Martin Luther Memisahkan Diri dari Gereja Katolik Roma

127 merupakan salah satu bentuk pelaksanaan dari perintah Tuhan Yesus, yang berbunyi demikian;”Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku”. Ini merupakan firman Yesus Kristus yang terakhir kalinya kepada pengikut-Nya untuk memberikan tantangan tugas misi yang besar. 71 Kegiatan misioner ini dilakukan dengan cara menyebarkan ajaran kebenaran agar daerah yang menjadi kegiatan misi para rohaniwan supaya mau mengikut Tuhan Yesus Kristus. Penyebaran ajaran kebenaran tentang Yesus Kristus ini biasanya dapat dilakukan dengan pendekatan sosial kepada masyarakat yang daerahnya menjadi kegiatan misi.

B. Akibat Perbedaan Pendapat antara Martin Luther dengan Gereja Katolik Roma

1. Martin Luther Memisahkan Diri dari Gereja Katolik Roma

Martin Luther menempelkan 95 dalilnya pada pintu Gereja Kastil Wittenberg karena ia sangat marah dan prihatin dengan adanya praktek jual beli surat indulgensia. Martin Luther juga menyerang gagasan bahwa Paus dapat mengurangi hukuman api penyucian. Ia juga mempertanyakan apakah para santo dan santa mempunyai perbendaharaan kebajikan. Martin Luther mengeluhkan tentang penjualan surat indulgensia sebab ia yakin bahwa hal itu telah menggantikan pertobatan sejati dan perbuatan-perbuatan amal yang sepenuh hati. Selain itu, Martin Luther merasa bahwa penjualan surat indulgensia memberi umat sebuah perasaan aman yang palsu dan membuat mereka merasa puas diri. 71 Michael Keene, op.cit., hlm. 76. 128 Gerakan reformasi Martin Luther berjalan terus, sejak peristiwa penempelan sembilan puluh lima tesisnya pada pintu Gereja Kastil Wittenburg. Banyak kota dan wilayah Jerman yang memihak kepada Martin Luther, dan nama Martin Luther mulai terkenal di luar Jerman. Banyak kaum humanis dan para petani Jerman yang memberikan dukungan pada Martin Luther. Kebobrokan para pemimpin Gereja Katolik Roma sudah tidak dapat disangkal. Situasi semacam ini memperkuat sikap memberontak terhadap lembaga Gereja yang dipimpin oleh orang-orang yang tidak becus dan bermoral buruk. Gerakan reformasi Martin Luther turut memperburuk situasi di Jerman. Sementara itu, banyak di antara imam-imam kelas tinggi, seperti uskup dan pembantu terdekatnya, hidup dalam semangat duniawi. Di Jerman sendiri, terdapat 140.000 imam di antara 15 juta penduduk, dan kebanyakan imamnya tidak melakukan hidup selibat. Kemerosotan juga terlihat sangat jelas di biara-biara para suster, di mana para keluarga bangsawan mendesak putri-putri mereka untuk masuk biara, lalu menyertai mereka dengan pembantu-pembantunya. 72 Upaya gerakan reformasi Gereja yang dilakukan oleh Martin Luther sebenarnya ingin mengangkat pembaharuan dalam Gereja yang tidak saja menyangkut adat kebiasaan tradisi Gereja, tetapi juga dalam hal dogma serta hirarki gerejawi. Dalam hal ini, Martin Luther menekankan bahwa penyalahgunaan yang perlu dihapus adalah pembedaan antara kaum imam dan kaum awam, kuasa mengajar tertinggi dari Paus, hak Paus untuk memanggil konsili suci, dan hidup membiara. Dengan demikian, Martin Luther tidak 72 Eddy Kristiyanto, op.cit. hlm. 45. 129 menuntut hukuman atas kebobrokan dan penyelewengan yang dilakukan pemimpin Gereja, melainkan susbtansi dan doktrin kepausan. Awalnya Martin Luther tidak mau meninggalkan Gereja, ia hanya ingin memperbaiki kekeliruan-kekeliruan. Upaya yang dilakukan Martin Luther membuat dirinya berkali-kali diserang oleh para pemimpin Gereja. Pengucilan sebenarnya adalah untuk para penganut aliran sesat, dan Martin Luther masih belum dianggap sesat karena ia belum melanggar perintah Paus. Martin Luther dikatakan belum melanggar perintah Paus sebab mengenai pejualan surat indulgensia tidak ada ketetapan tertulis, sehingga Martin Luther tidak salah bila mempertanyakan penjualan surat indulgensia. Oleh karena Martin Luther tidak dapat dikucilkan, maka Paus Leo X memasang sebuah jebakan untuknya pada tahun 1517. Paus Leo X mengundang Martin Luther untuk datang dan mempertanggungjawabkan pandangannya ke Roma. Namun, Friedrich yang bijaksana dari Saxonia meminta supaya Martin Luther diberi dispensasi untuk hadir di Roma, tetapi cukup diinterogasi di Augsburg pada tanggal 12 Oktober 1518 dan menghadap Kardinal Thomas de Vio Cajetan untuk berdiskusi. Forum diskusi ini memang sudah dinantikan oleh Martin Luther, karenanya ia memutuskan untuk pergi. Ia berpikir debat ini akan menjadi langkah pertamanya dengan para pemimpin agama masa itu. 73 Ketika ke Augsburg, musuh Martin Luther pertama kali datang melalui Kardinal Thomas de Vio Cajetan. Martin Luther membungkuk di depan kardinal, kemudian ia tersungkur di hadapannya. Kardinal menyuruhnya untuk berdiri. 73 Ibid., hlm. 59. 130 Martin Luther bangkit dan berlutut, lalu kardinal kembali menyuruhnya untuk berdiri. Dari dua patah kata yang keluar dari mulut kardinal, Martin Luther tahu apa yang menjadi agenda pertemuan itu. “Tarik kembali”. Kardinal Cajetan memerintahkan. Jelas tidak akan ada diskusi, Kardinal memberi perintah, bahwa Martin Luther harus bertobat, menarik kembali ajarannya, berjanji untuk tidak mengajarkan sembilan puluh tesisnya, dan menahan diri dari segala kegiatan yang akan mengganggu kedamaian Gereja. Kardinal Cajetan diperintah oleh Paus Leo X untuk tidak mengizinkan adanya diskusi pada pertemuan di Augsburg. Agenda Gereja untuk pertemuan itu adalah agar Martin Luther menarik kembali ajarannya atau ditahan dan dibawa ke Roma. Martin Luther tidak dapat memulai sebuah diskusi, tetapi ia berhasil mengatakan sesuatu yang tidak terpikirkan :”Imanlah yang membenarkan bukan sakramen”. Kardinal bukanlah tandingan Martin Luther, dan ia tahu hal itu. Tanpa dasar Alkitab untuk menjalankan tugasnya, Kardinal memperlihatkan kegusarannya, “Ini semua harus engkau tarik kembali hari ini, tidak peduli engkau mau atau tidak. Kalau tidak, dengan alasan tindakanmu tersebut, aku akan menyatakan salah semua yang mungkin akan engkau katakan”. Martin Luther dengan berani menyatakan bahwa ia tidak mau menurutinya, dan mengatakan bahwa seorang awam bersenjatakan Alkitab lebih berotoritas ketimbang Paus dan semua konsilinya. Kardinal Cajetan menyerang balik bahwa Paus lebih berotoritas bahkan dari Alkitab. 74 Hasil pertemuan antara Martin Luther dan Kardinal Cajetan di Augsburg gagal 74 Roberts Liardon, op.cit., hlm. 167. 131 terbentuk kesepakatan bersama. Hal ini dikarenakan Martin Luther mendapat dukungan yang kuat dari para bangsawan Jerman. Kemudian pada tahun 1519, diadakan kembali perdebatan teologi antara Martin Luther dengan Johhanes Eck di Leipzig. Perdebatan yang sesungguhnya tidak lagi hanya pada surat indulgensia, melainkan mengenai kekuasaan Gereja mengajar. Martin Luther karena terdesak oleh Johanes Eck, lebih dari yang diinginkannya sendiri, akhirnya ia menyatakan keyakinan bahwa kekuasaan Gereja mengajar yang dipegang oleh Paus dan konsili hanyalah buatan manusia belaka. Sebaliknya, hanya Alkitab sajalah yang dapat diakui sebagai sumber kekuasaan. 75 Dengan demikian, pertemuan yang terjadi di Augsburg dan Leipzig semuanya gagal, sebab Martin Luther tidak mau menarik kekeliruannya. Setelah perdebatan teogis di Leipzig gagal, Johannes Eck pergi ke Roma untuk membantu Paus Leo X mempersiapkan ancaman terhadap Martin Luther. Pada tanggal 15 Juni 1520, Paus Leo X mengeluarkan bulla surat resmi yaitu Bulla Exsurge Domine Bangkitlah Tuhan sebagai kesimpulan atas prosesnya menghadapi Martin Luther, di dalam bulla tersebut, Paus menyatakan bahwa dalam pandangan-pandangan Martin Luther terdapat 41 pokok yang sesat. Paus Leo X meminta kepada Martin Luther menarik kembali dalam tempo 60 hari, dan jika tidak ia akan dijatuhi hukuman Gereja. Namun, Martin Luther membalas bulla Paus itu dengan suatu karangan yang berjudul : Widder die Bullen des Endchrists Melawan bulla yang terkutuk dari si Anti-Kristus. Martin Luther mengecam keras kepada Paus dan dewan Gereja 75 W.L. Helwig, op.cit., hlm. 150. 132 dalam karangannya tersebut dengan mengatakan; 76 “ Engkau, Leo X, dan kalian, kardinal-kardinal, dan siapa saja yang terlibat di kuria: Saya menantang kalian dan mengatakan kepada kalian, jika bulla ini memang dikeluarkan atas nama kalian, dan dengan sepengetahuan kalian, saya ingatkan kalian, dengan otoritas kuasa yang saya, seperti halnya semua umat Kristen, telah menerima melalui baptisan, untuk bertobat dan menghentikan penghujatan yang demikian itu dengan segera. Jika kalian tidak melakukannya, ketahuilah bahwa saya, bersama semua orang yang menyembah Kristus, menganggap Tahta Roma diduduki oleh iblis dan menjadi tahta anti Kristus, dan bahwa saya tidak akan lagi menaati atau bersatu dengannya, musuh Kristus yang utama dan mematikan. Jika kalian bertahan dalam kemarahan, saya serahkan kalian semua kepada iblis, bersama- sama dengan bulla dan dekrit-dekrit kalian ini sehingga tubuh kalian binasa, agar roh kalian diselamatkan pada hari Tuhan. Dalam nama Dia yang kalian aniaya, Yesus Kristus, Tuhan kita.” 77 Enam puluh hari berlalu, tetapi Martin Luther tidak mau menarik kembali ke sembilan puluh lima dalilnya. Martin Luther membakar bulla Paus bersama- sama dengan seluruh hukum gerejawi, yang merupakan hukum yang mengatur Gereja secara keseluruhan sejak awal sejarah Katolik Roma. Pembakaran direncanakan pada pagi hari, tanggal 10 Desember 1520, bahkan Martin Luther menempelkan sebuah undangan. Pemberitahuan itu berbunyi, ”Semua penganut kebenaran Injil diharapkan hadir pada pukul sembilan pagi di Kapel Salib Kudus di luar tembok, di mana buku-buku hukum kepausan serta teologi skolastik yang tidak ber-Tuhan akan dibakar sesuai dengan kebiasaan kuno dan rasuli.” 78 Banyak orang berdatangan untuk menghadiri undangan dari Martin Luther dari seluruh penjuru universitas, yaitu para guru besar dan mahasiswa. Setelah hukum gerejawi habis terbakar, Martin Luther maju mendekati api dan 76 F.D. Wellem, op.cit., hlm. 174. 77 Heinrich Boehmer, Martin Luther: Road to Reformation, England, Muhlenberg Press, 1957, hlm. 361-362. 78 Ibid., hlm. 369. 133 melemparkan bulla Paus sambil berkata, “Karena kamu telah merendahkan kebenaran Allah, kiranya Tuhan hari ini merendahkanmu ke dalam api ini dan karena mereka telah membakar buku-buku saya, maka saya membakar buku- buku mereka.” Setelah itu, Martin Luther kembali ke kota bersama guru-guru besar yang lain. 79 Tindakan yang dilakukan oleh Martin Luther ini merupakan tanda pemutusan hubungannya dengan Gereja Katolik Roma. Martin Luther sadar bahwa sebentar lagi ia akan menerima peringatan yang lebih dasyat dari Paus Leo X. Sementara Martin Luther menunggu peringatan dari paus yang lebih keras, ia menulis banyak karangan yang menjelaskan pandangan- pandangan teologisnya. Pada tahun yang sama, 1520, Martin Luther menerbitkan An den christichen Adel deutscher Nation:von des christlichen Standes Besserung Kepada kaum Bangsawan Kristen Jerman tentang Perbaikan Masyarakat Kristen, yang tersebar luas dalam waktu singkat. Martin Luther sengaja menulis dalam bahasa Jerman, karena karangannya ini sengaja ditujukan bagi orang-orang Jerman. Martin Luther dalam karyanya ingin merobohkan tiga tembok yang memungkinkan Gereja Katolik Roma bertahan. Tembok pertama tentang perbedaan antara imam dan awam, tembok kedua tentang hak istimewa hirarki Gereja untuk menafsirkan Kitab Suci, dan tembok ketiga tentang hak istimewa Paus untuk memanggil Konsili Suci. Selain itu, Martin Luther juga menulis De Captivitate Babylonica Ecclesiae Pembuangan Babel untuk Gereja, yang dimaksudkan Martin Luther untuk menghancurkan doktrin tradisional Gereja Katolik Roma tentang sakramen- 79 Roberts Liardon, op.cit., hlm. 171. 134 sakramen. Dalam hal ini, Martin Luther hanya mengakui Sakramen Baptis dan Sakramen Perjamuan Kudus, serta menyangkal transubstansiasi dan makna kurban Ekaristi. Martin Luther juga menulis karangan Von der Freiheit eines Christinmenschen Kebebasan Seorang Kristen yang menghormati kebebasan manusia di mana dibenarkan oleh iman dan kesatuan dengan Tuhan. Tindakan Martin Luther yang membakar bulla kepausan dan Hukum Kanonik Gereja, serta tulisan-tulisannya membuat Gereja Katolik Roma semakin marah. Tindakan Martin Luther ini kembali dibalas dengan dikeluarkannya Bulla Decet Romanum Pontificem pada tanggal 3 Januari 1521 dan Martin Luther dinyatakan diekskomunikasi. Pada bulan April 1521 di kota Worm, Kaisar Charles V mengadakan rapat negara untuk mengumumkan hukuman-hukuman atas diri Martin Luther. Tetapi atas desakan beberapa bangsawan Jerman yang mendukung Martin Luther, Kaisar memberi surat jalan kepada Martin Luther supaya ia sempat membela diri dan menarik ajarannya. Tetapi Martin Luther menolak. Martin Luther dinyatakan bersalah, tetapi diberi jaminan keamanan selama dua puluh satu hari untuk kembali ke Wittenburg. Segera setelah Diet of Worms, keluarlah Dekrit Worms pada bulan Mei 1521. Ini adalah keputusan yang Paus dan semua sekutunya nanti-nantikan. Akhirnya, Martin Luther secara hukum ditetapkan sebagai sesat, yang membuatnya terbuka bagi siapa saja untuk membunuhnya tanpa konsekuensi. Dekrit tersebut menyatakan bahwa doktrin Martin Luther adalah kumpulan dari ajaran-ajaran sesat lama dan baru dan dilarang di dalam kekaisaran. Dekrit itu melarang siapa pun untuk mencetak, 135 menjual, atau membaca buku-bukunya. Siapun yang membantu Martin Luther dengan cara apapun akan dianggap melanggar hukum. Namun, dengan adanya dekrit ini pun, Frederick yang bijak yang selalu melindungi Martin Luther. 80 Berdasarkan surat jalan itu, Martin Luther melarikan diri dan di tengah jalan ia pura-pura diculik oleh orang suruhan Frederick dan dibawa ke suatu tempat di Wartburg, tepatnya Istana Wartburg. Martin Luther tinggal di tempat tersebut selama 10 bulan lamanya. Martin Luther di Wartburg menggunakan nama samaran yaitu “Knight George” supaya ia tidak dikenal oleh orang-orang sekitarnya. Ketika Martin Luther sudah aman di tempat persembunyiannya, di Jerman tersebar desas desus Luther bahwa Martin Luther telah mati dibunuh oleh orang Katolik. Di tempat persembunyiannya itu, Martin Luther memanfaatkan waktunya secara maksimal. Ia melanjutkan tulisan-tulisannya mengenai kebenaran, selain itu Martin Luther berhasil membuat terjemahan lengkap Kitab Perjanjian Baru ke dalam bahasa Jerman yang berhasil ia selesaikan pada tahun 1534. Sementara Martin Luther bersembunyi di Wartburg, terjadi huru hara di Wittenberg. Carlstadts muncul ke hadapan umum. Carlstadts menilai bahwa Martin Luther tidak berusaha untuk menghapus segala sesuatu yang berbau Gereja Katolik Roma. Ia menyerang hidup membiara dan menganjurkan agar para biarawan menikah. Ia sendiri melayani misa dengan pakaian biasa serta roti dan anggur diberikan kepada umat. Perubahan-perubahan itu semula didukung oleh Martin Luther. Tetapi kemudian, Carlstadts dipengaruhi oleh nabi nabi dari 80 Roberts Liardon, op.cit., hlm. 182. 136 Zwickau yang bersifat radikal. Mereka menyerbu bangunan-bangunan Gereja, menghancurkan altar-altar Gereja, salib-salib, patung-patung, dan sebagainya. 81 Huru hara ini tidak dapat diatasi oleh Frederick yang bijaksana, sehingga Martin Luther tergerak hatinya untuk segera menuju Wittenberg. Martin Luther berkotbah satu minggu lamanya untuk menetralkan suasana di kota tersebut. Martin Luther mengecam tindakan kekerasan yang radikal itu. Menurutnya, pembaharuan gereja tidak dapat dilakukan dengan kekerasan maupun dengan jalan revolusi. Martin Luther juga mengusir Carlstadts untuk meninggalkan Wittenburg, dan Carlstadts pergi meninggalkan Wittenburg dan menuju Swiss. Walaupun Dekrit Worms telah dikeluarkan, namun pada banyak daerah para bangsawan tidak mau menjalankan undang-undang dari Dekrit Worms tersebut. Mereka mendukung Martin Luther berdasar pada bermacam-macam alasan, antara lain ada yang betul-betul yakin pada ajaran Martin Luther, ada yang hanya mengharapkan mendapat kekayaan yang ada dalam tangan gereja dan biara-biara, tetapi ada pula yang mendukung Martin Luther sebagai alasan melawan kaisar yaitu untuk memperbesar kekuasaannya. Maju mundurnya agama Protestan tergantung kepada para bangsawan sebagai kepala daerah. Di daerah mana para bangsawan menjalankan Dekrit Worms, agama Protestan tidak akan maju, malahan terhambat. Tetapi, di daerah mana para bangsawan mendukung Martin Luther agama Protestan maju, sedangkan agama Katolik terhambat. Martin Luther sungguh-sungguh reformator yang pemberani meskipun 81 Nicko Hosea Layantara, “Kisah Nyata Martin Luther dalam http:www.kamusti.web.id?inc=itdict-personageop=viewid=56type=3., 10 April 2007, op.cit. 137 banyak pihak-pihak yang menentangnya, namun tidak sedikit pula pihak-pihak yang mendukungnya. Martin Luther memulai pembaruan-pembaruannya di Wittenberg. Ia aman di sana, umat mengasihi, menghormati, dan melindunginya. Namun, Martin Luther tidak berani melangkah keluar dari wilayah Saxony. Frederick, penguasa Wittenburg tidak perlu menggerakkan satu jari pun untuk melindunginya karena dukungan umat sudah cukup. 82

2. Gereja Katolik Roma Melakukan Kontra Reformasi