PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PEMBINAAN KETERAMPILAN WARGA BINAAN PEREMPUAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A IROGUNAN YOGYAKARTA.

(1)

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PEMBINAAN KETERAMPILAN WARGA BINAAN PEREMPUAN DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN KLAS II A WIROGUNAN SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Afriyanti NIM. 12102241007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

“Jadikan masa lalu dan pengalamanmu sebagai material untuk membangun masa depanmu. Baik buruk pengalamanmu, akan bermanfaat untuk hidupmu (Penulis)”


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Atas karunia Allah SWT,

Saya persembahkan skripsi ini kepada :

1. Kedua orang tua terkasihku, yang telah memberikan segalanya. 2. Jurusan Pendidikan Luar Sekolah FIP UNY yang saya banggakan.


(7)

vii

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PEMBINAAN KETERAMPILAN WARGA BINAAN PEREMPUAN DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN KLAS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA Oleh

Afriyanti NIM. 12102241007

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) pelaksanaan program pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta. (2)hasil dari pelaksanaan pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan. (3) faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Penentuan subyek menggunakan teknik purposive sampling. Subjek penelitian ini adalah Petugas Lembaga Pemasyarakatan, pembina teknis/ instruktur dan warga binaan perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan. Objek penelitian ini adalah pelaksanaan program pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan. Data penelitian diperoleh melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data menggunakan teknik pengumpulan data, reduksi, display data dan penarikan kesimpulan. Pengujian keabsahan data dilakukan menggunakan trianggulasi sumber.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta (1) pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan yang dilakukan oleh Petugas Lembaga Pemasyarakatan dan Pembina Teknis berupa kegiatan pembinaan keterampilan untuk bekal warga binaan perempuan ketika bebas agar mandiri dengan kemampuan yang dimiliki. Pelaksanaan kegiatan meliputi : perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pada kegiatan perencanaan dilakukan identifikasi minat, bakat dan potensi yang dimiliki oleh warga binaan perempuan. Pada tahap pelaksanaan, warga binaan diberikan materi dasar sebelum praktek. Kemudian dilakukan evaluasi untuk mengetahui kemampuan warga binaan perempuan (2) hasil pelaksanaan pembinaan keterampilan adalah peningkatan keterampilan, perubahan sikap, perilaku dan motivasi (3) faktor pendukung pelaksanaan pembinaan keterampilan yakni keinginan dari diri warga binaan perempuan, tersedianya sarana dan prasarana serta adanya kepedulian dari Petugas Lembaga Pemasyarakatan dan lembaga diluar Lembaga Pemasyarakatan. Sedangkan faktor penghambatnya adalah terbatasnya kemampuan pembina teknis, tidak adanya pembagian jadwal pembinaan keterampilan dan pemasaran produk yang belum maksimal.


(8)

vii

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum wr.wb

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi yang berjudul “Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan Keterampilan Warga Binaan Perempuan Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta” dengan lancar. Tanpa bantuan dari berbagai pihak skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kemudahan dalam proses penyusunan skripsi.

2. Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kemudahan dalam proses penyusunan skripsi.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah memberikan motivasi dan nasehat dalam penyusunan skripsi.

4. Drs. Hiryanto, M.Si., dosen Pembimbing Akademik yang senantiasa memberikan motivasi dan arahan penulis dalam menempuh studi.

5. Dra. Nur Djazifah ER, M.Si., dosen pembimbing yang dengan sabar membimbing penulis dalam penyusunan skripsi dan berkenan meluangkan waktu untuk memberikan saran, arahan, dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.

6. Kedua orangtuaku dan Adik-adikku tercinta yang telah memberikan do’a dan dukungan apapun selama hidup.


(9)

(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA 10

A. Kajian Teori ... 10


(11)

xi

a. Pengertian Pendidikan Luar Sekolah... ... 10

b. Program Pendidikan Luar Sekolah... ... 10

c. Manajemen Program Pendidikan Luar Sekolah... 12

2. Tinjauan tentang Pemberdayaan Perempuan... . 19

a. Pengertian Pemberdayaan... ... 19

b. Pengertian Pemberdayaan Perempuan... .. 24

c. Tujuan Pemberdayaan Perempuan... ... 28

d. Tahap-tahap Pemberdayaan Perempuan... ... 30

3. Tinjauan Tentang Lembaga Pemasyarakatan... 32

a. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan ... 32

b. Pengertian Sistem Pemasyarakatan di Indonesia... . 33

4. Tinjauan Tentang Pembinaan Keterampilan... ... 36

a. Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan ... 36

b. Tujuan Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan ... 37

c. Metode Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan ... 39

d. Konsep Keterampilan ... 40

5. Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan Keterampilan di Lembaga Pemasyarakatan ... 41

6. Tinjauan Tentang Faktor Pendukung dan Penghambat ... 43

B. Penelitian yang Relevan ... 45

C. Kerangka Pikir ... 47

D. Pertanyaan Penelitian ... 51

BAB III METODE PENELITIAN 53

A. Pendekatan Penelitian ... 53

B. Setting dan Waktu Penelitian ... 54

C. Subjek dan Obyek Penelitian ... 55

D. Teknik Pengumpulan Data ... 56


(12)

xii

F. Teknik Analisis Data ... 57

G. Pengujian Keabsahan Data... ... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 61

A. Deskripsi Lembaga Pemasyarkatan Klas II A Wirogunan ... 61

1. Sejarah Lapas Wirogunan ... 61

a. Kondisi Umum ... 61

b. Sejarah ... 61

2. Visi, dan Misi Lapas Klas II A Wirogunan ... 62

3. Dasar Hukum ... 63

4. Tujuan dan Fungsi Lapas ... 64

5. Sasaran ... 65

6. Program Strategis ... 66

7. Sistem Pembinaan Terpadu ... 67

8. Struktur Organisasi ... 68

9. Data Kepegawaian ... 70

10.Anggaran Dana... 72

11.Sarana dan Prasarana... 72

12.Daftar Warga Binaan Lapas Wirogunan ... 73

13.Subjek Penelitian ... 73

B. Hasil Penelitian ... 76

1. Pemberdayaan Perempuan Warga Binaan Perempuan ... 76

a. Penyebab Perempuan Menjadi Warga Binaan... .. 76

b. Kontribusi Pembinaan Keterampilan untuk Warga Binaan Perempuan... ... 78

c. Tahap Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan... ... 79

d. Perencanaan Program Pembinaan Keterampilan ... 84

2. Pelaksanaan Pembinaan Keterampilan ... 90

3. Evaluasi Pembinaan Keterampilan ... 96


(13)

xiii

a. Perubahan Setelah Mendapat Pembinaan Keterampilan... 99

b. Barang atau Produk yang Dihasilkan... ... 106

5. Faktor Pendukung dan Penghambat PelaksanaanPembinaan Keterampilan... ... 108

a. Faktor Pendukung... ... 108

b. Faktor Penghambat... 109

C. Pembahasan ... 111

1. Pemberdayaan Perempuan, Lembaga Pemasyarakatan dan Pembinaan Keterampilan. ... 111

2. Perencanaan Pembinaan Keterampilan... ... 114

3. Pelaksanaan Pembinaan Keterampilan... 118

4. Evaluasi Pembinaan Keterampila... ... 121

5. Hasil Pelaksanaan Pembinaan Keterampilan untuk Warga Binaan Perempuan ... 122

a. Perubahan Setelah Mendapat Pembinaan Keterampilan ... 122

1) Peningkatan Keterampilan ... 122

2) Perubahan Sikap dan Perilaku ... 123

3) Perubahan Motivasi ... 124

b. Barang dan Produk yang Dihasilkan ... 125

6. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembinaan Keterampilan ... 126

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 129

A. Kesimpulan ... 129

B. Saran ... 132

DAFTAR PUSTAKA ... 133


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Data Pegawai Berdasarkan Pendidikan... 70

Tabel 2. Data Pegawai Berdasarkan Agama ... 70

Tabel 3. Data Pegawai Berdasarkan Golongan ... 71

Tabel 4. Data Pegawai Berdasarkan Penugasan ... 71

Tabel 5. Daftar Jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 73


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1.Bagan Kerangka Pikir ... 50 Gambar 2. Struktur Organisasi ... 68


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Pedoman Wawancara Untuk Petugas Lapas Wirogunan ... 138

Lampiran 2. Pedoman Wawancara Untuk Pembina Teknis... 140

Lampiran 3. Pedoman Wawancara Untuk Warga Binaan Perempuan ... 143

Lampiran 4. Pedoman Dokumentasi ... 145

Lampiran 5. Catatan Lapangan ... 147

Lampiran 6. Reduksi Data... 158

Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian ... 178


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan sebuah negara membutuhkan sumber daya manusia yang baik dan berkualitas. Pengembangan sumber daya manusia dapat dilakukan melalui program pemberdayaan. Pemberdayaan harus ditujukan pada kelompok masyarakat yang lemah dan belum memiliki kemampuan serta keahlian yang baik dalam melaksanakan proses pemenuhan kebutuhan dan pembangunan. Dari segi ekonomi perempuan dipandang masih lemah, kecenderungan perempuan memasuki pasar kerja lebih rendah dibanding laki-laki. Disamping itu, perempuan tidak memiliki keterampilan yang cukup sehingga mengakibatkan perempuan terperangkap dalam garis kemiskinan. Keadaan inilah yang menjadi pemicu kaum perempuan ikut terjun ke dunia kerja dengan alasan membantu suami untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yang semakin meningkat.

Akan tetapi lapangan pekerjaan yang ada di Indonesia saat ini jumlahnya sangat terbatas. Data yang diperoleh Badan Pusat Statistika (BPS) pada tahun 2012 menunjukkan bahwa jumlah pencari kerja di Indonesia ada 240.476 orang sedangkan jumlah lowongan kerja yang tersedia ada 135.301 tenaga kerja yang dibutuhkan. Padahal jumlah penduduk di Indonesia adalah 237.641.326 jiwa, bahkan pada tahun 2014 bertambah menjadi 244.818.900 jiwa. Maka, tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian masyarakat Indonesia tidak tertampung dalam lapangan pekerjaan tersebut tidak terkecuali para kaum perempuan.


(18)

2

Sulitnya memperoleh pekerjaan yang layak dan kurangnya keterampilan yang dimiliki menyebabkan sebagian masyarakat tak terkecuali perempuan, terpaksa melakukan segala cara seperti aksi pencurian, penipuan bahkan menjadi bandar narkoba untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, padahal jelas-jelas perbuatan tersebut adalah tindakan yang melanggar hukum. Dalam perhitungan Badan Pusat Statistik, selama periode tahun 2011-2013 terjadi 342.084 kasus kejahatan di Indonesia yang dilaporkan oleh Polda Metro Jaya. Data tersebut menjelaskan bahwa tindak kriminal tidak hanya dilakukan oleh kaum laki-laki melainkan kaum perempuan juga melakukan hal tersebut.

Oleh karena itu, kaum perempuan yang terlanjur melakukan tindak kriminal tersebut harus ditindak sebagaimana hukum yang berlaku serta mau tidak mau mereka yang melanggar hukum akan menyandang status sebagai warga binaan pemasyarakatan. Maka dari itu, para warga binaan perempuan harus dilibatkan dalam program pemberdayaan perempuan yang dilakukan selama mereka berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Hal tersebut dimaksudkan agar kaum perempuan yang terjerumus ke dalam tindakan kriminal tersebut tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi. Kegiatan pemberdayaan perempuan yang dilakukan di dalam Lembaga Pemasyarakatan ditujukan agar dapat memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan diri warga binaan perempuan serta bersikap optimis akan masa depannya. Selain itu, kegiatan pemberdayaan dilakukan agar para warga binaan perempuan memperoleh pengetahuan minimal keterampilan untuk dijadikan bekal mampu hidup mandiri. Kegiatan pemberdayaan juga ditujukan agar para warga binaan menjadi manusia yang patuh dan taat hukum yang tercermin pada sikap dan


(19)

3

perilakunya selama berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan sampai nanti mereka bebas dan menjalankan peran sosialnya kembali di masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu dilakukan kegiatan pembinaan untuk warga binaan perempuan selama berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Menurut UUD dalam Pasal 1 ayat 3 No. 12 Tahun 1995, disebutkan bahwa “Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan”. Sedangkan pembinaan yakni segala usaha atau tindakan yang berhubungan langsung dengan perencanaan, penyusunan, pembangunan atau pengembangan, pengarahan, penggunaan serta pengendalian sesuatu secara berdaya guna dan berhasil guna. Pembinaan dilakukan agar warga binaan pemasyarakatan dapat kembali kepada peran sosial yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Pembinaan bagi para warga binaan pemasyarakatan perempuan merupakan salah satu bagian dari program pemberdayaan perempuan.

Salah satu pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta untuk warga binaan perempuan adalah kegiatan pembinaan keterampilan. Pemberdayaan Perempuan yang dilakukan melalui kegiatan pembinaan keterampilan bertujuan agar setelah warga binaan keluar dari Lembaga Pemasyarakatan, mereka dapat hidup mandiri dengan bekerja pada orang lain atau dengan membuka usaha sendiri, sehingga mereka dapat berguna di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, pembinaan keterampilan merupakan pembinaan yang dimaksudkan untuk memfasilitasi warga binaan perempuan dalam memperoleh pengalaman baru khususnya bidang keterampilan praktis, mewadahi dan


(20)

4

meningkatkan keterampilan warga binaan perempuan sesuai dengan minat dan bakat serta memberikan bekal keterampilan yang bermanfaat. Meskipun harus diakui bahwa pembinaan tersebut membutuhkan waktu yang lama serta proses yang tidak cepat, namun seiring dengan berjalannya masa tahanan warga binaan dapat menjalani proses dengan baik dan dapat kembali berbaur di dalam masyarakat.

Pembinaan keterampilan sebagai salah satu program pembinaan dikategorikan kedalam ruang lingkup pembinaan warga binaan agar membuat warga binaan dapat bergaul dengan warga binaan lain selama menjalani keterampilan dan juga sebagai bekal warga binaan dalam proses reintegrasi dengan masyarakat. Peran masyarakat juga dibutuhkan untuk mendukung kegiatan pembinaan dan dibutuhkan sikap menerima kembali ketika para warga binaan pemasyarakatan bebas. Selain itu, peranan Petugas Lembaga Pemasyarakatan dan Pembina Teknis juga sangat menentukan keberhasilan kegiatan pembinaan keterampilan. Mengingat bahwa latar belakang para perempuan melakukan tindak kriminal adalah karena faktor perekonomian dan kurangnya keterampilan, maka mereka perlu mendapatkan pemberdayanan untuk memperbaiki diri dan mendapat bekal keterampilan agar lebih produktif dan bermanfaat untuk kehidupan setelah bebas. Namun sangat disayangkan bahwa pembinaan keterampilan yang dilakukan terkadang belum optimal. Masih adanya keterbatasan anggaran, sumber daya manusia serta kurangnya fasilitas atau tempat menjadi kendala dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan. Sehingga dapat dikatakan belum banyak usaha pemberdayaan perempuan untuk warga binaan perempuan di Lembaga


(21)

5

Pemasyarakatan yang dapat membekali mereka untuk kehidupan yang lebih layak kelak ketika berperan kembali di masyarakat.

Pembinaan keterampilan sebagai salah satu program pemberdayaan warga binaan akan dapat terlaksana secara maksimal dengan menjalin kerjasama dengan pihak ketiga baik dengan instansi pemerintah maupun pihak swasta yang dapat memberikan bimbingan keterampilan yang bermanfaat di masyarakat apabila kelak telah habis masa hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan. Hal tersebut juga dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan, yakni melakukan kerjasama dengan pihak diluar Lembaga Pemasyarakatan dalam pelaksanaan pembinaan keterampilan warga binaan, antara lain bekerjasama dengan Batik Margaria, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Yogyakarta, Bella Accessories dan kegiatan pameran produk lokal. Kegiatan diatas dilakukan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pembinaan keterampilan dan menyalurkan produk hasil karya para warga binaan perempuan umtuk kemudian dipasarkan. Namun tidak dipungkiri bahwa pembinaan keterampilan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan belum optimal dilaksanakan, masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi, contoh masih kurangnya sumber tenaga ahli atau pembina yang mempunyai peran penting terselenggaranya pembinaan keterampilan. Adanya keterbatasan sarana dan prasarana yang ada, sehingga pelaksanaan pembinaan keterampilan tidak dapat maksimal. Selain itu, waktu luang yang dimiliki oleh warga binaan perempuan kurang digunakan untuk menambah keterampilan mereka yang nantinya akan bermanfaat bagi kesejahteraan hidupnya kelak setelah bebas.


(22)

6

Dari latar belakang inilah peneliti ingin mengkaji tentang pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta. Dengan harapan dapat mengetahui bagaimana pelaksanaan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan, hasil dari pelaksanaan pembinaan keterampilan serta mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembinaan keterampilan warga binaan perempuan karena pembinaan keterampilan merupakan salah satu pembinaan warga binaan yang memiliki peranan penting dalam rangkan pencapainan tujuan pemasyarakatan. Selain itu, pembinaan keterampilan diberikan agar kaum perempuan yang terjerumus dalam tindak kriminal tersebut tidak melakukan tindakan kriminal kembali dan bekal keterampilan yang didapatkan dapat dirasakan kebermanfaatannya bagi mereka ketika bebas nanti.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:

1. Kondisi perekonomian keluarga yang rendah dapat berdampak pada kaum perempuan melakukan tindak kriminal yang membuat mereka menjadi warga binaan Lembaga Pemasyarakatan.

2. Belum banyak usaha pemberdayaan perempuan untuk warga binaan perempuan di Lembaga Pemasyarakatan yang dapat membekali mereka untuk kehidupannya kelak setelah bebas.


(23)

7

3. Kurang optimalnya kegiatan pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta.

4. Waktu luang yang ada di Lembaga Pemasyarakatan kurang dimanfaatkan oleh warga binaan perempuan untuk menambah keterampilan yang berguna bagi peningkatan kesejahteraan hidup mereka.

5. Masih rendahnya keterampilan warga binaan perempuan yang menjadikan mereka kurang dapat memasuki pasaran kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, agar peneitian ini lebih terfokus dan mendalam, maka permasalahan ini dibatasi pada kegiatan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Merujuk dari penjabaran latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah untuk penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaanprogram pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta?


(24)

8

2. Bagaimana keberhasilan dari pembinaan ketrampilan untuk warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta sebagai bentuk pemberdayaan perempuan ?

3. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta ?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

1. Pelaksanaan program pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta

2. Hasil dari pelaksanaan pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta

3. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini ialah : 1. Manfaat Praktis

a. Penyelenggara dan Instruktur

(1) Memberikan gambaran terkait program pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta.


(25)

9

(2) Dapat mengetahui faktor pendukung dan penghambat kegiatan pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta.

2. Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta

(1) Memberikan gamabaran pelaksanaan program pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan.

(2) Sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan pembinaan keterampilan sebagai program pemberdayaan perempuan.

3. Manfaat Teoritis

a. Mengembangkan keilmuan Pendidikan Luar Sekolah dalam hal pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan warga binaan perempuan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta dan sebagai referensi penelitian selanjutnya.


(26)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori

1. Tinjauan Tentang Pendidikan Luar Sekolah a. Pengertian Pendidikan Luar Sekolah

Menurut Umberto Sihombing Pendidikan Luar Sekolah adalah usaha sadar yang diarahkan untuk menyiapkan, meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia, agar memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan daya saing untuk merebut peluang yang tumbuh dan berkembang, dengan mengoptimalkan penggunaan sumber-sumber yang ada di lingkungannya. Sasaran, pendekatan, dan keluaran Pendidikan Luar Sekolah berbeda dengan pendidikan sekolah, bukan merupakan pendidikan sekolah yang dilakukan di luar waktu sekolah (2000: 12). Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Luar Sekolah merupakan suatu upaya sadar yang mengarah padapenyiapan sumber daya manusia menjadi lebih baik melalui pemberian pengetahuan, keterampilan, sikap serta daya saing untuk mengambil peluang yang ada dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Pendidikan Luar Sekolah merupakan pendidikan diluar sekolah formal sehingga tidak memandang jenis kelamin, umur, strata sosial, suku,ras ataupun agama.

b. Program Pendidikan Luar Sekolah

Menurut Arief dalam buku Sudjana (2001: 27-28) penggolongan program pendidikan luar sekolah atas dasar sasaran, jenis program, dan lembaga penyelenggara. Program pendidikan luar sekolah atas dasar sasaran,


(27)

11

program dapat diklasifikasikan menurut karakteristik calon peserta didik seperti latar belakang pendidikan, tingkatan usia, jenis kelamin, lingkungan tempat tinggal, dan latar belakang sosial. Berdasarkan jenis program, program pendidikan luar sekolah terdiri dari pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan, dan pendidikan kader. Berdasarkan lembaga penyelenggara program pendidikan luar sekolah dapat dilakukan oleh instansi pemerintah, badan-badan swasta dan masyarakat.

Menurut Sudjana (2001:21) program Pendidikan Luar Sekolah berdasarkan fungsinya dalam pembangunan daerah dikategorikan menjadi lima macam, yakni: 1) program yang berkaitan dengan ideology negara dan moral bangsa bagi masyarakat, 2) pendidikan dasar, 3) pendidikan mata pencaharian, 4) pendidikan keterampilan kejuruan/ keterampilan, 5) pendidikan lainnya yang meliputi penyuluhan, motivasi, pelatihan kepemudaan, kepramukaan, dan penataran mubaligh.

Dari beberapa pendapat diatas dapat dipahami bahwa program Pendidikan Luar Sekolah dapat dilaksanakan oleh instansi pemerintah, badan-badan swasta dan masyarakat. Salah satunya ialah Lembaga Pemasyarakatan yang didirikan oleh instansi pemerintah yang mempunyai tugas untuk memberdayakan warga binaan didalamnya. Hal tersebut mengingat bahwa Pendidikan Luar Sekolah tidak memandang usia, jenis kelamin, ras, agama maupun strata sosial. Kemudian kegiatan yang dilaksanakan di dalam Lembaga Pemasyarakatan tersebut disesuaikan dengan karakteristik calon


(28)

12

peserta didik seperti latar belakang pendidikan, tingkatan usia, jenis kelamin, lingkungan tempat tinggal, dan latar belakang sosial

c. Manajemen Program Pendidikan Luar Sekolah

Manajemen mengandung arti semua kegiatan yang diselenggarakan oleh seseorang atau lebih, dalam suatu kelompok atau organisasi atau lembaga untuk mencapai tujuan organisasi atau lembaga yang telah ditetapkan. Sedangkan program dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh perorangan, kelompok dan organisasi atau lembagayang memuat komponen-komponen program. Komponen – komponen-komponen tersebut meliputi tujuan, sasaran, isi dan jenis kegiatan, proses kegiatan, waktu, fasilitas, alat, biaya, organisasi penyelenggaraan, dan lain sebagainya. Adapun pendidikan luar sekolah adalah setiap usaha yang dilakukan dengan sadar, sengaja, teratur, dan berencana yang bertujuan untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan dirinya sehingga terwujud manusia yang gemar belajar-membelajarkan, mampu meningkatkan taraf hidup, dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial atau pembangunan masyarakat. Dengan demikian terdapat keterkaitan yang erat antara manajemen, program dan khususnya pendidikan luar sekolah.

1) Prinsip Perencanaan

Perencanaan sebagai kegiatan penyusunan rangkaian tindakan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut. Pertama, perencanaan disusun berdasarkan kebijakan dan kebutuhan apa dan siapa yang ingin dipenuhi. Hal ini berarti bahwa


(29)

13

penyusunan program pendidikan luar sekolah harus diawali dengan mengidentifikasi kebutuhan belajar dan karakteristik sasaran, sehingga perencanaan yang disusun merupakan penjabaran kebijakan yang telah ditetapkan.Kedua, konsistensi, yang berarti bahwa perencanaan disusun dengan memperhatikan rencana yang telah disusun, sehingga kegiatan yang direncanakan itu berkesinambungan dengan kegiatan sebelumnya. Ketiga, berdaya guna dan berhasil guna, berarti bahwa perencanaan harus berorientasi pada pemanfaatan sumber daya yang ada secara cermat dengan hasil yang seoptimal mungkin. Dengan demikian kegiatan penyusunan rencana harus memperhatikan dan mengikutsertakan kemampuan masyarakat sehingga sumber daya yang ada pada masyarakat dapat dilibatkan dalam pelaksanaannya. Keempat, menyeluruh, dalam arti bahwa dalam perencanaan program pendidikan luar sekolah perlu mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pelaksanaan program seperti masukan, proses, keluaran dan dampak program pendidikan luar sekolah. Dalam tahap perencanaan ini, yang perlu dilakukan penggerak atau penyelenggara program adalah sebagai berikut:

a) Menentukan kelompok sasaran

Langkah ini amat penting bagi penyelenggara program karena melalui langkah ini kegiatan motivasi akan lebih terarah dan mengena pada pihak yang menjadi sasaran. Secara umum yang dimaksud dengan sasaran adalah semua pihak yang terkait dengan program, khususnya dalam hal iniadalah kegiatan pendidikan luar sekolah. Sebagai contoh,


(30)

14

kelompok sasaran pendidikan luar sekolah ialah warga masyarakat tuna aksara, putus sekolah, putus jenjang pendidikan, atau yang telah lulus tetapi membutuhkan layanan pendidikan atau keterampilan tertentu. Kelompok sasaran lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah antara lain ialah pemuka masyarakat, pamong belajar, dan pimpinan instansi terkait.

b) Mengidentifikasi kelompok sasaran

Mengidentifikasi adalah kegiatan mencari, menemukan dan mencatat data tentang kelompok sasaran program, yang kemudian diolah menjadi informasi mengenai kelompok sasaran tersebut. Dengan demikian langkah ini dimaksudkan untuk mencari, menemukan dan mencatat data mengenai kelompok sasaran.

c) Mempelajari data tentang kelompok sasaran

Berdasarkan data yang telah diidentifikasi tersebut akan diperoleh berbagai informasi tentang kebutuhan dan masalah yang perlu dipenuhi dan diatasi. Selanjutnya mempelajari data dan informasi itu dengan cermat dengan menganalisis kebutuhan dan masalah, serta mengkaji sumber-sumber dan peluang yang tersedia, serta kendala yang mungkin ditemui dalam pelaksanaan program. Upaya ini diakhiri dengan mencari alternatif kegiatan untuk memenuhi kebutuhan atau untuk memecahkan masalah.


(31)

15

d) Menentukan prioritas kebutuhan dan masalah

Dalam menentukan prioritas kebutuhan yang harus dipenuhi dan/ atau masalah yang harus dipecahkan, penyelenggara program dapat melakukan musyawarah dengan kelompok sasaran, tokoh masyarakat dan/ atau pihak-pihak lainnya yang terkait.

e) Menetapkan topik dan tujuan program

Kegiatan ini dapat dilakukan oleh penyelenggara program sesudah prioritas kebutuhan dan/ atau masalah ditentukan. Topik program harus sesuai dengan kebutuhan dan/ atau masalah yang dihadapi kelompok sasaran. Tujuan program perlu dirumuskan dengan jelas dan hasilnya dapat diukur. Dalam merumuskan tujuan program, ada baiknya apabila dirumuskan sebagaimana tujuan belajar yang mengandung ranah kognisi, afeksi dan psikomotorik atau mencakup aspek pengetahuan, sikap, keterampilan, dan aspirasi.

f) Menyusun materi

Materi harus sesuai dengan tujuan. Hal ini berarti bahwa bahan atau materi itu mendukung untuk tercapainya tujuan program. Materi disusun secara sistematis atau berurut, dimulai dari bahan yang mudah menuju kepada bahan yang lebih sulit atau dari materi yang konkrit ke arah materi yang abstrak. Materi disusun berdasarkan sumber-sumber yang relevan seperti buku, pengalaman sendiri, dan nara sumber.


(32)

16

g) Memilih dan menentukan metode dan teknik

Di dalam memilih dan menentukan metode dan teknik motivasi perlu dipertimbangkan karakteristik kelompok sasaran, situasi, dan fasilitas yang tersedia. Metode dapat dipilih sesuai dengan pengorganisasian kelompok sasaran. sasaran perorangan (individual), sasaran kelompok dan sasaran komunitas atau massa. Teknik dipilih dan ditentukan berdasarkan metode yag digunakan. Teknik yang dapat digunakan yakni teknik tutorial atau bimbingan perorangan, teknik diskusi atau demonstrasi, dan teknik kontak sosial atau “persuasi sosial”. h) Menyiapkan daftar sasaran

Kelompok sasaran perlu dicatat dalam daftar sasaran oleh sebab itu daftar sasaran perlu disiapkan sebelum program dilaksanakan. Daftar tersebut berguna untuk mengetahui kehadiran sasaran, catatan tentang hal-hal khusus mengenai sasaran, dan informasi untuk tindak lanjut program.

i) Menentukan waktu dan tempat

Penentuan waktu dan tempat perlu dilakukan melalui musyawarah antara penyelenggara dengan kelompok sasaran. Musyawarah ini penting untuk mengetahui keterlibatan kelompok sasaran sesuai dengan kesediaan, kesanggupan, dan aspirasi mereka sehingga diharapkan dapat meningkatkan rasa ikut memiliki dan tanggung jawab kelompok sasaran dengan keberhasilan program.


(33)

17 2) Pelaksanaan

Dalam tahap ini penyelenggara program sudah terlibat langsung dalam pelaksanaan program. Pelaksanaan program ini mungkin hanya memerlukan waktu beberapa jam saja atau mungkin memerlukan waktu berbulan-bulan. Hal tersebut tergantung pada keragaman kebutuhan dan masalah yang dihadapi, luasnya materi, dan hasil serta dampak pelaksanaan program.Beberapa langkah yang perlu dilakukan penyelenggara program dalam tahap pelaksanaan program di lapangan, adalah sebagai berikut :

a) Melakukan konsultasi kepada pemuka masyarakat

Konsultasi dilakukan kepada pimpinan informal dan pimpinan formal masyarakat. Melalui konsultasi ini penyelenggara program bisa memperoleh masukan antara lain tentang kondisi kelompok sasaran, saran-saran untuk pelaksanaan program, dan mungkin pula bantuan dari pemuka masyarakat untuk melakukan program.

b) Berkomunikasi dengan sasaran

Dalam berkomunikasi dengan sasaran, penyelenggara program menggunakan materi, metode dan teknik, serta waktu dan tempat sebagaimana telah diuraikan dalam tahap persiapan.

c) Menjelaskan manfaat program bagi kelompok sasaran

Penyelenggara program dapat menarik perhatian, menggugah hati, membangkitkan keinginan, meyakinkan dan menggerakkan kelompok sasaran untuk dapat menerima, menginternalisasi, dan melaksanakan pesan motivasi dalam upaya memenuhi kebutuhan dan


(34)

18

memecahkan masalah yang dihadapi dalam pelaskanaan program pendidikan luar sekolah.

d) Mencatat sasaran dan peristiwa program

Kelompok sasaran dicatat dalam daftar yang telah disiapkan berikut kejadian- kejadian yang dianggap penting sewaktu program berlangsung.

3) Penilaian atau Evaluasi

Penilaian atau evaluasi dilakukan dengan kegiatan pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data atau informasi tentang program untuk digunakan sebagai masukan dalam pengambilan keputusan mengenai program tersebut. Untuk menilai program ini perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a) Menentukan tujuan penilaian

Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui tercapainya tujuan program, proses program, dampak, dan/ atau faktor- faktor pendukung program.

b) Menyusun instrumen penilaian

Instrumen penilaian bisa terdiri atas pedoman wawancara, pedoman observasi, dan/ atau angket yang digunakan untuk menghimpun data/ informasi dari berbagai pihak yang terkait.


(35)

19

c) Mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data/ informasi

Data dan informasi yang telah terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan teknik- teknik yang cocok, dan kemudian disajikan baik secara tertulis maupun secara visual.

d) Penggunaan hasil penilaian

Data/ informasi yang telah disajikan digunakan sebagai masukan dalam proses pengambilan keputusan tentang program itu. Produk pengambilan keputusan itu bisa berupa penghentian program atau tindak lanjutnya seperti perluasan, modifikasi, atau peningkatan motivasi.

2. Tinjauan tentang Pemberdayaan Perempuan a. Pengertian Pemberdayaan

Secara etimologis, pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya” yang berarti kekuatan atau kemampuan. Pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya atau proses untuk memperoleh daya/ kekuatan/ kemampuan, dan atau proses pemberian daya/ kekuatan/ kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya (Ambar T Sulistiyani, 2004 : 77). Pemberdayaan menurut Edi Suharto (2010: 59) adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Individu dalam masyarakat yang memiliki kebutuhan besar untuk mendapatkan treatment pemberdayaan adalah para kaum perempuan.


(36)

20

Winarni (dalam Ambar T Sulistiyani, 2004 : 79) mengungkapkan, bahwa inti dari pemberdayaan meliputi tiga hal, yakni pengembangan (enabling), memperkuat potensi atau daya (empowerment) dan terciptanya kemandirian. Pemberdayaan terjadi pada pada individu yang memiliki kemampuan, dan atau individu yang memiliki daya yang masih terbatas.

Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan adalah untuk membentuk individu ataupun masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Sedangkan kemandirian tersebut ditandai oleh suatu kemampuan untuk memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya kemampuan yang terdiri atas kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, afektif dengan pengerahan sumber daya yang dimiliki oleh lingkungan internal individu tersebut (Ambar T Sulistiyani, 2004 : 80).

Secara konseptual, menurut Suharto (2009 : 57) pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata “power” (kekuasaan atau keberdayaan). Upaya meningkatkan suatu pemberdayaan dapat dilihat dari tiga sisi (Suharto, 2009 : 102), yaitu :

a. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Di sini titik tolaknya adalah penegenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan, artinya tidak ada masyarakat yang sama


(37)

21

sekali tanpa daya. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu sendiri dengan mendorong, memotivasikan dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.

b. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini juga meliputi langkah-langkah nyata dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat semakin berdaya.Dalam upaya pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah meningkatkan taraf pendidikan dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja dan pasar. Masukan pemberdayaan ini menyangkut pembangunan sarana dan prasarana dasar baik fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, jembatan, maupun sekolah dan juga fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau oleh msyarakat lapisan paling bawah, serta kesediaan lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan dan pemasaran di pedesaan, dimana terkonsentrasi penduduk yang keberadaannya amat kurang. Untuk itu, perlu ada program khusus bagi masyarakat yang kurang berdaya karena program-program umum yang berlaku untuk semua tidak selalu menyentuh pada lapisan masyarakat ini.


(38)

22

c. Memberdayakan mengandung pula arti melindungi, dalam proses pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah. Oleh karena itu, kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Menurut Ambar T Sulistiyani (2004 : 83-84) terdapat tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam melaksanakan pemberdayaan, yaitu :

a. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. Tahapan ini merupakan tahapan persiapan dalam proses pemberdayaan. Pihak pemberdaya/actor/pelaku pemberdayaan berusaha menciptakan prakondisi supaya dapat memfasilitasi berlangsungnya proses pemberdayaan yang efektif.

b. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan-keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan kecakapan-keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan. Individu akan menjalani proses belajar tentang pengetahuan dan kecakapan-keterampilan yang memiliki relevansi dengan apa yang menjadi tuntutan kebutuhan tersebut. keadaan ini akan mensimulasi terjadinya keterbukaan wawasan dan menguasai kecakapan-keterampilan dasar yang mereka butuhkan. Pada tahap ini, masyarakat hanya dapat memberikan peran partisipasi pada tingkat yang rendah yaitu sekedar menjadi pengikut atau obyek pembangunan saja, belum mampu menjadi subjek dalam pembangunan. c. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan- keterampilan


(39)

23

mengantarkan pada kemandirian. Tahap ketiga adalah merupakan tahap pengayaan atau peningkatan intelektualitas dalam kecakapan-keterampilan yang diperlukan, supaya mereka dapat membentuk kemampuan kemandirian. Kemandirian tersebut akan ditandai oleh kemampuan masyarakat di dalam membentuk inisiatif, melahirkan kreasi-kreasi dan melakukan inovasi-inovasi di dalam lingkungannya. Pada tahapan ini, masyarakat telah menjadi subyek pembangunan atau pemeran utama. Pemerintah tinggal menjadi innovator saja.

Menurut Kindervatter dalam buku Manajemen Pemberdayaan Perempuan (Anwar, 2007 : 77) “pemberdayaan sebagai proses pemberian kekuatan atau daya dalam bentuk pendidikan yang bertujuan membangkitkan kesadaran, pengertian, dan kepekaan warga belajar terhadap perkembangan social ekonomi dan politik sehingga kelak dapat meningkatkan kedudukannya dalam masyarakat”. Dari beberapa pendapat di atas mengenai pemberdayaan dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan merupakan sebuah proses pengembangan kemampuan dengan memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh individu atau kelompok agar menjadi berdaya. Pemberdayaan menjadi sangat penting jika diterapkan kepada para perempuan yang sedang menjalani masa pidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan, pemberdayaan yang dilakukan bertujuan agar tercipta kemandirian melalui pemberian pendidikan untuk meningkatkan kesadaran serta memberikan kecakapan-keterampilan agar dapat meningkatkan potensi yang dimiliki sehingga tidak


(40)

24

mengulangi kesalahan yang sama lagi dan dapat bersosialisasi dan berperan kembali di masyarakat

Ada beberapa tahap yang harus dilakukan dalam kegiatan pemberdayaan, yaitu Pertama, tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli. Pada tahap penyadaran ini adalah tahapan persiapan dalam proses pemberdayan dimana pihak yang terlibat dalam kegiatan pemberdayaan berusaha menciptakan proses pemberdayaan yang efektif. Kedua, tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan-keterampilan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan. Ketiga, tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan- keterampilan sehingga terbentuklah kemampuan kemandirian. Tahap ini merupakan tahap pengayaan atau peningkatan intelektualitas dalam kecakapan-keterampilan yang diperlukan, supaya mereka dapat membentuk kemampuan kemandirian.

b. Pengertian Pemberdayaan Perempuan

Di Indonesia jumlah populasi perempuan tergolong besar, atas dasar inilah perempuan menjadi salah satu komponen pembangun bangsa yang penting dan potensial sebagai agen perubahan maupun subyek pembangunan. Perempuan memiliki peran dalam segala bidang seperti bidang ekonomi, bidang pendidikan serta bidang social budaya selain berperan dalam keluarga. Oleh karena itu, perlu untuk dilakukan pemberdayaan agar para perempuan menjadi pribadi yang berkualitas atas kemampuan dan potensi yang dimiliki sehingga kaum perempuan tidak lagi dipandang sebagai makhluk yang lemah.


(41)

25

Menurut Hubeis (2010: 125), pember-dayaan perempuan adalah “upaya memper-baiki status dan peran perempuan dalam pembangunan bangsa, sama halnya dengan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan”. Daulay (2006: 7) menyam-paikan bahwa program pemberdayaan perempuan di Indonesia pada hakekatnya telah dimulai sejak tahun 1978. Dalam perkembangannya upaya dalam kerangka pemberdayaan perempuan ini secara kasat mata telah menghasilkan suatu proses pe-ningkatan dalam berbagai hal. Seperti pepe-ningkatan dalam kondisi, derajat, dan kualitas hidup kaum perempuan di berbagai sektor strategis seperti bidang pendidikan, ketenagakerjaan, ekonomi, kesehatan dan keikutsertaan ber-KB.

Menurut Karl M. (dalam Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka, 1996: 63) pemberdayaan perempuan dipandang sebagai suatu proses kesadaran dan pembentukan kapasitas (capacity building) terhadap partisipasi yang lebih besar, kekuasaan, dan pengawasan pembuatan keputusan yang lebih besar, dan tindakan transformasi agar menghasilkan persamaan derajat yang lebih besar antara perempuan dan laki-laki. Upaya pemberdayaan perempuan dapat dilakukan dengan usaha menyadarkan dan membantu mengembangkan potensi yang ada, sehingga menjadi manusia yang mandiri. Bahkan berarti bahwa perempuan mendominasi atau membuat kekuasaan dari laki-laki, akan tetapi dalam arti mengembnagkan diri dan menentukan nasib sendiri dengan kebersamaan. Konsep kesetaraan juga perlu dikembangkan agar tidak terjadi perselisihan.


(42)

26

Menurut Andi Hanindito, pemberdayaan perempuan merupakan upaya peningkatan kemampuan perempuan dalam memeperoleh akses dan control terhadap semua sumber daya dalam seluruh aspek kehidupan (Andi Hanindito, 2011 : 11). Sedangkan Menurut Onny S. Prijono menyatakan bahwa “proses pemberdayaan perempuan merupakan tindakan usaha perbaikan atau peningkatan ekonomi, social budaya, politik dan psikologi baik secara individual maupun kolektif yang berbeda menurut kelompok etnik dan kelas social.

Menurut Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan ada empat kelompok perempuan yang perlu menjadi perhatian yaitu kelompok perempuan yang sama sekali tidak mampu dan tidak memiliki sumber-sumber karena beban kemiskinan, perempuan yang memiliki sumber-sumber tetapi belum/ tidak berusaha untuk meningkatkan dirinya, perempuan yang telah melakukan usaha namun tidak memiliki sumber-sumber, dan perempuan yang telah memiliki kemampuan dan peran serta mampu memanfaatkan sumber-sumber. Kelompok yang terakhir merupakan kelompok yang sudah berdaya dan mungkin sudah terbuka pikirannya dan merdeka. Proses pemberdayaan diri pada perempuan akan menjadi lebih cepat jika perempuan ikut serta dalam proses pengambilan keputusan.

Winarni (dalam Ambar T. Sulistiyani, 2004 : 79) mengungkapkan bahwa inti dari pemberdayaan meliputi tiga hal, yaitu sebagai berikut :


(43)

27 1) Pengembangan (enabling)

Pada hakikatnya pemberdayaan merupakan penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Logika ini didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada masyarakat yang sama sekali tidak memiliki daya setiap masyarakat yang sama sekali tidak memiliki daya setiap masyarakat pasti memiliki daya, akan tetapi kadang-kadang mereka tidak menyadari, atau daya tersebut masih belum dapat diketahui secara eksplisit, sehingga daya harus digali dan kemudian dikembangkan.

2) Memperkuat potensi atau daya (empowering)

Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya dengan cara mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya.

3) Terciptanya kemandirian

Pemberdayaan hendaknya jangan menjabak masyarakat dalam perangkap ketergantungan (chaity), pemberdayaan sebaiknya harus mengantarkan pada proses kemandirian.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pemberdayaan mencakup berbagai aspek yang nantinya akan mempengaruhi kehidupan individu atau kelompok. Pemberdayaan perempuan adalah salah satu upaya yang dilakukan untuk menggali potensi yang dimiliki perempuan yang dapat digunakan sebagai bekal hidup, mengembangkan, memantapkan atau menguatkan potensi tersebut. Sehingga dengan adanya


(44)

28

pemberdayaan tersebut, kaum perempuan dapat menjadi mandiri dan mampu berpartisipasi dalam pembangunan dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki.

Berbagai konsep pemberdayaan perempuan yang telah diuraikan di atas merujuk pada kemampuan individu, khususnya pada kelompok perempuan yang dipandang lemah dalam aspek tertentu. Salah satunya adalah kelompok perempuan yang bersatus sebagai warga binaan pemasyarakatan atau narapidana di Lapas Wirogunan. Oleh karena itu, Lapas Wirogunan menyelenggarakan program pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan yang dapat bermanfaat bagi para warga binaan pemasyarakatan perempuan setelah keluar nanti agar dapat turut serta dalam melaksanakan pembangunan bangsa melalui keterampilan yang dimilikinya.

c. Tujuan Pemberdayaan Perempuan

Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan menurut Ambar T. Sulistiyani (2004 : 80) adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai oleh kemampuan untuk memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi menggunakan daya kemampuan yang meliputi kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, afektif, dengan


(45)

29

pengerahan sumber daya yang dimiliki oleh lingkungan internal masyarakat tersebut.

Sedangkan menurut Anindya Sulasikin dalam buku yang berjudul Jagad Wanita, pemberdayaan perempuan bertujuan untuk :

1) Meningkatkan keterjangkauan (akses) perempuan kepada sumber dan manfaat pembangunan (modal, tanah, pelayanan sosial, pendidikan, kesehatan,pekerjaan, dan informasi).

2) Meningkatkan kesadaran wanita tentang diskriminasi gender, bahwa situasi perempuan dan perlakuan diskriminatif yang mereka terima bukanlah disebabkan takdir ataupun karena kekurangan pada diri meraka, akan tetapi karena sistem sosial yang mendiskriminasikan mereka.

3) Meningkatkan partisipasi aktif mereka dalam pengambilan keputusan dalam keluarga dan masyarakat.

4) Pemberdayaan perempuan bertujuan menjadikan perempuan mandiri dalam arti ekonomi, social budaya, dan psikologis (Bainar dkk, 1999 : 17).

Pemberdayaan yang dilakukan oleh karenanya harus tepat sasaran dan tujuannya. Sumodiningrat (2000 : 109) menjelaskan bahwa sasaran dan tujuan dari pemberdayaan adalah :

1) Meningkatnya peningkatan pendapatan perempuan di tingkat bawah dan menurunnya jumlah penduduk yang terdapat dibawah garis kemiskinan.


(46)

30

2) Berkembangnya kapasitas perempuan untuk meningkatkan kegiatan social ekonomi produktif keluarga.

3) Berkembangnya kemampuan perempuan dan meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat, baik aparatur maupun warga.

Berdasarkan uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pemberdayaan perempuan adalah untuk membangun kesadaran para kaum perempuan mengenai kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan agar mampu mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimiliki. Sehingga pendapatan perempuan dapat meningkat dan dapat menjadi pribadi yang mandiri serta mampu mempertahankan diri dari diskriminasi dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan bangsa.

d.Tahap-tahap Pemberdayaan Perempuan

Menurut Friedman (Daman Huri 2008: 86) berpendapat bahwa ada dua tahapan pemberdayaan yaitu :

1) Pemberdayaan individu

Pemberdayaan individu dimulai dari membangkitkan keberdayaan setiap anggota keluarga hingga kemudian unit-unit keluarga berdaya yang selanjutnya mampu memperluas keberdayaan dan munculnya keberdayaan nasional.

2) Pemberdayaan Kelompok atau antar individu

Pemberdayaan ini merupakan spiral model. Pada hakikatnya individu satu dan lainnya saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Dimulai dari unit keluarga lalu membentuk ikatan dengan keluarga lain yang disebut kelompok masyarakat, dan seterusnya sampai ikatan yang paling tinggi.


(47)

31

Sedangkan menurut Ambar T Sulistiyani, tahap-tahap yang harus dilalui dalam pemberdayaan ialah:

a. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. b. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan,

kecakapan-keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan.

c. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan-keterampilan sehingga terbentuk inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian (Sulistiyani, Ambar Teguh: 83)

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tahap-tahap yang harus dilakukan dalam program pemberdayaan perempuan adalah dilakukannya penyadaran diri dan pembentukan perilaku individu agar menyadari bahwa dirinya membutuhkan peningkatan kualitas atas dirinya sendiri. Setelah dilakukan penyadaran diri, individu harus mentransformasikan kemampuan dalam hal wawasan pengetahuan dan kecakapan keterampilan agar dapat mendapatkan peran dan ikut ansdil dalam proses pembangunan. Kemudian meningkatkan kemampuan wawasan pengetahuan dan kecakapan keterampilan agar terbentuk inisiatif dan inovatif yang kemudian mengantarkan pada kemandirian. Dengan dilakukannya tahapan-tahapan pemberdayaan perempuan tersebut dapat dipastikan akan mengantarkan kaum perempuan pada kemandirian dengan wawasan pengetahuan dan kecakapan keterampilan yang dimiliki. Sehingga kaum perempuan akan memiliki peran dan mempunyai pengaruh dalam proses pembangunan. Selain itu, kaum perempuan juga sadar bahwa ia


(48)

32

memiliki kapasits dan potensi diri yang harus ditingkatkan guna kehidupan di masa yang akan datang.

3. Tinjauan tentang Lembaga Pemasyarakatan a. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat untuk melaksanakan pembinaan terhadap narapidana atau warga binaan pemasyarakatan melalui pendidikan terutama pendidikan non formal. Melalui pendidikan non formal, para warga binaan pemasyarakatan khususnya warga binaan perempuan memperoleh pembinaan keterampilan yang bertujuan agar setelah warga binaan keluar dari Lapas dapat melanjutkan kehidupannya, khususnya dalam memenuhi kebutuhan hidup dengan memanfaatkan bekal keterampilan yang dimiliki. Pemasyarakatan dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan berdasarkan system kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari system pemidanaan dalam tata peradilan pidana.

Sedangkan yang dimaksud dengan Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat orang-orang menjalani hukuman pidana, penjara (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999 : 580). Pengertian lain mengenai Lembaga Pemasyarakatan yaitu suatu tempat, lokasi atau lembaga dibawah Departemen Hukum dan HAM yang bertujuan untuk membina dan membimbing warga binaan dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki warga binaan, petugas lembaga, serta masyarakat sesuai dengan kemampuan dan bakat serta minat demi


(49)

33

terwujudnya kesejahteraan social warga binaan pemasyarakatan dan masyarakat (Jumiati, 1995 : 13).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan merupakan suatu tempat, lokasi atau lembaga dibawah Departemen Hukum dan HAM untuk memberikan pembinaan kepada warga binaan tidak terkecuali warga binaan perempuan. Pembinaan dilakukan dengan memberikan keterampilan kepada warga binaan perempuan sesuai dengan potensi yang dimiliki , bertujuan agar bermanfaat saat warga binaan keluar dari Lapas dan kembali berperan dalam masyarakat.

b. Pengertian Sistem Pemasyarakatan di Indonesia

Berdasarkan Undang – Undang No. 12 tahun 1995 Pasal 1 Ayat 2 tentang pemasyarakatan, disebutkan bahwa Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antar pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan


(50)

34

dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Menurut UU No. 12 Tahun 1995 Pasal 3, fungsi diselenggarakannya sistem pemasyarakatan adalah untuk menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.

Dalam menyelenggarakan sistem pemasyarakatan, dibutuhkan keikutsertaan seluruh pihak yang terlibat termasuk keikutsertaan masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar saat warga binaan kembali ke masyarakat, mereka tidak merasa dikucilkan dan dapat kembali berperan di tengah-tengah masyarakat.

c. Pengertian Narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan

Seseorang dapat disebut narapidana apabila melakukan tindak pidana yang dapat melanggar hukum kemudian tinggal di Lembaga Pemasyarakatan. Menurut UU No. 12 Tahun 1995 Pasal 1 Ayat 5, disebutkan bahwa Warga Binaan Pemasyarakatan adalah Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan. Menurut UU No. 12 Pasal 1 Ayat 7 dijelaskan bahwa yang dimaksud Narapidana adalah Terpidana (seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukumtetap) yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan.


(51)

35

Sedangkan yang dimaksud dengan Anak Didik Pemasyarakatan menurut UU No. 12 Pasal 1 Ayat 8 adalah

a) Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lapas Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;

b) Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada Negara untuk di didik dan ditempatkan di Lapas Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;

c) Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk di didik di Laps Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.

Selanjutnya yang dimaksud dengan Klien Pemasyarakatan menurut UU No. 12 Tahun 1995 Pasal 1 Ayat 9 adalah Klien Pemasayarakatan yang selanjutnya disebut Klien adalah seseorang yang berada dalam bimbingan Bapas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian narapidana berasal dari dua suku kata yaitu Nara yang berarti orang, dan Pidana yang berarti hukuman dan kejahatan (pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, narkoba, korupsi dan sebagainya) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001 : 612). Jadi dari beberapa penjelasan diatas dapat diartikan bahwa narapidana atau warga binaan pemasyarakatan adalah seseorang yang sedang menjalani hukuman di dalam Lembaga Pemasyarakatan dikarenakan melakukan tindak pidana dan telah mendapatkan putusan pengadilan.


(52)

36

4. Tinjauan tentang Pembinaan Keterampilan a. Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan

Sistem pembinaan warga binaan pemasyarakatan yang dikenal dengan nama Pemasyarakatan, mulai dikenal pada tahun 1964 ketika konferensi Dinas Kepenjaraan di Lembaga pada tanggal 27 April 1964. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999, dijelaskan bahwa pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Intelektual, sikap dan perilaku professional serta kesehatan dan rohani narapidana.

Arti dari kata pembinaan itu sendiri diambil dari kata dasar bina yaitu mengusahakan agar lebih baik, sehingga pengertian pembinaan adalah suatu usaha atau tindakan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik (KBBI, 2005 : 152). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembinaan adalah suatu usaha yang diwujudkan dalam kegiatan dengan maksud untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

Dalam sistem pemasyarakatan, warga binaan pemasyarakatan tidak lagi dianggap sebagai objek dan pribadi yang harus dikucilkan dengan tindak pidana yang dilakukannya. Warga binaan pemasyarakatan dipandang sebagai manusia yang memiliki fitrah kemanusiaan, itikad dan potensi yang positif yang dapat digali dan dikembangkan dalam rangka


(53)

37

pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas dan ikut berperan dalam pembangunan bangsa. Maka dari itu dilakukan pembinaan kepada warga binaan pemasyarakatan selama berada di dalam Lapas sebagai bentuk pemenuhan hak sebagai warga binaan. Seperti yang sudah dijelaskan dalam pasal 6 Undang-undang No. 12 Tahun 1995, bahwa “pembinaan warga binaan pemasyarakatan dilakukan di LAPAS dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan dilakukan oleh BAPAS”.

Sistem pembinaan pemasyarakatan menurut Undang-undang No.12 Tahun 1995 Pasal 5 dilaksanakan berdasarkan asas :

a) Pengayoman;

b) Persamaan perlakuan dan pelayanan; c) Pendidikan;

d) Pembimbingan;

e) Penghormatan harkat dan martabat manusia;

f) Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan; dan

g) Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu.

b. Tujuan Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan

Perkembangan pembinaan untuk warga binaan pemasyarakatan berkaitan erat dengan tujuan pemidanaan. Tujuan perlakuan terhadap warga binaan di Indonesia mulai tampak sejak tahun 1964 saat diadakan konferensi kepenjaraan di Lembaga, bahwa tujuan pemidanaan adalah


(54)

38

pemasyarakatan, jadi mereka yang menjadi warga binaan masyarakat bukan lagi dibuat jera akan tetap dibina untuk kemudian dimasyarakatkan.

Secara umum pembinaan yang dilakukan kepada warga binaan pemasyarakatan bertujuan agar mereka dapat menjadi manusia seutuhnya sebagaimana yang telah menjadi arah pembangunan nasional melalui jalur pendekatan :

1) Memantapkan iman (ketahanan mental) mereka.

2) Membina mereka agar mampu berintegrasi secara wajar di dalam lembaga pemasyarakatan dan kehidupan yang lebih luas (masyarakat) setelah menjalani pidananya.

Secara khusus pembinaan yang dilakukan kepada warga binaan pemasyarakatan ditujukan agar selama masa pembinaaan dan setelah seleai menjalankan masa pidananya :

1) Berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya serta bersikap optimis akan masa depannya.

2) Berhasil memperoleh pengetahuan, minimal keterampilan untuk bekal mampu hidup mandiri dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan nasional.

3) Berhasil menjadi manusia yang patuh hukum yang tercermin pada sikap dan perilakunya yang tertib, disiplin, serta mampu menggalang rasa kesetiakawanan social.

4) Berhasil memiliki jiwa dan semangat pengabdian terhadap bangsa dan Negara (Departemen Kehakiman dan HAM RI, 2004 : 56-57)


(55)

39

Walaupun demikian, dalam rangka memudahkan warga binaan pemasyarakatan untuk berinteraksi kembali dan menyesuaikan diri dengan kehidupan masyarakat, maka tetap perlu adanya interaksi antara warga binaan pemasyarakatan dengan pembinaan yang bertujuan agar warga binaan pemasyarakatan dapat merasakan bahwa sebagai pribadi dan warga Negara Indonesia, mampu berbuat sesuatu untuk kepentingan bangsa dan Negara. Selain itu, warga binaan pemasyarakatan dapat menjadi unsur pemasyarakatan yang mampu menciptakan opini dan citra pemasyarakatan yang baik.

c. Metode Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan

Dalam pelaksanaan pembinaan warga binaan pemasyarakatan, instruktur atau Pembina menggunakan metode tertentu agar tujuan dari pembinaan dapat tercapai. Metode tersebut antara lain :

1) Pembinaan berupa interaksi langsung yang sifatnyakekeluargaan antara instruktur atau Pembina dengan yang dibina (warga binaan). 2) Pembinaan bersifat persuasif edukatif yaitu berusaha merubah

tingkah lakunya melalui keteladanan dan memperlakukan adil di antara sesama mereka sehingga menggugah hatinya untuk melakukan hal-hal yang terpuji, menempatkan warga binaan pemasyarakatan sebagai manusia yang memiliki potensi dan memiliki harga diri dengan hak-hak dan kewajibannya dengan manusia lainnya.


(56)

40

4) Pemeliharaan dan peningkatan langkah-langkah keamanan yang disesuaikan dengan tingkat keadaan yang dihadapi.

5) Pendekatan individual dan kelompok, (Departemen Kehakiman dan HAM RI, 2004 : 65)

d. Konsep Keterampilan

Unsur yang terpenting dalam rangkaian usaha pengembangan kualitas sumber daya manusia adalah pendidikan dan latihan.Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah formal dan berlangsung seumur hidup.Sedangkan latihan (training) adalah pengajaran atau pemberian pengalaman kepada seseorang untuk mengembangkan tingkah laku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) agar mencapai sesuatu yang diinginkan. Latihan diartikan juga sebagai suatu proses membantu orang lain dalam memperoleh keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge).

Keterampilan diartikan sebagai suatu kecekatan, kecakapan, dan kemampuan untuk melakukan suatu kegiatan dengan baik dan cermat. Menurut Legge keterampilan berarti kemampuan mengkoordinasikan dan tenaga yang bertingkat-tingkat, yaitu : 1) keterampilan yang hanya menggunakan otot atau tenaga dan hanya sedikit menggunakan pikiran. 2) keterampilan yang banyak menggunakan pikiran atau otak dan sedikit menggunakan otot, dan 3) keterampilan yang banyak menggunakan tenaga sedikit pikiran dan sedikit otot. Dengan demikian, keterampilan dapat diartikan sebagai suatu usaha yang terencana dan terorganisir dalam


(57)

41

memberikan kemampuan dan keterampilan yang produktif sesuai dengan minat dan bakat sebagai bekal dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup.

Keterampilan adalah suatu performasi yang ekonomis dan efektif dalam pencapaian suatu maksud dan fungsi keterampilan sebagai suatu bekal atau modal dasar tenaga kerja/seseorang untuk dapat bekerja atau melakukan pekerjaan sesuai dengan kualifikasinya (keahliannya). Keterampilan atau keahlian (skill)merupakan kecakapan yang berhubungan dengan tugas yang dimiliki dan dipergunakan dalam menghadapi tugas-tugas yang bersifat teknis atau non teknis.Kecakapan keterampilan (skill) merupakan suatu kecakapan atau keterampilan yang dapat diperoleh melalui latihan atau pengalaman.Pembinaan keterampilan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan merupakan suatu usaha yang terencana dan terorganisir dalam memberikan pengalaman, kemampuan dan keterampilan yang produktif sesuai dengan minat dan bakat warga binaan khususnya warga binaan perempuan. kegiatan tersebut ditujukan agar dapat digunakan sebagai bekal dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup dan sebagai bekal reintegrasi dengan masyarakat kembali.

5. Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan Keterampilan di Lembaga Pemasyarakatan

Pembinaan yang dilakukan di Lapas bertujuan untuk para warga binaan pemasyarakatan memiliki perubahan yang lebih baik dalam segi perilaku maupun kemampuan dan potensi yang dimiliki agar memiliki kepercayaan diri ketika berbaur kembali ke masyarakat. Dalam Peraturan


(58)

42

Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999, dijelaskan bahwa pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Intelektual, sikap dan perilaku professional serta kesehatan dan rohani warga binaan pemasyarakatan. kegiatan pembinaan diberikan kepada semua warga binaan pemasyarakatan, tidak terkecuali warga binaan perempuan. Maka dari itu, kegiatan pembinaan yang dilakukan untuk para warga binaan perempuan merupakan suatu kegiatan pemberdayaan perempuan khususnya para perempuan yang sedang menjalani masa pidana di lembaga pemasyarakatan.

Salah satu cara pemberdayaan perempuan warga binaan pemasyarakatan dilakukan melalui pembinaan keterampilan. Pembinaan keterampilan merupakan suatu kegiatan yang terorganisir dengan memberikan pengalaman, kemampuan dan keterampilan yang produktif sesuai dengan minat dan bakat warga binaan khususnya warga binaan perempuan. Pembinaan tersebut dilakukan agar warga binaan perempuan memperoleh suatu keterampilan praktis sebagai bekal yang dapat bermanfaat bagi dirinya setelah selesai menjalani masa pidana dan kembali bersosialisasi dengan masyarakat. Keterampilan menjadi sangat penting untuk dimiliki setiap warga binaan perempuan, karena dengan ketrampilan yang ada dapat dijadikan sebagai modal dalam memulihkan kepercayaan diri perempuan ketika kembali ke masyarakat.

Menurut Kindervatter dalam buku Manajemen Pemberdayaan Perempuan (Anwar, 2007 : 98) “pemberdayaan melalui pendidikan non


(59)

43

formal memfokuskan kepada peserta didik dalam bentuk kelompok dan menekankan pada proses objektif, misalnya penguasaan dan keterampilan”. Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa pembinaan keterampilan yang dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan dapat menjadi suatu bentuk pemberdayaan khususnya pemberdayaan para warga binaan perempuan dengan mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimiliki. Sehingga dengan adanya pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan ini problema yang terjadi dapat terselesaikan melalui pembinaan keterampilan yang berbasis potensi individu.

6. Tinjauan Tentang Faktor Pendukung dan Penghambat

Dalam suatu kegiatan akan ditemukan faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam mencapai tujuan kegiatan tersebut.Faktor dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai hal (keadaan, peristiwa) yang ikut menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya sesuatu.Faktor tersebut dapat dibedakan menjadi dua yakni:

1. Faktor Pendukung

Pendukung dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan 1) orang yang mendukung 2) penyokong; pembantu; penunjang. Faktor pendukung dapat diartikan hal pendukung yang memiliki pengaruh baik terhadap proses pemberdayaan perempuan tersebut sehingga dapat memperlancar proses pemberdayaan perempuan. Faktor pendukung dari pelaksanaan kegiatan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan dapat dilihat dari:


(60)

44 a. Sarana Prasarana

Sarana menurut Tatang M. Amirin, dkk (2010: 77) ialah segala fasilitas bisa berupa peralatan, bahan dan perabot yang langsung dipergunakan dalam proses kegiatan. Sedangkan prasana adalah perangkat yang menunjang keberlangsungan kegiatan.

b. Pendanaan

Pendanaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan penyediaan dana.

c. Lingkungan sekitar

Lingkungan sekitar adalah lingkungan baik secara alam maupun bukan alam yang mempengaruhi sesuatu.

2. Faktor Penghambat

Penghambat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan 1) orang yang menghambat 2) alat yang dipakai untuk menghambat. Faktor penghambat dapat dimaknai hal (peristiwa, keadaan) yang memiliki pengaruh buruk terhadap proses pemberdayaan perempuan karena bisa menghambat proses pemberdayaan perempuan. Faktor penghambat secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor penghambat internal dan faktor penghambat eksternal. Dalam kegiatan pembinaan keterampilan ini faktor penghambat ialah faktor dari dalam diri warga binaan perempuan sementera faktor penghambat ialah faktor dari luar.


(61)

45 B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan merupakan penelitian-penelitian yang sudah ada sebelum penelitian dilakukan oleh seorang peneliti yang dijadikan sebagai pedoman ataupun sumber lain untuk pelengkap data penelitian. Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah:

1) Penelitian yang dilakukan oleh Nuriyah (2010), mahasiswa Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Yogyakarta, dengan judul penelitian “Pemberdayaan Keterampilan Perempuan di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW)”.

Penelitian tersebut dilakukan dengan metode kualitatif deskriptif. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tujuan dari panti social tersebut yaitu menjunjung tinggi harkat dan martabat wanita, memulihkan kembali harga diri, tanggung jawab social, kemajuan dan kemampuan para perempuan agar dapat merasakan hidup wajar dalam bermasyarakat. Manfaat pemberian keterampilan tersebut bagi warga binaan adalah untuk memberikan bekal keterampilan dan pengetahuan terkait dengan keterampilan yang diikuti.

Berdasarkan deskripsi hasil penelitian yang relevan dapat diketahui bahwa penelitian tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Persamaannya adalah sama-sama meneliti tentang bagaimana proses pemberdayaan perempuan melalui kegiatan pembinaan keterampilan. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan oleh Nuriyah tersebut fokus penelitiannya pada


(62)

46

pemberdayaan keterampilan warga binaan perempuan yang mengalami permasalahan kekerasan dan memulihkan kembali harga diri, serta kemampuan para perempuan agar dapat merasakan hidup wajar, sedangkan penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini difokuskan pada pemberdayaan perempuan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta melalui kegiatan pembinaan keterampilan agar para warga binaan memiliki keterampilan yang kemudian dapat bermanfaat untuk bekal kehidupan saat warga binaan keluar dan kembali berbaur dengan masyarakat.

2) Penelitian yang dilakukan oleh Fitria Pradini Sisworo (2013), mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Yogyakarta, dengan judul penelitian “Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta”.

Penelitian tersebut dilakukan dengan metode pendekatan kualitatif deskriptif. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mendeskripsikan bentuk pemberdayaan perempuan melalui pembinaan warga binaan perempuan serta mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat dari pelaksanaan kegiatan pemberdayaan perempuan.

Berdasarkan deskripsi hasil penelitian yang relevan dapat diketahui bahwa penelitian tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Persamaannya adalah sama-sama meniliti tentang proses pemberdayaan perempuan warga binaan perempuan yang ada di Lapas Wirogunan melalui kegiatan pembinaan


(63)

47

keterampilan. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan oleh Fitria Pradini Sisworo tersebut fokus penelitiannya pada seluruh kegiatan pembinaan untuk warga binaan yang ada di Lapas Wirogunan. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini hanya difokuskan pada kegiatan pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan sebagai bentuk pemberdayaan perempuan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta.

C. Kerangka Pikir

Kaum perempuan dipandang sebagai kaum yang lemah dan hanya dianggap sebagai seseorang yang hanya mampu melaksanakan tugas sebagai ibu rumah tangga. Selain itu, dengan masih adanya budaya patriarki yang masih berlaku di masyarakat Indonesia secara langsung maupun tidak langsung menempatkan kaum perempuan di kelas bawah setelah laki-laki.

Sulitnya memperoleh pekerjaan yang layak dan kurangnya keterampilan yang dimiliki menyebabkan sebagian masyarakat tak terkecuali perempuan, terpaksa melakukan segala cara seperti aksi pencurian, penipuan bahkan menjadi bandar narkoba untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, padahal jelas-jelas perbuatan tersebut adalah tindakan yang melanggar hukum. Oleh karena itu, kaum perempuan yang terlanjur terjerumus ke dalam tindakan kriminalitas dan berstatus sebagai narapidana harus dilibatkan dalam program pemberdayaan perempuan yang dimaksudkan agar kaum perempuan yang terjerumus ke dalam tindakan tersebut tidak akan mengulangi perbuatan


(64)

48

itu lagi. Salah satu program pemberdayaan perempuan yang ditujukan untuk warga binaan perempuan adalah melalui kegiatan pembinaan.

Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan warga binaan pemasyarakatan. Pembinaan dilakukan agar warga binaan pemasyarakatan dapat kembali kepada peran sosial yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Pembinaan bagi para warga binaan pemasyarakatan perempuan merupakan salah satu bagian dari program pemberdayaan perempuan. Salah satu pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta untuk warga binaan perempuan adalah kegiatan pembinaan keterampilan.

Pembinaan keterampilan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta dimaksudkan untuk memfasilitasi warga binaan perempuan dalam memperoleh pengalaman baru khususnya bidang keterampilan praktis, mewadahi dan meningkatkan keterampilan warga binaan perempuan sesuai dengan minat dan bakat serta memberikan bekal keterampilan yang diharapkan dapat bermanfaat ketika bebas nanti. Pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan yang dilaksanakan di Lapas Klas II A Wirogunan Yogyakarta antara lain pelatihan merajut, menjahit, membatik, meronce manik-manik dan membuat rangkaian bunga dari akrilik.

Dalam pembinaan warga binaan perempuan ini peneliti mencoba mengetahui bagaimana pelaksanaan kegiatan pemberdayaan yang dilakukan melalui pembinaan keterampilan dengan mencari informasi tentang


(65)

49

bagaimana langkah awal dalam menentukan pembinaan keterampilan terhadap warga binaan perempuan, kemudian bagaimana bentuk pembinaan keterampilan tersebut serta bagaimana pelaksanaannya. Selain itu peneliti juga ingin megetahui mengetahui faktor penghambat dan faktor pendukung dalam pelaksanaan pembinaan keterampilan. Kemudian peneliti juga ingin mengetahui tentang hasil dari pembinaan keterampilan terhadap para warga binaan perempuan yang mengikuti kegiatan tersebut, sehingga para warga binaan perempuan dapat memperoleh bekal keterampilan yang nantinya dapat bermanfaat untuk kehidupan setelah bebas atau keluar dari Lapas.


(66)

50 Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir

Tindakan kriminalitas perempuan

Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan

Yogyakarta

Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan

Keterampilan

Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi Pembinaan Keterampilan Warga Binaan

Hasil pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilanwarga binaan perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta

Subordinasi kaum perempuan

Pendidikan dan keterampilan kaum perempuan yang terbatas

Faktor pendukung pembinaan ketrampilan

Faktor penghambat pembinaan ketrampilan


(67)

51 D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka dapat diajukan pertanyaan penelitian yang dapat menjawab permasalahan yang akan diteliti, sebagai berikut :

1. Pelaksanaan program pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan warga binaan perempuan

a. Bagaimana perencanaan program yang dilakukan sebelum diadakan pembinaan keterampilan untuk warga binaan pemasyarakatan perempuan ?

b. Bagaimana pelaksanaan program kegiatan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan untuk warga binaan pemasyarakatan perempuan ?

c. Bagaimana bentuk evaluasi program dari proses pembinaan keterampilan untuk warga binaan pemasyarakatan perempuan ?

2. Hasil pelaksanaan pembinaan keterampilan warga binaan perempuan a. Apa hasil dari pelaksanaan pembinaan keterampilan yang diberikan

untuk warga binaan perempuan ?

b. Apa perubahan yang terjadi pada warga binaan perempuan setelah mendapatkan pembinaan keterampilan sebagai bentuk pemberdayaan perempuan ?

3. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan.


(68)

52

a. Faktor apa saja yang dapat mendukung dalam pelaksanaan pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan ?

b. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pembinaan keterampilan untuk warga binaan perempuan ?


(69)

53 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian yang berjudul “Pemberdayaan Perempuan Melalui Pembinaan Keterampilan Warga Binaan Perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta” ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yang memahami suatu fenomena yang terjadi pada subyek penelitian seperti sikap dan persepsi. “Yang dimaksud dengan pendekatan deskriptif kualitatif adalah pendekatan yang informasinya atau data yang terkumpul, terbentuk dari kata-kata, gambar, bukan angka-angka, sifatnya hanya sebagai penunjang” (Sudarwan Danim,2002:51).

Pendapat lain mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas social sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Beberapa deskripsi digunakan untuk menemukan prinsip-prinsip dan penjelasan yang mengarah pada penyimpulan (Nana Syaodih Sukmadinata, 2010:60).

Sesuai pernyataan tersebut maka peneliti menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif ini dilakukan untuk menjelaskan secara mendalam mengenai pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan warga binaan pemasyarakatan perempuan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta. Dengan menggunakan pendekatan deskriptif


(70)

54

kualitatif ini diharapkan temuan-temuan yang empiris dapat dijelaskan secara jelas, rinci, dan akurat dalam berbagai pembinaan ketrampilan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta sebagai upaya pemberdayaan perempuan.

B. Setting dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta yang merupakan salah satu tempat memberikan bimbingan dan pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan, khususnya kegiatan pembinaan ketrampilan untuk warga binaan pemasyarakatan perempuan. Penelitian dilakukan selama pelaksanaan pembinaan ketrampilan di Lapas Wirogunan Yogyakarta berlangsung, yaitu mulai bulan April sampai bulan Juni 2016. Tahap yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

a. Tahap pengumpulan data awal. Tahap ini dilakukan observasi awal dengan melakukan pengamatan dan wawancara untuk mengetahui suasana dan kondisi tempat warga binaan pemasyarakatan dalam mengikuti kegiatan pemberdayaan perempuan melalui pembinaan ketrampilan.

b. Tahap penyusunan proposal penelitian. Dalam tahap ini dilakukan penyusunan proposal dari data-data yang telah dikumpulkan melalui tahap pengumpulan data awal.

c. Tahap perijinan pada tahap ini dilakukan pengurusan ijin untuk melakukan penelitian mengenai pemberdayaan perempuan melalui pembinaan ketrampilan di Lapas Wirogunan Yogyakarta.


(71)

55

d. Tahap pengumpulan data dan analisis data. Tahap ini dilakukan pengumpulan data-data yang sudah diperoleh dan menganalisis data untuk pengorganisasian data, prosentase data, intrepetasi data dan penyimpanan data.

e. Tahap penyusunan laporan. Penyusunan laporan dilakukan dengan menyusun semua data dari hasil penelitian yang diperoleh untuk selanjutnya disusun sebagai suatu laporan penelitian.

C. Subjek dan Obyek Penelitian 1. Penentuan Subyek Penelitian

Penentuan subyek penelitian dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Purpose sampling dilakukan dengan mengambil orang-orang yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik dan dimiliki oleh sampel itu serta dipilih dengan cermat hingga relevan dengan desain penelitian (Nasution, 2006 : 98). Subyek dalam penelitian ini adalah Petugas Pemasyarakatan, instruktur atau Pembina Teknis, dan warga binaan pemasyarakatan perempuan.

2. Penentuan Obyek Penelitian

Obyek penelitian adalah sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan guna tertentu tentang suatu hal objektif valid dan reliabel tentang suatu hal (varian tertentu) (Sugiyono, 2009 : 58). Dari pengertian diatas, maka obyek dari penelitian ini adalah pemberdayaan perempuan melalui pembinaan keterampilan warga binaan pemasyarakatan perempuan


(72)

56

yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Wawancara

Wawancara dalam suatu penelitian bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian itu merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi (pengamatan) (Bungin, 2001 : 100).

Wawancara ini dilakukan secara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya kepada subyek penelitian sehingga data tersebut dapat menggambarkan bagaiman pembinaan ketrampilan yang diberikan kepada warga binaan pemasyarakatan perempuan sebagai upaya pemberdayaan perempuan secara akurat sesuai dengan tujuan penelitian.

2. Observasi

Metode observasi adalah metode yang digunakan untuk mengetahui perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam (Sugiyono, 2009 : 145). Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi dengan mengamati langsung situasi pembinaan ketrampilan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta. Peneliti berusaha


(73)

57

mengamati kegiatan pembinaan ketrampilan sebagai upaya pemberdayaan perempuan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subyek penelitian. Dokumentasi dapat berupa buku harian, surat pribadi, laporan, catatan khusus dalam pekerjaan social dan dokumen lainnya (Soehartono, 2005 : 70). Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data dan dokumen nyata yang dapat mendukung keakuratan penelitian. E. Instrumen Penelitian

Sebagaimana lazimnya dalam penelitian kualitatif maka pada penelitian ini, peneliti adalah instrumen utama. Namun, disamping peneliti sebagai instrumen utama, pengumpulan data juga menggunakan bantuan instrumen lain sebagai penunjang. Diantaranya catatan, dokumen, pedoman wawancara, pedoman observasi dan data lain yang berkaitan dengan fokus penelitian.

Penelitian ini, peneliti terlibat langsung dalam pengambilan data dengan menggunakan teknik pengamatan atau observasi untuk mendapatkan data nyata di lapangan. Dengan demikian peneliti mencatat segala aspek kegiatan pembinaan ketrampilan yang dilakukan kepada warga binaan pemasyarakatan perempuan sebagai bentuk pemberdayaan perempuan.

F. Teknik Analisis Data

Milles dan Huberman dalam Rohidi (Sugiyono, 2011:246) menyatakan bahwa analisis data terdiri atas empat alur kegiatan yang terjadi


(1)

177

baru di praktekkin disini, sama-sama belajar sama warga binaannya. Dalam hal pemasaran kita juga masih kesulitan mbak, padahal mereka buat produk kayak gini untuk nambah biaya hidup juga selama disini. Kesimpulan :Faktor penghambat dalam melakukan pemberdayaan perempuan

melalui pembinaan keterampilan di Lapas Wirogunan yaitu masih adanya keterbatasan dalam penyediaan sarana dan prasarana, SDM dan dana dalam penyelenggaraan pembinaan keterampilan. Kurangnyamotivasi dan minat warga binaan perempuan dalam kegiatan keterampilan.Selain itu, tidak adanya jadwal yang ditetapkan untuk kegiatan keterampilan sehingga jika ada kegiatan lain pada waktu yang bersamaan warga binaan ijin tidak mengikuti pembinaan keterampilan terlebih dahulu. Pembina teknis yang disediakan hanya satu, sehingga pada saat warga binaan melakukan praktek tidak dapat mengawasi satu persatu. Selain itu keterampilanyang dimiliki pembina teknis terbatas dan dalam melakukan pemasaran produk yang dihasilkan warga binaan perempuan masih mempunyai kesulitan.


(2)

(3)

(4)

(5)

181 Dokumentasi

Foto Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakarta

Foto Kegiatan Pembinaan Keterampilan Warga Binaan Perempuan


(6)

182

Foto Pameran Hasil Pembinaan Keterampilan Menjahit