PENGELOLAAN PROGRAM LAYANAN KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA PADA KELUARGA BERMASALAH DI LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA (LK3) SEKARSARI YOGYAKARTA.

(1)

i

PENGELOLAAN PROGRAM LAYANAN KONSULTASI

KESEJAHTERAAN KELUARGA PADA KELUARGA BERMASALAH DI LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA (LK3)

SEKARSARI YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Ribka Ambarwati

NIM 13102241033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

Kebersamaan adalah permulaan. Menjaga bersama adalah kemajuan. Bekerja bersama adalah keberhasilan. (Henry Ford)

There is no such thing as a “broken family”. Family is family, and is not determined by marriage certificate, divorce papers, and adoption documents.

Families are made in the heart. (C. JoyBell C.)

Segala perkara dapat ku tanggung di dalam Dia yang memberikan kekuatan kepadaku. (Filipi 4 : 13)


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Atas berkat kasih dan karunia-Nya, skripsi ini penulis persembahkan kepada : 1. Tuhan Yesus Kristus

2. Orang tuaku, Bapak Suradal dan Ibu Jumini serta Kakung Trisno Utomo yang telah memberikan kasih sayang, doa dan semangat yang tidak pernah berhenti.


(7)

vii

PENGELOLAAN PROGRAM LAYANAN KONSULTASI

KESEJAHTERAAN KELUARGA PADA KELUARGA BERMASALAH DI LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA (LK3)

SEKARSARI YOGYAKARTA Oleh

Ribka Ambarwati NIM 13102241033

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan : (1) pengelolaan program layanan konsultasi kesejahteraan keluarga pada keluarga bermasalah di LK3 Sekarsari. (2) Faktor pendukung dan penghambat pengelolaan program layanan konsultasi kesejahteraan keluarga pada keluarga bermasalah di LK3 Sekarsari dan (3) Hasil pengelolaan program layanan konsultasi kesejahteraan keluarga pada keluarga bermasalah di LK3 Sekarsari Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Subyek penelitian ini adalah pengurus, anggota tim profesional dan klien di LK3 Sekarsari. Penentuan subyek dilakukan dengan teknik pengambilan sampel secara bertujuan (purposive sampling). Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Teknik yang diguakan untuk menjelaskan keabsahan data adalah dengan menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Pengelolaan program layanan konsultasi kesejahteraan keluarga di LK3 Sekarsari melalui beberapa tahapan yaitu perencanaan dengan melakukan rapat rutin secara internal dan eksternal, pengorganisasian dengan penyusunan struktur organisasi dan pembagian kerja, pelaksanaan dengan berdasarkan SOP dan kebutuhan klien, koordinasi baik itu secara internal lembaga dan menjalin jejaring kerja, serta pengawasan yang dilakukan oleh pemimpin lembaga dan dinas sosial. (2) Faktor pendukung yaitu : (a) dukungan dari mitra kerja dan instansi terkait, (b) pelayanan yang baik, (c) komitmen dan dukungan dari pengurus dan tim profesional. (3) Faktor penghambat yang mempengaruhi pengelolaan adalah terbatasnya sarana penunjang kegiatan. (4) Hasil pengelolaan program layanan yang diterima oleh klien belum sepenuhnya mampu mempertahankan keutuhan keluarga yang dibuktikan dengan penyelesaian kasus oleh LK3 Sekarsari yang masih banyak mengarah ke perceraian.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengelolaan Program Layanan Konsultasi Kesejahteraan Keluarga Pada Keluarga Bermasalah Di Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) Sekarsari Yogyakarta” dengan baik. Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan persetujuan pelaksanaan Tugas Akhir Skripsi.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah beserta Bapak/Ibu Dosen yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama proses penyusunan pra proposal sampai dengan selesainya Tugas Akhir Skripsi ini.

3. Ibu Dra. Nur Djazifah ER, M.Si. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

4. Ibu Sri Iswanti, M.Pd. selaku penguji utama, Bapak R.B. Suharta, M.Pd selaku sekretaris penguji dan Ibu Dra. Nur Djazifah ER., M.Si selaku ketua penguji yang telah memberikan koreksi perbaikan secara komprehensif terhadap Tugas Akhir Skripsi ini.

5. Bapak Hiryanto, M.Pd., dosen penasehat Akademik yang membantu dalam masa studi atas bimbingan dan dorongan yang diberikan.


(9)

(10)

x

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ……… ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK……… ... vii

KATA PENGANTAR……. ... viii

DAFTAR ISI ………... ... x

DAFTAR TABEL………… ... xiv

DAFTAR GAMBAR…………. ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangMasalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Perumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian teori ... 13


(11)

xi

1. Tinjauan Tentang Pengelolaan ... 13

a. Pengertian Pengelolaan ... 13

b. Fungsi Pengelolaan... 15

2. Tinjauan Tentang Keluarga ... 21

a. Pengertian Keluarga ... 21

b. Sifat-sifat Keluarga... 23

c. Peran dan Fungsi Keluarga ... 25

d. Keluarga Yang Ideal ... 31

3. Permasalahan Dalam Keluarga ... 32

4. Tinjauan Tentang Pelayanan Sosial ... 36

a. Pengertian Pelayanan Sosial ... 36

b. Karakteristik Pelayanan Sosial... 37

c. Fungsi Pelayanan Sosial ... 38

d. Bidang Pelayanan Sosial... 39

6. Tinjauan tentang Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga ... 40

a. Pengertian Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga ... 40

b. Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga sebagai bentuk pelayanan sosial ………..42

c. Tujuan Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga ... 43

d. Fungsi Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga ... 43

e. Sasaran Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga ... 44

f. Program Pelayanan Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga .... 44

g. Landasan Hukum Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga ... 45

B. Penelitian Yang Relevan ... 45


(12)

xii

D. Pertanyaan Penelitian... 50

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 52

B. Setting dan Waktu Penelitian ... 53

C. Subyek Penelitian ... 54

D. Teknik Pengumpulan Data ... 56

E. Instrumen Penelitian ... 59

F. Teknik Analisis Data ... 59

G. Teknik Keabsahan Data ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 64

1. Profile Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) Sekarsari ... 64

2. Pengelolaan Program Layanan Konsultasi Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga Bermasalah di LK3 Sekarsari ... 72

a. Perencanaan Program Layanan Konsultasi Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga Bermasalah di LK3 Sekarsari ... ……….72

b. Pengorganisasian Program Layanan Konsultasi Kesejahteraan Keluarga padaaKeluarga Bermasalah di LK3 Sekarsari ... 79

c. Pelaksanaan Program Layanan Konsultasi Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga Bermasalah di LK3 Sekarsari ... 86

d. Koordinasi Program Layanan Konsultasi Kesejahteraan Keluarga padaaKeluarga Bermasalah di LK3 Sekarsari ... 92

e. Pengawasan Program Layanan Konsultasi Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga Bermasalah di LK3 Sekarsari ... 98

3. Faktor Pendukung dan Penghambat program Layanan Konsultasi Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga Bermasalah di LK3 Sekarsari ... 103

a. Faktor Pendukung Program Layanan Konsultasi Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga Bermasalah di LK3 Sekarsari ... 103


(13)

xiii

b. Faktor Penghambat Program Layanan Konsultasi Kesejahteraan Keluarga

pada Keluarga Bermasalah di LK3 Sekarsari ... 110

4. Hasil pengelolaan program Layanan Konsultasi Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga Bermasalah di LK3 Sekarsari ... 112

B. Pembahasan ... 115

1. Pengelolaan Program Layanan Konsultasi Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga Bermasalah di LK3 Sekarsari ... 115

a. Perencanaan Program Layanan Konsultasi Kesejahteraan Keluarga padaa Keluarga Bermasalah di LK3 Sekarsari ... 115

b. Pengorganisasian Program Layanan Konsultasi Kesejahteraan Keluargaa pada Keluarga Bermasalah di LK3 Sekarsari ... 118

c. Pelaksanaan Program Layanan Konsultasi Kesejahteraan Keluarga padaaKeluarga Bermasalah di LK3 Sekarsari ... 121

d. Koordinasi Program Layanan Konsultasi Kesejahteraan Keluarga padaaaKeluarga Bermasalah di LK3 Sekarsari ... 124

e. Pengawasan Program Layanan Konsultasi Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga Bermasalah di LK3 Sekarsari ... 127

2. Faktor Pendukung dan Penghambat program Layanan Konsultasi Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga Bermasalah di LK3 Sekarsari ... 130

a. Faktor Pendukung Program Layanan Konsultasi Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga Bermasalah di LK3 Sekarsari ... 130

b. Faktor Pendukung Program Layanan Konsultasi Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga Bermasalah di LK3 Sekarsari ... 134

3. Hasil pengelolaan program Layanan Konsultasi Kesejahteraan Keluargaapada Keluarga Bermasalah di LK3 Sekarsari ... 136

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………. ... 139

B. Saran………...………....143

DAFTAR PUSTAKA………. ... 144


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Angka Gugatan Cerai di Daerah Istimewa Yogyakarta ... 4

Tabel 2. Proses Kegiatan Pengumpulan Data ... 53

Tabel 3. Sumber Data Penelitian (key informan) ... 55

Tabel 4. Sumber Data Penelitian (informan) ... 55

Tabel 5. Sumber Data Penelitian (informan) ... 56


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Fungsi Manajemen Luar Sekolah ... 16 Gambar 2. Kerangka berfikir dan alur pemikiran tentang pengelolaan program


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Instrumen Penelitian ... 147

Lampiran 2. Pedoman Observasi ... 148

Lampiran 3. Pedoman Dokumentasi ... 149

Lampiran 4. Pedoman Wawancara ... 151

Lampiran 5. Catatan Lapangan ... 163

Lampiran 6. Catatan Wawancara ... 184

Lampiran 7. Analisis Data ... 206

Lampiran 8. Data Klien LK3 Sekarsari ... 223

Lampiran 9. Foto Kegiatan ... 226


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Membangun keluarga sejahtera merupakan salah satu pencapaian yang diinginkan oleh setiap individu, khususnya bagi individu dewasa yang akan atau telah membina suatu rumah tangga. Keluarga adalah dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materi yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang selaras, serasi, dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan (BKKBN,1994). Perkawinan merupakan cara yang ditempuh oleh individu untuk membangun sebuah keluarga yang sah.

Sama selayaknya lembaga lainnya, keluarga yang merupakan lembaga terkecil dalam masyarakat ini menjalankan peran, tugas dan fungsinya sendiri. Peran dalam keluarga lebih menekankan pada bagaimana anggota keluarga menjalankan tugas atau memposisikan diri sebagai individu dengan kewajiban tertentu, baik itu sebagai seorang kepala keluarga, kepala rumah tangga ataupun sebagai seorang anak. Peranan anggota keluarga tidak dapat dilepaskan dari fungsi terbentuknya sebuah keluarga. Seorang Ayah memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah, menjadi pelindung, mendidik, memberikan rasa aman bagi keluarga dengan perannya sebagai kepala keluarga. Peran ibu sebagai seorang kepala rumah tangga juga tidak kalah penting, sebagai seorang istri yang harus mengurus suami dan sebagai seorang ibu yang harus mampu mengasuh, membimbing dan mendidik anak-anaknya.


(18)

2

Tak jarang seorang perempuan harus menyandang peran ganda, dimana ia harus mengurus rumah tangga dan harus melakukan perannya sebagai anggota masyarakat sedangkan dalam sisi lain ia juga harus melakukan suatu pekerjaan. Terlebih dengan adanya pembangunan yang berprefektif gender membuat kaum perempuan lebih memilih untuk mejadi wanita karier. Berkaitan dengan hal tersebut, tak jarang seorang wanita mengesampingkan perannya sebagai seorang ibu. Fungsi biologis merupakan salah satu fungsi dari lembaga keluarga, fungsi biologis cenderung menekankan pada reproduksi atau penerusan keturunan. Sejalan dengan itu, anak juga memiliki perannya sendiri dalam keluarga yaitu melaksanakan peranannya sesuai dengan tingkat perkembangannya baik itu secara fisik, mental (psikososial) maupun secara spiritual (religious). Kepempimpinan yang tepat dari seorang kepala keluarga serta kesadaran dari masing-masing anggota keluarga untuk menjalankan peranannya dapat menciptakan suatu keluarga yang sejahtera. Dalam Undang-Undang No. 52 tahun 2009 mendefinisikan bawha ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik serta materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin.

Bertolak belakang dengan gagasan tersebut, tidak semua keluarga mampu untuk menjalankan fungsi dan peranannya sebagai anggota keluarga. Tidak selalu perkawinan membawa keharmonisan dalam keluarga, perkawinan yang selalu dianggap sebagai lembaran baru dalam kehidupan


(19)

3

manusia tak jarang mengalami pasang surut permasalahan. Fungsi keluarga yang tidak berjalan dengan baik memicu timbulnya permasalahan, tidak terpenuhinya fungsi dan tidak terlaksanakannya peran anggota keluarga menjadi gambaran umum mengapa masalah muncul dalam suatu keluarga. Jika tidak diatasi dengan baik maka keluarga akan mengalami masa krisis, dimana tidak adanya lagi keharmonisan dan kerukunan antar anggota keluarga. Permasalahan dalam keluarga ditimbulkan dari dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal, bisa berupa interaksi yang tidak baik, faktor ekonomi, faktor kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau permasalahan yang lain yang datang dari dalam keluarga itu sendiri. Sedangkan faktor ekternal lebih mengarah pada faktor dari pihak luar, misalnya adalah perselingkuhan dengan orang ke tiga, hamil di luar nikah ataupun adat dan kebiasaan.

Perceraian merupakan salah satu dampak atau akibat dari adanya permasalahan dalam suatu keluarga yang sudah tidak menemukan jalan keluar untuk diselesaikan secara kekeluargaan. Makna perkawinan menjadi pudar seiring dengan gaya hidup masyarakat yang semakin berkembang. Perceraian bukan lagi menjadi hal yang tabu untuk dilakukan. Fenomena kawin cerai yang tengah marak dalam kalangan masyarakat tidak dapat dipungkiri karena banyaknya public figure yang juga melakukan kasus serupa. Banyak kalangan yang menanggap bahwa pernikahan bisa diakhiri begitu saja jika sudah tidak adanya kecocokan. Dilihat dari perspektif agama, sebenarnya tidak ada agama yang menagajarkan penganutnya untuk melakukan perceraian.


(20)

4

Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dijuluki sebagai kota pendidikan dan budaya ini pun tidak lepas dari permasalahan perceraian. Berdasarkan data yang dihimpun oleh LK3 Sekarsari, tahun 2011 di Kabupaten Bantul tercatat terdapat 1000 lebih kasus perceraian dan merupakan prosentase tertinggi angka perceraian di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan pada tahun 2015, angka perceraian tertinggi berada di Kabupaten Sleman degan angka mencapai 1593 kasus. Diketahui, bahwa kebanyakan kasus perceraian tersebut dilakukan oleh pasangan yang berusia di bawah 35 tahun. Berikut ini merupakan sajian data yang dihimpun peneliti melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Agama di lima Kabupaten dan Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tabel 1. Angka Gugatan Cerai di Daerah Istimewa Yogyakarta No Kabupaten/Kota Jumlah Gugatan 2015 Jumlah Gugatan

2016*

1. Kota Yogyakarta 695 kasus 604 kasus

2. Kab. Bantul 407 kasus 1499 kasus

3. Kab. Sleman 1593 kasus 1504 kasus

4. Kab. Gunung Kidul 1469 kasus 1523 kasus

5. Kab. Kulon Progo 651 kasus 550 kasus

tanda

(*) merupakan data dari bulan Januari 2016-28 November 2016

Perkawinan yang seharusnya menjadi momentum sacral yang disiapkan sedemikian rupa saat ini menjadi hal yang terkesan biasa, bahkan jika dilaksanakan setelah terjadi accident. Kasus pernikahan muda menjadi salah satu presentase tinggi yang mengakibatkan perceraian. Kasus hamil di luar nikah dan kurang matangnya individu baik secara ekonomi maupun psikis menjadi salah satu penyebabnya. Perlu adanya kematangan dari setiap individu, khususnya orang muda sebagai pelaku yang menempati angka


(21)

5

tertinggi perceraian saat ini. Chaplin dalam Rita Eka Izzaty, (2013) menyatakan bahwa : “Kematangan merujuk pada istilah dalam perkembangan manusia yaitu proses pencapai kemasakan atau usia masak”. Dalam teori tugas perkembangan, kematangan individu akan diperoleh saat seseorang memasuki usia dewasa awal, yaitu pada saat menginjak usia 18-40 tahun. Kisaran usia ini merupakan masa transisi dimana merupakan usia banyak masalah (problem stage). Dapat disimpulkan bahwa gagalnya pernikahan yang ada saat ini dikarenakan ketidakmampuan individu untuk melaksanakan tugas perkembangannya dan pemudaran makna pernikahan yang hanya mengikuti trend tanpa adanya rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan keluarga serta pandangan bahwa pernikahan adalah selayaknya hubungan percintaan biasa yang dapat diakhiri kapanpun ketika diinginkan.

Dinas Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia, mengklasifikasikan keluarga bermasalah sebagai Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yaitu seseorang atau keluarga yang karena suatu hambatan, kesulitan atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya dan karenanya tidak dapat menjalin hubungan yang serasi dan kreatif dengan lingkungannya sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (jasmani, rohani dan sosial) secara memadai dan wajar. Upaya yang telah dilakukan pemerintah saat ini untuk mengatasi permasalahan tingginya kasus keluarga keluarga bermasalah salah satunya adalah dengan membentuk badan-badan yang secara khusus bertujuan untuk meminimalisir bahkan mengatasi permasalahan tersebut. LK3 atau Lembaga Konsultasi Kesejahteraan


(22)

6

Keluarga merupakan salah satu lembaga sosial yang menangani permasalahan dalam keluarga. Layanan konsultasi merupakan bagian dari bimbingan dan konseling, Jeanette Murad Lesmana (2005:156) mendefinisikan konsultasi sebagai aktivitas dimana konselor bekerja dengan pihak ketiga untuk membantu klien. LK3 atau lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga berdiri dibawah naungan Kementrian Sosial Republik Indonesia dan Dinas Sosial yang merupakan unit pelayanan sosial terpadu yang melaksanakan penanganan masalah psikososial keluarga untuk mewujudkan ketahanan keluarga. Ketahanan keluarga merupakan kemampuan keluarga dalam mengelola sumber daya yang dimiliki serta menangulanggi masalah yang dihadapi, untuk dapat memenuhi kebutuhan fisik maupun psikososial keluarga. Ranah atau masalah yang ditangani Lembaga Konsultasi Kesejahteraan keluarga ini adalah untuk mengatasi masalah sosial psikologis keluarga yang menyebabkan terganggunya peran dan fungsi anggota keluarga, disharmonisasi keluarga, masalah sosial psikologis di luar keluarga yang menyebabkan terganggunya kehidupan keluarga dan masalah sosial psikologis keluarga yang menyebabkan terganggunya peran dan fungsi. Di Daerah Istimewa Yogyakarta, pelayanan yang diberikan oleh LK3 dapat diakses oleh msyarakat melalui 13 lembaga yang secara terpadu bernaung dibawah Dinas Sosial yang terdiri atas LK3 dengan basis Kabupaten/kota, LK3 berbasis masyarakat dan LK3 berbasis perguruan tinggi. LK3 berbasis kota merupakan LK3 yang secara khusus menangani masalah psikososial individu, keluarga maupun masyarakat dalam lingkup hanya satu


(23)

7

kabupaten/kota saja, sedangkan LK3 berbasis masyarakat cenderung dikelola untuk melayani masalah psikososial di lingkup yang lebih luas yaitu tingkat provinsi, sedangkan LK3 berbasis perguruan tinggi merupakan LK3 yang bersifat umum yang dimiliki suatu perguruan tinggi untuk melayani masyarakat secara umum dan sebagai media belajar bagi mahasiswa secara khusus.

LK3 Sekarsari merupakan salah satu lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga yang berbasis masyarakat yang memberikan layanan konsultasi, konseling, informasi, advokasi, rujukan dan penjangkauan bagi keluarga yang mengalami masalah psikososial pada tingkat provinsi. LK3 membantu peran pemerintah dengan memberikan layanan konsultasi dan pembinaan bagi yang bermasalah dengan melakukan pendekatan awal, asesmen masalah, penyususnan rencana pemecahan masalah, pemecahan masalah, monev, terminasi hingga bimbingan lanjutan. Para pekerja di lembaga ini termasuk ke dalam pekerja sosial dan para konsultan dengan jejaring kemitraan yang akan dipertimbangan sebagai bahan rujukan dalam mengatasi permasalahan.

Budaya masyarakat yang enggan untuk melaporkan atau mengadukan permasalahan yang dihadapinya menjadi salah satu kendala. Sosialisasi yang dilakukaan hingga sekarangpun belum menjangkau seluruh masyarakat, hingga program layanan yang diberikan lembaga belum sepenuhnya diketahui oleh masyarakat luas. Sebagai sebuah lembaga sosial yang melayani masyarakat, LK3 Sekarsari berupaya memberikan pelayanan yang terbaik bagi para kliennya. Perencanaan yang matang hingga proses pengawasan


(24)

8

sebagai langkah evaluasi dilakukan secara komprehensif untuk mewujudkan ketahanan keluarga seperti yang menjadi tujuan LK3. Klien diberikan layanan sesuai dengan kebutuhannya, bahkan tak jarang harus melibatkan pihak lain (mitra) yang lebih profesional untuk membantu menyelesaiakan permasalahan. Namun tidak semua permasalahan dapat dituntaskan, kesejahteraan dan ketahanan keluarga yang menjadi tujuan dari program layanan ini tidak mampu dipenuhi seutuhnya. Berdasarkan data dari LK3 Sekarsari, setidaknya ada 60% kasus yang mampu diselamatkan dan 40% kasus permasalahan keluarga tidak dapat diatasi dan/atau berujung pada kasus perceraian. Perceraian bukan menjadi salah satu akhir dari permasalahan, pelayanan yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan klien. Bahkan ranah meja hijau, tempat rehabilitasi, psikoterapi, tempat pemulihan trauma centre menjadi alternative pemecahan masalah terbaik untuk membangun kesejahteraan keluarga.

Berangkat dari permasalahan tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengangkat penelitian yang berjudul “Pengelolaan Program Layanan Konsultasi Kesejahteraan Keluarga Pada Keluarga Bermasalah Di Lembaga Kesejahteraan Keluarga (LK3) Sekarsari Yogyakarta”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, masalah dalam penelitan ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut.

1. Pemudaran makna pernikahan di kalangan masyarakat. 2. Tingginya kasus perceraian yang cenderung meningkat.


(25)

9

3. Masyarakat masih enggan untuk melaporkan permasalahan keluarganya kepada LK3.

4. Sosialisasi belum berjalan optimal dibuktikan dengan masyarakat belum sepenuhnya tahu dan paham dengan adanya LK3 Sekarsari.

5. Pelayanan Program Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) Sekarsari belum sepenuhnya mampu memulihkan keluarga yang bermasalah.

6. Beberapa kasus yang ditangani oleh LK3 Sekarsari masih berpotensi untuk berujung ke perceraian.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah melalui beberapa uraian di atas, maka dalam hal ini permasalahan yang dikaji perlu dibatasi. Pembatasan masalah ini bertujuan untuk memfokuskan perhatian pada penelitian agar diperoleh kesimpulan yang benar dan mendalam pada aspek yang diteliti. Cakupan masalah dalam penelitian ini dibatasi pada pengelolaan program layanan konsultasi kesejahteraan keluarga pada keluarga bermasalah di Lembaga Kesejahteraan Keluarga (LK3) Sekarsari Yogyakarta”.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masal maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pengelolaan program layanan konsultasi kesejahteraan keluarga pada keluarga bermasalah di Lembaga Kesejahteraan Keluarga (LK3) Sekarsari Yogyakarta?


(26)

10

2. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam pengelolaan program layanan konsultasi kesejahteraan keluarga pada keluarga bermasalah di Lembaga Kesejahteraan Keluarga (LK3) Sekarsari Yogyakarta?

3. Bagaimana hasil pengelolaan program layanan konsultasi kesejahteraan keluarga pada keluarga bermasalah di Lembaga Kesejahteraan Keluarga (LK3) Sekarsari Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan proses pengelolaan program layanan konsultasi

kesejahteraan keluarga pada keluarga bermasalah di Lembaga Kesejahteraan Keluarga (LK3) Sekarsari Yogyakarta.

2. Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat pengelolaan program layanan konsultasi kesejahteraan keluarga pada keluarga bermasalah di Lembaga Kesejahteraan Keluarga (LK3) Sekarsari Yogyakarta.

3. Mendeskripsikan hasil pengelolaan program layanan konsultasi kesejahteraan keluarga pada keluarga bermasalah di Lembaga Kesejahteraan Keluarga (LK3) Sekarsari Yogyakarta.


(27)

11 F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat atau keguanaan secara teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

Bahwa hasil penelitian ini memberikan sumbangan keilmuan yang dapat dijadikan referensi atau acuan untuk penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Bahwa penelitian ini memberikan sumbangan pikiran kepada : a. Peneliti

Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan ilmu pengetahuan sebagai suatu proses pembelajaran secara ilmiah dan semakin memperdalam kemampuan dalam menulis karya ilmiah.

b. Bagi Lembaga

Hasil penelitian dapat memberikan masukan/sumbangan pemikiran bagi lembaga dalam meningkatkan perannya secara optimal untuk membangun ketahanan suatu keluarga.

c. Bagi Klien (Keluarga Bermasalah)

Hasil penelitian dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dan menambah pemahaman serta kesadaran akan pentingnya keterlibatan seluruh pihak dalam pengelolaan program yang baik sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan tujuan program atau organisasi.


(28)

12 d. Bagi Universitas

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya yang lebih mendalam tentang pengelolaan program.


(29)

13 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian teori

1. Tinjauan Tentang Pengelolaan a. Pengertian Pengelolaan

Sudjana (2004: 16) mendefinisikan : “pengelolaan atau manajemen adalah kemampuan dan keterampilan khusus untuk melakukan suatu kegiatan, baik bersama orang lain atau melalui orang lain dalam mencapai tujuan organisasi”. Senada dengan hal tersebut, Hersey dan Blanchard dalam Sudjana (2004: 16) memberi arti pengelolaan sebagai berikut : “management as working with through individuals and groups to accomplish organizational goals”. Lebih lengkapnya Sudjana mengungkapkan bahwa manajemen merupakan serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan dan mengembangkan sumberdaya manusia, sarana dan prasarana secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Kata “pengelolaan” dapat disamakan dengan manajemen, hal ini juga sesuai dengan yang diutarakan oleh Muljani A. Nurhadi dalam Suharsimi Arikunto (2008:3) bahwa “manajemen adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabung dalam organisasi pendidikan, untuk mencari tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya, agar lebih efektif dan efisien”. Lebih lanjut Muljani A. Nurhadi dalam Suharsimi


(30)

14

Arikunto (2008:3) menekankan adanya ciri-ciri atau pengertian yang terkandung dalam definsisi tersebut sebagai berikut.

1) Manajemen merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan yang dilakukan dari, oleh dan bagi manusia.

2) Rangkaian kegiatan itu merupakan suatu proses pengelolaan dari suatu rangkaian kegiatan pendidikan yang sifatnya kompleks dan unik yang berbeda dengan tujuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya; tujuan kegiatan ini tidak terlepas dari tujuan pendidikan secara umum dan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan oleh suatu bangsa.

3) Proses pengelolaan itu dilakukan bersama oleh sekelompok manusia yang tergabung dalam suatu organisasi sehingga kegiatannya harus dijaga agar tercipta kondisi kerja yang harmonis tanpa mengorbankan unsur-unsur manusia yang terlibat dalam kegiatan pendidikan itu.

4) Proses itu dilakukan dalam rangka mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, yang dalam hal ini meluuti tujuan yang bersifat umum (skala tujuan umum) dan yang diemban oleh tiap-tiap organisasi pendidikan (skala tujuan khusus).

5) Proses pengelolaan itu dilakukan agar tujuannya dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Tatang M. Amirin (2013:8) juga memberikan penjelasan bahwa manajemen bukan sekedar menyelenggarakan atau melaksanakan sesuatu, melainkan menyelenggarakan atau melaksanakannya dengan lebih baik, yaitu dengan ditata atau diatur. Penataan pengaturan itulah yang kemudian dalam bahasa Indonesia disebut dengan pengelolaan. Mengelola artinya menata atau mengatur penyelenggaraan atau pelaksanaan sesuatu dengan baik. Pendapat lain juga dikemukakan dalam jurnal Pengelolaan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Pada Era Otonomi Daerah oleh Fattah dalam Widodo (2015) yang memberikan arti manajemen sebagai berikut:

“Manajemen sebagai ilmu, kiat, dan profesi. Manajemen sebagai ilmu yaitu bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama, menggerakkan orang agar berkemauan untuk melakukan sesuatu. Bidang ilmu tersebut


(31)

15

mempelajari dengan seksama sehingga menghasilkan teori, prinsip-prinsip maupun kaidah-kaidah dalam keilmuan. Adapun manajemen sebagai kiat yaitu cara-cara atau metode maupun strategi mengatur orang lain dalam menjalankan tugas dengan sukarela. Manajemen sebagai kiat merupakan wilayah praktis yang dilakukan oleh para manajer untuk mempengaruhi bawahan agar mau bekerja mencapai tujuan tertentu … Sedangkan manajemen sebagai profesi menjelaskan adanya dasar keahlian yang secara khusus dimiliki oleh manajer untuk mencapai suatu prestasi pekerjaan yang mempunyai kode etik dalam melaksanakan tugas-tugasnya.”

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan adalah suatu kegiatan yang mengatur secara sistematis baik itu perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengendalian dan pengembangan atau bahkan hingga evaluasi pada seluruh komponen dalam organisasi untuk mencapai tujuan tertentu yang sudah ditentukan sebelumnya.

b. Fungsi Pengelolaan

Sudjana (1992: 38) memberikan penjelasan tentang fungsi manajemen pendidikan luar sekolah yang terdiri dari enam fungsi yang berurutan, yaitu perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pembinaan, penilaian dan pengembangan. Kaitan antara keenam fungsi itu dapat dilihat dalam gambar berikut.


(32)

16

Gambar 1. Fungsi Manajemen Luar Sekolah

Lebih berfokus pada manajemen program, Umberto Sihombing (2000 : 58) menjelaskan bahwa fungsi yang akan digunakan sebagai acuan dalam manajeman strategi pendidikan luar sekolah adalah fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengkoordinasian dan pengontrolan. Fungsi tersebut dijabarkan sebagai berikut.

1) Perencanaan

Perencanaan pada pendidikan luar sekolah berarti menentukan tujuan yang harus dicapai, menentukan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk mendukung tujuan, menentukan tenaga dan biaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah dibuat oleh penyelenggara pendidikan tersebut. Sondang P. Siagian (2011: 41) mengatakan bahwa perencanaan pada dasarnya merupakan pengambilan keputusan sekarang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa depan. Ernie Tisnawati Sule dkk (2005: 96) mendefinisikan perencanaan dari tiga hal, yaitu :

“Dari sisi proses, fungsi perencanaan adalah proses dasar yang digunakan untuk memilih tujuan dan menentukan bagaimana

Perencanaan

Pengorganisasian

Penggerakan Pembinaan

Penilaian


(33)

17

tujuan tersebut akan dicapai. Dari sisi fungsi manajemen, perencanaan adalah fungsi di mana pimpinan menggunakan pengaruh atas wewenangnya untuk menentukan atau mengubah tujuan dan kegiatan organisasi. Dari sisi pengambilan keputusan, perencanaan merupakan pengambilan keputusan untuk jangka waktu yang panjang atau yang akan datang mengenai apa yang akan dilakukan, bagaimana melakukannya, bilamana dan siapa yang akan melakukannya, dimana keputusan yang diambil belum tentu sesuai, hingga implementasi perencanaan tersebut dibuktikan kemudian hari.”

2) Pengorganisasian

Longeecker mendefinisikan pengorganisasian secara umum, yaitu : “Aktivitas menetapkan hubungan antara manusia dan kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Pengertian ini menjelaskan bahwa kegiatan pengorganisasian berkaitan dengan uapaya melibatkan orang-orang ke dalam kelompok, dan upaya melakukan pembagian kerja diantara anggota kelompok untuk melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan di dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Sudjana 1992: 77).”

Lebih lengkap Sudjana (1992 : 79) mengatakan bahwa “pengorganisasisan pendidikan luar sekolah adalah usaha mengintegrasikan sumber-sumber manusiawi dan non-manusiawi yang diperlukan ke dalam satu kesatuan dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana telah direncanakan untuk mecapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.”

Pengorganisasian mengandung makna pengaturan atau penataan organisasi pendidikan luar sekolah mulai dari organisasi perencana sampai pada pelaksana, sehingga mampu membangkitkan partisipasi masyarakat. Pengorganisasian ini biasanya diwujudkan dalam bentuk struktur organisasi.


(34)

18

Organisasi pelaksanaan yang baik, teratur dan disiplin akan menunjang usaha pencapaian tujuan. Pengorganisasian pelaksanaan program pendidikan luar sekolah sebaiknnya dirancang secara dinamis dalam arti fleksibel dan berorientasi ke masadepan, dengan memperhatikan hasil analisis kekuatan, kelemahan, hambatan dan tantangan tentang organsiasi yang selama ini ada.

3) Pelaksanaan

Pelaksanaan sebagai salah satu fungsi manajemen bukan hanya mengelola pelaksanaan program namun mencakup bagian yang luas meliputi manusia, uang, material dan waktu. Dalam teori fungsi manajemen menurut GR Terry, pelaksanaan dapat diartikan sebagai penggerakan, senada dengan itu Didin Kurniadin (2012: 287) mendefinisikan penggerakan (actuating) sebagai “tindakan untuk memulai, memprakarsai, memotivasi dan mengarahkan, serta mempengaruhi para pekerja mengerjakan tugas-tugas untuk mencaai tujuan organisasi.”

Untuk menjamin pelaksanaan yang tepat dari suatu rencana tentu perlu dukungan baik itu secara administrative maupun secara teknis. Hal penting yang terdapat dalam proses pelaksanaan program pendidikan luar sekolah adalah sebagai berikut.

a) Keberhasilan pelaksanaan dapat ditentukan oleh komitmen dan keterampilan para pelaksana di samping efisiensi dan efektivitas penggunaan aspek yang bersifat administratif. Komitmen dapat


(35)

19

diartikan sebagai kesungguhan dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tujuan dan prosedur kerja yang sudah ditentukan serta budaya kerja yang dianut dan diterapkan oleh organisasi.

b) Metode atau pendekatan yang digunakan dalam proses pelaksanaan program harus sesuai. Pada umumnya sasaran program pendidikan luar sekolah adalah berasal dari latar belakang yang beragam, oleh karena itu untuk memberikan pelayanan harus sesuaikan dengan keadaan warga belajar atau masyarakat.

c) Pada tahap pelaksanaan diperlukan satu prosedur yang tidak kaku, hal ini bertujuan untuk menjamin tercapainya tujuan program pendidikan luar sekolah sesuai dengan visi dan misinya.

d) Pengelolaan aspek-aspek dalam pelaksanaan yang meliputi pelaksanaan program, manusia, uang, maerial dan waktu memerlukan sikap terbuka, jujur dan bersedia memberikan pelayanan yang terbaik bagi sasaran program.

4) Koordinasi

Koordinasi dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk menciptakan suatu jaringan kerja di antara beberapa orang, unsur, organisasi dengan maksud untuk saling memperkuat melalui pertukaran informasi, ataupun bekerjasama dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau memecahkan berbagai kesulitan yang sedang dan mungkin dihadapi di masa depan, sebagai usaha untuk mencapai suatu tujuan.


(36)

20

Selama ini koordinasi hanya diwujudkan dengan mengungkapkan atau mengemukakan kepentingan sector-sektor masing masing dalam pengambilan keputusan ataupun rapat. Dalam program pendidikan luar sekolah, koordinasi atau jaringan kerja harus menjadi dasar. Jaringan kerja bukan hanya di antara kelompok tertentu, tetapi benar-benar antar lintas. Keberhasilan program pendidikan luar sekolah akan sangat dipengaruhi dan tergantung dari keberhasilan menciptakan jaringan kerja dan memberdayakannya.

5) Pengawasan

Didin Kurniadin dkk (2012:367) menyatakan bahwa “pengawasan adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan kepastian tentang pelaksanaan program atau pekerjaan/kegiatan yang sedang atau telah dilakukan sesuai dengan rencana yang ditentukan.”

Pengawasan yang ketat dimaksudkan, bahwa tujuan harus dicapai secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana yang telah disusun. Pengawasan ada dua jenis yang masing-masing mempunyai otoritas sendiri dalam bidang yang berbeda-beda pula. Hal ini selaras dengan yang disampaikan oleh Didin Kurniadin dkk (2012:369). Pengawasan itu antara lain :

(1) Pengawasan internal yang dilakukan oleh struktur organisasi pemerintah, misalnya institusi inspektorat jenderal atau institusi badan pengawas keuangan Negara. Manfaat pengawasan internal menurut Didin Kurniadin antara lain sebagai berikut.


(37)

21

(a) Menjembatani hubungan pimpinan dengan para manajer dan staf untuk memperkecil ketimpangan informasi.

(b) Mendapat informasi keuangan dan penggunaan yang tepat. (c) Menghindari atau mengurangi resiko organisasi.

(d) Memenuhi standar yang memuaskan.

(e) Mengetahui penerimaan/ketaatan terhadap kebijakan dan prosedur internal.

(f) Mengetahui efisiensi penggunaan sumber daya organsasi. (g) Efektifitas pencapaian organisasi.

(2) Pengawasan eksternal, yaitu pengawasan yang dilakukan untuk meningkatkan kredibilitas keberhasilan dan kemajuan organisasi. Pelaksana pengawasan eksternal dilakukan dengan prinsip kemitraan (partnership). Pengawasan dalam program pendidikan luar sekolah dilakukan oleh masyarakat dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. 2. Tinjauan Tentang Keluarga

a. Pengertian Keluarga

Depkes RI (1998), menyatakan bahwa Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Dalam masyarakat keluarga dipandang sebagai satuan lembaga terkecil yang memiliki hubungan kekerabatan. Senada dengan pendapat tersebut, Kusdwiratri Setiono (2011:24) mendefinisikan keluarga sebagai kelompok orang yang ada


(38)

22

hubungan darah atau perkawinan. Sudardja Adiwikarta dalam Syamsu Yusuf (2007:36) mendefinisikan keluarga sebagau unit sosial terkecil yang bersifat universal, artinya terdapat pada setiap masyarakat di dunia (universe) atau suatu sistem sosial yang terpancang (terbentuk) dalam sistem sosial yang lebih besar.

Dari sudut pandang psikologi, keluarga selain mempertanyakan sejauhmana interaksi antar anggota keluarga dapat terlaksana tanpa hambatan, juga sejauh mana suatu keluarga mampu menyesuaikan diri dengan perubahan struktur keluarga dan perubahan lingkungan yang berpengaruh pada keberadaan dan fungsi keluarga, hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukaan oleh Kusdwiratri Setiono (2011:24).

Pembentukan keluarga oleh individu dapat dilakukan melalui perkawinan yang sah baik itu secara agama maupun Negara. Serupa dengan gagasan tersebut Pujosuwarno dalam Sutirna (2013:125) keluarga adalah suatu ikatan persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian atau tanpa anak-anak baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.

Keluarga merupakan salah satu kelompok yang berada ditengah-tengah masyarakat yang menjalankan fungsi dan perannya sebagai lembaga sosial. Hal ini juga disampaikan oleh hartomo dkk (2001:79) bahwa “keluarga merupakan kelompok primer yang paling penting dalam masyarkat. Keluarga merupakan sebuah grup yang terbentuk dari


(39)

23

perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan mana sedikit banya berlangsung lama untuk mencptakan dan membesarkan anak-anak.” Munandar Soelaeman (2005: 115) mengartikan keluarga sebagai satuan sosial terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial, yang ditandai adanya kerjasama ekonomi.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam lingkup masyarakat yang dibentuk oleh pernikahan yang sah dan saling berinteraksi serta menjalankan fungsi dan perannya sebagai bagian dari suatu masyarakat.

b. Sifat-Sifat Keluarga

Seperti pendapat yang dikutip oleh Hartomo dkk (2001:79), terdapat 5 sifat penting keluarga, yaitu :

1) Hubungan Suami-Isteri

Hubungan ini mungkin berlangsung seumur hidup dan mungki dalam waktu yang singkat saja. Ada yang berbentuk monogami, ada pula yang poligami. Bahkan masyarakat yang sederhana terdapat “group married”, yaitu sekelompok wanita kawin dengan sekelompok laki -laki.

2) Bentuk perkawinan

Dalam pemilihan jodoh, calon suami isteri tak jarang dipilihkan oleh orang-orang tua mereka. Sedang pada masyarakat lainnya diserahkan pada orang-orang yang bersangkutan. Selanjutnya perkawinan ini ada


(40)

24

yang berbentuk indogami (didalam golongan sendiri), adapula yang berbentuk exogami (diluar golongannya sendiri).

3) Susunan nama dan istilah termasuk cara menghitung keturunan.

Dalam beberapa masyarakat keturunan dihitung melalui garis laki-laki misalnya di Batak. Ini disebut Patrilineal. Ada yang melalui garis wanita, misalnya di Minangkabau, ini disebut matrilineal. Di Minangkabau laki-laki tidak mempunyai hak apa-apa bahkan hartanya pun tidak diurusi oleh laki-laki itu, melainkan diurus oleh adik atau saudara perempuannya, sistem ini disebut Avonculat.

4) Milik atau harta benda keluarga.

Di manapun keluarga itu pasti mempunyai milik untuk kelangsungan hidup para anggota-anggotanya.

5) Pada umumnya keluarga itu mempunyai tempat tinggal bersama/rumah bersama.

Apabila keluarga suami meningkuti isteri disebut sistem matrilokal. Sedangkan jika isteri mengikuti ke dalam keluarga suami, sistem ini disebut patrilokal.

Sutirna (2013: 125) juga memberikan penjelasan tentang sifat-sifat keluarga yang kemudian dikategorikan kedalam unsure-unsur dalam keluarga, yaitu sebagai berikut.

1) Keluarga merupakan perserikatan hidup antarmanusia yang paling dasar dan kecil.


(41)

25

2) Perserikatan itu paling sedikit terdiri dari dua orang dewasa yang berlainan jenis kelamin.

3) Perserikatan itu berdasar atas ikatan darah, perkawinan atau adopsi. 4) Adakalanya keluarga hanya terdiri dari seorang laki-laki saja atau

perempuan saja dengan atau tanpa anak-anak. c. Peranan dan Fungsi Keluarga

Syamsu Yusuf (2007:38) membagi fungsi keluarga dari perspektif psikososiologis dan perspektif sosiologis. Dari sudut pandang psikososiologis, keluarga memiliki fungsi sebagai :

1) Pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainnya 2) Sumber pemenuhan kebutuhan, baik fisik maupun psikis 3) Sumber kasih sayang dan penerimaan

4) Model pola perilaku yang tepat bagi anak untuk belajar menjadi anggota masyarakat

5) Pemberi bimbingan bagi pengembangan perilaku secara sosial yang tepat

6) Pembentuk anak dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam rangka menyesuaikan dirinya terhadap kehidupan

7) Pemberi bimbingan dalam belajar keterampilan motorik, verbal dan sosial yang dibutuhkan untuk penyeuaian diri

8) Stimulator bagi pengembangan kemampuan anak untuk mencapai prestasi, baik di sekolah maupun di masyarakat


(42)

26

10) Sumber persahabatan/teman bermain bagi anak sampai cukup usia untuk mendapatkan teman di luar rumah.

Sedangkan dari sudut pandang sosiologis, fungsi keluarga dapat diklasifikasikan ke dalam fungsi berikut.

1) Fungsi biologis

Keluarga dipandang sebagai pranata sosial yang memberikan legalitas, kesempatan dan kemudahan bagi para anggotanya untuk memenuhi kebutuhan dasar biologisnya. Kebutuhan itu meliputi (a) pangan, sandang, dan papan, (b) hubungan seksual suami-istri, dan (c) reproduksi atau pengembangan keturunan (keluarga yang dibangun melalui pernikkahan merupakan tempat “penyemaian” bibit-bibit insane yang fitrah).

2) Fungsi ekonomis

Keluarga (dalam hal ini ayah) mempunyai kewajiban untuk menafkahi anggota keluarganya (istri dan anak). Dalam Al-Qur’an (Surat Al -Baqarah: 223) dikemukakan bahwa kewajiban suami member makan dan pakaian kepada para istri dengan cara yang ma’ruf (baik). Seseorang (suami) tidak dibebani (dalam memberi nafkah), melainkan menurut kadar kesanggupannya.

3) Fungsi pendidikan (edukatif)

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak. Keluarga berfungsi sebagai “transmitter budaya atau mediator” sosial budaya bagi anak (Hurlock, 1956; dan Pervin,1970). Menurut


(43)

27

Undang-Undang No.2 Tahun 1989 Bab IV Pasal 10 Ayat 4: “Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan”. Syamsu Yusuf merangkum fungsi keluarga dalam pendidikan adalah menyangkut penanaman, pembimbingan, atau pembiasaan nilai-nilai agama, budaya, dan keterampilan-keterampilan tertentu yang bermanfaat bagi anak.

4) Fungsi sosialisasi

Keluarga merupakan buaian atau penyemaian bagi masyarakat masa depan, dan lingkungan keluarga merupakan faktor penentu (determinant factor) yang sangat mempengaruhi kualitas generasi yang akan datang. Keluarga berfungsi sebagai miniature masyarakat yang mensosialisasikan nilai-nilai atau peran-peran hidup dalam masyarakat yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya. Keluarga merupakan lembaga yang memperngaruhi perkambangan kemampuan anak untuk mentaati peraturan (disiplin), mau bekerja sama dengan orang lain, bersikap toleran, menghargai pendapat gagasan orang lain, mau bertanggung jawab dan bersikap matang dalam kehidupan yang heterogen (etnis, ras, budaya dan agama).

5) Fungsi perlindungan (protektif)

Keluarga berfungsi sebagai pelindung bagi para angora keluarganya dari gangguan, ancaman atau kondisi yang menimbulkan ketidaknyamanan (fisik-psikologis) para anggotanya.


(44)

28 6) Fungsi rekreatif

Untuk melaksanakan fungsi ini, keluarga harus diciptakan sebagai lingkungan yang memberikan kenyamanan, keceriaan, kehangatan dan penuh semangat bagi anggotanya. Sehubungan dengan hal itu, maka keluarga harus ditata sedemikian rupa, seperti menyangkut aspek dekorasi interior rumah, hubungan komunikasi yang tidak kaku (kesempatan berdialog bersama sambil santai), makan bersama, bercengkrama dengan penuh suasana humor dan sebagainya.

7) Fungsi agama (religious)

Keluarga berfungsi sebagai penanaman nilai-niai agama keapda anak agar mereka memiliki pedoman hidup yang benar. Keluarga berkewajiban mengajar, membimbing atau membiasakan anggotanya untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. Para anggota keluarga yang memiliki mental yang sehat, yakni mereka akan terhindar dari beban-beban psikologis dan mempu menyesuaikan dirinya secara harmonis dengan orang lain, serta berpartisipasi aktif dalam memberikan kontribusi secara konstruktif terhadap kemajuan atau kesejahteraan masyarakat.

Benokraitis dalam Fatchiah E. Kertamuda (2009:53) mengemukakan lima fungsi keluarga yaitu:

1) Mengatur aktivitas seksual, setiap masyarakat mempunyai norma atau aturan dalam hubungan seksual. Terdapat banyak hubungan seksual


(45)

29

yang melanggar hukum dan norma yang berlaku di masyarakat tertentu.

2) Sebagai tempat untuk anak bersosialisasi (bermasyarakat). Keluarga merupakan tempat pertama anak belajar bersosialisasi. Anak menyerap banyak hal dari keluarga seperti sikap, keyakinan, serta nilai-nilai dalam keluarga, dan anak juga belajar kemampuan dalam berinteraksi yang kelak dapat bermanfaat dalam kehidupannya dimasa mendatang.

3) Sebagai jaminan dan keamanan serta ekonomi. Keluarga sangat berperan dalam pemenuhan kebutuhan baik itu keamanan dan stabilitas financial seperti makanan, perlindungan, pakaian dan sumber-sumber materi untuk kelangsungan hidup.

4) Sebagai pemberi dukungan emosional. Keluarga merupakan kelompok utama yang penting karena keluarga memberikan dukungan, cinta dan kebutuhan emosional yang membuat keluarga terpenuhi kebutuhannya.

5) Sebagai tempat status sosial. Kelas sosial dapat dikategorikan sama dengan tingkat dalam kemasyarakatan yang terkait dengan kekayaan, pendidikan, kekuatan, prestise, dan sumber-sumber nilai.

Munandar Soelaeman (2005 : 115) juga mendefinisikan fungsi keluarga secara umum yang meliputi :

1) Pengaturan seksual 2) Reproduksi


(46)

30 3) Sosialisasi

4) Pemeliharaan

5) Penempatan anak dalam masyarakat 6) Pemuas kebutuhan perseorangan, dan 7) Kontrol sosial

Lutfi Wibawa (2016: 27) mengemukakan bahwa keluarga sering dipandang sebagai sumber kekuatan, memberikan pengasuhan dan dukungan untuk anggota individu serta menjamin stabilitas dan kontinuitas generasi untuk masyarakat dan budaya. Setidaknya ada 4 (empat) pandangan konseptual tentang keluarga yang dirangkum dari beberapa ahli yaitu :

1) Keluarga dilihat sebagai tempat yang tepat untuk melindungi dan mempertahankan seluruh anggota, membantu mereka untuk mengatasi stress dan patologi yang biasa mendera dan dialami oleh anggota keluarga.

2) Keluarga dapat menjadi sumber penyelesai dan benteng pertahanan dari ketegangan.

3) Keluarga dapat dilihat sebagai mekanisme untuk anggota keluarga dalam berinteraksi dengan kelompok-kelompok sosial dan masyarakat yang lebih luas.

4) Keluarga dapat dilihat sebagai titik penting dari intervnsi dari unit organisasi salami untuk mentransfer dan membangun nilai-nilai sosial dan masyarakat.


(47)

31 d. Keluarga yang ideal

Menurut Alexander A. Schneiders dalam Syamsu Yusuf (2007:43) mengemukakan bahwa keluarga yang ideal ditandai oleh ciri-ciri :

1) Minimnya perselisihan antar orangtua atau orangtua dengan anak 2) Ada kesempatan untuk menyatakan keinginan

3) Penuh kasih sayang

4) Penerapan disiplin yang tidak keras

5) Ada kesempatan unruk bersikap mandiri dalam berfikir, merasa dan berperilaku

6) Saling menghormati, menghargai (mutual respect) di anatar orangtua dengan anak

7) Menjalin kebersamaan (kerjasama antara orang tua dan anak) 8) Orangtua memiliki emosi yang stabil

9) Berkecukupan dalam bidang ekonomi

10) Mengamalkan nilai-nilai moral dan agama

Senada dengan hal tersebut, Syamsu Yusuf (2007:42) juga mengungkapakan bawa keluarga yang fungsional atau normal merupakan keluaraga yang mampu melaksanakan fungsinya sebagaimana mestinya. Keluarga fungsional ditandai oleh karakteristik sebagai berikut.

1) Saling memperhatikan dan mencintai 2) Bersikap terbuka dan jujur

3) Orang tua mau mendengarkan anak, menerima perasaannya dan menghargai pendapatnya


(48)

32

4) Ada “sharing” masalah aatau pendapat di antara anggota keluarga 5) Mampu berjuang mengatasi masalah hidupnya

6) Saling menyesuaikan diri dan mengakomodasi 7) Orangtua melindungi (mengayomi) anak

8) Komunikasi antar anggota keluarga berlangsung dengan baik

9) Keluarga memenuhi kebutuhan psikososial anak dan wariskan nilai-nilai budaya

10) Mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. 3. Permasalahan Dalam Keluarga

Syamsu Yusuf (2007:43), keluarga dikatakan dalam kondisi tidak normal atau bermasalah (disfungsi) apabila tidak mampu menerapkan atau melaksanakan fungsi-fungsi utama keluarga yang pada gilirannya akan merusak kekohohan konstelasi keluarga (khususnya terhadap perkembangan kepribadian anak). Menurut Dadang Hawari dalam Syamsu Yusuf (2007:43) ciri-ciri keluarga yang mengalami disfungsi itu adalah :

“ (a) Kematian salah satu atau kedua orangtua; (b) kedua orangtua berpisah atau bercerai (divorce); (c) hubungan kedua orangtua tidak baik (poor marriage); (d) hubungan orangtua dengan anak tidak baik (poor parent-child relationship); (e) suasana rumah tangga yang tegang dan tanpa kehangatan (high tension and low warmth); (f) orangtua sibuk dan jarang berada di rumah (parent’s absence); dan (g) salah satu atau kedua orangtua mempunyai kelianan kepribadian atau gangguan kejiwaan (personality or psychological disorder).”

Fatchiah E. Kartamuda (2009:61) menjelaskan beberapa permasalahan yang sering timbul dalam keluara, antara lain:


(49)

33

a) Orangtua kehilangan pekerjaan yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar di keluarga terutama yang terkait dengan kebutuhan sandang, pangan dan rumah.

b) Anak terkena narkoba yang dikarenakan hubungan yang tidak harmonis dan kualitas yang tidak baik dalam keluarga.

c) Anak hamil diluar nikah sebagai akibat dari pergaulan bebas.

d) Kematian anggota keluarga yang menyebabkan guncangan sangat berat bagi individu. Terlebih bagi keluarga yang kehilangan salah satu pasangannya yang dapat menimbulkan perasaan kesepian dan ketidakseimbangan emosi.

e) Permasalahan harta warisan yang menimbulkan banyak persoalan mulai dari pecahnya keluarga dan kekerabatan, perselisihan, hingga tindakan kriminalitas seperti pembunuhan.

f) Hubungan dengan tetangga dan masyarakat yang mengalami permasalahan baik itu melalui sosialisasi ataupun interaksi.

Sofyan S. Willis (2011 : 148) menjelaskan tentang gejala perpecahan dan gejolak keluarga yang disebabkan oleh faktor-faktor berikut.

a) Ketidakberfungsian Sistem Keluarga

Dikutip dari sumber yang sama, Aponte dan Ban Deusen mengungkapan bentuk ketidakberfungisan keluarga sebagai berikut. 1) Tembusnya batas-batas dan aturan dalam keluarga

Adanya campur aduk perilaku yang menyebabkan rendahnya toleransi untuk menjunjung kreativitas, kemandirian dan


(50)

34

terhambatnya perkembangan-perkembangan anggota keluarga adalah bentuk dari tembusnya batas-batas aturan keluarga. Contohnya adalah masing-masing anggota keluarga bertindak sendiri-sendiri, tidak ada kebersamaan, artinya aturan keluarga sudah hilang sama sekali.

2) Terjadi blok-blok dalam keluarga

Dalam keluarga yang tak fungsional sering terjadi blok-blok. Misalnya istri membentuk blok dengan ibunya untuk melawan suaminya.

3) Menurunnya kewibawaan

Jika kewibawaan orangtua/suami isteri hilang, atau orangtua/suami isteri yang terlalu otoriter, maka keluarga itu tak akan berfungsi lagi. Contohnya, isteri menjadi penguasa di rumah tangga dimana suami patuh saja dengan segala kehendaknya.

b) Keluarga Materialistik

Keluarga materialistik dipandang sebagai keluarga yang memiliki tujuan dan ambisi untuk mengumpulkan harta benda dengan asumsi bahwa hal itu akan membahagiakan keluarganya. Suami-isteri terjun ke luar rumah untuk mencari nafkah, akibatnya anak diasuh oleh orang lain dan cenderung kurang kasih sayang.

c) Isteri berkuasa

Ketika isteri memiliki kualitas yang tinggi, maka merasa berkuasa atas suami dan rumah tangga. Terkadang suami yang rendah pendidikan,


(51)

35

derajat dan penghasilan menjadi bulan-bulan isteri. Rumah tangga yang demikian sering menjadi ajang pertentangan dan pertengkaran.

d) Keharmonisan hubungan seksual

Rata-rata keluarga setress menyebabkan hubungan seksual tidak harmonis dan tidak memuaskan. Mereka jarang membicarakannya karena malu, atau menganggap tidak perlu. Suami isteri sering mendiamkan saja persoalan yang penting itu, akibatnya jarak antara mereka makin membesar.

Sofyan S. Willis (2011:13) mendefinisikan keluarga bermasalah sebagai keluarga yang mengalami krisis. Krisis keluarga artinya kehidupan keluarga dalam keadaan kacau, tak teratur dan terarah, orangtua kehilangan kewibawaan untuk mengendalikan kehidupan anak-anaknya dan terjadi pertengkaran terus menerus antara ibu dengan bapak. Faktor-faktor penyebab terjadinya krisis keluarga menurut Sofyan S. Willis yaitu :

1) Kurang atau putus komunikasi diantara anggota keluarga 2) Sikap egosentrisme

3) Masalah ekonomi 4) Masalah kesibukan 5) Masalah pendidikan 6) Masalah perselingkuhan 7) Jauh dari agama


(52)

36 4. Tinjauan Tentang Pelayanan Sosial

a. Pengertian tentang pelayanan sosial

Adi Fahrudin (2012:17) memberikan definisi bahwa “secara substantive bidang kesejahteraan sosial bisa disebut bidang usaha kesejahteraan sosial atau bidang pelayanan sosial dan dirumuskan sebagai wadah atau tempat praktik pekerjaan sosial.”

Isbandi Rukminto Adi (2015: 107) memberikan definisi pelayanan sosial sebagai layanan sosial (social service) yaitu suatu progam yang ataupun kegiatan yang didesain secara konkret untuk menjawab masalah, kebutuhan masyarakat ataupun meningkatkan taraf hidup masyarakat. Layanan sosial itu sendiri dapat ditujukan pada individu, keluarga, kelompok-kelompok dalam komunitas, ataupun komunitas sebagai suatu kesatuan.

Pekerja sosial menjadi subyek dalam pelayanan sosial karena bertugas memberikan upaya bantuan kepada orang atau masyarakat yang memerlukan baik itu untuk meningkatkan kemampuan mereka atau mengatasi hambatan dalam pola interaksi maupun kehidupan sehari-hari. Gagasan tersebut diperkuat oleh pendapat Budhi Wibhawa dkk (2010:76) yang mengartikan pelayanan sosial sebagai wujud aktivitas pekerja sosial dalam praktik profesionalnya. Pelayanan sosial merupakan jawaban terhadap tuntutan kebutuhan dan masalah yang dialami masyarakat sebagai akibat perubahan masyarakat itu sendiri.


(53)

37

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan sosial merupakan program atau kegiatan yang dilakukan oleh pekerja sosial dan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok atau organisasi dan masyarakat dengan tujuan untuk membantu terpenuhinya kebutuhan masyarakat serta mengatasi hambatan-hambatan yang dialami oleh masyarakat.

b. Karakteristik Pelayanan Sosial

Budhi Wibhawa dkk (2010:76) menjelaskan beberapa karakteristik yang melekat pada pelayanan sosial, diantaranya adalah sebagai berikut. 1) Didasarkan pada nilai sosio-budaya dan agama masyarakat.

2) Adaptif terhadap perubahan masyarakat.

3) Berfungsi memperkuat, mendukung, dan/atau mengantikan fungsi dan struktur lembaga sosial.

4) Ditekankan pada upaya pencegahan (preventive) tumbulnya masalah dan pengembangan (developmental) kemampuan orang untuk mengatasi masalahnya sendiri; daripada kepada upaya penyembuhan (kuratif, represif, rehabilitatif).

5) Voluntary, artinya dibentuk dan diselenggarakan dari dan oleh masyarakat tanpa mengandalkan lembaga-lembaga pemerintah (public social service).

c. Fungsi Pelayanan Sosial

Adi Fahrudin (2012:12) yang memberikan definisi pelayanan sosial sebagai bidang kesejahteraan sosial menjelaskan tentang fungsi-fungsi


(54)

38

pelayanan konsultasi kesejahteraan sosial, diantaranya adalah sebagai berikut.

1) Fungsi pencegahan (Preventive)

Fungsi ini ditujukan untuk memperkuat individu, keluarga dan masyarakat supaya terhindar dari masalah-masalah sosial baru. Upaya pencegahan ditekankan pada kegiatan-kegiatan untuk membantu menciptakan pola-pola baru dalam hubungan sosial serta lembaga-lembaga sosial tertentu.

2) Fungsi penyembuhan (Curative)

Fungsi ini ditujukan untuk menghilangkan kondisi-kondisi ketidakmampuan fisik, emosional dan sosial. Dalam fungsi ini juga mencakup fungsi pemulihan atau rehabilitasi.

3) Fungsi pengembangan (Development)

Fungsi ini adalah untuk memberikan sumbangan langsung ataupun tidak langsung dalam proses pembangunan atau pengembangan tatanan dan sumber daya sosial dalam masyarakat.

4) Fungsi penunjang (Supportive)

Fungsi ini mencakup kegiatan-kegiatan untuk membantu mencapai tujuan sector atau bidang pelayanan konsultasi kesejahteraan sosial yang lain.

Budhi Wibhawa (2010 : 79) juga memberikan penjelasan terkait fungsi dari bidang kesejahteraan sosial atau pelayanan sosial, yaitu sebagai berikut.


(55)

39 1) Mengkaji keadaan sosial masyarakat.

2) Mengantisipasi perubahan sosial masyarakat, dengan prediksi terhadap chain-effectnya.

3) Mengendalikan (mendorong atau menahan) perubahan sosial pada masyarakat.

d. Bidang Pelayanan Sosial

Ali Fahrudin (2012:17) membagi bidang-bidang pelayanan konsultasi kesejahteraan sosial kedalam beberapa cakupan yang saling terkait erat antara lain:

1) Kesejahteraan anak dan keluarga,

2) Kesejahteraan remaja dan generasi muda, 3) Kesejahteraan orang lanjut usia,

4) Pelayanan konsultasi kesejahteraan sosial umum (public social welfare service),

5) Pelayanan rekreasional, 6) Pelayanan sosial koreksional, 7) Pelayanan kesehatan mental, 8) Pelayanan sosial medis,

9) Pelayanan sosial bagi penyandang cacat, 10)Pelayanan sosial bagi wanita,


(56)

40

Senada dengan pendapat tersebut, Isbandi Rukminto Adi (2015:91) juga memberikan beberapa bidang dari pelayanan konsultasi kesejahteraan sosial, diantaranya adalah:

1) Bidang yang terkait dengan sistem penyampaian layanan 2) Bidang yang terkait dengan layanan sosial terhadap keluarga

3) Bidang yang terkait dengan pelayanan terhadap anak-anak dan generasi muda

4) Bidang yang terkait dengan kesejahteraan sosial untuk lanjut usia (lansia)

5) Bidang yang terkait dengan kelompok khusus

6) Bidang yang terkait dengan jaminan sosial (bantuan sosial dan asuransi sosial)

7) Bidang yang terkait dengan pengentasan kemiskinan 8) Bidang yang terkait dengan layanan kesehatan masyarakat 9) Bidang yang terkait dengan lembaga koreksional

10)Bidang yang terkait dengan lembaga pendidikan 11)Bidang yang terkait dengan area lain.

5. Tinjauan tentang Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) a. Pengertian Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3)

Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta mendefinisikan Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) adalah suatu lembaga yang memberikan pelayanan konsultasi dan bimbingan sosial kepada


(57)

41

individu, anggota keluarga, masyarakat yang menghadapi gangguan terhadap fungsinya.

Sebagai suatu lembaga, LK3 memberikan layanan yang berupa konsultasi kesejahteraan keluarga. Permensos No 16 Tahun 2003 mendefiniskan konsultasi sebagai pemberian bantuan penasehatan secara profesional kepada suatu organisasi, kelompok, masyarakat, keluarga atau individu oleh seseorang atau suatu tim yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kualifikasi profesional dibidangnya. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Budhi Wibhawa dkk (2010: 119) yang menyatakan bahwa “konsultasi adalah interaksi antara orang-orang profesional yang mengeksplorasi suatu permasalahan untuk mencari suatu solusi terbaik yang dibutuhkan klien.”

Sedangkan menurut Jeanette Murad Lesmana (2005:156) “konsultasi adalah aktivitas dimana konselor bekerja dengan pihak ketiga untuk membantu klien.” Konsultasi merupakan salah satu aktivitas yang dilaksanakan pada program bimbingan dan konseling. Menurut Robert L. Gibson dkk (2011:55) konsultasi adalah “proses membantu klien melalui pihak ke tiga atau membantu sistem memperbaiki layanannya terhadap klien mereka.” Pendapat lain dikemukan oleh Kurpius dalam Samuel T. Gladding (2012;325) yang memberikan definisi konsultasi sebagai berikut: “hubungan sukarela antara penolong profesional dengan orang, kelompok, atau unit sosial yang membutuhkan pertolongan, dimana konsultan memberikan bantuan kepada klien dalam mendefinisikan dan memecah-mecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan pekerjaan atau masalah potensial dengan seorang klien atau semua klien.”


(58)

42

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa konsultasi adalah kegiatan atau hubungan yang melibatkan pihak lain yang lebih profesional dengan tujuan untuk memecahkan masalah yang dialami oleh individu, keluarga, kelompok/organisasi, dan masyarakat luas.

Kesejahteraan keluarga adalah kondisi tentang terpenuhinya kebutuhan dasar manusia dari setiap anggota keluarga secara material, sosial, mental dan spiritual sehingga dapat hidup layak sebagai manusia yang bermanfaat. Dengan demikian, Lembaga Kesejahteraan Keluarga berupaya membangun kesejahteraan dan ketahanan keluarga dengan memberikan layanan yang berupa konsultasi baik itu kepada individu, keluarga maupun masyarakat yang mengalami masalah dalam menjalankan fungsinya (disfungsi).

b. Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) sebagai bentuk dari pelayanan sosial

Permensos no 16 tahun 2003 menjelaskan Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga yang selanjutnya disebut (LK3) adalah unit pelayanan sosial terpadu yang melaksanakan penanganan masalah psikososial keluarga untuk mewujudkan ketahanan keluarga. Sebagai unit pelayanan sosial terpadu, LK3 juga dapat disebut sebagai lembaga kesejahteraan sosial. Unit pelayanan sosial terpadu perupakan seperangkat pelayanan yang komprehensif dan terkoordinasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga yang bermasalah psikososisal. Sedangkan lembaga kesejahteraan sosial yang selanjutnya disingkat dengan LKS


(59)

43

adalah organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

c. Tujuan Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3)

1) Mengatasi masalah psikososial keluarga, yaitu dengan melakukan tindakan deteksi dan antisipasi terhadap keluarga yang diindikasi mengalami resiko dan ancaman masalah atau gangguan relasi di dalam keluarga.

2) Memulihkan kondisi psikososial keluarga, dengan melakukan dukungan terhadap keluarga dalam menyelesaikan atau mengatasi masalah psikososial yang dihadapi keluarga.

3) Memperkuat ketahanan keluarga yaitu dengan upaya meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengelola sumber daya yang dimiliki baik ekonomi, pendidikan, akhlak/agama, relasi sosial anggota keluarga sehingga memiliki kekuatan mengatasi dan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah yang dihadapi.

d. Fungsi Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3)

1) Pencegahan, menghindarkan terjadinya, berkembangnya dan terjadinya kembali masalah yang dialami oleh anggota keluarga. 2) Pengembangan, meningkatkan kemampuan anggota keluarga dalam

kaitannya dengan penyelesaian masalah dan peningkatan taraf kehidupan keluarga.


(60)

44

3) Rehabilitasi, memilihkan dan meningkatkan kdudukan dan peranan sosial anggota keluarga.

4) Perlindungan, mempertahanakan, memperbaiki, mningkatkan kualitas kondisi yang sudah ada, sehingga tidak terjadi penurunan yang berdampak pada tumbuh berkembangnya masalah.

5) Penunjang, mendukung upaya yang dilakukan lembaga lain dalam rangka tercapainya peningkatan kualitas kehidupan keluarga dan masyarakat.

e. Sasaran Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) Sasaran utama LK3 ditujukan kepada keluarga yang mengalami masalah psikososial.

1) Keluarga yang membutuhkan bantuan karena masalah yang dialaminya.

2) Keluarga yang membutuhkan informasi untuk mengatasi masalah, atau untuk meningkatkan taraf hidupnya.

3) Keluarga, kelompok, instansi, organisasai yang membutuhkan informasi karena kepedulian, kepentingan atau tugasnya untuk mengatasi masalah sosial keluarga.

f. Program pelayanan Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3)

1) Konsultasi 2) Konseling 3) Informasi

6) Rujukan 7) Penjaringan 8) Jejaring,


(61)

45 4) Perlindungan

5) Pendampingan

9) Penjangkauan

g. Landasan hukum Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3)

1) Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.

2) Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.

3) Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 16 Tahun 2013 tentang Lembaga Kesejahteraan Keluarga.

B. Penelitian Yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Afrina Nurul Fitrianti (2015) Laporan penelitian Afrina Nurul Fitrianti berjudul Pengelolaan Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Taman Penitipan Anak Dharma Wanita Persatuan (DWP) Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Pengelolaan Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Taman Penitipan Anak Dharma Wanita Persatuan melalui beberapa tahapan, yaitu perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pembinaan dan penilaian.

Dijelaskan pula mengenai faktor pendukung dan penghambat yang mempengaruhi proses pengelolaan program. Dalam penelitian diungkapkan bahwa ada beberapa faktor pendukung yang mempengaruhi proses pengelolaan program diantaranya adalah; dukungan dari berbagai


(62)

46

instansi dan dinas terkait, komitmen pengurus TPA, dan adanya dukungan msayarakat atau karyawan. Sedangkan faktor penghambat yang mempengaruhi proses pengelolaan program adalah kurangnya tenaga pengajar sehingga pengurus harus rangkap jabatan, hal ini membuat pelayanan di TPA kurang maksimal.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti teliti adalah penggunaan pendekatan penelitian yaitu secara deskriptif kualitatif. Penelitian tersebut berkaitan dengan bidang kajian penelitian yang akan peneliti lakukan, yaitu tentang pengelolaan program. Penelitian tersebut dengan penelitian yang peneliti lakukan memiliki perbedaan dalam pengambilan obyek penelitian, jika penelitian tersebut meneliti Satuan Pendidikan Pendidikan Non Formal yaitu Pendidikan Anak Usia Dini sedangkan penelitian yang peneliti lakukan adalah berfokus pada layanan yang diberikan oleh Lembaga Sosial yang dalam hal ini adalah Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) Sekarsari.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Dhian Ekawati Yuliana (2011) Penelitian yang dilakukan oleh Dhian Ekawati Yuliana berjudul Pengelolaan Sarana Pada Program PAUD Percontohan Nasional di SKB Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pengelolaan sarana di PAUD Putra Sanggar I sebagai PAUD percontohan meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Peneliti juga mengungkapkan persiapan menjadi PAUD percontohan nasional


(63)

47

dengan menerapkan konsep BCCT, peningkatan kualitas tutor, peningkatan sarana dan pemanfaatan yang ada.

Dalam penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa ada hambatan pengelolaan sarana yaitu kurangnya keamanan sarana pembelajaran karena banyak hewan seperti tikus dan kecoa yang merusak sarana pembelajaran, tenaga pengajar, kemampuan tutor dalam mengelola kelas, pengawasan yang dilakukan pihak luar dan kurangnya ruangan pembelajaran. Namun hambatan tersebut mampu diatasi oleh pengelola PAUD Putra Sanggar I.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti teliti adalah penggunaan pendekatan penelitian yaitu secara deskriptif kualitatif. Penelitian tersebut berkaitan dengan bidang kajian penelitian yang akan peneliti lakukan, yaitu tentang pengelolaan program. Penelitian tersebut dengan penelitian yang peneliti lakukan memiliki perbedaan dalam pengambilan obyek penelitian, jika penelitian tersebut meneliti pengelolaan sarana di Pendidikan Anak Usia Dini sedangkan penelitian yang peneliti lakukan adalah berfokus pada pengelolaan layanan yang diberikan oleh Lembaga Sosial yang dalam hal ini adalah Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) Sekarsari.

C. Kerangka Berfikir

Keluarga sebagai dasar baik itu sosialisasi, interaksi, pola asuh, pemenuhan kebutuhan ataupun sebagai lembaga pendidikan bagi anak tak jarang mengalami permasalahan. Ketidakberfungsian dalam keluarga menjadi


(64)

48

salah satu penyebab, di mana anggota keluarga tidak mampu menjalankan peran dan fungsi yang seharusnya diemban. Permasalahan dalam keluarga tak jarang berujung pada perceraian apabila tidak dapat diatasi. Tidak semua keluarga mampu mengatasi permasalahannya secara mandiri, tak jarang dan justru harus melibatkan orang ke tiga yang mampu menyelesaikan permasalahan dalam keluarga.

Lembaga penyedia layanan sosial dalam hal ini adalah Lembaga Kesejahteraan Keluarga mengupayakan membantu mengatasi permasalahan yang ada dalam keluarga. LK3 Sekarsari bertindak sebagai orang ke-tiga memberikan program layanan konsultasi kesejahteraan keluarga yang berupaya menjembatani dan berusaha membantu bahkan menyelesaikan permasalahan dalam keluarga. Layanan konsultasi kesejahteraan keluarga dikelola secara sistematis mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, koordinasi hingga pengawasan. Pengelolaan program yang dilakukan oleh LK3 Sekarsari dilakukan dengan mengacu pada fungsi LK3 Sekarsari yang berfungsi untuk mempertahankan ketahanan keluarga. Dalam pengelolaan program layanan konsultasi kesejahteraan keluarga selalu diupayakan agar keluarga yang mengalami permasalahan bisa pulih kembali dan menjalankan fungsi keluarga dengan normal. Namun pemecahan masalah tidak ditangani sepihak oleh LK3 Sekarsari, ada jaringan mitra yang menjadi rujukan untuk mengatasi permasalahan yang secara khusus ditangani oleh bidang dari mitra tersebut. Pengelolaan program berupaya untuk membantu


(65)

49

klien yang dalam hal ini adalah keluarga bermasalah untuk mendapatkan kesejahteraan sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.

Untuk dapat mengetahui hubungan dan alur pemikiran dalam penelitian ini, maka kerangka berfikir yang mendasari penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2. Kerangka berfikir dan alur pemikiran tentang pengelolaan program layanan.

Program Layanan Konsultasi

Kesejahteraan Keluarga di LK3 Sekarsari:

- Konsultasi - Konseling - Informasi - Perlindungan - Pendampingan - Rujukan - Penjaringan - Jejaring, - Penjangkauan Keluarga Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga Pengelolaan Program Layanan oleh LK3 :

- Perencanaan - Pengorgnisasian - Pelaksanaan - Koordinasi - Pengawasan Kesejahteraan Keluarga Faktor Pendukung dan Penghambat yang mempengaruhi Masalah Masalah


(66)

50 D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kerangka berfikir tersebut dan sebagai panduan penelitian ini, maka perlu adanya pertanyaan penelitian. Pertanyaan penelitian yang merupakan arahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perencanaan yang dilaksanakan pada program layanan konsultasi kesejahteraan keluarga pada keluarga bermasalah di LK3 Sekarsari Yogyakarta?

2. Bagaimana pengorganisasian yang dilaksanakan pada program layanan konsultasi kesejahteraan keluarga pada keluarga bermasalah di LK3 Sekarsari Yogyakarta?

3. Bagaimana pelaksanaan program layanan konsultasi kesejahteraan keluarga pada keluarga bermasalah di LK3 Sekarsari Yogyakarta?

4. Bagaimana koordinasi yang dilaksanakan pada program layanan konsultasi kesejahteraan keluarga pada keluarga bermasalah di LK3 Sekarsari Yogyakarta?

5. Bagaimana pengawasan yang dilaksanakan pada program layanan konsultasi kesejahteraan keluarga pada keluarga bermasalah di LK3 Sekarsari Yogyakarta?

6. Apa saja faktor pendukung yang mempengaruhi dalam pengelolaan program layanan konsultasi kesejahteraan keluarga pada keluarga bermasalah di LK3 Sekarsari Yogyakarta?


(67)

51

7. Apa saja faktor penghambat yang mempengaruhi dalam pengelolaan program layanan konsultasi kesejahteraan keluarga pada keluarga bermasalah di LK3 Sekarsari Yogyakarta?

8. Bagaimanakah hasil yang diterima klien (keluarga bermasalah) setelah melakukan konsultasi kesejahteraan keluarga di LK3 Sekarsari Yogyakarta?


(68)

52 BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Sugiyono (2010:15) penelitian kualititatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivism, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Sependapat dengan gagasan tersebut, Lexy J Moleong (2012:6) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi tindakan, dll., secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang berusaha menggambarkan secara deskriptif fenomena atau kondisi sebenarnya obyek penelitian dengan menggunakan metode ilmiah. Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai pengamat,


(69)

53

peneliti membuat kategori perilaku, mengamati serta mencatat dalam buku observasi.

B. Setting dan Waktu Penelitian

Penelitian yang berjudul Pengelolaan Program Layanan Konsultasi Kesejahteraan Keluarga Pada Keluarga Bermasalah Di Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) Sekarsari Yogyakarta dilaksanakan di LK3 Sekarsari yang beralamatkan di Gang Flamboyan 4, Wiyoro Kidul, Banguntapan, Bantul, DIY. Pertimbangan lokasi tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa LK3 Sekarsari merupakan salah satu LK3 terbaik di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kegiatan penelitian dilakukan pada saat jam operasional LK3 Sekarsari sehingga peneliti dapat mengamati proses pengelolaan program layanan konsultasi kesejahteraan keluarga pada keluarga bermasalah. Waktu penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 2 bulan, yaitu pada tanggal 18 Desember 2016 – 17 Februari 2017. Adapun proses kegiatan dapat dirinci sebagai berikut.

Tabel 2. Proses Kegiatan Pengumpulan Data

No. Kegiatan Waktu Pelaksanaan

1. Observasi dan Pengamatan Oktober 2016

2. Tahap Penyusunan Proposal Oktober 2016 –November 2016 3. Tahap Perizinan Desember 2016

4. Tahap Pengumpulan Data 18 Desember 2016 – 17 Februari 2017 5. Tahap Analisis Data Januari 2017 –Februari 2017

6. Penyusunan Laporan Februari 2017


(70)

54 C. Subyek Penelitian

Penentuan subyek penelitian dilaksanakan dengan teknik pengambilan sampel secara bertujuan (purposive sampling). Menurut Sugiyono (2010 : 300) purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Peneliti menentukan secara mandiri subyek penelitian yang akan digunakan untuk mencari informasi yang terkait dengan penelitian. Pemilihan subyek penelitian ini dipilih berdasarkan keterlibatan subyek pada pengelolaan program yang di LK3 Sekarsari sehingga mampu memberikan informasi dan berbagai data yang valid dan dapat diakui kebenarannya. Sumber data dalam penelitian ini terdapat dua informan, yaitu sumber informasi (key informan) dan informan pendukung. Sumber informasi (key informan) dalam penelitian ini adalah pengurus LK3 Sekarsari, sedangkan informan pendukung dalam penelitian ini adalah tim professional yang terdiri atas tim hukum dan pekerja sosial serta klien LK3 Sekarsari.

Dalam penelitian ini peneliti membuat beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh pengurus agar dapat menjadi informan yang dapat memberikan informasi secara rinci dan valid. Beberapa kriteria dalam penentuan pengurus sebagai yaitu sebagai berikut:

1. Merupakan pengurus yang aktif

2. Turut berpartisipasi dalam pengelolaan program di LK3 Sekarsari 3. Terlibat dalam kepengurusan minimal 3 tahun terakhir

4. Latar belakang minimal SMA

Penentuan pengurus sebagai informan secara rinci dapat dilihat dalam tabel 3:


(1)

225 34 SK Nglipar Kab.

Gunungkidul

P 09-4-1980 Islam Wiraswasta Perceraian 35 S Umbulharjo

Yogyakarta

P 28-11-1962

Islam

- 36 WL Gondokusuma

n Yogyakarta

P 31-12-1980

Islam

- Perceraian 37 TO Caturtunggal

Kab. Sleman

L 01-10- 1981

Islam Buruh

38 PJ Piyungan Kab. Bantul

L 16-11-1980

Islam Swasta

39 ANC Gondokusuma n Yogyakarta

L 1-2-1990 Islam Karyawan Swasta 40 SL Sendangadi

Mlati Sleman

L 4-2-1963 Islam Karyawan Swasta 41 LAD Klaten Jawa

Tengah

L 11-6-1984 Islam Karyawan Swasta 42 ZM Klaten Utara

Kab. Klaten

L 30-3-1978 Islam Wiraswasta

43 R Mantrijeron P 18-2-1983 Islam Wiraswasta Perceraian 44 AN Srandakan

Kab. Bantul

P 2-8-1988 Islam Karyawan Swasta

Perceraian

45 YS Kasihan Kab. Bantul

L 17-9-1977 Islam Wiraswasta 46 JP Tepus Kab.

Gunungkidul

L 1-11-1977 Islam Karyawan Swasta


(2)

226

Lampiran 9. Foto Kegiatan


(3)

227

Mobil Keliling LK3


(4)

228

Pendaftaran Klien di LK3 Sekarsari

Ruang Tunggu LK3 Sekarsari


(5)

(6)