Faktor Internal Latar Belakang Martin Luther sebagai Reformator dalam Reformasi Gereja pada tahun 1517-1546

75 dalam reformasi Gereja yang terjadi di Jerman pada tahun 1517 dan menjadi pencetus pertama reformasi Gereja pada abad ke-16. Martin Luther memiliki kesadaran yang sangat mendalam akan keadaannya yang berdosa dan tak berharga sama sekali, menimbulkan gambaran tentang Allah yang selalu murka. Menurut Martin Luther sendiri, antara manusia dan Allah tidak mungkin diadakan jembatan penghubung, dan tidak mungkin diadakan perdamaian. 13 Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa Martin Luther ialah orang yang sangat saleh, yang selalu bergulat untuk mencari kebenaran dengan mengalahkan keputusasaan. Ia juga seseorang yang sangat jujur dan selalu bersemangat dalam menjalani kehidupannya. Martin Luther percaya melalui kata-kata dan gagasannya yang ia sampaikan, baik secara lisan maupun tulisan dapat merubah keadaan Gereja Katolik Roma yang pada saat itu mengalami ketidakharmonisan dan kekacauan, serta kemerosotan iman di antara umat Katolik. Seperti para pendahulunya yang pernah melakukan reformasi Gereja, Martin Luther pun turut ambil bagian dalam reformasi Gereja yang ia lakukan pada tahun 1517. Ikut berperannya Martin Luther dalam reformasi Gereja dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Faktor- faktor tersebut antara lain:

1. Faktor Internal

Martin Luther berasal dari keluarga miskin, di mana orang tuanya bekerja sebagai petani tambang di salah satu daerah di Jerman. Walaupun orang tua Martin Luther merupakan keluarga miskin, tetapi mereka sangat memperhatikan 13 W.L. Helwig, op.cit., hlm. 147. 76 pendidikan dan pelatihan anak-anaknya. Mereka berusaha mengajarkan pengetahuan akan Allah dan mempraktekkan kebijakan Kristiani. Doa-doa ayahnya sering dipanjatkan dan didengarkan oleh anak-anaknya, termasuk Martin Luther. Hal ini dilakukan ayah Martin Luther supaya anak-anaknya selalu mengingat nama Tuhan, dan pada suatu hari membantu memajukan kebenaran ajaran Tuhan. Setiap kesempatan untuk memupuk moral dan intelektual yang diberikan oleh kehidupan mereka yang keras kepada mereka untuk dinikmati, selalu dikembangkan oleh kedua orang tua Martin Luther. Seperti dengan saudara- saudaranya yang lain, Martin Luther dididik dengan sungguh-sungguh dan sabar demi mempersiapkan ke kehidupan yang saleh dan berguna, meskipun terkadang kedua orang tuanya melatih terlalu keras. Bagi Martin Luther sendiri, walaupun ia sadar ada kesalahan dalam cara orang tuanya mendidik, ia menemukan disiplin tinggi yang diterapkan orang tuanya terdapat lebih banyak dukungan daripada hukuman. Pendidikan serta disiplin yang tinggi merupakan bagian dari pembentukan Martin Luther, yang mempersiapkannya untuk menjadi orang yang berpengaruh dan berkedudukan.Ia tahu bahwa kekuasaan adalah takdirnya, tetapi ia tidak tahu di mana takdir itu akan berujung. 14 Pemikiran agama yang gelap dan penuh ketakhayulan yang merajalela pada Abad Pertengahan membuat Martin Luther sering dilanda ketakutan. Ia berbaring pada waktu malam dengan hati sedih, memandang ke masa depan yang gelap dengan gemetar, dan dengan ketakutan terus menerus, menganggap Allah itu 14 Roberts Liardon, op.cit., hlm. 135. 77 sebagai hakim lalim yang tidak menaruh belas kasihan, seorang tiran yang jahat, bukannya seorang Bapa Surgawi yang baik hati. Namun, di bawah ketawaran hati yang begitu banyak, Martin Luther terus berusaha maju menuju standar moral yang tinggi dan keunggulan intelektual yang menarik jiwanya. Ia haus akan pengetahuan, kesungguhan, serta pikirannya yang praktis menuntunnya untuk menginginkan yang kuat dan berguna, daripada yang menyolok dan dangkal. 15 Perasaan takut akan Allah selalu tinggal di dalam hati Martin Luther, yang membuatnya sanggup mempertahankan tujuannya dengan teguh. Rasa ketergantungan yang kuat kepada pertolongan ilahi membuatnya tidak pernah lupa memulai setiap hari dengan doa. Martin Luther juga tekun mempelajari karya- karya pengarang terbaik dengan rajin mempelajari pikiran-pikiran berbobot, dan membuat kebijaksanaan orang-orang bijak itu menjadi kebijaksanaannya. Bahkan di bawah disiplin yang ketat dari guru-gurunya, Martin Luther semakin menunjukkan keunggulannya, yaitu memiliki ingatan yang tajam, imajinasinya yang kreatif, daya pertimbangannya yang kuat, dan ketekunannya yang tidak mengenal lelah, membuat ia menjadi pribadi yang mengagumkan di antara teman- temannya yang lain. Martin Luther sedang berada di dalam proses mengubah sikap mentalnya. Ia berusaha keras untuk menyenangkan Allah, tetapi Allah sudah dipuaskan oleh darah putra-Nya. Dalam kehidupan nyata, roh agamawilah yang tidak dapat dipuaskan, dan roh agamawi sedang bekerja di dalam diri Martin Luther. Hal sesungguhnya yang diinginkan Martin Luther hanyalah penerimaan dari Allah. 15 Dian, “Pemisahan Diri Luther dari Roma”, dalam http:www.dianweb.orgbukulutherhtm., 8 September 2007. 78 Tujuannya secara keseluruhan adalah mengetahui bagaimana menjadi sahabat Allah. Martin Luther mengira bahwa menerima pengampunan Allah adalah satu- satunya cara hal ini dapat terjadi, maka ia pun bertobat dan bertobat lagi dari satu sesi pengakuan dosa ke sesi pengakuan dosa yang lain. 16 Roh Kudus menyatakan kekayaaan kebenaran firman Allah itu ke dalam pikiran Martin Luther. Sebelumnya ia selalu takut melanggar kehendak Allah. Tetapi sekarang, Martin Luther mempunyai kesadaran yang mendalam mengenai keberadaannya sebagai orang berdosa yang sangat bergantung kepada Allah. Suatu kerinduan yang sungguh-sungguh untuk terbebas dari dosa dan untuk memperoleh kedamaian dengan Allah, yang kemudian menuntun Martin Luther memasuki sebuah biara dan menyerahkan diri kepada kehidupan biara. Kesadaran Martin Luther akan arti hubungan Allah dengan manusia yang sebenarnya telah dilukiskan sebagai “Pengalaman Menaranya”, karena kesadaran tersebut datang ketika ia belajar di Menara Pertapaan Agustinus Wittenberg. Pengalaman itu merupakan pengalaman besar Martin Luther yang ketiga akan Allah, dan dapat disebut pengalaman injilinya mengenai kebenaran Allah. Dalam pengalamannya, Martin Luther menjelaskan bagaimana ia telah ditawan oleh suatu keinginan luar biasa memahami surat Paulus kepada umat di Roma. Kesulitan Martin Luther untuk memahami surat itu terletak pada ayat 1:17, “Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis;’Orang benar akan hidup oleh iman”. Berdasarkan pengalaman-pengalaman hidup yang dialaminya dari masa 16 Roberts Liardon, op.cit., hlm. 146. 79 kanak-kanak hingga dewasa turut membentuk kepribadian dari seorang Martin Luther. Dalam diri Martin Luther, telah terbentuk watak seorang yang memiliki kedisiplinan yang tinggi, sangat takut kepada Allah, dan karena ketakutan dan kekhawatiran dalam dirinya ia menjadi sangat taat dan patuh kepada Allah, dan menjadi seseorang yang berani atas dasar kebenaran. Oleh karena keunggulan yang dimilikinya yaitu ingatan tajam, daya pikir yang kuat, dan imajinasi yang kreatif membuat Martin Luther menjadi orang yang keras kepala, menjadi teliti, serta kritis dalam menanggapi persoalan kehidupan, terutama yang berkaitan dengan kehidupan rohani. Keberanian dan sikap kritis yang dimiliki Martin Luther mendorongnya untuk berani mengambil sikap untuk memprotes segala kemerosotan kehidupan rohani yang terjadi dalam Gereja Katolik. Keberaniannya ini pula yang menyebabkan diri Martin Luther berani muncul di hadapan orang banyak sebagai pencetus pertama reformasi Gereja pada abad ke-16.

2. Faktor Eksternal