebagai proses helping atau bantuan dari konselor (helper) kepada konseli, baik melalui tatap muka maupun media (cetak maupun elektronik, internet atau telepon), agar klien dapat mengembangkan potensi dirinya atau memecahkan masalahnya, sehingga berkembang menjadi seorang pribadi yang bermakna, baik bagi dirinya sendiri, maupun orang lain, dalam rangka mencapai kebahagiaan bersama.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling merupakan suatu bantuan yang diberikan oleh konselor pada konseli agar konseli mampu menyelesaikan permasalahannya serta mampu


(1)

173

155

AMEL

XI S 3

4

4

4

4

4

4

4

3

4

4

4

131

156

SALMAA

XI S 3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

126

157

GALANG

XI S 3

4

3

3

3

2

4

4

4

2

4

4

120

158

REYNAL

XI S 3

1

3

3

3

2

1

2

3

1

1

3

89

159

BPP

XI S 3

3

4

3

3

3

4

3

4

4

4

4

119

160

S

XI S 3

3

3

3

3

3

3

4

3

3

3

4

118

161

IWP

XI S 3

3

3

3

3

3

3

2

2

3

3

2

101

162

AUREZI

XI S 3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

110

163

RP

XI S 3

3

3

3

3

3

3

4

3

3

3

3

112

164

NNA

XI S 3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

126

165

FATKHIA

XI S 3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

110

166

PELANGI

XI S 3

3

4

3

3

4

4

4

4

4

4

4

129

167

SALSABILA A U

XI S 3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

116

168

DINDA

XI S 3

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

138

169

DWI

XI S 3

3

3

3

3

3

3

4

3

3

3

4

117


(2)

174

Lampiran 17. Dokumentasi Penelitian


(3)

(4)

176

Lampiran 18. Surat Izin Penelitian


(5)

KEMENTEIUAN IUSET,TEKNOLOGI DAN PENDIDlKAN TINGGI

UNIVERSITAS NEGEIU YOGYAKARTA

FAKULTAS

ILMU PENDIDlKAN

Jalan Colombo Nomor 1 Yogyakarta 55281 Telpon (0274) 540611 pesawat 405,Fax (0274) 5406611

Laman: fip.uny.ac.id.E-mail:humasfip@uny.ac.id

Nomor

: 2618

IUN34.II/PLl2016

Lampiran : 1 (satu) Bendel Proposal

Hal

: Permohonan izin Penelitian

Yth. WalikC?ta Yogyakarta

Cg. Ka. Dinas Perizinan Kota Yogyakarta

JI.Kenari No.56 Yogyakarta Kode Pos 55165

Telp (0274) 555241 Fax. (0274) 555241

Yogyakarta

30Juni2016

Diberitahukan dengan hormat, bahwa untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik yang ditetapkan oleh

Jurusan PsikoJogi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas llmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta,

mahasiswa berikut ini diwajibkan melaksanakan penelitian:

Nama

NIM

Prodi/Jurusan

,Alamat

Leni Indriani

12104241027

BK/PPB

Karangl11a1iing Blok A No.1, Catur tunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta

Tujuan

Lokasi

Subyek

Obyek

Waktu

Judul

Sehubungan dengan hal itu, perkenankanlah kami memintakan izin mahasiswa tersebut l11elaksanakan kegiatan

penelitian dengan ketentuan sebagai berikut:

Mel11peroleh data penelitian tugas akhir skripsi

SMA Negeri 5 Yogyakarta

Guru BK dan Siswa

Kecerdasan Emosi dan Penyesuaian Diri . Juli-Agustus 2016

Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Penyesuaian Diri pada Siswa Kelas X di Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Yogyakarta

Atas perhatian dan kerjasama yang baik kal11i mengucapkan terima kasih.

Tembusan:

I.Rektor ( sebagai laporan) 2.Wakil Dekan 1 FIP 3.Ketua Jurusan PPB FIP 4.KabagTU

5.Kasubbag Pendidikan FIP 6.Mahasiswa yang bersangku1aR

Universitas Negeri Yogyakarta

aryanto, M. Pd.


(6)

PEMERINTAHAN KOTA YOGYAKARTA

DINAS PERIZINAN

JI. Kenari No. 56 Yogyakarta 55165 Telepon 514448, 515865, 515865, 515866, 562682 Fax (0274)555241

E-MAIL: perizinan@jogjakota.go.id

HOTLINE SMS: 081227625000 HOT LINE EMAIL: upik@jogjakota.go.id WEBSITE: www.perizinan.jogjakota.go.id

SURAllZIN

NOMOR:

070/2634

Membaca Surat

5

21

5/34

'Oari Dekan Fak. IImu Pendidikan - UNY

Nomor :2618/UN34/11/PLl2016 Tanggal : 30 Juni 2016

Mengingat 1. Peraturan Gubernur Daerah istimewa Yogyakarta Nomor : 18 Tahun 2009 tentang

PedomaFT' Pelayanan Perizinan, Rekomendasi Pelaksanaan Survei, Penelitian,

Pendataan, Pengembangan, Pengkajian dan Studi Lapangan di Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pembentukan.

Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Dinas Daerah;

3. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemberian Izin

Penelitian, Praktek Kerja Lapangan dan Kuliah Kerja Nyata di Wilayah Kola Yogyakarta; ,

4. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 85 Tahun 2008 tentang Fungsi, Rincian Tugas

Dinas Perizinan Kola Yogyakarta;

5. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 20 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan

Perizinan pada Pemerintah Kota Yogyakarta;

Diijinkan Kepada Nama

No. Mhsl NIM Pekerjaan Alamat Penanggungjawab : Keperluan LENIINDRIANI 12104241027

Mahasiswa Fak. IImu Pendidikan - UNY JI. Colombo No.1 Yogyakarta

Dr. Muhammad Nur Wangid, M.Si

Melakukan Penelitian dengan judul Proposal: HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA

KELAS X01 SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI5

YOGYAKARTA Lokclsi/Responden Waktu Lampiran Dengan Ketentuan Kota Yogyakarta

20 Juli 2016 sid20 Oktober 2016

Proposal dan Daftar Pertanyaan

1. Wajib Memberikan Laporan hasil Penelitian berupa CD kepada Walikota Yogyakarta

(Cq. Dinas Perizinan Kola Yogyakarta)

2. Wajib Menjaga Tata tertib dan menaati ketentuan-ketentuan yang berlaku setempal

3. Izin ini tidak disalahgunakan unluk tujuan tertentu yang dapal mengganggu

kesetabilan pemerintahan dan hanya diperlukan untuk keperluan ilmJah

4. Surat izin ini sewaktu-waktu dapat dibatalkan apabila tidak dipenuhinya

ketenluan-ketentuan tersebut diatas

Kemudian diharap para Pejabat Pemerintahan setempat dapal memberikan bantuan seperlunya

Tembusan Kepada :

Yth 1Walikota Yogyakarta (sebagai laporan) 2.Ka. Dinas Pendidikan Kola Yogyakarta 3.Kepala SMA Negeri 5 Yogyakarta 4.Dekan Fak. IImu Pendidikan - UNY 5.Ybs.

Tanda Tangan Pemegang Izin