Tentang Rahmat Perbandingan Pandangan antara Martin Luther dengan Gereja Katolik Roma

100 di dalam pembenarannya itu bukan hanya memperoleh iman, melainkan juga harapan dan cinta kasih. Iman yang hidup tentu akan diwujudkan dalam pekerjaan cinta kasih. Maka, dengan melakukan perbuatan baik pekerjaan cinta kasih, seseorang membuat panggilan dan pilihannya makin teguh. 14 Gereja Katolik Roma, melalui dekrit yang telah disahkan dalam Konsili Trente mengenai kebenaran iman, menekankan bahwa iman tidak dapat menyatukan orang secara sempurna pada Yesus Kristus tanpa harapan dan cinta kasih, karena “ iman tanpa perbuatan adalah mati”. 15 Dengan demikian, Konsili Trente menegaskan bahwa manusia tidak hanya pasif dan pasrah, tetapi manusia harus bekerja sama dengan rahmat Allah.

2. Tentang Rahmat

a Menurut Martin Luther: Berkaitan dengan rahmat, Martin Luther memiliki semboyan sola gratia. Maksud dari sola gratia ini adalah bahwa hanya rahmat ilahi yang membenarkan orang berdosa atas dasar wafat Kristus. Orang berdosa dianggap baik bukan karena kebaikan yang terdapat padanya, melainkan karena kebaikan lain, yaitu kebaikan yang dimiliki oleh Yesus Kristus. Rahmat menutupi dosa, tetapi tidak menghilangkannya. 16 Bagi Martin Luther, semua orang adalah pendosa seperti kodrat mereka untuk pertama-tama memperhatikan diri sendiri. Namun, Allah mengambil inisiatif dan mendatangi kita, dan membuka egoisme manusia sebagai cara hidup yang tidak 14 Ibid. 15 Thomas P Rausch, Katolisisme: Teologi bagi Kaum Awam, Yogyakarta, Kanisius, 2001, hlm. 133. 16 Adolf Heuken, Ensiklopedi Gereja Jilid VIII, op.cit. 101 benar. Dosa bukan hanya kekurangan atau kelemahan manusia atau kodrat manusia pada umumnya. Dosa lebih merupakan penjelasan bagi manusia yang seutuhnya terpusat pada diri sendiri daripada terarah keluar. Martin Luther melihat manusia seutuhnya rusak, berdosa dan tidak dapat berbuat baik apa pun dengan upaya mereka sendiri. Martin Luther melihat tiga sifat dosa, yaitu; seorang pendosa ditandai oleh cinta diri amorsui, keinginan akan rasa aman memiliki barang duniawi sebanyak mungkin concupiscentia, dan rasa puas diri yang angkuh dan sombong superbia. Seluruh kodrat manusia ditandai oleh dosa. Tak ada sesuatu pun dalam diri kita selain dosa; cinta diri, rasa puas diri yang arogan, dan keinginan egois mencapai dasar dari kodrat manusia. 17 Bagi Martin Luther, di dalam kesalehan dan moralitas, ada bahaya dosa terdalam karena dalam usaha untuk sungguh-sungguh menjadi orang saleh dan bermoral tersebut dalam arti terdalam hanya menjangkau diri sendiri, dan oleh karenanya hidup seolah-olah tidak memerlukan Allah dalam hidup mereka. Martin Luther memahaminya sebagai keadaan manusia yang lumrah dan tidak melihatnya sebagai yang merendahkan kemanusiaan. Kodrat manusia semata- mata hanya menjangkau diri sendiri, tetapi dengan menuruti atau menerima kodrat ini manusia menolak kemampuan dan kemungkinan mereka sendiri. Bagian dari kodrat kedosaan manusia adalah bahwa orang menilai diri terlalu tinggi, dan mereka tidak mempunyai kemampuan untuk mengubah keadaan itu dengan usaha mereka sendiri. Martin Luther juga menegaskan kodrat kedosaan manusia ketika 17 Hans Peter Grosshans, op.cit., hlm. 30. 102 berbicara mengenai kehendak manusia yang diperbudak dan tidak bebas. Kehendak semua umat manusia dalam arti itu dihubungkan hanya dengan kemanusiaan sendiri. 18 Manusia yang berdosa dan dihukum menyatu dengan Allah yang membenarkan dan menyelamatkan dalam Yesus Kristus. Melalui pengetahuan akan Yesus Kristus, terutama mengenai Yesus Kristus yang tersalib, kita mengetahui kualitas khas dari hubungan antara manusia dengan Allah. Menurut Martin Luther, pemahaman yang benar mengenai Yesus Kristus ditemukan bukan dalam peristiwa inkarnasi, tetapi dalam penyaliban. Di salib, hubungan sejati antara Allah dan manusia menjadi nyata, dan di salib itu pula kita dapat sampai pada pengetahuan sejati mengenai Allah dan diri kita sendiri. 19 Bagi Martin Luther, rahmat dipandang sebagai suatu kesediaan Allah untuk berdamai dan kesediaan Allah itu diterima dengan iman sebagai penyerahan diri manusia, dan manusia dapat dekat dengan Allah hanya melalui rahmat saja. 20 Martin Luther dalam pemahaman teologisnya telah memutus hubungan antara manusiawi dan ilahi. Martin Luther berpendirian bahwa Allah Bapa mengerjakan segala sesuatunya seorang diri. 21 Dalam hal ini, Martin Luther hanya mengenal Allah Bapa yang ada di atas saja, akibatnya Martin Luther menolak setiap perantaraan melalui Gereja, baik melalui perantaraan para kudus, sakramen, iman, dan devosi. b Menurut Gereja Katolik Roma: 18 Ibid., hlm. 31. 19 Ibid., hlm. 89. 20 Thomas P Rausch, op.cit., hlm. 132. 21 H. Embuiru, op.cit., hlm. 127. 103 Gereja Katolik, dalam teologi rahmatnya selalu bertitik tolak pada ajaran Agustinus. Agustinus dalam ajarannya mengatakan bahwa dosa merupakan suatu daya kekuatan yang merongrong dan merusak seluruh jiwa manusia begitu rupa sehingga kodrat manusia tidak mampu melakukan perintah Allah, dan rahmat merupakan suatu daya kekuatan Allah di dalam diri manusia yang mempengaruhi manusia sampai ke dalam lubuk hatinya yang terdalam dan pengaruh intrinsik Allah ke dalam hati manusia tidak hanya mengakibatkan pengampunan, tetapi juga penyembuhan dan penguatan diri kita oleh Allah. 22 Mengenai dosa asal , Konsili Trente memang menegaskan ajaran tradisional Gereja dan banyak mempergunakan ajaran Agustinus serta Konsili Kartago dan Konsili Orange. Akan tetapi, Konsili Trente tidak meresmikan seluruh ajaran Agustinus, dan juga tidak mengambil alih semua rumusan kedua konsili tersebut. Tradisi Gereja mengenai dosa telah ditelaah secara terus-menerus, sampai akhirnya menemukan rumusannya dalam dogma Trente. Ajaran Konsili Trente tentang dosa asal ditetapkan dalam Dekrit tentang Dosa Asal pada tanggal 17 Juni 1546. Hakekat dosa asal dirumuskan Konsili Trente sebagai berikut; bawa pada dasarnya dosa asal adalah satu menurut asal usulnya. Dosa asal yang satu itu terdapat dalam masing-masing orang sebagai dosanya sendiri, walaupun bukan sebagai dosa pribadi dalam arti; bukan perbuatan dosa yang dilakukan oleh orang itu sendiri. Hal ini diungkapkan Konsili Trente dengan mengatakan bahwa dosa Adam diteruskan “karena pembiakan, bukan karena tiruan”. Maka, dengan istilah itu tidak dikatakan bagaimana dosa Adam 22 Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika 2: Ekonomi Keselamatan, op.cit., hlm. 159. 104 diteruskan. 23 Dengan demikian, setiap orang membutuhkan penebusan Yesus Kristus, sebab di luar Yesus Kristus tidak ada keselamatan. Padahal Yesus Kristuslah yang menghapus dosa asal. Penerapannya kepada umat manusia terjadi ketika menerima Sakramen Baptis. Prinsip Gereja Katolik Roma dalam hal rahmat, adalah bahwa Allah Bapa di dalam segala sesuatu dan di atas segala sesuatu. Allah Bapa mengerjakan segala sesuatu, akan tetapi bukan seorang diri karena kehendak manusia memberikan kerjasamanya. 24 Gereja Katolik Roma dalam hal rahmat menekankan, bahwa manusia dapat memperoleh rahmatNya melalui perantaraan para kudus, sakramen, iman, dan devosi. 25 Mengenai kebebasan manusia, Konsili Trente menegaskan bahwa ketika manusia sudah jatuh ke dalam dosa, kebebasan tidak seluruhnya hilang. Akan tetapi, kebebasan abstrak sebagai kemampuan psikologis manusia, yaitu kehendak bebas, yang termasuk kodrat insani dan yang memungkinkan manusia menjadi subyek rahmat, penerima rahmat. Konsili Trente melihat rahmat sebagai sarana untuk memperoleh pembenaran. 26

3. Tentang Kitab Suci