Peningkatakan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis kelas VA pada materi KPK dan FPB melalui pembelajaran kontekstual SDN Perumnas Condongcatur.

(1)

ABSTRAK

Ristiyanti, Riza. 2016. Peningkatakan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Kelas VA Pada Materi KPK dan FPB Melalui Pembelajaran Kontekstual SDN Perumnas Condongcatur. Skripsi: Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma

Latar belakang penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis pada materi KPK dan FPB siswa kelas VA SDN Perumnas Condongcatur. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui penerapan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa 2) mengetahui peningkatan hasil belajar, dan 3) mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas model Kemmis dan McTaggart dengan dua siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas VA SDN Perumnas Condongcatur berjumlah 24 siswa. Objek penelitian ini adalah hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa. Teknik pengumpulan data berupa tes dan nontes. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner, observasi, wawancara dan tes tertulis berupa soal uraian. Analisis data yang digunakan adalah analisis data kuantitatif.

Komponen pembelajaran kontekstual yang digunakan dalam penelitian ini yaitu konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian nyata. Rata-rata hasil belajar meningkat dari kondisi awal 57,66 menjadi 70,95 pada evaluasi 1, 82,04 pada evaluasi 2, 90 pada evaluasi akhir. Persentase ketuntasan mengalami kenaikan dari kondisi awal 51,19% menjadi 62,5% pada evaluasi 1, 75% pada evaluasi 2, dan 91,66% pada siklus akhir. Kemampuan berpikir kritis hasil kuesioner meningkat dari kondisi awal dengan rata-rata 3,03 (tidak kritis) menjadi 4,07 (kritis) pada kondisi akhir. Persentase ketuntasan meningkat dari kondisi awal 37,5% menjadi 75% pada kondisi akhir. Penelitian ini disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual dapat 1) meningkatkan hasil belajar dan 2) kemampuan berpikir kritis siswa kelas VA SDN Perumnas Condongcatur.

Kata kunci: Hasil belajar, kemampuan berpikir kritis, KPK dan FPB, pembelajaran kontekstual.


(2)

ABSTRAK

Ristiyanti, Riza. 2016. The Improvement of Learning and Math’s Critical Thinking Ability of Class VA in KPK and FPB Materials Through Contextual Learning In Perumnas Condongcatur Elementary School. Thesis. Yogyakarta: Sanata Dharma University

This study was based on the low result of learning and critical thinking ability on the Least Common Multiple and Highest Common Factor material of class VA SDN Perumnas Condongcatur. This study aimed to 1) knowed the application the contextual leraning to improvement of learning and math’s critical thinking, 2) knowing improvement of learning outcomes, and 3) determine the improvement of students' critical thinking ability.

This study was Classroom Action Research McTaggart and Kemmis’ models with two cycles. The subjects were the students of class VA Perumnas Condongcatur Elementary School with the total of 24 students. The object of this study is the result of students’ learning and critical thinking ability. Data collection technique is in the form of tests and non-test. The instruments of this research using questionnaires, observation, interview and written test in the form of analysis questions. The data analysis that are used are quantitative.

Contextual learning components that are used in this study are constructivism, inquiry, community learning, modeling, reflection, and real assessment. The average learning outcomes increased from the initial conditions in the evaluation 57.66 into 70.95 1, 82.04 on the second evaluation, 90 in the final evaluation. The percentage of completeness increased from the initial condition of 51.19% to 62.5% in the first evaluation, 75% in the second evaluation, and 91.66% at the end of the cycle. Critical thinking ability questionnaire results increased from the initial conditions with an average of 3.03 (not critical) to 4.07 (critical) on the final conditions. Completeness percentage increased from 37.5% on the initial conditions to 75% on the final conditions. This study concluded that contextual learning can improve learning outcomes and the ability to think critically of class VA Perumnas Condongcatur Elementary School.

Keywords: learning outcome, critical thinking ability, Least Common Multiple and Highest Common Factor, contextual learning.


(3)

PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN KEMAMPUAN

BERPIKIR KRITIS KELAS VA PADA MATERI KPK DAN

FPB MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL SDN

PERUMNAS CONDONGCATUR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh : Riza Ristiyanti NIM: 121134035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN KEMAMPUAN

BERPIKIR KRITIS KELAS VA PADA MATERI KPK DAN

FPB MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL SDN

PERUMNAS CONDONGCATUR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh : Riza Ristiyanti NIM: 121134035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2016


(5)

(6)

(7)

PERSEMBAHAN

Dengan segala cinta dan syukur skripsi ini dipersembahkan kepada :

 Allah SWT yang selalu memberikan kemudahan, perlindungan, serta rahmat dan karunia-Nya.

 Kedua orang tuaku Bapak Sugiya dan Ibu Sartinem yang telah memberikan dukungan dan kasih sayang yang tiada henti.

 Kakak serta adikku Ika Prasetyanti dan Nanang Himawan yang selalu memberikan bantuan, dukungan, motivasi, dan doa disetiap langkahku.

 Irvani Ahmad yang selalu menyemangati dan menemani hingga terselesaikannya skripsi ini.

 Keluarga besar bapak Tarsisius Raharjo yang selalu memberi semangat dan doa dalam segala hal.

 Teman seperjuanganku dan teman baikku yang tidak bisa aku sebutkan satu- persatu yang telah menemaniku dan menghiburku.

 Almamaterku terkasih PGSD Universitas Sanata Dharma.


(8)

HALAMAN MOTTO

“Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhan-mulah engkau berharap.”

(Q.S Al Insyirah: 7-8)

“Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang. Teman yang paling setia hanyalah, keberanian dan keyakinan yang teguh.”

(Andrew Jackson)

# Aku datang, bimbingan, ujian, revisi, dan aku “menang”!!


(9)

(10)

(11)

ABSTRAK

Ristiyanti, Riza. 2016. Peningkatakan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Kelas VA Pada Materi KPK dan FPB Melalui Pembelajaran Kontekstual SDN Perumnas Condongcatur. Skripsi: Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma

Latar belakang penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis pada materi KPK dan FPB siswa kelas VA SDN Perumnas Condongcatur. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui penerapan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa 2) mengetahui peningkatan hasil belajar, dan 3) mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas model Kemmis dan McTaggart dengan dua siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas VA SDN Perumnas Condongcatur berjumlah 24 siswa. Objek penelitian ini adalah hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa. Teknik pengumpulan data berupa tes dan nontes. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner, observasi, wawancara dan tes tertulis berupa soal uraian. Analisis data yang digunakan adalah analisis data kuantitatif.

Komponen pembelajaran kontekstual yang digunakan dalam penelitian ini yaitu konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian nyata. Rata-rata hasil belajar meningkat dari kondisi awal 57,66 menjadi 70,95 pada evaluasi 1, 82,04 pada evaluasi 2, 90 pada evaluasi akhir. Persentase ketuntasan mengalami kenaikan dari kondisi awal 51,19% menjadi 62,5% pada evaluasi 1, 75% pada evaluasi 2, dan 91,66% pada siklus akhir. Kemampuan berpikir kritis hasil kuesioner meningkat dari kondisi awal dengan rata-rata 3,03 (tidak kritis) menjadi 4,07 (kritis) pada kondisi akhir. Persentase ketuntasan meningkat dari kondisi awal 37,5% menjadi 75% pada kondisi akhir. Penelitian ini disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual dapat 1) meningkatkan hasil belajar dan 2) kemampuan berpikir kritis siswa kelas VA SDN Perumnas Condongcatur.

Kata kunci: Hasil belajar, kemampuan berpikir kritis, KPK dan FPB, pembelajaran kontekstual.


(12)

ABSTRACT

Ristiyanti, Riza. 2016. The Improvement of Learning and Math’s Critical Thinking Ability of Class VA in KPK and FPB Materials Through Contextual Learning In Perumnas Condongcatur Elementary School. Thesis. Yogyakarta: Sanata Dharma University

This study was based on the low result of learning and critical thinking ability on the Least Common Multiple and Highest Common Factor material of class VA SDN Perumnas Condongcatur. This study aimed to 1) knowed the application the contextual leraning to improvement of learning and math‟s critical thinking, 2) knowing improvement of learning outcomes, and 3) determine the improvement of students' critical thinking ability.

This study was Classroom Action Research McTaggart and Kemmis’ models with two cycles. The subjects were the students of class VA Perumnas Condongcatur Elementary School with the total of 24 students. The object of this study is the result of students‟ learning and critical thinking ability. Data collection technique is in the form of tests and non-test. The instruments of this research using questionnaires, observation, interview and written test in the form of analysis questions. The data analysis that are used are quantitative.

Contextual learning components that are used in this study are constructivism, inquiry, community learning, modeling, reflection, and real assessment. The average learning outcomes increased from the initial conditions in the evaluation 57.66 into 70.95 1, 82.04 on the second evaluation, 90 in the final evaluation. The percentage of completeness increased from the initial condition of 51.19% to 62.5% in the first evaluation, 75% in the second evaluation, and 91.66% at the end of the cycle. Critical thinking ability questionnaire results increased from the initial conditions with an average of 3.03 (not critical) to 4.07 (critical) on the final conditions. Completeness percentage increased from 37.5% on the initial conditions to 75% on the final conditions. This study concluded that contextual learning can improve learning outcomes and the ability to think critically of class VA Perumnas Condongcatur Elementary School.

Keywords: learning outcome, critical thinking ability, Least Common Multiple and Highest Common Factor, contextual learning.


(13)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis telah menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Pada Materi KPK dan FPB Melalui Pembelajaran Kontekstual Pada Siswa Kelas VA SDN Perumnas Condongcatur”. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan dalam program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini penulis mengalami banyak hambatan, cobaan, dan kesulitan, namun berkat dorongan, bimbingan, motivasi, dan bantuan dari banyak pihak baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikannya. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas akhir ini, yaitu kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Kaprodi PGSD Universitas Sanata Dharma.

3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Wahyu Wido Sari, M.Biotech, selaku dosen pembimbing akademik, yang bersedia memberikan masukan, arahan dan motivasi selama penulisan tugas akhir ini.

5. Drs. Paulus Wahana, M.Hum. selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu, membimbing dan memberikan masukan penulis dengan penuh kesabaran.

6. Maria Agustina Amelia, S.Si., M.Pd. selaku dosen pembimbing II yang selalu memberikan masukan, membantu dan mendorong penulis menyelesaikan skripsi ini dari awal hingga akhir bimbingan dengan ketelitiannya.


(14)

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

PERSEMBAHAN... iv

HALAMAN MOTTO... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vii

ABSTRAK... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI...xii

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR... xvii

DAFTAR LAMPIRAN... xviii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan Masalah... 8

C. Perumusan Masalah... 8

D. Tujuan Penelitian... 9

E. Manfaat Penelitian... 9

F. Definisi Operasional... 11

BAB II LANDASAN TEORI... 12

A. Kajian Pustaka... 12

B. Penelitian yang Relevan... 40

C. Kerangka Berpikir... 44

D. Hipotesis Tindakan... 47


(16)

BAB III METODE PENELITIAN... 48

A. Jenis Penelitian... 48

B. Setting Penelitian... 51

C. Persiapan... 51

D. Rencana Setiap Siklus... 52

E. Teknik Pengumpulan Data... 62

F. Instrumen penelitian... 65

G. Teknik Pengujian Instrumen... 74

H. Teknik Analisis Data... 79

I. Indikator Keberhasilan... 87

J. Jadwal Penelitian... 90

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 91

A. Hasil Penelitian... 91

B. Pembahasan... 145

BAB V PENUTUP... 153

A. Kesimpulan... 153

B. Keterbatasan Penelitian... 154

C. Saran... 155

DAFTAR REFERENSI... 156

LAMPIRAN... 159


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Keterampilan Berpikir Kritis... 21

Tabel 2.2 Persamaan Indikator dari Tiga Ahli... 22

Tabel 3.1 Pedoman Wawancara Mengenai Proses Pembelajaran... 65

Tabel 3.2 Pedoman Wawancara Mengenai Kemampuan Berpikir Kritis... 67

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Kuesioner Kemampuan Berpikir Kritis... 69

Tabel 3.4 Lembar Observasi Kemampuan Berpikir Kritis Siswa... 70

Tabel 3.5 Kisi-Kisi Soal Evaluasi... 72

Tabel 3.6 Kriteria Validasi Instrumen... 75

Tabel 3.7 Hasil Validasi Soal Evaluasi... 76

Tabel 3.8 Hasil Validasi Silabus... 77

Tabel 3.9 Hasil Validasi RPP... 77

Tabel 3.10 Hasil Validasi LKS... 77

Tabel 3.11 Hasil Validasi Lembar Kuesioner Kemampuan Berpikir Kritis...78

Tabel 3.12 PAP Tipe I... 81

Tabel 3.13 Kriteria Indikator 1... 83

Tabel 3.14 Kriteria Indikator 2... 83

Tabel 3.15 Kriteria Indikator 3... 84

Tabel 3.16 Kriteria Indikator 4... 84

Tabel 3.17 Kriteria Indikator 5... 85

Tabel 3.18 Kriteria Indikator 6... 85

Tabel 3.19 Kriteria Keseluruhan Indikator... 85

Tabel 3.20 Kriteria Rata-Rata Observasi Seluruh Siswa... 86

Tabel 3.21 Indikator Keberhasilan Hasil Belajar... 88

Tabel 3.22 Indikator Keberhasilan Kemampuan Berpikir Kritis... 89


(18)

Tabel 3.23 Jadwal Pelaksanaan Penelitian...90

Tabel 4.1 Nilai KPK dan FPB Siswa Kelas VA Tahun 2013/2014... 92

Tabel 4.2 Nilai KPK dan FPB Siswa Kelas VA Tahun 2014/2015... 93

Tabel 4.3 Nilai Kemampuan Berpikir Kritis Kondisi Awal... 95

Tabel 4.4 Skor Indikator 1 Kemampuan Berpikir Kritis Kondisi Awal... 96

Tabel 4.5 Skor Indikator 2 Kemampuan Berpikir Kritis Kondisi Awal... 97

Tabel 4.6 Skor Indikator 3 Kemampuan Berpikir Kritis Kondisi Awal... 98

Tabel 4.7 Skor Indikator 4 Kemampuan Berpikir Kritis Kondisi Awal... 100

Tabel 4.8 Skor Indikator 5 Kemampuan Berpikir Kritis Kondisi Awal... 101

Tabel 4.9 Skor Indikator 6 Kemampuan Berpikir Kritis Kondisi Awal... 102

Tabel 4.10 Skor Keseluruhan Indikator Kondisi Awal ... 103

Tabel 4.11 Hasil Nilai Evaluasi Siklus I... 115

Tabel 4.12 Hasil Pengamatan Kemampuan Berpikir Kritis Secara Keseluruhan Siklus I... 116

Tabel 4.13 Hasil Nilai Evaluasi Siklus II... 127

Tabel 4.14 Hasil Nilai Evaluasi Akhir... 128

Tabel 4.15 Hasil Pengamatan Kemampuan Berpikir Kritis Secara Keseluruhan Siklus II... 128

Tabel 4.16 Nilai Kemampuan Berpikir Kritis Kondisi Akhir... 129

Tabel 4.17 Skor Indikator 1 Kemampuan Berpkir Kritis Kondisi Akhir... 130

Tabel 4.18 Skor Indikator 2 Kemampuan Berpkir Kritis Kondisi Akhir... 132

Tabel 4.19 Skor Indikator 3 Kemampuan Berpkir Kritis Kondisi Akhir... 133

Tabel 4.20 Skor Indikator 4 Kemampuan Berpkir Kritis Kondisi Akhir... 134

Tabel 4.21 Skor Indikator 5 Kemampuan Berpkir Kritis Kondisi Akhir... 136

Tabel 4.22 Skor Indikator 6 Kemampuan Berpkir Kritis Kondisi Akhir... 137

Tabel 4.23 Skor Keseluruhan Indikator Kondisi Akhir... 138

Tabel 4.24 Perbandingan Target dan Pencapaian Hasil Belajar... 147


(19)

Tabel 4.25 Perbandingan Nilai Kuesioner Berpikir Kritis... 149 Tabel 4.26 Perbandingan Presentase Berikir Kritis... 150 Tabel 4.27 Peningkatan Berpikir Kritis dari Hasil Pengamatan... 151


(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Skema Hasil Penelitian yang Relevan... 43

Gambar 3.1 Siklus Model PTK... 50

Gambar 4.1 Rata-Rata Hasil Belajar... 141

Gambar 4.2 Persentase Ketuntasan Hasil Belajar... 142

Gambar 4.3 Nilai Kuesioner Kemampuan Berpikir Kritis Setiap Indikator... 143

Gambar 4.4 Persentase Jumlah Siswa yang Kritis... 144


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat Penelitian... 159

Lampiran 2 Surat Telah Melakukan Penelitian... 160

Lampiran 3 Silabus... 161

Lampiran 4 RPP... 184

Lampiran 5 Soal Evaluasi... 253

Lampiran 6 Hasil Pekerjaan Siswa ... 271

Lampiran 7 Nilai Evaluasi 1... 283

Lampiran 8 Nilai Evaluasi 2... 284

Lampiran 9 Nilai Evaluasi 3... 285

Lampiran 10 Data Kondisi Awal... 286

Lampiran 11 Validasi Perangkat Pembelajaran... 288

Lampiran 12 Validasi Evaluasi... 306

Lampiran 13 Kisi-Kisi Kuesioner... 318

Lampiran 14 Kuesioner... 320

Lampiran 15 Validasi Kuesioner... 323

Lampiran 16 Kondisi Awal Kemampuan Berpikir Kritis... 333

Lampiran 17 Kondisi Akhir Kemampuan Berpikir Kritis... 335

Lampiran 18 Pedoman Observasi... 337

Lampiran 19 Hasil Observasi... 338

Lampiran 20 Pedoman Wawancara Proses Pembelajaran... 339

Lampiran 21 Pedoman Wawancara Kemampuan Berpikir Kritis... 340

Lampiran 22 Foto Kegiatan... 341

Lampiran 23 Daftar Riwayat Hidup... 343


(22)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini, peneliti akan membahas latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat, dan batasan pengertian yang akan dilakukan.

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di semua jenjang pendidikan dan mempunyai peran yang penting. Matematika dikatakan penting karena sebagai bekal untuk dapat berpikir kritis, keatif dan sistematis yang berguna bagi dirinya ketika hidup di masyarakat. Mengingat peranannya yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, maka pendidikan matematika khususnya di sekolah dasar memerlukan perhatian yang serius. Permendiknas (2006) mengungkapkan bahwa tujuan matematika yaitu (1) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, dan (2) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Matematika berdasarkan pendapat Susanto (2013:185) adalah salah satu disiplin ilmu pasti yang mengungkapkan ide-ide abstrak yang berisi bilangan- bilangan serta simbol-simbol operasi hitung yang terdapat aktivitas berhitung


(23)

dan mampu meningkatkan kemampuan berpikir dan berpendapat dalam memecahkan masalah dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Tujuan utama pembelajaran matematika yang diajarkan kepada siswa adalah memahami sebuah konsep. Konsep yang telah tertanam pada diri siswa akan membantunya untuk mengenali dan memecahkan masalah matematis. Oleh karena itu pembelajaran matematika digunakan untuk membekali siswa agar dapat menerapkan apa yang telah mereka pelajari dalam kehidupan sehari- hari. Agar tujuan tersebut dapat tercapai maka pembelajaran di sekolah dasar sebaiknya dapat mengajak siswa untuk berproses. Siswa usia sekolah dasar berada pada tahap operasional kongkrit, sedangkan matematika merupakan ilmu yang abstrak. Sehingga pembelajaran matematika sebaiknya menggunakan media dan mengaitkan materi dengan kehidupan siswa. Siswa akan mudah menangkap materi apabila materi yang mereka pelajari dibangun melalui pengalaman yang sudah ada atau nyata.

Banyaknya peran penting matematika bagi kehidupan tersebut justru banyak siswa yang beranggapan bahwa matematika adalah mata pelajaran yang ditakuti dari beberapa mata pelajaran lainnya. Syaifudin (2009: 1) menyebutkan bahwa matematika menjadi mata pelajaran yang memiliki hasil belajar rendah diantara bidang studi lainnya. Hal tersebut diperkuat dengan adanya “Third Mathematics and Science Study (TIMSS) yang diselenggarakan oleh International Association for Evolution of Educational Achievement (IEA) tahun 2003 bahwa di Indonesia kemampuan matematika menduduki peringkat ke 35 dari 45 negara. Peneliti melakukan wawancara


(24)

singkat pada tanggal 28 Juli 2015 kepada siswa kelas 5A SD Negeri Perumnas Condongcatur bahwa sebagian besar dari mereka juga menganggap matematika itu adalah mata pelajaran yang sulit. Mereka menganggap banyaknya rumus dan angka yang harus diolah sedemikian rupa serta membutuhkan ketelitian. Tanggapan-tanggapan para peserta didik mengenai sulitnya matematika tersebut dapat dilihat melalui rendahnya hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas VA SDN Perumnas Condongcatur pada tanggal 28 Juli 2015 didapat informasi bahwa hasil belajar siswa yang paling rendah ada pada materi Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) dan Faktor Persekutuan Terbesar (FPB). Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang dicapai adalah 65 dari skala 100. Kriteria Ketuntasan Minimal diperoleh dari kompleksitas (kesulitan dan kerumitan), daya dukung, dan intake siswa (tingkat kemampuan rata-rata). Kenyataannya rata-rata nilai ulangan pada materi KPK dan FPB dua tahun terakhir masih dibawah KKM. Tahun pelajaran 2013/2014 menunjukkan bahwa dari 26 siswa hanya terdapat 13 siswa (50%) yang mencapai KKM. Rata-rata nilai kelas masih dibawah KKM yaitu 62,93. Peneliti juga meminta data hasil ulangan KPK dan FPB pada tahun ajaran 2014/2015, bahwa hanya terdapat 11 siswa (52,38%) dari 21 siswa yang tuntas. Rata-rata nilai ulangan tahun ajaran 2014/2015 juga masih jauh di bawah KKM yaitu 52,38. Berdasarkan hasil ulangan dua tahun terakhir tersebut, didapatkan rata-rata yaitu 57,66 dengan persentase ketuntasan 51,19% yang tergolong masih rendah.


(25)

Salah satu tujuan matematika adalah agar siswa memiliki kemampuan berpikir kritis. Menurut Kuswana (2011: 19) berpikir kritis berdasarkan perspektif deskriptif, adalah analisis suatu masalah melalui evaluasi potensi, pemecahan masalah, dan sintesis informasi untuk menentukan keputusan. Sutarmo (2012: 94) mengemukakan bahwa berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah.

Pentingnya berpikir kritis juga diungkapkan oleh Peter (2012: 39) untuk dapat bersaing dalam kehidupan sehari-hari dan kehidupan pribadi, siswa harus memiliki kemampuan pemecahan masalah dan harus bisa berpikir dengan kritis. Seperti yang disebutkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006), tujuan pembelajaran matematika adalah untuk mencapai kompetensi matematika, diantaranya kemampuan berpikir kritis. Sekolah menjadi sarana yang sangat berperan penting dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis penting dikembangkan dalam setiap kegiatan pembelajaran di sekolah. Namun dalam kenyataannya, ketika peneliti melakukan wawancara dan 3 kali observasi pembelajaran guru kelas VA SDN Perumnas Condongcatur dengan menggunakan indikator berpikir kritis siswa masih rendah. Keenam indikator yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah menganalisis argumen, mampu bertanya, menjawab pertanyaan, memecahkan masalah, membuat kesimpulan, keterampilan mengevaluasi dan menilai hasil dari pengamatan.


(26)

Berdasarkan hasil wawancara pada indikator menganalisis argumen terdapat 45% siswa yang dikatakan kritis. Indikator mampu bertanya terdapat 50% siswa yang dikatakan kritis. Indikator menjawab pertanyaan terdapat 35% siswa yang dikatakan kritis. Indikator memecahkan masalah terdapat 37,5% siswa yang dikatakan kritis. Sedangkan indikator membuat kesimpulan terdapat 43,33% siswa yang dikatakan kritis dan indikator keterampilan mengevaluasi dan menilai hasil dari pengamatan terdapat 46,67% siswa yang dikatakan kritis. Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa kelas VA masih rendah.

Hasil observasi peneliti menunjukkan bahwa indikator pertama yaitu menganalisis argumen ketika pembelajaran tidak terlihat karena guru yang menjadi sumber pengetahuan bagi siswa. Indikator kedua dan ketiga yaitu mampu bertanya dan menjawab pertanyaan hanya terdapat 30% siswa dari 24. Indikator keempat yaitu memecahkan masalah juga tidak begitu terlihat karena guru hanya menjelaskan dan siswa langsung mengerjakan sebuah lembar kerja. Indikator kelima yaitu membuat kesimpulan memang sudah terlihat ketika guru bertanya pada akhir pembelajaran, namun hanya beberapa siswa saja yang kembali mendominasi. Indikator terakhir, yaitu keterampilan mengevaluasi dan menilai hasil pengamatan siswa terlihat tidak mengevaluasi dan menilai kembali hasil pekerjannya.

Herman (2006) mengemukakan bahwa salah satu penyebab rendahnya kualitas pemahaman matematika siswa di SD dan SMP menurut hasil survey IMSTEP-JICA di kota Bandung adalah karena dalam proses pembelajaran


(27)

matematika guru umumnya terlalu berkonsentrasi pada latihan menyelesaikan soal yang lebih bersifat prosedural dan mekanistis daripada menanamkan pemahaman. Rendahnya hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa tersebut juga dipengaruhi oleh pembelajaran guru di kelas yang didominasi dengan pembelajaran yang konvensional. Hal tersebut terlihat ketika peneliti melakukan pengamatan pembelajaran di kelas VA. Kegiatan pembelajaran guru hanya menjelaskan konsep secara singkat tanpa memberikan kesempatan siswa untuk berproses, namun hanya memberikan contoh soal, dan memberikan soal-soal latihan. Siswa tidak dibimbing untuk menghadapi realitas serta menemukan masalah matematis terkait materi yang dipelajari untuk dipecahkan. Guru kelas VA juga tidak menggunakan pembelajaran inovatif dan media pembelajaran.

Pembelajaran inovatif dan media pembelajaran sangat penting digunakan karena matematika mempunyai objek kajian yang dianggap abstrak sedangkan siswa usia SD menurut Piaget berada pada tahap operasi konkrit. Proses pembelajaran di kelas hendaknya melibatkan siswa untuk berproses sehingga mereka akan lebih memahami konsep. Mulyono (2003:13) berpendapat bahwa proses belajar matematika yang baik adalah guru harus mampu menerapkan suasana yang dapat membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mampu memecahkan persoalannya. Siswa sebaiknya dihadapkan pada realitas atau pengalaman yang ada pada dirinya. Permasalahan mengenai matematika pada kehidupan


(28)

sehari-hari juga dapat dihadirkan sehingga nantinya siswa dapat menerapkan pemecahannya tersebut.

Pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar dan berpikir kritis matematika salah satunya adalah pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching Learning (CTL). Taniredja dan Faridli (2014: 49) berpendapat bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Johnson dan Alwasilah (2007: 14) mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap maksud dalam materi akademis yang mereka terima dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa masih rendahnya hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VA SDN Perumnas Condongcatur. Agar siswa dapat mendapatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis yang diharapkan, maka melalui judul “Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Kelas VA Pada Materi KPK dan FPB Melalui Pembelajaran Kontekstual SDN Perumnas Condongcatur” peneliti ingin mengetahui apakah penggunaan CTL dapat meningkatkan hasil belajar dan berpikir kritis.


(29)

B. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan pada murid kelas VA SD Negeri Perumnas Condongcatur tahun ajaran 2015/2016.

2. Penelitian ini dibatasi pada mata pelajaran matematika KD 1.2 dan 1.5 KPK dan FPB.

3. Model yang digunakan dalam pembelajaran adalah Cooperative Teaching and Learning atau pembelajaran kontekstual.

4. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengenai hasil belajar dan berpikir kritis siswa.

C. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis matematika siswa kelas VA SD Negeri Perumnas Condong Catur?

2. Apakah pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VA SD Negeri Perumnas Condong Catur?

3. Apakah pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika pada kelas VA SD Negeri Perumnas Condong Catur?


(30)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitian ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui penerapan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis matematika siswa kelas VA SD Negeri Perumnas Condongcatur.

2. Meningkatkan dan mengetahui peningkatan hasil belajar matematika pada materi KPK dan FPB siswa kelas VA SD Negeri Perumnas Condongcatur melalui pembelajaran kontekstual.

3. Meningkatkan dan mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis matematika pada materi KPK dan FPB siswa kelas VA SD Negeri Perumnas Condongcatur melalui pembelajaran kontekstual.

E. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pada dunia pendidikan. Manfaat penelitian ini ada 2 yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini merupakan cara untuk mengembangkan pembelajaran kontekstual dengan komponen dan media yang mendukung proses pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis yang rendah.


(31)

2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti:

1. Memberikan wawasan mengenai inovatif pembelajaran yaitu salah satunya dengan menggunakan pembelajaran kontekstual yang nantinya dapat diterapkan ketika mengajar.

2. Memberikan pengetahuan mengenai cara meingkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa.

3. Penelitian ini merupakan cara peneliti untuk belajar, berlatih, dan mengembangkan pembelajaran kontekstual dengan menerapkan pengetahuan peneliti selama melakukan penelitian.

b. Bagi siswa:

1. Memberikan suasana yang menyenangkan ketika pembelajaran. 2. Meningkatkan hasil belajar dan berpikir kritis siswa.

c. Bagi Guru:

Penelitian dengan menggunakan pembelajaran kontekstual ini diharapkan mampu menjadi inspirasi bagi guru untuk menaikkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis matematika.


(32)

F. Definisi Operasional

1. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang setelah melakukan serangkaian proses belajar yang berupa 3 aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Penelitian ini hanya mengukur dari aspek kognitif atau pengetahuan saja.

2. Berpikir kritis adalah sebuah usaha untuk dapat memecahkan masalah dan membuat sebuah keputusan sehingga dapat mendapatkan hasil yang lebih akurat melalui sebuah proses yang sistematis.

3. Matematika adalah ilmu yang mempelajari mengenai simbol-simbol, pengukuran dan bilangan yang diolah menggunakan rumus tertentu.

4. Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) adalah kumpulan bilangan yang sama dan terkecil yang merupakan kelipatan dari dua buah bilangan atau lebih.

5. Faktor Persektuan Terbesar (FPB) adalah faktor-faktor atau angka pembagi yang paling besar dari beberapa bilangan.

6. Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang mengaitkan materi dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dalam penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.


(33)

BAB II LANDASAN TEORI

Landasan teori dalam BAB II ini berisikan mengenai kajian pustaka yang memuat teori yang mendukung dan hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir serta hipotesis tindakan. Keempat hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

A. Kajian Pustaka

Peneliti akan membahas mengenai teori belajar, hasil belajar, berpikir kritis, matematika, KPK dan FPB, serta pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning.

1. Hasil Belajar

Dalam sub bab hasil belajar akan dijelaskan mengenai hakikat belajar dan hakikat hasil belajar.

a. Hakikat Belajar

Robbins (dalam Trianto, 2009: 15) mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru. Brunner (dalam Trianto, 2009: 15) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses aktif di mana siswa membangun pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman/ pengetahuan yang sudah dimilikinya. Mahon (dalam Trianto, 2009: 16) mengemukakan bahwa pandangan konstruktivisme „belajar‟ bukanlah hanya menstransfer pengetahuan yang ada di luar


(34)

dirinya, tetapi belajar lebih pada bagaimana proses dan menginterpretasikan pengalaman yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dalam format yang baru.

Proses belajar akan menghasilkan suatu perubahan pada diri seseorang, seperti halnya yang diungkapkan oleh Gagne (dalam Thobroni, 2015: 18) bahwa belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus dapat mempengaruhi siswa sehingga perbuatannya berubah dari kondisi sebelum ia menerima stimulus. Perubahan yang terjadi tersebut diantaranya adalah perubahan pada tiga ranah yaitu kogntif, afektif, dan psikomotorik.

Abdillah (dalam Aunurrahman, 2011: 35) belajar adalah suatu usaha yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui pelatihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu. Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli tersebut, peneliti mengambil kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses dimana seseorang memadukan pengalaman dan pengetahuan yang sudah ada pada dirinya dengan pengetahuan baru untuk menghasilkan suatu perubahan.

b. Hakikat Hasil Belajar

Suprijono (dalam Thobroni, 2015: 20), mengemukakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian- pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Widoyoko (2009: 1), berpendapat bahwa hasil belajar terkait dengan pengukuran,


(35)

kemudian dilanjutkan dengan penilaian dan evaluasi baik menggunakan tes maupun non-tes. Menurut Sudjana (2005: 5) bahwa hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku dan umpan balik dalam upaya memperbaiki proses belajar mengajar. Persamaan pengertian tersebut terletak pada penilaian sebagai hasil dari proses belajar yang juga ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku pada diri siswa.

Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Gagne (dalam Dimyati, 2006: 11) berpendapat bahwa hasil belajar merupakan kapasitas siswa yang terdiri dari:

1) Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.

2) Keterampilan intelek adalah kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep dan lambang.

3) Strategi kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahkan aktifitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

4) Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.


(36)

5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek tertentu.

Menurut Bloom (dalam Mustaqim, 2008: 36) mengemukakan bahwa hasil belajar dibedakan menjadi tiga ranah (domain) atau daerah sasaran pendidikan, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Klasifikasi hasil belajar tersebut dijelaskan oleh Bloom (dalam Sudjana, 2005: 22) sebagai berikut:

1) Ranah Kognitif

Evaluasi aspek kognitif, mengukur pemahaman konsep yang terkait dengan percobaan yang dilakukan untuk aspek pengetahuan evaluasi dapat dilakukan melalui tes tertulis yang relevan dengan materi pokok tersebut. Aspek kognitif dapat berupa pengetahuan dan keterampilan intelektual yang meliputi: pengamatan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan evaluasi.

2) Ranah Afektif

Evaluasi aspek afektif berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat penerimaan atau penolakan terhadap suatu objek. Evaluasi aspek afektif dalam hal ini digunakan untuk penilaian kecakapan hidup meliputi kesadaran diri, kecakapan berpikir rasional, kecakapan sosial, dan kecakapan akademis. Aspek ini belum ada patokan yang pasti dalam penilaiannya.


(37)

3) Ranah Psikomotorik

Pengukuran keberhasilan pada aspek psikomotor ditunjukkan pada keterampilan dalam merangkai alat keterampilan kerja dan ketelitian dalam mendapatkan hasil. Evaluasi dari aspek keterampilan yang dimiliki oleh siswa bertujuan untuk mengukur sejauh mana siswa menguasai teknik praktikum. Aspek ini menitik beratkan pada unjuk kerja siswa.

Berdasarkan beberapa pengertian dari para ahli tersebut, peneliti menarik kesimpulan bahwa hasil belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang setelah melakukan serangkaian proses belajar. Hasil belajar tersebut berupa 3 ranah yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga aspek tersebut akan saling berkaitan dan berhubungan sehingga dapat diketahui hasil belajar dari seorang siswa. Namun dalam penelitian ini hanya berfokus pada ranah kognitif atau pengetahuan saja.

2. Berpikir Kritis

Paul (Kasdin dan Febiana, 2012: 5) menjelaskan bahwa berpikir kritis adalah proses disiplin secara intelektual dimana seseorang secara aktif dan terampil memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesakan dan mengevaluasi berbagai informasi yang dia kumpulkan atau yang dia ambil dari pengalaman, pengamatan, refleksi yang dilakukannya, penalaran atau komunikasi yang dilakukannya. Selanjutnya Anggelo (dalam Achmad, 2007) juga menjelaskan bahwa berpikir kritis


(38)

adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi. Kedua pendapat tersebut terdapat kesamaan yang menekankan pada penyelesaian masalah dengan proses yang sistematis seperti menganalisis, mensintesis, dan menganalisis sebuah masalah

Menurut Johnson (2002: 183) berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Tujuan berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Sedangkan menurut Ennis (dalam Sunaryo, 2011: 19) berpikir kritis merupakan berpikir wajar dan reflektif serta fokus dalam menentukan apa yang harus dipercaya atau dilakukan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah kegiatan tingkat tinggi dengan mengenal dan memecahkan masalah yang kemudian dapat mengambil suatu keputusan, menganalisis informasi yang didapatkan, dan dapat membuat suatu kesimpulan dari penelitiannya. Indikator keterampilan berpikir kritis dapat diungkapkan melalui aspek-aspek perilaku yang diungkapkan dalam definisi berpikir kritis. Angelo (dalam Achmad, 2007: 138) mengidentifikasi lima indikator yang sistematis dalam berpikir kritis, yaitu sebagai berikut:


(39)

a. Keterampilan Menganalisis

Keterampilan menganalisis merupakan keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir kritis, diantaranya: memerinci, menyusun diagram, membedakan, mengidentifikasi, mengilustrasikan, menyimpulkan, menunjukkan, menghubungkan, memilih, memisahkan, dan membagi (Arikunto, 2010: 138).

b. Keterampilan Mensintesis

Keterampilan mensintesis adalah keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru. Pertanyaan sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadankan semua informasi yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit didalam bacaannya. Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir sintesis, diantaranya: mengategorikan, mengombinasikan, mengarang, menciptakan, menjelaskan, mengorganisasikan, menyusun, menghubungkan, merevisi, menuliskan kembali dan menceritakan (Arikunto, 2010:138).

c. Keterampilan mengenal dan memecahkan masalah

Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan dengan kritis sehingga setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola


(40)

sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini adalah agar pembaca mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan. Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan mengenal dan memecahkan masalah diantaranya: mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, mengoperasikan, meramalkan, menyiapkan, menghasilkan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan dan menggunakan.

d. Keterampilan Menyimpulkan

Keterampilan menyimpulkan menuntut pembaca untuk mampu menguraikan dan memahami berbagai informasi secara keseluruhan. Jadi kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan yang baru. Kata-kata operasional yang mengindikasikan kemampuan menyimpulkan adalah: menjelaskan, memerinci, menghubungkan, mengategorikan, memisah dan menceritakan.

e. Keterampilan mengevaluasi atau menilai

Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu. Dalam taksonomi Bloom, keterampilan mengevaluasi merupakan tahap berpikir kognitif yang paling tinggi. Pada tahap ini siswa dituntut agar ia mampu menilai sebuah fakta atau konsep dengan


(41)

asperk kognitifnya. Kata-kata operasional yang mengindikasikan kemampuan mengevaluasi atau menilai adalah: menilai, membandingkan, menyimpulkan, mengkritik, mendiskrisikan, menafsirkan, menerangkan, memutuskan (Arikunto, 2010:138).

Sunaryo (2012: 198) menjelaskan berpikir kritis menjadi beberapa indikator sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi fokus masalah, pertanyaan, dan kesimpulan. 2. Menganalisis argumen

3. Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi atau tantangan. 4. Mengidentifikasi istilah keputusan dan menangani sesuai alasan. 5. Mengamati dan menilai laporan observasi.

6. Menyimpulkan dan menilai keputusan.

7. Mempertimbangkan alasan tanpa membiarkan ketidaksepakatan atau keraguan yang mengganggu pemikiran (berpikir yang disangka benar).

8. Mengintegrasikan kemampuan lain dan disposisi dalam membuat dan mempertahankan keputusan.

Menurut Ennis (dalam Riyadi, 2008: 21) terdapat 12 indikator berpikir kritis yang terangkum dalam 5 kelompok keterampilan berpikir, yaitu memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification), membangun keterampilan dasar (basic support), menyimpulkan (interfence), membuat penjelasan lebih lanjut (advance clarification), serta strategi dan taktik (strategy and tactics). Kemudian


(42)

12 indikator tersebut dijabarkan dalam beberapa sub indikator seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1 Keterampilan Berpikir Kritis

Keterampilan berpikir

kritis Sub Keterampilan berpikir kritis

Memberikan

penjelasan sederhana

(elementary

clarification)

1. Memfokuskan pertanyaan. 2. Menganalisis argumen

3. Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang

Membangun Keterampilan dasar

(basic support).

4. Mempertimbangkan kredibilitas (kriteria) suatu sumber.

5. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi.

Menyimpulkan

(inference)

6. Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi

7. Membuat induksi dan mempertimbangkan induksi.

8. Membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan.

Membuat penjelasan lebih lanjut

(advanced

clarification)

9. Mendefinisikan istilah, mempertimbang kan definisi

10. Mengidentifikasi asumsi.

Strategi dan taktik

(strategies and

tactics).

11. Memutuskan suatu tindakan. 12. Berinteraksi dengan orang lain

Berdasarkan indikator dari tiga ahli tersebut, peneliti menuliskannya ke dalam tabel untuk melihat kesamaan yang nantinya akan diambil sebagai indikator dalam penelitian.


(43)

Tabel 2.2 Persamaan Indikator dari Tiga Ahli Angelo (dalam

Achmad, 2007 : 138)

Sunaryo (2012:198) Ennis (dalam Riyadi, 21: 2008)

Keterampilan menganalisis

Mengidentifikasi fokus masalah, pertanyaan, dan kesimpulan.

Memfokuskan pertanyaan.

Keterampilan mensintesis

Menganalisis argumen Menganalisis argumen Keterampilan

mengenal dan

memecahkan masalah

Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi atau tantangan.

Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang

menantang Keterampilan

menyimpulkan

Mengidentifikasi istilah keputusan dan menangani sesuai alasan.

Mempertimbangkan kredibilitas (kriteria) suatu sumber.

Keterampilan mengevaluasi dan menilai

Mengamati dan menilai laporan observasi.

Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi (ikut terlibat dalam menyimpulkan) Menyimpulkan dan

menilai keputusan.

Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi

Mempertimbangkan alasan tanpa membiarkan ketidaksepakatan atau keraguan yang mengganggu pemikiran (berpikir yang disangka benar).

Membuat induksi dan mempertimbangkan induksi.

Mengintegrasikan

kemampuan lain dan disposisi dalam membuat dan mempertahankan keputusan. Membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan. Mendefinisikan istilah,mempertimbangkan definisi Mengidentifikasi asumsi. Memutuskan suatu


(44)

tindakan (mendefinisikan masalah)

Berinteraksi dengan orang lain

Berdasarkan tiga indikator tersebut, peneliti menggunakan 6 indikator sebagai fokus penelitian, yaitu:

1. Menganalisis argumen, sumber: Angelo (dalam Achmad. 2007: 138), Sunaryo (2012:198), Ennis (dalam Riyadi, 2008: 21).

2. Mampu bertanya, sumber: Angelo (dalam Achmad. 2007: 138), Sunaryo (2012:198), Ennis (dalam Riyadi, 2008: 21).

3. Mampu menjawab pertanyaan, sumber: Angelo (dalam Achmad. 2007: 138), Sunaryo (2012:198), Ennis (dalam Riyadi, 2008: 21). 4. Memecahkan masalah, sumber: Angelo (dalam Achmad. 2007: 138),

Sunaryo (2012:198), Ennis (dalam Riyadi, 2008: 21).

5. Membuat kesimpulan, sumber: Angelo (dalam Achmad. 2007: 138), Sunaryo (2012:198), Ennis (dalam Riyadi, 2008: 21).

6. Keterampilan mengevaluasi dan menilai hasil dari pengamatan, sumber: Angelo (dalam Achmad. 2007: 138), Sunaryo (2012:198), Ennis (dalam Riyadi, 2008: 21).


(45)

3. Matematika

Peneliti akan menjabarkan definisi matematika, ciri matematika, dan tujuan matematika dalam subbab ini.

a. Definisi Matematika

Johnson dan MyKlebust (Rostina Sundayana, 2015: 2) mengemukakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis yang mempunyai fungsi praktis untuk mengekspresikan hubungan-hungan kuantitatif dan keruangan. Fowler (dalam Rostina Sundayana, 2005: 3) berpendapat bahwa matematika adalah ilmu abstrak mengenai ruang dan bilangan. Menurut Sudojo (2001: 45) matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir.

Menurut James (dalam Suwangsih dan Tiurlina, 2006: 4), matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya. Matematika terbagi dalam tiga bagian besar yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Selanjutnya Schoenfeld (dalam Heris Hendriana, 2004: 5) mengemukakan bahwa berpikir matematis berarti: a) mengembangkan pandangan terhadap matematika: menilai proses matematisasi dan abstraksi dan memiliki kecenderungan menerapkannya, dan b) mengembangkan kompetensi berkenaan dengan alat matematika, menggunakannya untuk mencapai tujuan memahami struktur matematika, dan menyajikan sesuatu yang masuk akal. Berdasarkan pengertian matematika dari beberapa ahli tersebut, maka


(46)

dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu yang mempelajari ruang, bilangan, bentuk, dan susunan besaran, sebagai alat untuk mengembangkat cara berpikir.

b. Ciri-ciri Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Pembelajaran matematika di SD selalu berbeda-beda, namun memiliki ciri-ciri secara umum dalam pembelajarannya. Menurut Suwangsih (2006: 25) ciri-ciri pembelajaran matematika di SD yaitu: 1) Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral

Pendekatan spiral merupakan pendekatan pembelajaran konsep atau suatu topik matematika selalu dikaitkan dengan topik sebelumnya. Topik sebelumnya dapat digunakan untuk memahami topik baru dalam matematika, sedangkan topik baru merupakan pendalaman dan perluasan dari topik sebelumnya.

2) Pembelajaran matematika bertahap

Materi pelajaran matematika diajarkan secara bertahap yaitu mulai dari konsep yang sederhana menuju konsep yang lebih sulit.

3) Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif

Materi yang dipelajari dalam metematika dimulai dengan mengenalkan contoh-contoh yang konkret sehingga siswa dapat memahami konsep yang ada dalam materi tersebut.

4) Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi

Kebenaran dalam matematika merupakan kebenaran yang konsisten artinya tidak ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lainnya.


(47)

5) Pembelajaran matematika hendaknya bermakna

Pembelajaran matematika secara bermakna merupakan cara mengajarkan materi yang mengutamakan pengertian dari pada hafalan. Dalam pembelajaran bermakna siswa harus mempelajari matematika mulai dari proses terbentuknya suatu konsep kemudian berlatih menerapkan dan memanipulasi konsep pada situasi baru. c. Tujuan Matematika

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 20 tahun 2006 tentang Standar Isi, disebutkan bahwa pembelajaran matematika bertujuan supaya siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.


(48)

5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (BNSP: 2006) tujuan matematika adalah untuk mencapai kompetensi matematika, salah satunya yaitu berpikir kritis. Suherman (dalam Pertiwi, 2011: 2) menyebutkan bahwa tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi dua hal, yaitu:

a. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif, dan efisien.

b. Mempersiapkan siswa agar dapat mempersiapkan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari ilmu pengetahuan.

4. KPK dan FPB

1. Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK)

Ditinjau dari namanya, istilah kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dalam operasi hitung matematika merupakan persekutuan (kumpulan) bilangan yang sama dan terkecil yang merupakan kelipatan dari dua buah bilangan atau lebih. Jauntar (2003:7) mengemukakan bahwa kelipatan persekutuan terkecil (KPK) adalah perkalian faktor-


(49)

faktor prima yang bilangan pokoknya berbeda dan mempunyai pangkat terbesar. Kelipatan adalah hasil jumlah dari bilangan yang sama. Kelipatan persekutuan terkecil dapat dicari dengan cara mengalikan faktor-faktor yang berbeda. Jika ada fakor yang sama diambil yang berpangkat terbesar.

Penentuan KPK dari bilangan tertentu dapat dilakukan dengan berbagai cara di antaranya adalah di bawah ini:

a) Menuliskan kelipatan dari setiap bilangan dan menentukan persekutuannya

Contoh:

Berapakah KPK dari bilangan 5 dan 7? Jawab:

Kelipatan dari 5= 10, 15, 20, 25, 30, 35 , 40 , 45, 50, 55, 60, 65, 70,.. Kelipatan dari 7 = 14, 28, 35 , 42 , 49, 56, 63, 70 , …

Bilangan yang bersekutu atau saling bertemu adalah 35 dan 70. Bilangan terkecil dari bilangan yang bersekutu adalah 35. Dengan demikian, jelas nampak bahwa KPK dari bilangan 5 dan 7 adalah 35. b) Menentukan KPK dengan menggunakan faktorisasi prima

Cara ini merupakan cara penentuan KPK yang lebih praktis, namun memerlukan ketelitian. Hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah ketika melakukan perkalian angka dan pangkatnya dari hasil faktorisasi prima.


(50)

Caranya:

Faktorisasi 12 = 2 x 2 x 3 = 22 x 3 Faktorisasi 30 = 2 x 3 x 5

Kalikan semua bilangan yang ada (2, 3, 5) jika ada yang sama (22 dan 2) maka ambil pangkat yang paling besar yaitu 22, sehingga diperoleh: 22 x 3 x 5 = 60. Jadi KPK dari 12 dan 30 adalah 60.

2. Faktor Persekutuan Terbesar (FPB)

Supardja (2004:10) menyatakan bahwa faktor persekutuan terbesar adalah bilangan terbesar yang habis membagi dua bilangan atau lebih. Utomo dan Arijanny (2009: 33) juga menyebutkan bahwa Faktor Persekutuan Terbesar (FPB) dari dua bilangan adalah bilangan terbesar yang habis membagi kedua bilangan tersebut. Kata persekutuan mempunyai arti bilangan yang saling bertemu. Cara untuk menentukan FPB adalah sebagai berikut:

1. Menentukan atau mencari semua faktor perkalian dari bilangan- bilangan tersebut kemudian menentukan faktor terbesar yang bersekutu dari bilangan itu:


(51)

2. Menentukan atau mencari faktorisasi prima dari bilangan-bilangan tersebut kemudian menentukan FPB nya.

Faktor persekutuan terbesar (FPB) juga dapat dicari dengan menggunakan pohon faktor sebagai berikut:


(52)

5. Pembelajaran Kontekstual

Subbab ini peneliti akan membahas mengenai pengertian, karakteristik, komponen, langkah, dan kelebihan dari pembelajaran kontekstual.

a. Pengertian Pembelajaran Kontekstual atau Contextual Teaching Learning (CTL)

Hamdayama (2014: 53) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching Learning (CTL) adalah konsep belajar di mana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran kontekstual menurut Johnson (2007: 14) adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya. Menurut Depdiknas (dalam Tukiran Taniredja 2014: 49) pembelajaan kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dalam penerapannya alam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama


(53)

pembelajaran efektif, yakni konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assesment).

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran Kontekstual atau Contextual Teaching Learning adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam menggunakan kemampuannya dan berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia nyata atau dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran Kontekstual memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan, mencoba, dan mengalami sendiri (learning to do) sehingga dapat berlangsung pembelajaran yang aplikatif.

b. Karakteristik Contextual Teaching Learning (CTL)

Menurut Johnson (dalam Hosnan, 2014: 277), terdapat delapan utama yang menjadi karakteristik pembelajaran kontekstual.

1) Melakukan hubungan yang bermakna. 2) Mengerjakan pekerjaan yang berarti. 3) Mengatur cara belajar sendiri. 4) Bekerja sama.

5) Berpikir kritis dan kreatif.

6) Mengasuh atau memelihara pribadi siswa. 7) Mencapai standar yang tinggi.


(54)

8) Menggunakan penilaian yang sebenarnya.

Pembelajaran yang dilaksanakan dengan CTL, menurut Priyatni (dalam Hosnan, 2014: 278), memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks yang autentik, artinya pembelajaran diarahkan agar siswa memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah dalam konteks nyata atau pembelajaran diupayakan dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting).

2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).

3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa melalui proses mengalami (learing by doing).

4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok (leraning in a gruop).

5) Kebersamaan, kerja sama saling memahami dengan yang lain secara mendalam merupakan aspek penting untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan (leraning to knot each other deeply.)

6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, dan mementingkan kerjasama (leraning to ask, to inqiry, to work together).

7) Pembelajaran dilaksanakan dengan cara menyenangkan (leraning as an enjoy activity).


(55)

c. Komponen-Komponen Contextual Teaching Learning (CTL)

Pembelajaran kontekstual memiliki 7 komponen yang biasa disebut juga dengan asas yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual. Komponen tersebut adalah sebagai berikut (Hamdayama, 2014: 53-54) 1) Konstruktivisme (constructivism)

Pembelajaran melalui CTL pada dasarnya mendorong agar siswa bisa mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman. Pengetahuan hanya akan fungsional manakala dibangun oleh individu . Pengetahuan yang hanya diberikan tidak akan menjadi pengeyahuan yang bermakna.

2) Inkuiri (Inquiry)

Asas kedua dalam pembelajaran CTL adalah inkuiri. Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penelusuran melalui proses berpikir yang sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Melalui proses perencanaan guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dalam menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya.

3) Bertanya (Questioning)

Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap


(56)

individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Proses pembelajaran dalam CTL guru tidak hanya menyampaikan informasi begitu saja, tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Kegiatan bertanya akan sangat berguna dalam pembelajaran yang produktif sebagai berikut:

1) Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran.

2) Membangkitkan motivasi belajar siswa.

3) Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu. 4) Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan.

5) Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.

4) Masyarakat Belajar (Learning Community)

Penerapan komponen masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya. Biarkan dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan, yang memiliki kemampuan tertentu dapat menularkan pada siswa yang lain.


(57)

5) Pemodelan (Modeling)

Asas modeling adalah proses pembelajaran dengan memeragakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kaliamt asing. Proses modeling tidak terbatas bagi guru saja, tetapi guru dapat memanfaatkan sejumlah siswa yang memiliki kemampuan. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa terhindar dari pembelajaran yang teoritis abstrak yang memungkinkan terjadinya verbalisme. 6) Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara menurutkan kembali kejadian- refleksi, pengalaman belajar itu dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Proses pembelajaran CTL, setiap berakhir proses pembelajaran guru memberikan kesempatan siswa untuk merenung atau memngingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkan secara bebas siswa menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.


(58)

7) Penilaian Nyata (Authentic Assessment)

Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini dilakukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, apakah pengalaman siswa memiliki pengaruh positif terhadap perkembangan intelektual mental siswa.

d. Langkah-Langkah Contextual Teaching Learning (CTL)

Trianto (dalam Hosnan, 2014: 270) langkah-langkah untuk menerapkan ketujuh komponen CTL tersebut adalah sebagai berikut: 1) Kembangkan pemikiran anak bahwa anak akan belajar lebih

bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. 2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik. 3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

4) Ciptakan “masyarakat belajar” (belajar dalam kelompok). 5) Hadirkan “model” sebagai contoh pembelajaran.

6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan.


(59)

Hamdayama (2014: 55-56) juga menuliskan langkah-langkah pembelajaran kontekstual sebagai berikut:

1) Pendahuluan

a. Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pembelajaran yang akan dipelajari.

b. Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL.

- Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa.

- Setiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi sesuai dengan materi yang akan dipelajari.

- Melalui observasi, siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yang ditemukan.

c. Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh siswa.

2) Inti

Di lapangan

a. Siswa melakuakn observasi ke lapangan sesuai apa yang dibutuhkan. b. Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan.

Di dalam kelas

a. Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing.


(60)

c. Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan kelompok lain.

d. Dengan bantuan guru, siswa menyimpulkan observasi sesuai dengan indikator hasil belajar yang dicapai.

e. Guru menugaskan siswa membuat karangan tentang pengalaman belajar mereka.

e. Kelebihan Pembelajaran Kontekstual atau Contextual Teaching Learning Hosman (2014: 279-280) mengemukakan bahwa Contextual Teaching Learning atau pembelajaran kontekstual mempunyai kelebihan sebagai berikut:

1) Pembelajaran lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang diajarkannya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudak dilupakan.

2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, di mana seorang siswa dituntut untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofi konstruktivisme, siswa diharapkan belajar melalui “mengalami” bukan “menghafal”.


(61)

B. Penelitian yang Relevan

Astuti (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Meningkatkan Hasil Belajar Matematika dengan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Pada Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Brajan Prambanan Klaten Tahun Ajaran 2012/2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah melalui metode kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri 2 Brajan Prambanan Klaten Tahun Ajaran 2012/2013. Hasil penelitian yang diperoleh dalam tiga siklus menunjukkan bahwa nilai rata- rata kognitif siswa pada pra siklus yaitu 51,5 yang diperoleh dengan penggunaan metode ceramah; termasuk kategori kurang berminat. Nilai rata-rata kognitif pada siklus II meningkat menjadi 52,8 dengan menggunakan metode pembelajaran kontekstual; sedangkan nilai rata-rata hasil belajar meningkat menjadi 63,5 (termasuk kategori cukup berminat). Nilai rata-rata kognitif pada siklus III meningkat menjadi 77,4 (termasuk kategori berminat). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran kontektual dapat meningkatkan hasil aktivitas belajar Matematika pada kelas IV SD Negeri 2 Brajan Prambanan Klaten tahun ajaran 2012/2013.

Prafitriani (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Pada Siswa Kelas IV A SD N Margoyasan”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kontekstual dan meningkatkan kemampuan


(62)

berpikir kritis matematika pada siswa kelas IV A SD Negeri Margoyasan Tahun Ajaran 2014/2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematika siswa ditunjukkan dengan penilaian kognitif yang diperoleh siswa pada setiap akhir siklus. Berdasarkan hasil analisis prates sampai akhir siklus II rata-rata skor kemampuan berpikir kritis yang dicapai siswa yaitu dari prates ke siklus I naik sebesar 17% dari 60% menjadi 77% dan pada siklus I ke siklus II naik 3% dari 77% menjadi 80%. Persentase ketuntasan siswa dalam kemampuan berpikir kritis telah memenuhi 88% siswa memenuhi KKM dan rata-rata persentase kemampuan berpikir kritis matematika pada kategori baik dengan persentase 80% sehingga proses pembelajaran menggunakan model tersebut berhasil.

Syahrozad (2011) melalui penelitian yang berjudul Penerapan Pendekatan Kontekstual (CTL) Untuk Meningkatkan Keterampilan Siswa Menyelesaikan Soal Cerita KPK dan FPB Di Kelas V SDN Kencong 05 Jember Tahun Ajaran 2011/2012. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji penerapan pembelajaran menyelesaikan soal cerita KPK dan FPB dengan menggunakan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V semester 1, menelaah peningkatan aktivitas belajar siswa pada saat pembelajaran menyelesaikan soal cerita KPK dan FPB menggunakan pendekatan kontekstual pada siswa kelas V semester 1, dan menelaah peningkatan hasil belajar siswa setelah proses pembelajaran soal cerita KPK dan FPB menggunakan pendekatan kontekstual pada siswa kelas V semester 1.


(63)

Siswa mampu menyelesaikan soal cerita KPK dan FPB dalam waktu yang lebih cepat dari sebelumnya, serta dalam menyelesaikan siswa menuliskan apa yang diketahui, ditanya, jawaban dan kesimpulan. Kemampuan siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual adalah meningkat, tingkat ketuntasan siswa pada siklus I mencapai 74,19%. Pada siklus II meningkat menjadi 83,87%. Peningkatan ketuntasan siswa dari siklus I ke siklus II menunjukkan bahwa secara klasikal penerapan pendekatan kontekstual berhasil membuat hasil belajar dan siswa aktif selama pembelajaran berlangsung.

Ketiga penelitian yang diambil peneliti dapat digambarkan dalam sebuah bagan atau skema agar lebih jelas. Skema tersebut dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Bagan atau skema tersebut adalah sebagai berikut:


(64)

Astuti (2013)

Meningkatkan Hasil Belajar Matematika dengan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Pada Siswa Kelas IV

SD Negeri 2 Brajan Prambanan Klaten Tahun Ajaran 2012/2013

Prafitriani (2015)

Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Pada Siswa Kelas IV A SD N

Margoyasan

Syahrozad (2011)

Penerapan Pendekatan Kontekstual (CTL) Untuk Meningkatkan

Keterampilan Siswa Menyelesaikan Soal Cerita KPK dan FPB Di Kelas V SDN Kencong 05 Jember Tahun Ajaran 2011/2012

Penelitian ini:

Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Kelas VA Pada Materi KPK dan FPB Melalui Pembelajan Kontekstual SDN Perumnas Condongcatur.

Gambar 2.1 Skema Hasil Penelitian yang Relevan

Peneliti menggunakan tiga penelitian yang relevan tersebut dimaksudkan untuk memperkuat penelitian yang akan dilakukan. Ketiga hasil penelitian di atas, belum ada yang meneliti atau membahas mengenai penerapan Contextual Teaching Learning dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V SD Negeri Perumnas


(65)

Condongcatur pada materi KPK dan FPB. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan pembaruan penelitian tentang penerapan Contextual Teaching Learning dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V SD Negeri Perumnas Condongcatur pada materi KPK dan FPB.

C. Kerangka Berpikir

Matematika adalah salah satu alat yang dapat mengembangkan cara berpikir yang nantinya dapat diterapkan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Matematika berdasarkan pendapat Susanto (2013:185) adalah salah satu disiplin ilmu pasti yang mengungkapkan ide-ide abstrak yang berisi bilangan-bilangan serta simbol-simbol operasi hitung yang terdapat aktivitas berhitung dan mampu meningkatkan kemampuan berpikir dan berpendapat dalam memecahkan masalah dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Tujuan matematika adalah untuk mengajak siswa agar dapat mengenal konsep dan memecahkan masalah. Sudrajat (2004: 42) mengungkapkan bahwa fungsi dari matematika adalah kepemilikan nilai dan sikap, penguasaan konsep, dan kecakapan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Agar siswa dapat mengenal dan memecahkan masalah, maka siswa harus dilatih untuk berpikir kritis.

Mengembangkan cara berpikir kritis siswa dapat dibentuk ketika pembelajaran matematika berlangsung. Pembelajaran matematika merupakan proses belajar mengajar yang terdiri dari interaksi didalamnya. Guru sebaiknya juga melibatkan siswa untuk berproses dan membuat siswa antusias mengikuti


(66)

pembelajaran. Matematika merupakan mata pelajaran yang abstrak dan membutuhkan pemahaman konsep. Oleh karena itu dalam pembelajarannya memerlukan suatu hal yang nyata agar mudah dipahami oleh siswa. Guru dapat mengaitkan dan menghadirkan permasalahan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan yang sesuai dengan realitas tersebut akan lebih bermakna dalam ingatan siswa karena hal tersebut juga dibangun dari pengalaman yang ada dalam dirinya.

Salah satu pendekatan yang baik digunakan dalam pembelajaran matematika di sekolah adalah pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL). Adanya pembelajaran aktif ini membawa siswa merasa tertantang untuk memperoleh kemajuan dan berusaha mengatasi setiap masalah yang ditemui dalam materi yang diajarkan. Melalui pembelajaran yang dikaitkan dengan kehidupan nyata akan mengajak siswa untuk menemukan konsep dari suatu materi. Pembelajaran Contextual Teaching Learning atau pembelajaran kontekstual juga akan mengajak siswa untuk melakukan pembelajaran dengan terjun langsung melalui kerja kelompok atau suatu percobaan. Hal ini akan menghasilkan hasil belajar yang mudah diingat dan dipahami oleh siswa sehingga mereka juga nantinya dapat berpikir kritis dengan adanya penyelesaian masalah yang mereka kerjakan. Melalui kerja kelompok tersebut, siswa juga akan terlatih untuk menganalisis beberapa perbedaan argumen yang akan mereka temui dalam kelompok yang merupakan bagian dari berpikit kritis. Dengan menggunakan pembelajaran kontekstual yang menghadirkan


(67)

realitas pada diri siswa, juga akan melatih siswa untuk mengaplikasikan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.

Serangkaian proses yang terdapat pada pembelajaran kontekstual juga dapat mengembangkan cara berpikir kritis siswa. Siswa akan merasa tertantang untuk memecahkan masalah dengan mengenali dan menganalisis melalui serangkaian proses. Proses yang terdapat dalam komponen pembelajaran kontekstual akan melatih siswa untuk mengembangkan cara berpikir tersebut.

Penelitian ini dapat meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis matematika pada materi KPK dan FPB. Kelebihan pembelajaran kontekstual yang menjadi alasan peneliti menggunakannya adalah menjadikan pembelajaran yang lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan nyata. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa pembelajaran kontekstual menganut aliran konstruktivisme. Kelebihan tersebut yang menjadi ciri khas pada penelitian yang berjudul “Peningatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis matematika pada materi KPK dan FPB siswa kelas VA melalui pembelajaran kontekstual SDN Perumnas Condongcatur”.


(1)

Hasil Observasi Kemampuan Berpikir Kritis Siswa No Nama SIKLUS 1 Rata- Rata Kriteria SIKLUS 2 Rata- Rata Krite ria

Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 1 Pertemuan 2

Indikator Indikator Indikator Indikator

1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6

1 Toby 2 3 3 2 2 2 2 3 2 3 3 2 2,42 K 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2,75 sk

2 Adhitya 1 1 2 2 2 1 2 1 2 3 2 2 1,75 TK 2 2 3 3 2 2 3 2 3 3 3 3 2,58 k

3 Aghyl 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1,5 STK 3 1 3 2 2 3 3 2 3 3 3 3 2,58 k

4 Annisa 1 1 2 2 2 2 2 1 3 2 3 3 2 CK 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 2,83 sk

5 Citra 1 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1,67 TK 2 3 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 2,67 k

6 Fanisa 3 2 2 2 3 2 3 2 3 3 3 2 2,5 K 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 2,75 sk

7 Hawa 2 1 1 2 2 1 3 2 2 2 1 2 1,75 TK 2 2 2 2 2 3 2 3 2 3 3 3 2,42 k

8 Amintan 2 1 1 2 2 2 2 1 1 2 2 1 1,58 STK 2 1 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 1,75 tk

9 Kharisma 1 3 1 1 1 3 2 2 1 2 2 2 1,75 TK 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2,25 ck

10 Faathir 1 2 1 1 3 2 2 2 2 1 2 2 1,75 TK 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2 2 2,58 k

11 Nadya 2 1 1 2 2 2 2 1 1 2 2 2 1,67 TK 2 3 3 2 3 3 2 3 2 3 3 3 2,67 k

12 Kharisul 2 1 2 2 1 1 2 1 1 2 2 2 1,58 STK 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1,83 tk

13 Acintya 1 1 1 1 2 2 1 1 1 2 2 2 1,42 STK 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1,83 tk

14 Aria 1 3 1 2 1 1 2 3 1 3 2 2 1,83 TK 2 2 3 2 2 3 2 3 3 3 2 3 2,50 k

15 Anggi 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2,08 CK 2 2 2 2 2 3 3 3 2 2 3 2 2,33 ck

16 Anggita 3 2 2 2 2 2 3 3 2 2 3 2 2,33 CK 3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2,75 sk

17 Azzahra 2 3 2 1 2 2 3 3 1 2 2 2 2 CK 3 3 2 3 2 2 3 3 2 3 2 2 2,50 K

18 Baruna 2 1 2 2 2 1 2 1 2 2 2 2 1,75 TK 2 1 2 2 1 3 2 2 2 2 2 2 1,92 tk

19 Fariz 2 2 1 1 2 1 2 2 2 2 2 2 1,75 TK 2 3 2 3 2 2 3 2 2 3 3 2 2,42 k

20 Exsa 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2,08 CK 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1,92 tk

21 Farhan 2 3 3 2 3 2 2 3 3 2 2 2 2,42 K 2 3 3 3 2 3 2 2 2 3 3 3 2,58 k

22 Kusuma 2 3 3 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2,33 CK 2 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 3 2,50 k

23 Rasyhva 1 1 1 2 1 2 2 1 1 2 2 2 1,5 STK 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1,92 tk

24 Kri 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 3 2 2,25 CK 2 3 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 2,67 K

RATA-RATA KESELURUHAN 1,9 TK RATA-RATA KESELURUHAN 2,4 K

Jumlah siswa yang minimal cukup kritis = 14 siswa (58,33%) Jumlah siswa yang minimal cukup kritis = 18 siswa (75%)


(2)

Lampiran 20

Pedoman Wawancara Guru Mengenai Proses Pembelajaran No Garis Besar Pertanyaan Wawancara

1 Bagaimana proses pembelajaran mata pelajaran Matematika di kelas VA?

2 Apakah kendala yang dihadapi dalam mengajar Matematika di kelas VA?

3 Apakah selalu menggunakan media sebagai sarana pembelajaran Matematika?

4 Apakah siswa diajak untuk melakukan percobaan dengan media yang digunakan pada saat pelajaran Matematika?

5 Apakah siswa antusias dalam mengikuti pembelajaran Matematika? 6 Apa yang membuat siswa merasa kesulitan dalam menerima pelajaran

Matematika?

7 Bagaimana hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika? 8 Apa yang menyebabkan hasil belajar siswa rendah pada mata pelajaran

Matematika?

9 Bagaimana strategi pembelajaran Matematika yang digunakan untuk mengatasi rendahnya hasil belajar siswa?

10 Apakah pernah menerapkan pendekatan CTL dalam pembelajaran Matematika?


(3)

Lampiran 21

Pedoman Wawancara Guru Mengenai Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

No. Indikator Pedoman Wawancara

1. Mengalisis Argumen Apakah siswa suka berdiskusi ketika bekerja dalam kelompok?

2. Mampu bertanya Seperti apakah bentuk pertanyaan siswa ketika menemui kesulitan?

3. Menjawab pertanyaan Apakah siswa memikirkan kebenaran jawaban terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan dari guru?

4. Memecahkan masalah Apakah siswa terus berusaha untuk menemukan jawaban yang benar ketika menemui kesulitan?

Apakah siswa menggunakan cara atau alternatif lain untuk mengerjakan soal?

Apakah siswa mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang sistematis?

3. Membuat kesimpulan Apakah siswa mampu menceritakan materi yang sudah dipelajari?

Apakah siswa mampu menceritakan proses dalam mencari jawaban?

6. Keterampilan mengevaluasi dan menilai hasil dari pengamatan.

Apakah siswa senang mengkoreksi di jawaban terlebih dahulu sebelum mengumpulkannya?

Apakah siswa senang melakukan pembuktian jawaban dengan menggunakan media pembelajaran?


(4)

Lampiran 22

Foto-Foto Kegiatan

Siswa mengerjakan bilangan prima 1-100 Siswa memeragakan media kalender


(5)

Guru menerangkan pohon faktor


(6)

Lampiran 23

Daftar Riwayat Hidup

Riza Ristiyanti merupakan anak kedua dari pasangan Sugiya dan Sartinem yang lahir di Wonosobo, 3 Juni 1993. Pendidikan pertama di TK Pertiwi Donokerto, Turi, Sleman pada tahun 1999-2000. Melanjutkan sekolah dasar di SD 2 Jlamprang, Wonosobo dan lulus

pada tahun 2006, selanjutnya menempuh di Sekolah Menengah Pertama 1 Wonosobo kemudian lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2010-2012 peneliti terdaftar sebagai siswa di SMA Muhammadiayah Wonosobo, kemudian peneliti meneruskan pendidikannya sebagai mahasiswa di Universitas Sanata Dharma mengambil jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (S1). Masa pendidikan di Universitas Sanata Dharma diakhiri dengan menyusun tugas akhir yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Kelas VA Pada Materi KPK dan FPB Melalui Pembelajaran Kontekstual”


Dokumen yang terkait

Pengaruh Penggunaan Alat Peraga Dakon Matematika (Dakota) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa

23 132 295

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V SD Negeri Sarikarya pada materi satuan jarak dan kecepatan melalui model pembelajaran kontekstual.

5 32 344

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VB pada materi KPK dan FPB melalui model pembelajaran kontekstual SD Kanisius Ganjuran.

0 7 291

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas III C pada materi perkalian dan pembagian melalui model pembelajaran kontekstual di SD Negeri Perumnas Condong Catur.

0 0 288

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis Matematika siswa kelas VB pada materi pengukuran waktu melalui pembelajaran kontekstual SDN Perumnas Condongcatur.

0 1 356

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis Matematika kelas IIIB pada materi operasi hitung campuran melalui model pembelajaran kontekstual SDN Perumnas Condongcatur.

0 4 421

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V SD Negeri Karangmloko 1 pada materi KPK dan FPB melalui pendekatan pembelajaran kontekstual.

2 13 277

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV pada materi KPK dan FPB melalui model pembelajaran kontekstual SD Kanisius Ganjuran.

0 15 303

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis Matematika kelas IV pada materi KPK dan FPB melalui pembelajaran kontekstual SD Kanisius Klepu.

3 61 297

AMC APLIKASI KPK DAN FPB

0 0 4