PENINGKATAN HASIL BELAJAR MEMBUAT POLA DASAR ROK MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE STAD BERBASIS MEDIA POWER POINT DI SMK PELITA BUANA BANTUL.

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan posisi yang strategis dalam meningkatkan kualitas Sumber daya manusia (SDM), baik dalam aspek spiritual, intelektual maupun kemampuan profesional terutama dikaitkan dengan tuntutan pembangunan bangsa. Hal tersebut dapat dipahami bahwa dengan memprioritaskan pendidikan sebagai kunci pokok keberhasilan pembangunan suatu bangsa, maka diharapkan pendidikan dapat menjadi alat pemberdayaan masyarakat menuju SDM yang lebih kreatif, inovatif, dan produktif dalam menghadapi tantangan yang kompleks.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu jenis lembaga pendidikan formal sebagai akibat dari perkembangan ilmu dan teknologi. SMK ini bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menguasai keterampilan tertentu untuk memasuki lapangan kerja dan sekaligus memberikan bekal untuk melanjutkan pendidikan kejuruan yang lebih tinggi. SMK sebagai lembaga memiliki bidang keahlian yang berbeda-beda menyesuaikan dengan lapangan kerja yang ada, dan di SMK ini para peserta didik dididik dan dilatih keterampilan agar profesional dalam bidang keahliannya masing-masing. Struktur kurikulum SMK pun diarahkan untuk mencapai kompetensi kejuruan sesuai dengan kebutuhan program keahlian untuk memenuhi standar kompetensi kerja di dunia kerja.

Program keahlian di SMK diklasifikasikan sesuai dengan kelompoknya seperti SMK kelompok pariwisata, program yang salah satunya yaitu program


(2)

2

keahlian tata busana. Program tersebut ditempuh selama masa studi tiga tahun atau enam semester, selama itu peserta didik memperoleh bekal ilmu, pengalaman, serta keterampilan sesuai dengan jurusan untuk siap terjun di dunia kerja. Bidang keahlian Tata Busana adalah salah satu program keahlian yang ada di SMK yang membekali peserta didik dengan ketrampilan, pengetahuan dan sikap agar kompeten dalam hal: 1) mengukur, membuat pola, menjahit dan menyelesaikan busana; 2) memilih bahan tekstil dan bahan pembantu secara tepat; 3) menggambar macam-macam busana sesuai kesempatan; 4) menghias busana sesuai desain; 5) mengelola usaha di bidang busana.

Kompetensi pola dasar adalah salah satu komptensi yang harus dicapai oleh peserta didik pada program keahlian Busana Butik. Membuat pola dasar terdiri dari beberapa kompetensi yaitu membuat pola dasar dengan teknik konstruksi dan membuat pola dasar dengan teknik drapping. Mata diklat pola dasar merupakan mata diklat produktif yang sangat penting. Hal ini dikarenakan mata diklat pola dasar merupakan mata diklat dasar untuk peserta didik agar dapat membuat busana sesuai dengan desain yang diinginkan, selain itu yang terpenting dalam mata diklat pola dasar adalah keterampilan pemahaman. Keterampilan pemahaman terhadap suatu bahan ajar, keterampilan ini merupakan keterampilan dasar bagi peserta didik yang harus dikuasai agar dapat mengikuti kegiatan dalam proses pembelajaran. Keberhasilan peserta didik dalam mengikuti pelajaran sangat dipengaruhi oleh keterampilannya dalam menguasai suatu bahan ajar. Tujuan pembelajaran pada dasarnya adalah peserta didik mampu memahami isi atau pesan-pesan komunikasi agar tercapai tujuan pembelajaran.


(3)

3

SMK Pelita Buana adalah salah satu SMK swasta di kabupaten Bantul yang beralamat di dusun Garon, Panggungharjo, Sewon, Bantul. SMK Pelita Buana Bantul membuka program keahlian Busana Butik dengan keterampilan, pengetahuan, dan sikap. Busana Butik merupakan salah satu program studi pada Bidang Studi Keahlian Seni, kerajianan ,dan Pariwisata. Pada program keahlian Busana Butik terdiri dari tiga kelas antara laian, kelas X Busana Butik, kelas XI Busana Butik, dan kelas XII Busana Butik. Mata diklat yang diajarkanpun beragam antara lain, mata diklat adaptif, mata diklat produktif, dan mata diklat normatif. Salah satu mata diklat pada program studi produktif yang diajarkan yaitu mata diklat pola dasar.

Berdasarkan observasi awal dan wawancara dengan peserta didik kelas X SMK Pelita Buana Bantul ditemukan bahwa kompetensi membuat pola dasar teknik konstruksi merupakan kompetensi yang dianggap peserta didik melelahkan dan membosankan. Peserta didik kurang termotivasi, kurang aktif dan kurang bersemangat dalam mengerjakan tugas, pekerjaan rumah banyak yang tidak mengerjakan dengan berbagai alasan, ada juga yang mengerjakannya asal jadi saja. Keadaan ini mengakibatkan tidak efektifnya kegiatan pembelajaran. Pada pembelajaran pola dasar, guru lebih cenderung menggunakan pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional ini kurang memberikan hasil yang maksimal, peserta didik merasa jenuh, motivasi peserta didik menjadi rendah dan nilai yang diporoleh kurang maksimal, selain itu pembelajaran konvensional membuat peserta didik hanya duduk, diam, mendengar, dan mencatat.

Sedangkan yang diperoleh dari informasi berdasarkan nilai hasil proses pembelajaran pola dasar di kelas X SMK Pelita Buana tergolong


(4)

4

masih rendah, hal ini ditunjukan dengan adanya 11 siswa yang belum mencapai taraf ketuntasan belajar dari 16 siswa. Rata-rata nilai yang diperoleh siswa setiap diberikan tugas baru, masih kurang dari nilai KKM 75. Sehingga masih diperlukan suatu perbaikan untuk mencapai kompetensi.

Materi, pendekatan, strategi, model dan media pembelajaran harus disusun sesuai dengan minat, kemampuan dan kebutuhan peserta didik agar proses pembelajaran berjalan efektif sehingga tercapai kompetensi yang sesuai sasaran. Untuk itu, seorang guru membutuhkan sebuah model pembelajaran yang tepat dan efektif dalam mengoptimalkan keterampilan peserta didik dalam pembelajaran pola dasar. Guru dituntut dapat berperan aktif dalam dunia pendidikan sehingga memberikan peluang untuk guru mengembangkan kreativitasnya, dapat dilakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif, misalnya pembelajaran yang mampu menghasilkan lulusan yang berkompeten dengan harapan dapat mengembangkan pemahaman, ketelitian, kreativitas, keaktifan, kekritisan dan kecerdasan peserta didik. Selain itu, peserta didik mampu mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan baik, aktif, dan menyenangkan.

Berdasarkan uraian di atas, diperlukan adanya suatu pembelajaran yang menarik, mudah dipahami, membuat aktif peserta didik dan tidak membosankan yang dapat menumbuhkan interaksi dengan peserta didik lain guna mencapai tujuan pembelajarannya. Menurut Isjoni (2007:66) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif sebagai pembelajaran yang melibatkan peserta didik-peserta didik untuk bekerja dalam kelompok-kelompok untuk mengerjakan tugas atau mencari penyelesaian terhadap suatu masalah untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan menurut Slavin


(5)

5

(2005:4) pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para peserta didik bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran. Pembelajaran kooperatif menekankan kerja sama antar peserta didik dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajarannya. Melalui belajar secara kelompok, peserta didik memperoleh kesempatan untuk saling berinteraksi dengan teman-temannya.

Tipe pembelajaran kooperatif ada beberapa macam, salah satunya adalah Student Teams Achievement Division (STAD). Peneliti akan menggunakan model pembelajaran ini sebagai strategi dalam meningkatkan kompetensi membuat pola busana secara konstruksi. Pada dasarnya model ini dirancang untuk memotivasi peserta didik agar saling membantu antara peserta didik satu dengan yang lain dalam menguasai ketrampilan atau pengetahuan yang disajikan oleh guru, model pembelajaran cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD) juga menuntut para peserta didik untuk aktif dan dapat memahami materi. Adapun kelebihan dari pembelajaran cooperative learning tipe STAD yaitu dapat: 1) meningkatkan motivasi siswa dalam belajar; 2) meningkatkan prestasi belajar siswa; 3) meningkatkan kreativitas siswa; 4) mendengar, menghormati, serta menerima pendapat siswa lain; 5) mengurangi kejenuhan dan kebosanan; 6) menyakinkan dirinya untuk orang lain dengan membantu orang lain dan menyakinkan dirinya untuk saling memahami dan saling mengerti.

Menurut Robert E.Slavin (2005:143) tipe pembelajaran kooperatif STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Dalam presentasi ini bisa juga memasukkan presentasi audiovisual. Dengan cara ini,


(6)

6

para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka. Sehingga dari pendapat tersebut peneliti menyempurnakan sebuah model pembelajaran ini dengan alat pembantu media powerpoint. Media berbasis powerpoint merupakan pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan software

komputer. Media berbasis powerpoint ini memiliki kelebihan yaitu menggabungkan unsur media seperti teks, video, animasi, image, dan sound didalam presentasi powerpoint sehingga dapat dibuat semenarik mungkin.

Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti mengkaji secara

mendalam dengan melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Peningkatan

Hasil Belajar Membuat Pola Dasar Rok Menggunakan Model Pembelajaran Tipe STAD Berbasis Media Powerpoint Di SMK Pelita Buana Bantul”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan hasil wawancara dengan Busana Butik di SMK Pelita Buana Bantul, terdapat beberapa masalah yang muncul dalam kegiatan belajar mengajar yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Kurangnya motivasi peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar yang menyebabkan peserta didik kurang bersemangat dan mengerjakan tugas asal jadi.

2. Guru masih menggunakannya model pembelajaran secara konvensional dan belum pernah melakukan pengayaan dengan model pembelajaran


(7)

7

secara berkelompok sehingga hasil belajara siswa kurang maksimal, dan dibutuhkan variasi penggunaan model pembelajaran yang baru.

3. Keikutsertaan peserta didik dalam proses belajar mengajar masih rendah, kebanyakan peserta didik kurang aktif sehingga dibutuhkan variasi model pembelajaran untuk pembelajaran praktik.

4. Peserta didik selama proses pembelajaran kurang memperhatikan, sehingga banyak siswa yang mengerjakan tugas asal jadi saja dan mengumpulkan tugas tidak tepat waktu. Untuk itu diperlukan model pembelajaran yang bersifat kerja sama/kelompok agar lebih memahami materi.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, masalah-masalah yang terkait dengan penelitian ini sangat banyak. Untuk itu guru memerlukan pembelajaran yang menarik sehingga dapat mencapai kompetensi yang diharapkan. Kompetensi membuat pola dasar merupakan pembelajaran praktek sehingga memerlukan model pembelajaran yang dapat memberi pemahaman dan membuat peserta didik aktif, termotivasi dan menyenangkan dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran praktek membuat pola dasar memerlukan model pembelajaran yang menyenangkan, dimana peserta didik dibentuk dalam beberapa kelompok, saling berdiskusi untuk mengerjakan tugas kelompok, peserta didik mempresentasikan hasil diskusi, mengerjakan tugas individu, dan pada akhir proses pembelajaran ada reward untuk peserta didik yang mendapatkan poin kemajuan yang tertinggi. Guru disini hanya mengecek


(8)

8

hasil siswa apabila ada kesalahan langsung diberitahu kepada peserta didik. Dengan demikian peserta didik dapat memahami pembelajaran membuat pola, menjadikan peserta didik aktif dan langsung mempraktekannya dengan diskusi antar teman tanpa ada tanya jawab dengan guru. Peserta didik yang dipilih menjadi sampel dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X busana butik SMK Pelita Buana Bantul, karena mereka yang sedang menempuh mata diklat pola dasar.

Sehingga di dalam penelitian ini hanya memfokuskan penggunaan model pembelajaran tipe STAD berbasis media powerpoint pada pencapaian hasil belajar dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotor pada membuat pola dasar rok di SMK Pelita Buana Bantul.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka rumusan masalah peneltian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan model pembelajaran tipe STAD berbasis media

powerpoint dalam meningkatkan kualitas pembelajaran membuat pola dasar rok di SMK Pelita Buana Bantul ?

2. Seberapa besar peningkatan hasil belajar membuat pola dasar rok menggunakan model pembelajaran tipe STAD berbasis media power point di SMK Pelita Buana Bantul ?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan diatas dapat diketahui tujuan dari penelitian yaitu :


(9)

9

1. Mengetahui penerapan model pembelajaran tipe STAD berbasis media

powerpoint dalam meningkatkan kualitas pembelajaran membuat pola dasar rok di SMK Pelita Buana Bantul.

2. Mengetahui Seberapa besar peningkatan hasil belajar membuat pola dasar rok menggunakan model pembelajaran tipe STAD berbasis media

powerpoint di SMK Pelita Buana Bantul.

F. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukkan dalam peningkatan hasil belajar melalui model koorperatif tipe STAD, dan media proyeksi berbasis powerpoint pada pembuatan pola dasar rok kelas X Busana Butik SMK Pelita Buana Bantul.

2. Secara praktis

a. Bagi Universitas Negeri Yogyakarta

Dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan untuk penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan tentang peningkatan hasil belajar membuat pola dasar rok menggunakan model pembelajaran tipe STAD berbasis media power point di SMK Pelita Buana Bantul.

b. Bagi SMK Pelita Buana Bantul

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam rangka pembinaan dan pengembangan sekolah yang bersangkutan.


(10)

10 c. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan tentang peningkatan hasil belajar membuat pola dasar rok menggunakan model pembelajaran tipe STAD berbasis media power point dan sebagai bahan pertimbangan, serta masukan dalam penggunaan media pembelajaran khususnya pada mata diklat pola dasar.

d. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa untuk dapat memahami dan menguasai materi yang disampaikan oleh guru sehingga dapat mencapai hasil belajar yang baik.

e. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dengan terjun langsung ke lapangan, dan memberikan pengalaman belajar yang menumbuhkan kemampuan dan keterampilan meneliti serta pengetahuan yang lebih mendalam terutama pada bidang yang dikaji.


(11)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Sekolah Menengah Kejuruan a. Pembelajaran

Pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru secara terprogram dalam disain instruksional yang menciptakan proses interaksi antara sesama peserta didik, guru dengan peserta didik dan dengan sumber belajar. Pembelajaran bertujuan untuk menciptakan perubahan secara terus-menerus dalam perilaku dan pemikiran siswa pada suatu lingkungan belajar. Sebuah proses pembelajaran tidak terlepas dari kegiatan belajar mengajar.

Menurut Syaiful Sagala (2013:61) pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2013:157) pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Menurut Zainal Arifin(2011:10) pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis, dan sistemik yang bersifat interaktif dan komunikatif antara pendidik (guru) dengan peserta didik, sumber belajar, dan lingkungan untuk menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan terjadinya tindakan belajar peserta didik, baik di kelas maupun luar kelas, dihadiri guru secara fisik atau tidak, untuk menguasai kompetensi yang telah ditentukan.

Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku


(12)

12

tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif). Belajar tidak hanya meliputi mata pelajaran, tetapi juga penguasaan, kebiasaan, persepsi, kesenangan, kompetensi, penyesuaian sosial, bermacam-macam keterampilan, dan cita-cita.

Dari beberapa pendapat tentang pembelajaran diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi belajar mengajar antara pendidik dengan peserta didik untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap baik di kelas maupun luar kelas untuk menguasai kompetensi yang telah ditentukan.

Menurut Asep dan Abdul (2012:13-14) mengemukakan rancangan pembelajaran hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1) Pembelajaran diselenggarakan dengan pengalaman nyata dan lingkungan otentik.

2) Isi pembelajaran harus didesain agar relevan dengan karakteristik siswa. 3) Menyediakan media dan sumber belajar yang dibutuhkan.

4) Penilaian hasil belajar terhadap siswa dilakukan secara formatif sebagai diagnosis untuk menyediakan pengalaman belajar secara berkesinambungan dan dalam bingkai belajar sepanjang hayat(life long contiuning education).

Berdasarkan penjelasan diatas, komponen pembelajaran dapat diartikan sebagai seperangkat alat atau cara dari berbagai proses yang kemudian menjadi satu kesatuan yang utuh dalam sebuah pembelajaran demi tercapainya suatu tujuan diantaranya, peserta didik, guru, tujuan pembelajaran, materi/isi, metode, media pembelajaran, dan evaluasi. Oleh


(13)

13

karena itu pembelajaran menaruh perhatian pada ”bagaimana membelajarkan siswa”, dan bukan pada”apa yang dipelajari siswa”. Dengan demikian perlu diperhatikan bagaimana cara mengorganisasi sebuah pembelajaran agar dapat dirancang dan direncanakan secara optimal untuk memenuhi harapan dan tujuan.

b. Pembelajaran di Sekolah Menengah Kejuruan

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai bentuk satuan pendidikan kejuruan sebagaimana yang ditengaskan dalam penjelasan Pasal 15 Sisdiknas N0.20 Tahun 2003 yang merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Menurut House Committee on Education and Labour (HCEL) dalam (Oemar H.Malik,2003:94) bahwa: “Pendidikan kejuruan adalah suatu bentuk pengembangan bakat, pendidikan dasar keterampilan, dan kebiasaan-kebiasaan yang mengarah pada dunia kerja yang dipandang sebagai latihan keterampilan”.Sementara Slamet (http://http:/konsep-pendidikan-kejuruan.diakses tanggal 07/02/2015), menyatakan: ”Pendidikan kejuruan adalah pendidikan untuk suatu pekerjaan atau beberapa jenis pekerjaan yang disukai individu untuk kebutuhan sosialnya”.

Adapun tujuan umum dan tujuan khusus pendidikan menengah kejuruan menurut Sisdiknas N0.20 Tahun 2003 antara lain :

1) Tujuan umum

a)

Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peseta didik kepada Tuhan Yang Maha Esa.


(14)

14

b)

Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi warga Negara yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab.

c)

Mengembangkan potensi peserta didik agar memililki potensi peserta didik agar memiliki wawasan kebangsaan, memahami dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia.

d)

Mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kepedulian terhadap lingkungan hidup dengan secara aktif turut memelihara dan melestarikan lingkungan hidup, serta memanfaatkan sumber daya alam dengan efektif dan efisien.

2) Tujuan khusus

a)

Menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan dunia industi sebagai tenaga kerja tingkat menengah, sesuai dengan kompetensi dan program keahlian yang dipilih.

b)

Menyiapkan peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih dalam berkompetensi, beradaptasi dilingkungan kerja, dan mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian yang diminatinya.

c)

Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, agar mampu mengembangkan diri dikemudian hari baik secara mandiri maupun melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

d)

Membekali peserta didik dengan kompetensi-kompetensi sesuai dengan progam keahlian yang dipilih.


(15)

15

Dengan demikian, secara esensial dapat disimpulkan bahwa pembelajaran di sekolah menengah kejuruan memungkinkan untuk keterlaksanaan pembekalan keterampilan pada para siswa. Keterampilan inilah yang membedakan utama dengan sekolah menengah umum. Kenyataannya, lulusan sekolah menengah kejuruan lebih siap di dunia kerja dibandingkan lulusan sekolah umum.

2. Kompetensi Pola Dasar di SMK a. Kompetensi Keahlian Busana Butik

Kompetensi diartikan sebagai kecapakan yang memadahi untuk melakukan suatu tugas atau sebagai memiliki ketrampilan dan kecakapan yang disyaratkan (suhaenah Suparno,2001:27). Menurut Hamzah (2007:78) kompetensi sebagai karakteristik yang menonjol dari seorang individu yang berhubungan dengan kinerja atau superior dalam suatu pekerjaan atau situasi. Sedangkan menurut Robert A. Roe (2001:73) kompetensi dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas, peran atau pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kompetensi sebagai kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk membangun kinerja yang didasarkan pada pengalaman serta pembelajaran yang dilakukan. Profil kompetensi lulusan SMK terdiri dari kompetensi umum, dan kompetensi kejuruan. Masing-masing telah mengacu pada tujuan pendidikan nasional, sedangkan kompetensi kejuruan mengacu kepada Standar Kompetensi Kerja


(16)

16

Nasional Indonesia (SKKNI). Setiap keahlian mempunyai tujuan untuk menyiapkan peserta didik bekerja dalam bidang tertentu yang sudah dipilih dan digeluti selama pendidikan.

SMK terbagi beberapa bidang keahlian, salah satunya adalah bidang keahlian Busana Butik.Secara khusus tujuan program keahlian busana butik adalah membekali peserta didik dengan keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang berkompeten. Pada bidang keahlian busana butik diperlukan target pencapaian kompetensi (TPK) untuk mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Untuk mencapai hasil target pencapaian kompetensi ini program keahlian busana butik kemudian membagi menjadi beberapa standar kompetensi (SK) yang kemudian dikerucutkan pada kompetensi dasar (KD). Berikut tabel 1 yang menjelaskan standar kompetensu dan kompetensi dasar pada bidang keahlian busana butik berdasarkan Spectrum 2009 :

Tabel 1. Kompetensi Kejuruan Bidang Keahlian Busana Butik

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1) Menggambar busana

(fashion drawing)

a) Memahami bentuk bagian-bagian busana

b) Mendiskripsikan bentuk proporsi tubuh anatomi beberapa tipe tubuh manusia

c) Menerapkan teknik pembuatan desain busana d) Penyelesaian pembuatan gambar busana 2) Pola Dasar

(Pattern making)

a) Menguraikan macam-macam teknik pembuatan pola (teknik konstruksi dan teknik drapping)

b) Membuat pola 3) Membuat busana

wanita

a) Mengelompokkan Macam-Macam Busana Wanita b) Memotong bahan

c) Membuat krah wanita

d) Menyelesaikan busana wanita dengan jahitan tangan e) Menghitung harga jual


(17)

17 4) Membuat busana

pria

a) Mengelompokkan macam-macam busana pria b) Memotong bahan

c) Membuat krah pria

d) Menyelesaikan busana pria dengan jahitan tangan e) Menghitung harga jual

f) Melakukan pengepresan 5) Membuat busana

anak

a) Mengelompokkan macam-macam busana anak b) Memotong bahan

c) Membuat krah anak

d) Menyelesaikan busana dengan jahitan tangan e) Menghitung harga jual

f) Melakukan pengepresan 6) Membuat busana

bayi

a) Mengelompokkan busana bayi b) Memotong bahan

c) Menyelesaikan busana dengan jahitan tangan d) Menghitung harga jual

e) Melakukan pengepresan 7) Memilih bahan baku

busana

a) Mengidentifikasi jenis bahan utama dan bahan pelapis b) Mengidentifikasi pemeliharaan bahan tekstil

c) Menentukan bahan pelengkap 8) Membuat hiasan

pada busana

a) Mengidentifikasi hiasan busana b) Membuat hiasan pada kain atau bahan 9) Mengawasi mutu

busana

a) Memeriksa kualitas bahan utama b) Memeriksa kualitas bahan pelengkap c) Memeriksa mutu pola

d) Memeriksa mutu potongMemeriksa hasil jahit

b. Kompetensi Pola Dasar

Pola busana merupakan suatu sistem dalam membuat busana yang digambar dengan benar berdasarkan ukuran badan seseorang yang diukur secara cermat baik melalui pola konstruksi, pola standar,dan pola draping(Ernawati,2008:246). Sedangkan menurut Ida saraswati (2013:11) pola atau patern dalam menjahit adalah potongan kain atau kertas yang mengikuti ukuran desain kostum bentuk badan dan model tertentu sebagai contoh untuk membuat baju. Menurut Novi kurnia (2012:18) pola adalah beberapa potongan bahan(kain, kertas, karton, dan kertas mika) yang digunakan sebagai contoh membuat busana pada saat kain busana digunting berdasarkan ukuran badan pemakai.


(18)

18

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pola busana adalah potongan kertas untuk memotong kain sesuai dengan ukuran badan. Pola terdiri dari berbagai bagian, seperti pola badan, pola lengan, pola krah, pola rok, pola celana, yang masing-masing pola tersebut dapat dirubah sesuai model yang dikehendaki.

Ada beberapa macam pola yang dapat digunakan dalam membuat busana (Ernawati, 2008:246) yaitu :

1) Pola kontruksi

Pola konstruksi adalah pola dasar yang dibuat berdasarkan ukuran badan sipemakai, dan digambar dengan perhitungan secara matematika sesuai dengan sistem pola konstruksi masing-masing. Pembuatan pola konstruksi lebih rumit dari pada pola standar disamping itu juga memerlukan waktu yang lebih lama, tetapi hasilnya lebih baik dan sesuai dengan bentuk tubuh sipemakai. Ada beberapa macam pola konstruksi antara lain : pola sistem Dressmaking, pola sistem So-en , pola sistem Charmant, pola sistem

Aldrich, pola sistem Meyneke dan lain-lain sebagainya. 2) Pola standar

Pola standar adalah pola yang dibuat berdasarkan daftar ukuran umum atau ukuran yang telah distandarkan, seperti ukuran Small (S),

Medium (M), Large (L), dan Extra Large (XL). Pola standar di dalam pemakaiannya kadang diperlukan penyesuaian menurut ukuran sipemakai. Jika sipemakai bertubuh gemuk atau kurus, harus menyesuaikan besar pola, jika sipemakai tinggi atau pendek diperlukan penyesuaian panjang pola.

Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini difokuskan pada pembuatan pola dasar rok secara konstruksi dengan Sistem Cuppens Geurs. Menurut Ida Saraswati (2013:76) rok adalah bagian dari pakaian yang biasa dipakai mulai dari pinggang melewati panggul sampai kebawah sesuai keinginan. Biasanya rok dipakai sebagai pasangan blus. Desain rok cukup bervariasi baik dilihat dari ukuran panjang rok maupun dari siluet rok. Menurut Novi Kurnia dan Mia Siti (2013:27) rok adalah bagian busana yang dipakai dibagian bawah dengan mengukur dari garis lingakar pinggang, lingkar panggul, tinggi panggul panjang rok, dan panjang sisi rok. Sedangkan menurut Ernawati,dkk (2008:240) rok adalah bagian pakaian yang berada


(19)

19

pada bagian bawah badan. Umumnya rok dibuat mulai dari pinggang sampai ke bawah sesuai dengan model yang diinginkan. Berdasarkan ukuran rok, rok dapat dikelompokkan atas rok mini, rok kini. rok midi, rok maxi dan longdress.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa rok adalah berupa bagian pakaian luar yang bebas tergantung dari pinggang ke bawah dengan mengambil ukuran lingkar pinggang, lingkar panggul, tinggi panggul, panjang rok, dan panjang sisi. Dibawah ini merupakan gambar pola dasar rok:

Gambar 1. Pola Dasar Rok Skala 1:8 Sistem Cuppens Geurs

Dalam membuat pola macam-macam rok diperlukan pola dasar rok yang kemudian dikembangkan sesuai dengan disain rok yang diinginkan.

Menurut Sri Wening (1996: 47) aspek penilaian pembuatan pola terdiri atas :


(20)

20

2) Proses (faham gambar, ketepatan ukuran, ketepatan sistem pola, merubah model).

3) Hasil (ketepatan tanda pola, gambar pola, kerapian dan kebersihan). Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini difokuskan pada pembuatan pola dasar rok secara konstruksi yang dikerjakan siswa yaitu persiapan, proses, dan hasil unjuk kerja.

Adapun aspek yang diteliti dalam penelitian ini adalah: 1) Persiapan

Aspek persiapan yang dinilai adalah kelengkapan alat dan bahan. Untuk alat yaitu mesin disediakan oleh pihak sekolah, jadi peneliti menilai kelengkapan alat dan bahan sebagai berikut :

Alat : a) Penggaris b) Skala c) Pensil d) Penghapus e) Pensil merah biru Bahan :

a) Buku kostum/buku pola b) Kertas merah biru c) Kertas payung 2) Proses

Ketepatan ukuran pola menjadi bagian yang sangat penting dalam proses pembuatan pola, apabila terjadi kesalahan pengukuran maka akan berpengaruh besar pada busana yang akan dijahit. Untuk menghindari itu,


(21)

21

maka pada proses pembuatan pola apabila selesai perlu pengecekan pola dengan ukuran.

3) Hasil

a) Kelengkapan tanda pola

b) Tanda-tanda pola adalah beberapa macam garis warna yang dapat menunjukkan keterangan dan gambar pola. Macam-macam tanda pola antara lain :

: Letak arah serat vertikal, atau horizontal

: Potong kain serong

: Garis pola asli dengan warna hitam : Garis lipatan

: Garis penyelesaian

: Garis merah untuk pola bagian muka : Garis biru untuk pola bagian belakang : Garis lipatan/ploi

: Garis siku 90°

Gambar 2 . Macam-Macam Tanda Pola(Ida saraswati,2013:25-26) c) Kerapian dan kebersihan

Apabila pola dibuat dengan rapi dan bersih maka dapat mudah terbaca atau lebih mudah memahami bagian-bagian pola seperti garis pola tegas, garis bantu pola.

Pada hasil pembuatan pola, penilaian dilakukan pada ketepatan dan kelengkapan tanda-tanda pola, yakni sesuai dengan fungsi tanda pola.


(22)

22

Keluwesan bentuk pada gambar polarok yakni pada garis lengkung rok. Kebersihan serta kerapihan pola, dalam arti apabila pola dibuat dengan rapi dan bersih maka dapat mudah terbaca atau lebih mudah memahami bagian-bagian pola dan memperjelas saat memotong pola sampai merader.

3. Hasil Belajar

Hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris (Nana Sudjana, 2011:3). Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2013:3) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Menurut Asep dan Abdul(2012:14) hasil belajar merupakan pencapaian bentuk perubahan perilaku cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif,dan psikomotor dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil atas pencapaian belajar melalui perlakuan yang mencangkup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang dilakukan dalam waktu tertentu.

Menurut Nana Sudjana (2011:23-31) ada beberapa unsur-unsur yang terdapat dalam ketiga aspek hasil belajar yaitu :

a. Tipe hasil belajar bidang kognitif.

Dalam tipe hasil belajar bidang kognitif dapat dibagi menjadi beberapa tipe yaitu :

1) Tipe hasil belajar pengetahuan(knowledge).

2) Tipe hasil belajar pemahaman. 3) Tipe hasil belajar aplikasi.


(23)

23 4) Tipe hasil belajar analisis.

5) Tipe hasil belajar sintesis. 6) Tipe hasil belajar evaluasi. b. Tipe hasil belajar bidang afektif.

Bidang afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. c. Tipe hasil belajar psikomotor.

Hasil belajar psikomotor tampak pada bentuk ketrampilan (skill), dan kemampuan bertindak individu (seseorang).

Sedangkan menurut Agus Suprijono (2010:6) klasifikasi hasil belajar secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga ranah antara lain :

a. Ranah kognitif

Ranah ini berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai pemahaman konsep atau isi bahan pembelajaran yang telah diterimanya. Dominan kognitif antara lain:Pengetahuan, ingatan, memahami, menjelaskan, contoh, menerapkan, menganalisis, mengorganisasikan, merencanakan, dan menilai.

b. Ranah afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap, minat, nilai, dan konsep diri. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku, menghargai seperti perhatian terhadap pelajaran, disiplin, menghargai orang lain, dan lain-lain. Dominan ranah afektif meliputi: menerima, menjawab, menilai, pengorganisasian, dan pengkarakteran.

c. Ranah psikomotor

Hasil belajar pada ranah psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan (skill), dan kemampuan bertindak individu. Ranah psikomotor


(24)

24

terdiri dari empat dominan yaitu: gerakan, manipulasi, komunikasi, dan menciptakan.

Sedangkan untuk mencapai hasil belajar pada pencapaian tujuan pembelajaran di kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri. Sugihartono, dkk. (2007:76-77), menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, sebagai berikut:

a.

Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor internal meliputi: faktor jasmaniah dan faktor psikologis.

b.

Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal

meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

Sedangkan menurut Syaiful Bahri dan Aswan Zain (2002:120), yang menjadi petunjuk bahwa suatu proses belajar mengajar dianggap berhasil antara lain:

a. Daya serap terhadap pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individu maupun kelompok.

b. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran instruksional khusus (TIK) telah dicapai siswa, baik secara individu maupun kelompok.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil yang dicapai siswa dalam mengikuti proses pembelajaran yang tampak dari hasil evaluasi pada awal dan akhir pembelajaran. Semakin baik proses pembelajaran dan aktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, maka seharusnya hasil belajar yang diperoleh siswa akan semakin tinggi sesuai dengan tujuan yang dirumuskan sebelumnya. Sehingga tujuan pendidikan dalam tiga bidang yakni bidang kognitif (penguasaan intelektual), bidang efektif (berhubungan dengan sikap dan nilai), dan bidang psikomotor


(25)

25

(kemampuan/ketrampilan/berperilaku) dapat dicapai dengan hasil yang baik. Dan berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar di atas, peneliti menggunakan faktor eksternal berupa penggunaan model pembelajaran kooperatif STAD.

Pada prinsipnya pengungkapan hasil belajar meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa adalah mengetahui garis besar indikator dikaitkan dengan jenis prestasi yang ingin diukur. Berikut adalah tabel jenis, indikator, dan cara evaluasi prestasi menurut Muhibbin Syah (2007:151) :

Tabel 2. Jenis, Indikator, dan Cara Evaluasi Prestasi

Ranah/Jenis Prestasi Indikator Cara Evaluasi

a. Ranah Kognitif

1) Pengamatan 1) Dapat menunjukkan 2) Dapat membandingkan 3) Dapat menghubungkan

1) Tes lisan 2) Tes tulis 3) Observasi 2) Ingatan 1) Dapat menyebutkan

2) Dapat menunjukkan kembali

1) Tes lisan 2) Tes tulis 3) Observasi 3) Pemahaman 1) Dapat menjelaskan

2) Dapat mendefinisikan dengan lisan sendiri

1) Tes tulis 2) Tugas

4) Penerapan 1) Dapat memberikan contoh 2) Dapat menggunakan

secara tepat

1) Tes tulis 2) Tugas

5) Analisis (pemeriksaan dan pemilihan secara teliti)

1) Dapat menguraikan

2) Dapat mengklasifikasikan/ memilah-milah

1) Tes tulis 2) Tugas

6) Sintetis (membuat paduan baru dan utuh)

1) Dapat menghubungkan 2) Dapat menyimpulkan 3) Dapat melealisasikan

(membuat prinsip umum)

1) Tes tulis 2) Tugas


(26)

26 Ranah/Jenis

Prestasi

Indikator Cara Evaluasi b. Ranah Afektif

1) Penerimaan 1) Menunjukkan sikap menerima

2) Menunjukkan sikap menolak

1) Tes sikap 2) Tes tulis 3) Observasi 2) Sambutan 1) Kesediaan

berpartisipasi/terlibat 2) Kesediaan memanfaatkan

1) Tes sikap 2) Tugas 3) Observasi 3) Apresiasi (sikap

menghargai)

1) Menganggap penting dan bermanfaat

2) Menganggap indah dan harmoni

1) Tes sikap 2) Tugas 3) Observasi 4) Internalisasi

(pendalaman)

1) Mengakui dan meyakini 2) Mengingkari

1) Tes sikap 2) Tugas 3) Observasi 5) Karakteristik

(penghayatan)

1) Mengakui dan meyakini 2) Mengingkari

1) Tes lisan 2) Tes tulis 3) Observasi c. Ranah psikomotor

1) Keterampilan bergerak dan bertindak

1) Mengkoordinasikan gerak, mata, tangan, kaki, dan anggota tubuh lainnya.

1) Observasi 2) Tes

tindakan 2) Kecakapan

ekspresi verbal dan non verbal

1) Mengucapkan

2) Membuat mimik dan gerak jemari

1) Observasi 2) Tes lisan

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa cara mengevaluasi dipengaruhi oleh indikator dan ranahnya. Misalnya pada ranah kognitif, jika ingin mengetahui kemampuan siswa dalam pengamatan, indikator dapat menunjukkan dengan evaluasi lisan, sedangkan untuk menilai siswa dalam membandingkan dapat dilakukan dengan evaluasi tes, dan untuk mengetahui apakah siswa dapat menghubungkan siswa dapat dilakukan dengan evaluasi observasi.


(27)

27

4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams-Achievement Division (STAD)

a. Pembelajaran Kooperatif

Robert E. Slavin (2005:3) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dimana siswa akan duduk bersama dalam kelompok untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Menurut Artz dan Newman (Miftahul Huda,2013:32) pembelajaran koorperatif merupakan kelompok kecil pembelajar / siswa yang bekerja sama dalam satu tim untuk mengatasi suatu masalah, menyelesaikan sebuah tugas, atau mencapai satu tujuan bersama. Menurut Isjoni (2010:14), pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa berupa pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut melalui belajar secara kelompok, peserta didik memperoleh kesempatan untuk saling berinteraksi dengan teman-temannya. Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif (Asep Jihad,2012:30) antara lain: a. Untuk menuntaskan materi materi belajarnya, siswa belajar dalam

kelompok secara kooperatif.

b. Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

c. Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budya, jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompokpun terdiri dari suku, budya, jenis kelamin yang berbeda pula.

d. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.


(28)

28

Sedangkan menurut Isjoni (2010:27) ada beberapa ciri-ciri dari pembelajaran kooperatif adalah:

a. Setiap anggota memiliki peran.

b. Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa.

c. Setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas belajarnya, dan juga teman-teman sekelompoknya.

d. Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan personal kelompok, dan

e. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pembelajaran kooperatif siswa harus memiliki peran didalam kelompok untuk membangun sebuah kerjasama, dan guru hanya mampu mengembangkan keterampilan siswa dengan memberikan penghargaan untuk memberikan semangat siswa. Menurut Sadker dalam Miftahul huda (2011:66) menjabarkan beberapa manfaat pembelajaran kooperatif. Selain itu, meningkatkan keterampilan kognitif dan afektif siswa, pembelajaran kooperatif juga memberikan manfaat-manfaat besar lain seperti berikut ini :

a. Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur kooperatif akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi;

b. Siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki sikap harga-diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk belajar;

c. Dengan pembelajaran kooperatif, siswa menjadi lebih peduli pada teman-temannya, dan di antara mereka akan terbangun rasa ketergantungan yang positif (interdependensi positif) untuk proses belajar mereka nanti;


(29)

29

d. Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik yang berbeda-beda.

Prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif (Muslimin dkk, 2000:46) yaitu :

a. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.

b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.

c. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggungjawab yang sama di antara anggota kelompoknya.

d. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dievaluasi.

e. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

f. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta untuk mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Sedangkan menurut Nur Asma (2006:14-16) menyatakan ada 5 prinsip dalam cooperative learning, yaitu :

a. Belajar siswa aktif yaitu berpusat pada siswa, yang dominan dilakukan siswa dalam membangun dan menemukan pengetahuan dengan belajar bersama-sama secara berkelompok.

b. Belajar bekerjasama dalam kelompok untuk membangun pengetahuan yang sedang dipelajari. Prinsip pembelajaran inilah yang melandasi keberhasilan penerapan model pembelajaran kooperatif

c. Belajar patrisipatorik yaitu siswa belajar dengan melakukan sesuatu (learning by doing) secara bersama-sama untuk menemukan dan membangun pengetahuan yang menjadi tujuan pembelajaran.

d. Mengajar reaktif yaitu guru perlu menciptakan strategi yang tepat agar seluruh siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Guru harus


(30)

30

mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan menarik serta dapat meyakinkan siswanya akan manfaat dari pembelajaran tersebut.

e. Pembelajaran yang menyenangkan dan tidak ada lagi suasana pembelajaran yang membuat siswa merasa tertekan.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model pembelajaran kooperatif menuntut kerjasama dan interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya. Struktur tugas berhubungan dengan bagaimana tugas yang diberikan dapat diorganisir dengan baik oleh peserta didik. Struktur tujuan dan reward mengacu pada kerja sama dalam kelompok atau kompetisi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan maupun reward.

Menurut Robert Slavin (2005:11-26), ada beberapa macam-macam metode pembelajaran Kooperatif antara lain :

a. Student Teams-Achievement Division (STAD)

Dalam STAD, para siswa dibagi dalam tim belajar secara heterogen yang terdiri dari empat sampai lima siswa dengan berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etnicnya. Model ini menuntut siswa untuk bekerjasama dalam satu tim sampai seluruh anggota tim dapat fokus pada pemaknaan bukan penghafalan dalam belajar materi pelajaran.Model ini juga mengadakan reward atau penghargaan untuk


(31)

31

mendorong siswa bersaing meningkatkan prestasi. Kelebihan model STAD ini dapat dipakai pada mata pelajaran teori maupun praktikum.

b. Team Game Tournament (TGT)

Para siswa ditugaskan untuk membaca sub bab, buku kecil, atau materi lain yang bersifat terperinci. Dari pembagian tim, setiap anggota tim ditugaskan secara acak untuk menjadi “ ahli “ dalam aspek tertentu dari tugas membaca tersebut, lalu mereka kembali kepada timnya untuk mengajar topik mereka kepada teman satu timnya. Kelebihan pada model ini dapat diterapkan pada pelajaran langsung praktikum.

c. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)

CIRC merupakan program komperhensif untuk mengajarkan membaca dan menulis. Para siswa ditugaskan untuk berpasangan dua siswa dalam tim mereka untuk belajar dalam serangkaian kegiatan yang bersifat kognitif. Penghargaan untuk tim dan sertifikat akan diberikan kepada tim berdasarkan kinerja rata-rata dari semua anggota tim dalam semua kegiatan membaca dan menulis. Model ini cocok untuk membimbing pada sekolah jurusan bahasa.

d. Team Assisted Individualization (TAI)

Model pembelajaran kooperatif tipe TAI merupakan strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pada model pembelajaran kooperatif ini, siswa biasanya belajar menggunakan LKS (lembar kerja siswa) secara berkelompok. Mereka kemudian berdiskusi untuk menemukan atau memahami konsep-konsep. Setiap anggota kelompok dapat mengerjakan satu persoalan (soal) sebagai bentuk tanggungjawab bersama. Penerapan model pembelajaran kooperatif TAI lebih menekankan pada penghargaan


(32)

32

kelompok, pertanggungjawaban individu dan memperoleh kesempatan yang sama untuk berbagi hasil bagi setiap anggota kelompok. Model ini juga dapat diterapkan pada pelajaran langsung praktikum.

e. Group Investigation

Group Investigation merupakan perencanaan pengaturan kelas yang umum di mana para siswa bekerja dalam kelompok kecil mengunakan pertanyaan koorperatif, diskusi kelompok, serta perencanaan dan proyek koorperatif. Dalam metode ini kelemahannya, para siswa dibebaskan dalam membentuk kelompoknya sendiri yang terdiri dari dua orang sampai dengan enam orang anggota. Sehingga apabila dalam satu tim tingkat kemampuannya rendah maka yang ada tingkat prestasi siswa akan turun, dan konsentrasi siswa saat mengerjakan materi kurang maksimal.

f. Learning Together

Metode ini melibatkan siswa yang dibagi dalam kelompok yang terdiri atas empat atau lima kelompok dengan latar belakang berbeda mengerjakan lembar tugas. Kelompok-kelompok ini menerima satu lembar tugas, dan menerima pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok. Tetapi, model ini hanya cocok diterapkan di kelas tinggi karena lebih didominasi kegiatan diskusi dan presentasi. Memakan waktu cukup lama dan sedikit membosankan serta guru tidak bisa melihat kemampuan tiap-tiap siswa karena mereka bekerja dalam kelompok.

Dari pendapat diatas maka pada penelitian ini peneliti meneliti memilih model pembelajaran koopertatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dikarenakan model pembelajaran didalam STAD, para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat kelompok yang


(33)

berbeda-33

beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etnicnya. Model pembelajaran STAD ini juga dapat diterapkan pada mata pelajaran produktif yang mengacu pada materi teori seperti mata pelajaran pola dasar. Dengan begitu diharapkan ada kerjasama yang baik dalam sebuah tim untuk mendapatkan sebuah prestasi disetiap materi yang disampaikan.

b. Model Pembelajaran Koorperatif Tipe STAD

Dalam penelitian ini menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe

Student Teams Achievement Division (STAD) yang akan di implementasikan di kelas. Menurut Robert Slavin (2005:11) Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan banyak digunakan dalam pembelajaran kooperatif. Menurut Isjoni (2007:74) merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Menurut Trianto (2010:68) pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok-kelompok 4-5 orang siswa secara

heterogen.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, disimpulkan bahwa pengertian model pembelajaran kooperatif Student Teams Achievement Division (STAD) adalah model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok yang heterogen (tingkat prestasi, jenis kelamin, budaya, dan suku) yang terdiri dari 4-5 siswa. Kegiatan pembelajarannya diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan


(34)

34

kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok. Ciri terpenting dalam model pembelajaran kooperatif STAD adalah kerja tim.

Menurut Agus Suprijono (2009:65) langkah-langkah pengajaran STAD ini terdiri dari enam fase seperti yang disajikan pada Tabel berikut: Tabel 3.Fase-Fase Pembelajaran Tipe STAD

Fase Kegiatan Guru

Fase I

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan

memotivasi siswa belajar Fase II

Menyajikan atau

menyampaikan informasi

Menyajikan informasi pada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan

Fase III

Mengorganisasikan siswa pada kelompok-kelompok belajar

Menjelaskan pada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan

membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Fase IV

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka bekerja dan belajar Fase V

Evaluasi Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan dan masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya

Fase VI

Memberikan penghargaan Mengali cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu a. Fase Pertama

Pada fase ini guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa siap dalam mengikuti pembelajaran dengan sungguh-sungguh agar mencapai hasil belajar yang baik.


(35)

35 b. Fase Kedua

Pada fase ini guru menyampaikan materi pelajaran dengan jalan mendemostrasikan melalui bahan bacaan maupun media pembelajaran. c. Fase Ketiga Fase

kedua ini guru membagi tim yang terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras maupun etnis. Fungsi utama dari tim ini adalah semua anggota tim harus benar-benar belajar, khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dnegan baik. Tim adalah yang paling penting dalam STAD.

d. Fase Keempat

Pada fase ini guru perlu mendampingi tim-tim belajar, mengingat tentang tugas-tugas yang dikerjakan siswa dan waktu yang dialokasikan. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, pengarahan, atau meminta beberapa siswa mengulangi hal yang sudah ditunjukkan. Sebelum siswa diberikan tugas secara kelompok guru memberikan penjelasan materi didepan kelas.

e. Fase Kelima

Guru melakukan evaluasi dengan menggunakan stratergi evaluasi konsisten dengan tujuan pembelajaran.

f. Fase Keenam

Setelah evaluasi dilaksanakan maka guru mempersiapkan struktur

reward yang akan diberikan kepada siswa. Struktur reward kooperatif diberikan kepada siswa meskipun anggota timnya harus saling bersaing.


(36)

36

Sedangkan menurut Robert Slavin (2010:134) Adapun sintak dari metode pembelajaran kooperatif tipe Students Teams Achievement Divisions

(STAD) adalah sebagai berikut : Tabel 4. Sintak Pembelajaran STAD

Fase-Fase Perlakuan Guru

Fase1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik

Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar. Fase 2. Menyajikan atau

menyampaikan informasi

Memberikan penjelasan kepada siswa tentang materi yang akan dipelajari

Fase 3. Mengondisikan kelas dan membagi kelompok secara heterogen

Membagi kelompok dengan perbedaan jenis, kepandaian

Fase 4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Mengamati, memberikan motivasi dan membantu siswa apabila kesulitan.

Fase 5. Mengevaluasi dan memberikan penghargaan

Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran

atau kelompok-kelompok

mempresentasikan hasil kerjanya.

Menurut Robert Slavin (2010:138) langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Students Teams Achievement Divisions (STAD) adalah sebagai berikut :

a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa.

b. Guru membentuk beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari empat sampai lima siswa dengan kemampuan yang heterogen.

c. Guru menyampaikan materi pelajaran secara garis besar.

d. Bahan atau materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi dasar.

e. Guru memanggil salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.


(37)

37

g. Guru memfasilitasi siswa dalam bentuk rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pelajaran yang telah dipelajari. h. Guru memberiakan tes/kuis kepada siswa secara individu.

i. Guru memberikan pujian/penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai hasil belajar individu dari skor kuis berikutnya.

Keunggulan dan kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Robert Slavin,2010:139) adalah :

a. Keunggulan

1) Dapat diterapkan pada setiap mata pelajaran.

2) Setiap siswa dituntut untuk selalu siap dan bertanggung jawab penuh terhadap suatu konsep ataupun masalah yang diajukan oleh guru.

3) Siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi dapat membantu siswa yang memiliki kemampuan akademik kurang tinggi.

b. Kelemahan

1) Siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi dapat mendominasi kelompoknya.

2) Dalam penentuan anggota kelompok yang akan mempresentasikan hasil diskusinya, dimungkinkan siswa yang mememiliki kemampuan akademik tinggi dapat mendominasi diskusi/presentasi kelas.

Dengan memahami dan mengetahui model pembelajaran

cooperative learning model STAD pada teori yang sudah dikemukakan pada beberapa ahli, maka peneliti menggunakan model pembelajaran cooperative learning model STAD menggunakan sintak STAD dengan teori dasar Agus Suprijono. Guru dapat merubah paradigma mengajar dari konvensional ke model pembelajaran STAD sehingga memotivasi siswa untuk aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan. Pembelajaran STAD ini hampir sama dengan pembelajaran kooperatif lainnya namun yang membedakan adalah tipe STAD ini menggunakan kuis-kuis individual pada tiap akhir pelajaran. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis sehingga tiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya. Dalam STAD ini terdiri atas enam sintak utama di antaranya


(38)

38

adalah penyampaian tujuan dan motivasi pembelajaran, menyajikan menyampaikan informasi, mengoganisasi kegiatan belajar dalam tim (kerja tim), membimbing kelompok bekerja dan belajar, kuis (evaluasi), dan penghargaan prestasi tim.

Menurut Robert E.Slavin (2005:143) tipe pembelajaran kooperatif STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Dalam presentasi ini bisa juga memasukkan presentasi audiovisual. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka.

Sehingga dari pendapat tersebut peneliti menyempurnakan sebuah model pembelajaran ini dengan alat pembantu media powerpoint. Media berbasis powerpoint merupakan pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan software komputer. Media berbasis

powerpoint ini memiliki kelebihan yaitu menggabungkan unsur media seperti teks, video, animasi, image, dan sound didalam presentasi powerpoint

sehingga dapat dibuat semenarik mungkin.

5. Microsoft Power Point

a. Pengertian Microsoft Power Point

Menurut Musliadi KH (2013:1) microsoft power point adalah bagian dari microsoft office yang digunakan untuk keperluan presentasi dalam bentuk slide, outline presentasi, presentasi elektronika, menampilkan slide

yang dinamis, termasuk clip art yang menarik, yang semuanya itu mudah ditampilkan di layar monitor komputer. Menurut Abdul kadir (2011:2) microsoft


(39)

39

power point adalah suatu software yang akan membantu dalam menyusun sebuah presentasi yang efektif, professional, dan juga mudah. Menurut Wahana komputer (2011:2) microsoft power point merupakan salah satu aplikasi presentasi yang banyak digunakan pada saat ini, hal ini dikarenakan banyak sekali kemudahan dan kelebihan yang disediakan sehingga pelaku bisnis dapat menyampaikan presentasi kerja secara profesional dan menarik.

Berdasarkan pengertian microsoft power point yang telah dipaparkan oleh para ahli maka dapat disimpulkan bahwa microsoft office power point merupakan perangkat lunak (software) yang mampu menampilkan program multimedia dengan menarik, mudah dalam pembuatan dan penggunaannya relatif murah. Microsoft power point memiliki kemampuan untuk menggabungkan berbagai unsur media, seperti pengolahan teks, warna, gambar, dan grafik, serta animasi.

b. Pembuatan Animation Of Shapes

Animation of shapes merupakan bagian dari suatu presentasi yang terdapat pada microsoft power point. “Animation“ dalam bahasa indonesia mempunyai arti animasi atau gerakan. Menurut Musliadi KH (2013:75) fasilitas shapes digunakan untuk menambahkan objek gambar pada slide presentasi, sedangkan menurut Abdul kadir (2011:2) fasilitas shapes

digunakan untuk membuat berbagai bentuk gambar dasar, dan memungkinkan untuk menyisipkan tulisan didalamnya, selain itu dapat dengan mudah mengganti warna gambar. Menurut Wahana komputer (2011:32) shapes terdiri dari kotak, lingkaran, calout balloons, lines, dan block arrows. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Animasi yang akan diterapkan untuk presentasi pada penelitian ini adalah


(40)

40

custom animations yang merupakan animasi dengan beragam variasi animasi yang ada pada toolbar animations. Sedangkan “shapes” mempunyai arti bentuk. Shapes digunakan membuat berbagai bentuk gambar yang terdiri dari kotak, lingkaran, garis, arah, dan lain-lain.

Menurut banyak orang yang menyukai power point sebagai media pembelajaran presentasi dikarenakan program ini memiliki beberapa keunggulan, salah satunya custom animation of shapes. Dengan fasilitas ini presentasi dapat menjadi lebih hidup, menarik, dan interaktif. Dalam pembuatan animation of shapes ada beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu :

a. Membuka aplikasi microsoft power point dengan tampilan sebagai berikut.

Gambar 3. Halaman Awal Microsoft Power Point

(Abdul Kadir,2011:3)

b. Kemudian membuka bagian Insert, pilih apilkasi Shapes sebagai pembuatan garis sesuai pola.


(41)

41

c. Pada Bagian shapes akan muncul berbagai garis yang akan membantu dalam pembuatan pola dasar.

Gambar 5. Macam-macam Garis pada Apilkasi Shapes

(Abdul Kadir,2011:96 )

d. Dalam pembuatan ilustrasi gambar pola, ada beberapa garis yang digunakan yaitu :

1) Line ( ) digunakan untuk membuat garis lurus.

2) Double Arrow ( ) digunakan untuk membuat garis dengan dua ujung panah. Pada pembuatan pola garis ini digunakan sebagai arah serat. 3) Curve ( ) digunakan untuk membuat kurva. Pada pembuatan

pola garis ini digunakan sebagai garis lengan.

4) Arc ( ) digunakan untuk membuat garis busur. Pada pembuatan pola garis ini digunakan sebagai garis lengkung pada panggul. (Abdul Kadir,2011:96)

e. Setelah selesai pembuatan garis-garis pola dan langkahnya, selanjutnya adalah memberi Animasi pada setiap garis dengan cara :

1) Mengklik kanan text atau objeknya 2) Mengklik Custom Animation


(42)

42

3) Memilih effects untuk memberikan animasi pada text atau objek yang diinginkan dengan memilih pada icon.

4) Setelah memilih effects yang diinginkan maka akan nampak sebagai berikut :

Gambar 6. Custom Animation

a) Mengatur Start berdasarkan pada saat apa animasi ini dilakukan. b) Mengatur Direction berdasarkan arah yang diinginkan.

c) Mengatur Speed berdasarkan seberapa cepat animasi tersebut dilakukan d) Menyesuaikan urutan tampilan animasi sesuai keinginan dengan

mengatur order.

e) Menekan play untuk melihat tampilan preview hasil pengaturan yang dilakukan.


(43)

43

Gambar 7. Hasil Jadi Job sheet berbasis animation of shapes. B. Kajian Penelitian yang Relevan

Beberapa hasil penelitian relevan yang terkait dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Nur Ikomah (2007) dengan judul “ Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) Berbantuan Job Sheet Terhadap Hasil Belajar Membuat Pola Celana Anak Kelas X Busana 2 Di SMK N 6 Purworejo”.

2. Siti Chaeriyah (2010) dengan judul “ Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII Di SMP Negeri 2 Depok Pada Materi Bangun Segiempat”.

3. Septi Dwi Dayati (2011) dengan judul “ Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) Pada Pencapaian Kompetensi Membuat Pola Blazer Di SMK N 1 Sewon Bantul”.

Dari beberapa hasil penelitian yang relevan diatas, akan diuraikan dalam tabel 5 untuk mengetahui relevansi penelitian


(44)

44 Tabel 5. Penelitian Yang Relevan

Uraian penelitian Nur

Ikomah (2007)

Siti Chaeriyah (2010)

Septi Dwi Dayati (2011)

Apris Sarah Wijayanti (2014) Tujuan Pencapaian

kemampuan pemecahan masalah

Pencapaian

kompetensi

Pencapaian hasil

belajar

Tempat penelitian

SD

SMP

SMA

SMK

Jenis Penelitian

Deskriptif Kualitatif R&D

PTK

Quasi eksperimen

Teknik analisis data

Angket

Observasi

Wawancara

Catatan lapangan

Analisis data Statistik deskriptif

Analisis deskriptif

Materi Matematika

Pola Celana

Pola Blazer

Pola dasar

Media Buku pedoman

Job sheet

Riil object

Powerpoint

Model pembelajaran

STAD

Hasil penelitian ini digunakan sebagai dasar acuan Penelitian Tindakan kelas (PTK) yang menerapkan metode Student Team Achievement Division (STAD). Dari uraian penelitian relevan diatas, yang membedakan dari ketiga penelitian dengan penelitian ini adalah tempat penelitian, materi pembelajaran, dan penggunaan dari media powerpoint berbasis animation of shapes.


(45)

45 C. Kerangka Pikir

Dalam berlangsungnya kegiatan belajar mengajar, proses sangatlah berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik. Berhasil atau tidaknya hasil belajar peserta didik sangat bergantung pada keefektifan metode pembelajaran yang digunakan saat menyampaikan suatu meteri pelajaran pada peserta didik. Salah satu ciri pembelajaran yang efektif adalah penyampaian materi pembelajaran dengan berbagai metode dan media pembelajaran untuk menarik perhatian dan minat peserta didik dalam belajar, serta dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik.

Guru memiliki peranan utama di dalam proses pembelajaran. Keberhasilan proses pembelajaran sangat tergantung dari segi strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru. Penggunaan metode Student Team Achievement Division (STAD) adalah satu tipe dalam metode pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan sebagai alternatif guru untuk mengajar. Model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) ini memiliki keistimewaan yaitu selain siswa dapat mengembangkan kemempuan secara individu, siswa juga dapat mengembangkan kemampuan kelompoknya. Adanya keaktifan siswa ini maka diharapkan akan meningkatkan hasil belajar siswa dalam mempelajari mata pelajaran yang diberikan guru karena siswa akan lebih dapat memahami materi membuat pola busana secara konstruksi dengan mempelajari secara bersama-sama daripada hanya dijelaskan oleh guru. Mata diklat membuat pola busana akan lebih mudah dimengerti oleh siswa apabila mereka bersama-sama memecahkan masalah daripada dijelaskan oleh guru dengan model pembelajaran konvensional. Sehingga kompetensi belajar membuat pola busana dapat meningkat. Dan dengan


(46)

46

didukung media powerpoint berbasis animation of shapes yang digunakan pada saat pembelajaran dasar pola maka dapat membantu siswa mengatasi masalah-masalah belajar sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan 1.

Kerangka Pikir

Bagan 1. Kerangka Pikir Pengamatan :

Kompetensi Membuat Pola Rendah

Perencanaan tindakan:

Model Cooperative Learning tipe STAD

Penerapan Tindakan model kooperatif STAD : 1. Pendahuluan :

a. Salam b. Presensi

c. Apersepsi materi dan menyajikan informasi d. Memotivasi siswa

2. Kegiatan Inti :

a. Menyampaikan tujuan pembelajaran. b. Membagi jobsheet

c. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD :

1) Mengelompokkan siswa menjadi 4 kelompok untuk saling bekerja sama

3) Guru menjelaskan materi pembelajaran.

d. Pemberian tugas pola dasar rok dari pengukuran hingga hasil jadi dan dikumpulkan

e. Evaluasi pekerjaan siswa f. Tes uraian

Mengobservasi dan mengevaluasi

proses dan hasil tindakan

Peningkatan

Hasil Belajar Membuat Pola Dasar Rok

Motivasi dan Minat Belajar Meningkat


(47)

47 D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir yang dikemukan diatas, dirumuskan hipotesis tindakan sebagai dugaan awal penelitian sebagai berikut :

1. Penerapan pembelajaran membuat pola dasar rok menggunakan model pembelajaran tipe STAD berbasis media power point dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di SMK Pelita Buana Bantul. 2. Penerapan model pembelajaran tipe STAD berbasis media power point

pada pembelajaran pola dasar rok dapat meningkatkan hasil belajar siswa lebih dari 80% di SMK Pelita Buana Bantul.


(48)

48 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan ini termasuk Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Penelitian Tindakan Kelas atau (Classroom Action Research) adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama (Suharsimi Arikunto,2010:8). Sedangkan menurut Pardjono dkk (2007:12), peneltian tindakan kelas merupakan salah satu jenis penelitian tindakan yang dilakukan guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dikelasnya.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar didalam kelas secara bersama untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Penelitian tindakan yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran. Peneliti memilih metode penelitian tindakan kelas karena mempertimbangkan :

a. Masalah yang dihadapi adalah masalah yang timbul dalam proses pembelajaran

b. Tidak mengganggu jalannya pembelajaran sesuai dengan kompetensi yang diajarkan


(49)

49

c. Ingin melihat perkembangan siswa sampai adanya peningkatan kemampuan membuat pola dasar yang digunakan sebagai subjek peneliti.

Ciri khas lainnya dari penelitian tindakan kelas, yaitu:

a. PTK merupakan kegiatan penelitian yang tidak saja berupaya untuk memecahkan masalah,tetapi sekaligus mencari dukungan ilmiahnya. b. Hal yang dipermasalahkan bukan dari hasil kajian teoritis atau dari hasil

penelitian terdahulu, tetapi berasal dari adanya perasalahan yang nyata dan aktual yang terjadi dalam pembelajaran di kelas.

c. PTK hendaknya dimulai dari permasalahan yang sederhana, nyata,jelas, dan tajam mengenai hal-hal yang terjadi di dalam kelas. d. Adanya kolaborasi (kerja sama) antara praktisi (guru, kepala sekolah,

siswa dan lain-lain) dan penelitian dalam pemahaman, kesepakatan tentang permasalahan,pengambilan keputusan yang akhirnya melahirkan persamaan tindakan (action). (Suharsimi Arikunto,2010:65) Sedangkan tujuan penelitian tindakan kelas (PTK), antara lain:

a. Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, serta hasil pendidikan dan pembelajaran di sekolah.

b. Membentu guru dan tenaga kependidikan lainnya mengatasi masalah pembelajaran dan pendidikan di dalam dan di luar kelas.

c. Meningkatkan sikap profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan. d. Menumbuh kembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjutan (sustainable). (Suharsimi Arikunto,2010:61)

Pemilihan metode ini berdasarkan atas asumsi untuk untuk memperbaiki proses kegiatan belajar belajar di sekolah. Selain itu juga penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan sebagai strategu pemecahan masalah dengan manfaat tindakan nyata, kemudian melakukan refleksi terhadap hasil tindakan. Khusus untuk penelitian tindakan kelas (classroom action research) akhir-akhir ini mendapat prioritas dikalangan dunia pendidikan karena kelas merupakan unit terkecil dalam sistem pembelajaran, sehingga semua guru perlu mendalami dan berperilaku kritis terhadap apa yang sebenarnya dilakukan oleh siswa maupun guru dan apa


(50)

50

yang sebenarnya terjadi. Dengan demikian guru akan dapat menentukan sendiri bagaimana strategi mengubah dan meningkatkan proses pembelajaran di kelasnya secara konsektual.

2. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian model Kemmis dan Mc Taggart. Ada beberapa ahli yang mengemukakan model penelitian tindakan dengan bagan yang berbeda, menurut Suharsimi Arikunto (2010:131) secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi yang disajikan dalam bagan 2 berikut ini :

Bagan 2. Tahapan Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis dan Mc. Taggart ( suharsimi, 2010:132).

Menurut Kemmis dan Mc. Taggart dalam suharsimi (2010:138-140).Penelitian ini direncanakan dalam 3 tahap yaitu 1 tahap pra siklus dan dua siklus. Setiap siklus terdiri dari tahapan-tahapan sebagai berikut :


(51)

51 a. Penyusunan Rencana (Planning)

Rencana PTK disusun berdasarkan pada hasil pengamatan awal sehingga mampu mengungkap faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan tindakan. Dalam tahap perencanaan kegiatan yang dilakukan adalah :1) mengidentifikasi masalah; 2) mencari penyebab masalah; 3) memilih masalah yang ada, dan 4) merancang tindakan yang akan dilakukan. Rencana PTK hendaknya cukup fleksibel untuk dapat diadaptasi dengan pengaruh dan kendala yang belum atau tidak dapat diduga.

b. Tindakan (Acting)

Pada tahap tindakan dilaksanakan tindakan sebagaimana yang telah direncanakan. Tindakan ini dilaksanakan berdasarkan pada perencanaan yang telah dibuat. Perencanaan yang dibuat fleksibel dan terbuka terhadap perubahan-perubahan dalam pelaksanaannya. Jadi, tindakan bersifat dinamis dan fleksibel yang memerlukan pertimbangan yang matang untuk menghasilkan perbaikan.

c. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah proses untuk mengamati pelaksanaan tindakan yang dilakukan oleh guru dan interaksi dengan siswa. Observasi berfungsi untuk mendokumentasikan pengaruh tindakan terkait. Observasi dilakukan sedini mungkin bersamaan dengan implementasi tindakan. Hal ini untuk mengetahui: 1) apakah tindakan yang dilakukan sudah sesuai dengan rencana yang telah disepakati dan 2) apakah telah terjadi perubahan, perkembangan atau peningkatan dalam pembelajaran sesuai dengan yang diinginkan. Observasi dilakukan terhadap tindakan yang sedang dilaksanakan dengan tujuan untuk mencatat pengaruhnya terhadap


(52)

52

perilaku siswa. Proses tindakan, pengaruh tindakan yang sengaja atau tidak sengaja, perubahan perilaku dan situasi tempat tindakan dilakukan serta kendala tindakan dalam konteks terkait seluruhnya dicatat dalam kegiatan observasi yang terencana secara fleksibel dan terbuka.

d. Refleksi

Refleksi adalah mengingat dan merenungkan suatu tindakan yang telah dicatat dalam observasi. Refleksi merupakan kegiatan analisis, interpretasi, dan eksplanasi (penjelasan) terhadap semua informasi yang diperoleh dari observasi atas pelaksanaan tindakan. Kegiatan dalam tahap refleksi yaitu:

1)

Merenungkan kembali mengenai kelebihan dan kekurangan dari tindakan yang telah dilakukan

2)

Menjawab tentang penyebab situasi dan kondisi yang terjadi selama pelaksanaan tindakan

3)

Memperkirakan solusi atas keluhan yang muncul

4)

Mengidentifikasi kendala atau ancaman yang mungkin dihadapi

5)

Memperkirakan akibat dan implikasi atas tindakan yang direncanakan

Berdasarkan kegiatan yang dilaksanakan, dalam tahap refleksi terdapat tahap evaluasi dan revisi.

1) Tahap Evaluasi

Kegiatan evaluasi merupakan proses yang sangat penting dan bermanfaat untuk mengetahui keberhasilan tindakan yang dilaksanakan. Apabila tujuan belum sesuai dengan kriteria keberhasilan, maka perlu dilakukan perubahan untuk menysusun program baru sesuai dengan hambatan-hambatan yang ada dilapangan yang dapat dilaksanakan pada


(1)

1. Tempat Penelitian... 2. Waktu Penelitian... C. Subjek Penelitian... D. Jenis Tindakan ... E. Teknik Dan Instrumen Penelitian... 1. Teknik Pengumpulan Data... 2. Instrumen Penelitian... 3. Validitas dan Reabilitas Instrumen... a. Validitas Instrumen... b. Reabilitas Instrumen... F. Teknik Analisis Data... 1. Pengertian Teknik Analisis Data... 2. Analisis Data Hasil Belajar Siswa... 3. Analisis Data Angket Pendapat Siswa... 4. Analisis Data Hasil Lembar Observasi...

53 54 54 54 56 56 60 70 71 74 75 75 76 78 79 BAB IV METODE PENELITIAN...

A. Prosedur Penelitian... 1. Pra Siklus ... 2. Pelaksanaan Sikus... B. Hasil Penelitian... 1. Latar Penelitian ... 2. Penelitian Tindakan Kelas ... a. Pra Siklus ... b. Siklus I ... c. Siklus II ... 3. Deskripsi Keterlaksanaan Penerapan Pembelajaran Membuat Pola Dasar Rok Menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) Berbasis Media Powerpoint Menurut Observer, Siswa dan Guru ... C. Pembahasan ... 1. Penerapan Pembelajaran Membuat Pola Dasar Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) Berbasis Media Powerpoint .. 2. Keterlaksanaan Penerapan Pembelajaran Membuat Pola Rok Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) Berbasis Media Powerpoint Menurut Observer, Siswa Dan Guru ... 3. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student

Team Achievement Division (STAD) Berbasis Media Powerpoint Dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa ...

81 81 81 82 83 83 85 86 88 95 102 103 103 108 115 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...

A. Kesimpulan ... B. Implikasi ... C. Keterbatasan Penelitian ... D. Saran ...

119 119 120 121 122 DAFTAR PUSTAKA... 126 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 127


(2)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Kompetensi Kejuruan Bidang Keahlian Busana Butik 17

Tabel 2. Jenis, Indikator, dan Cara Evaluasi Prestasi ... 25

Tabel 3. Fase-Fase Pembelajaran Tipe STAD ... 34

Tabel 4. Sintak Pembelajaran Tipe STAD ... 36

Tabel 5. Penelitian Yang Relevan ... 44

Tabel 6. Kisi-Kisi Instrumen Tes ... 63

Tabel 7. Kisi-Kisi Instrumen Ranah Afektif ... 64

Tabel 8. Kisi-Kisi Instrumen Soal Post Test (Kognitif) ... 64

Tabel 9. Kisi-Kisi Instrumen Soal Unjuk Kerja (Psikomotor) .... 65

Tabel 10. Kisi-Kisi Instrumen Lembar Observasi Pelaksanaan Pembelajaran Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbasis Media Powerpoint ... 66

Tabel 11. Kisi-Kisi Instrumen Wawancara ... 68

Tabel 12. Kisi-Kisi Instrumen Pendapat Siswa ... 69

Tabel 13. Penskoran Butir Angket Pendapat Siswa ... 70

Tabel 14. Interprestasi Besarnya Koefisien Realibilitas ... 75

Tabel 15. Kriteria Ketuntasan minimal ... 78

Tabel 16. Kategori Pendapat Siswa ... 78

Tabel 17. Kriteria Keterlaksanaan Pembelajaran ... 79

Tabel 18. Daftar Nilai Hasil Belajar Sebelum Tindakan/Pra Siklus ... 87

Tabel 19. Data Ketuntasan Nilai Hasil Belajar Sebelum Tindakan/Pra Siklus ... 88

Tabel 20. Daftar Nilai Hasil Belajar Siklus I Membuat Pola Dasar Rok ... 92

Tabel 21. Data Peningkatan Hasil Belajar Membuat Pola Dasar Rok Pada Siklus I ... 93

Tabel 22. Data Ketuntasan Belajar Siklus I Membuat Pola Dasar Rok ... 93

Tabel 23. Daftar Nilai Hasil Belajar Siklus II Membuat Pola Dasar Rok ... 100

Tabel 24. Data Peningkatan Hasil Belajar Membuat Pola Dasar Rok Pada Siklus II ... 100

Tabel 25. Data Ketuntasan Belajar Siklus II Membuat Pola Dasar Rok ... 101

Tabel 26. Kriteria Keterlaksanaan Pembelajaran Pola Dasar .... 102

Tabel 27. Pendapat Observer Tentang Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) Berbasis Media Powerpoint ... 103

Tabel 28. Pelaksanaan Pembelajaran Pola Dasar Rok ... 108 Tabel 29. Pendapat Observer Tentang Penerapan Model


(3)

Tabel 30. Pendapat Observer Tentang Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbasis Media

Powerpoint Siklus II ... 110 Tabel 31. Distribusi Frekuensi Pendapat Siswa Tentang

Penggunaan Model Kooperatif Tipe STAD Berbasis

Media Powerpoint ... 112 Tabel 32. Distribusi Frekuensi Kategori Hasil Belajar Siswa


(4)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Pola Dasar Rok ... 19

Gambar 2. Macam-Macam Tanda Pola ... 21

Gambar 3. Halaman Awal Microsoft Power Point ... 40

Gambar 4. Aplikasi Shapes ... 40

Gambar 5. Macam-Macam Garis Pada Aplikasi Shapes ... 41

Gambar 6. Custum Animation ... 42

Gambar 7. Hasil Jadi Jobsheet Berbasis Animation Of Shapes 43 Gambar 8. Kontinum Analisis Data Angket Pendapat Siswa ... 79

Gambar 9. Kontinum Analisis Data Hasil Lembar Observasi dan Keterlaksanaan Pembelajaran ... 80

Gambar 10. Grafik Pendapat Observer Tentang Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbasis Media Powerpoint Siklus I ... 109

Gambar 11. Grafik Pendapat Observer Tentang Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbasis Media Powerpoint Siklus II ... 111

Gambar 12. Grafik Peningkatan Kualitas Hasil Belajar Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) Berbasis Media Powerpoint Menurut Observer ... 111

Gambar 13. Grafik Pendapat Siswa Tentang Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) Berbasis Media Powerpoint ... 113

Gambar 14. Grafik Peningkatan Hasil Belajar Siswa Berdasarkan Nilai Rata-Rata Yang Diperoleh Seluruh Siswa Kelas X... 117

Gambar 15. Grafik Peningkatan Kriteria Ketuntasan Minimal Pra Siklus,Siklus Pertama dan Siklus Kedua ... 117


(5)

DAFTAR BAGAN

Halaman Bagan 1. Kerangka Pikir... 46 Bagan 2. Tahapan Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis Dan


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman LAMPIRAN 1 ...

A. Silabus Kelas X Pola Dasar ... B. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I Dan II C. Job Sheet...

127 128 143 184 LAMPIRAN 2

A. Surat Pemohonan Jugment Expert ... B. Uji Validitas ... C. Uji Reliabilitas ...

192 193 250 251 LAMPIRAN 3 ...

A. Lembar Observasi ... B. Lembar Wawancara ... C. Lembar Angket Siswa ... D. Lembar Soal Post Test Kognitif (Siklus I dan II) ... E. Lembar Soal Post Test Psikomotor ( Siklus I dan II) ... F. Lembar Penilaian Pola Dasar Rok ...

256 257 261 265 270 271 273 LAMPIRAN 4 ...

A. Kriteria Penilaian Post Test Kognitif dan Psikomotor ... B. Kriteria Penilaian Unjuk Kerja Afektif dan Psikomotor ...

274 275 279 LAMPIRAN 5 ...

A. Hasil Penilaian Observasi ... B. Hasil Wawancara dengan Guru Mata Diklat ... C. Hasil Penilaian Angket Siswa ... D. Hasil Penilaian Kognitif dan Psikomotor Individu ... E. Hasil Penilaian Unjuk Kerja Kelompok ...

286 287 292 296 297 298 LAMPIRAN 6 ...

A. Daftar Nama dan Presensi Siswa Kelas Xsmk Pelita Buana B. Daftar Nilai Kelompok Siswa Siklus I dan Siklus II ... C. Daftar Nilai Hasil Siswa Pra Siklus ... D. Daftar Nilai Hasil Siswa Siklus I ... E. Daftar Nilai Hasil Siswa Siklus II ... F. Catatan Lapangan ... G. Dokumentasi ... H. Print Out Powerpoint Animations Of Shapes...

301 302 303 304 305 306 307 315 316 SURAT PENELITIAN ...

A. Surat Permohonan Ijin Penelitian ... B. Surat Perijinan Penelitian dari Gubenur ... C. Surat Perijinan Penelitian dari BAPPEDA ... D. Surat Keterangan Selesai Penelitian ...

319 320 321 322 323


Dokumen yang terkait

Pengaruh Teknik Gnt Pada Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Smp Kelas Vii Pada Konsep Organisasi Kehidupan

1 21 280

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD MENGGUNAKAN MEDIA POWER POINT TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA PADA KONSEP IKATAN KIMIA (Kuasi Eksperimen di SMA Dharma Karya UT Tangerang Selatan)

0 13 259

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe (Student Team Achievement Divisions) STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD

1 6 165

Penggunaan media video animasi sistem pernapasan manusia untuk meningkatkan hasil belajar biologi

1 13 7

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Stad (Student Teams Achievement Division) pada pembelajaran IPS kelas IV MI Miftahul Khair Tangerang

0 13 0

Peningkatan hasil belajar PKN siswa kelas IV MI Attaqwa Bekasi Utara melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions)

0 5 152

PERBEDAAN HASIL BELAJAR KIMIA SMA YANG DIBELAJARKAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN CPBL DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN MEDIA POWER POINT PADA MATERI HIDROKARBON.

1 3 24

PENINGKATAN HASIL BELAJAR KOMPETENSI PEMBUATAN POLA ROK PIAS MELALUI METODE PEMBELAJARAN STAD BERBANTUAN MACROMEDIA FLASH DI SMK KARYA.

2 25 112

PENINGKATAN HASIL BELAJAR KOMPETENSI PEMBUATAN POLA KEMEJA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD BERBANTUAN JOB SHEET DI SMK.

0 0 310

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE (STAD) BERBANTUAN MEDIA POWER POINT UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI MEMBERI BANTUAN UNTUK PELANGGAN INTERNAL DAN EKSTERNAL DI SMK PELITA BUANA SEWON.

0 0 144