Bidang Politik Peranan Martin Luther dalam Reformasi Gereja Pada tahun 1517-1546

90 sebagai pejuang kebenaran. Martin Luther di atas mimbar memberikan kotbah, dengan kesungguhan hatinya ia menunjukkan sifat-sifat dosa di hadapan banyak orang yang sedang berkumpul dan mengajarkan kepada mereka bahwa sangat tidak mungkin bagi manusia untuk mengurangi dosa atau menghapuskan dosa atas usaha manusia sendiri, tetapi melalui rahmat Tuhan. Martin Luther juga menasehati kepada orang-orang supaya jangan membeli surat indulgensia, tetapi bertobatlah kepada Tuhan. Penjualan surat indulgensia yang tetap dilaksanakan mesti Martin Luther telah memberikan pengaruhnya di masyarakat untuk tidak membeli surat tersebut, membuat Martin Luther berpikir kembali untuk memikirkan cara lain untuk menghentikan penjualan surat indulgensia tersebut. Martin Luther menemukan cara lain yaitu pada hari sebelum festival “Semua Orang Kudus”, Martin Luther bersama-sama dengan orang banyak yang pergi ke gereja, memakukan di pintu gereja selembar kertas kertas yang berisi sembilan puluh lima tesis 29 yang menentang ajaran pengampunan dosa. Ia menyatakan kesediaannya untuk mempertahankan tesis tersebut di Universitas Wittenburg tempat ia mengajar, terhadap semua yang merasa diserang. Bagi Martin Luther, seluruh hal yang berkaitan dengan penjualan surat indulgensia merupakan cara licik yang ditempuh Paus Leo X untuk memeras uang rakyat guna pembangunan kembali Basilika Santo Petrus.

3. Bidang Politik

Penyalahgunaan terjadi di dalam Gereja Katolik Roma pada Abad Pertengah- 29 Gambar pintu Gereja Wittenberg, dahulu Martin Luther pernah memasang 95 tesisnya pada pintu Gereja Wittenberg, lihat lampiran 6, hlm. 197. 91 an. Salah satu hal yang paling buruk adalah simonia yaitu penjualan jabatan dan hak-hak khusus agama. Paus, uskup, dan para imam berperan terlalu berlebihan dalam hidup Gereja. Para orang awam kurang paham, bahkan tidak mengetahui akan ajaran pokok Kristiani dan sangat kecil hak suaranya dalam ungkapan iman mereka. 30 Sebenarnya pada Abad Pertengahan terjadi pula beberapa gerakan pembaharuan. Beberapa pihak menerima wewenang Paus dan berusaha menghilangkan penyalahgunaan yang ada dalam Gereja Katolik. Pihak yang lain menolak Gereja Katolik dan mencari bentuk penghayatan hidup Kristiani yang lebih murni. Dalam beberapa gerakan pembaharuan bila terdapat unsur yang tidak sejalan dengan iman Gereja Katolik tradisional akan ditumpas oleh pimpinan Gereja melalui wewenang Gereja yang didukung oleh pemerintahan sipil. Pada abad ke-16, Raja Roma secara perlahan-lahan memegang kekuatan politik dan juga kekuatan spiritual mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh keutuhan Kekaisaran Roma Barat. Kekuatan politik sering menimbulkan korupsi, dan demikian juga halnya dengan Gereja, walaupun masih banyak orang-orang Gereja yang saleh dan secara intelektual hebat muncul, pelecehan terjadi secara meluas, bukan hal kecil misalnya menjual kebebasan berbuat dosa, ketika seorang awam yang percaya dijanjikan bahwa pembayaran dengan uang terhadap Gereja akan membebaskan orang tersebut dari kutukan penghakiman Tuhan di dunia 30 Thomas Michel, Pokok-pokoi Iman Kristiani, Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma, 2001, hlm. 92. 92 setelah kehidupan di alam baka. 31 Pada masa pemerintahan Paus Leo X, umat diminta membeli surat indulgensia. Paus Leo X memiliki kekuasaan yang absolut atas Gereja dan juga negara sehingga mudah untuk melaksanakan keinginannya untuk pengadaan praktek penjualan surat indulgensia. Martin Luther tidak bisa menerima tindakan Paus Leo X yang sudah menyelewengkan wewenangnya. Dalam hal ini, Martin Luther berusaha untuk menerapkan ketiga ajaran pokoknya sola fides, sola gratia, sola scriptura dan mengembangkannya, terlebih melihat adanya pelecehan dan penyelewengan di dalam Gereja Katolik Roma yaitu adanya khotbah surat indulgensia yang berkaitan dengan pembiayaan pembangunan Basilika Santo Petrus. Kebutuhan akan biaya pembangunan itu bercampur aduk dengan situasi sosio-politik dan Gereja di Jerman. Martin Luther melakukan semua hal tersebut karena memiliki tujuan mulia. Martin Luther ingin mereformasi Gereja Katolik selaras dengan ajaran asli Alkitab, dan kembali pada iman asli komunitas Kristiani. Ia juga mendesak para pangeran Jerman untuk menolak wewenang kuasa Paus dan melaksanakan reformasi injili gerejani. 32 31 Nicko Hosea Layantara, “Kisah Nyata Martin Luther dalam http:www.kamusti.web.id?inc=itdict-personageop=viewid=56type=3, 10 April 2007, op.cit. 32 Thomas Michel, op.cit., hlm. 93. 93

BAB IV PERBEDAAN PENDAPAT ANTARA MARTIN LUTHER DENGAN

GEREJA KATOLIK ROMA Martin Luther pada tahun 1512 menerima gelar Doktor Teologi pada usia dua puluh sembilan tahun. Martin Luther dengan gelar Doktor Teologinya dapat menjadi seorang pengajar. Ia mengajar di Universitas Wittenburg sebagai profesor studi Kitab Suci. Dalam hal ini, Martin Luther harus lebih mendalami Alkitab. Martin Luther memusatkan diri pada teks-teks Alkitab dan mengembangkan ide- ide teologisnya dengan menafsirkan isi Alkitab. Tahun 1513, Martin Luther mulai mengajar Kitab Mazmur. Pada tahun 1515, ia mengajar Surat Santo Paulus kepada umat Galatia. Dalam diskusi yang intensif dengan tradisi-tradisi teologis dan filosofis, Martin Luther menekankan masalah- masalah yang ada di sana dan mencoba sungguh-sungguh menemukan pemahaman baru mengenai Alkitab yang dapat menjawab kebutuhan zamannya dan kekacauan dalam dirinya sendiri. Dalam teks-teks Alkitab tersebut, Martin Luther menemukan suatu pandangan baru mengenai Allah; Allah yang kudus, yang menakutkan baginya, adalah sekaligus Allah Yang Maha Belas Kasih. Salib Yesus Kristus menunjukkan adanya rekonsiliasi antara Allah dengan dunia. Allah yang kekudusan dan keagungan-Nya telah membuat Martin Luther merasa sama sekali tidak pantas, telah mewahyukan diri sebagai Allah yang begitu mencintai dunia. 1 1 Hans Peter Grosshans, op.cit., hlm. 19.