117
Ekaristi Misa. Ciri utama dari Misa adalah pengulangan kembali upacara perjamuan terakhir Yesus Kristus, ketika Ia memberikan roti dan anggur kepada
murid-Nya, seraya berkata:...Inilah tubuhKu yang telah dibagikan untukmu...Inilah darahKu, darah perjanjian yang ditumpahkan bagi banyak orang
Markus 14:22. Gereja Katolik mengajarkan bahwa dalam roti dan anggur yang telah disucikan itu, tubuh dan darah manusiawi Kristus sendiri benar-benar hadir.
Pada saat pastor mengucapkan kata-kata suci Inilah tubuhKu..Inilah darahKu..., perubahan yang ditimbulkan dalam zat-zat tersebut tidak hanya sekedar makna.
Zat tersebut mungkin terlihat tidak berbeda, namun susbtansinya telah mengalami perubahan, menjadi transubstansi Roti dan anggur dalam Perjamuan Ekaristi itu
berubah menjadi tubuh dan darah Kristus.
51
c. Hirarki Gereja 1 Menurut Martin Luther
Pandangan Martin Luther, mengenai hirarki
52
Gereja atau jabatan yang ada di dalam Gereja tidak lagi penting. Hal ini dikarenakan Martin Luther melihat
dengan jelas kebobrokan dalam hirarki Gereja pada masa itu. Bagi Martin Luther Gereja sebagai kenyataan rohani adalah di mana saja sabda ilahi diwartakan
51
Djohan Effendi, op.cit., hlm. 396.
52
Hirarki, kata yang digunakan untuk tatanan dan susunan pemeritahan pelayanan dalam gereja yang didasarkan pada tahbisan yang dipakai sejak zaman patristik. Para teolog Gereja Roma
membedakan hirarki tahbisan dan hirarki pemerintahan pastoral.Yang pertama hierarchia ordinis mengacu pada tingkatan institusi ilahi seperti para uskup-para imam-para diakon.
Dalam yang kedua hirarchia jurisdictionis, hanya paus dan para uskup yang merupakan bagian isnstitusi ilahi. Akan tetapi, semua tingkatan dalam hirarki mempunyai asal usul
gerejawi, bukan atas dasar penetapan dan wahyu ilahi. Pada yang kedua, demi efektivitas dalam pelayanan gerejawi masih dikenali beberapa kelompok seerti cardinal, utusan-utusan
sri paus, vikaris apostolik, dan mereka yang mempunyai otoritas yang berasal dari uskup seperti sinode keuskupan, vikaris general. Lihat Eddy Kristiyanto, Visi Historis
Komprehensif, op. cit., hlm.190.
118
secara murni dan dan sakramen-sakramen diterimakan sesuai dengan yang dikatakan dalam Alkitab. Martin Luther juga beranggapan bahwa pembaharuan
iman dan hidup Kristiani bukan bersumber pada jabatan mengajar Gereja atau tradisi yang terdapat dalam umat, karena baginya Gereja yang kelihatan di mana
banyak para pejabat Gereja yang tercemar oleh dosa.
53
Cara pandang Martin Luther terhadap Gereja bahwa antara manusia dengan Allah dan manusia dan sabda Allah sudah tidak membutuhkan perantara sama
sekali, termasuk Gereja. Bagi Martin Luther, para imam bukanlah orang-orang yang didispensasi dari sabda Allah, tetapi hanya Allah yang berkarya di dalam diri
kita. Martin Luther juga mengiyakan ajaran John Huss yaitu bahwa seorang imam yang berdosa berat tidak lagi seorang imam yang otentik, dan hal ini juga berlaku
bagi para uskup dan Paus. Bagi Martin Luther, seorang manusia yang beriman adalah anak-anak Allah sehingga memungkinkan Allah berhubungan langsung
dengan masing-masing orang beriman.
54
Ajaran yang demikian itu, membuat Martin Luther sulit untuk mempertahankan hirarki, susunan imam dan uskup. Apabila manusia dapat
berhubungan langsung dengan Tuhan, maka dengan sendirinya Gereja kehilangan sifatnya sebagai pengantara dan lembaga keagamaan, sebagai lembaga pengantara
antara Tuhan dan manusia. Dan apabila susunan imam dan uskup itu tidak mempunyai sifat pengantara, maka imam dan uskup kehilangan kewibawaan atas
kaum awam untuk dipercaya. Martin Luther dalam hal ini, dengan sendirinya membuang kewibawaan Gereja dan mengajarkan bahwa hanya Kitab Suci yang
53
Adolf Heuken, Ensiklopedi Gereja Jilid VIII, op.cit., hlm. 88.
54
Eddy Kristiyanto, op. cit., hlm. 57.
119
menjadi satu-satunya sumber kebenaran. Konsekuensi yang paling penting dari pemahaman Martin Luther mengenai
peyelamatan manusia melalui Kristus adalah ajaran mengenai imamat semua orang beriman. Martin Luther menghapus perbedaan antara imam dan kaum
awam, dan membuka hubungan khusus yang sebelumnya hanya ada antara imam dan Allah bagi semua orang. Menurut Martin Luther, setiap orang dapat
menjalankan tugas imamat dengan menghubungkan diri secara langsung kepada Allah. Para imam dipandang sebagai pribadi yang menampilkan kepengantaraan
Kristus di dunia ini, Martin Luther menolak gagasan itu dan memandang semua orang beriman sebagai imam, karena dalam iman mereka mengambil bagian
bukan hanya dalam keilahian Kristus tetapi dalam tugas dan kuasaNya.
55
Pemahaman baru mengenai imamat itu merupakan bentuk peran serta umat, karena kuasa imamat tidak terbatas pada sekelompok khusus anggota Gereja,
tetapi terbuka untuk semua orang. Setiap orang yang hadir di hadapan Allah dalam doa dan memohon untuk orang lain adalah seorang imam. Martin Luther
menolak gagasan bahwa para imam dan pertapa mempunyai kedudukan lebih tinggi atau lebih suci daripada mereka yang menjalani tugas duniawi. Dengan
demikian, menurut pandangan Martin Luther hirarki Gereja itu ditiadakan karena ia menggangap hirarki Gereja itu seperti sistem pemerintahan di mana Paus
memiliki kekuasaan tertinggi untuk mengatur bawahannya, yaitu umat. Martin Luther dalam An den christichen Adel deutscher Nation : von des
christlichen Standes Besserung Kepada kaum Bangsawan Kristen Jerman
55
Hans Peter Grosshans, op.cit., hlm.72.
120
tentang Perbaikan Masyarakat Kristen. Martin Luther menuliskan;
56
“Paus memiliki tiga tembok Yerikho untuk mempertahankan dirinya. Ketiga tembok itu ialah tuntutan paus bahwa kaum awam berada di
bawah kekuasaannya, pauslah yang berhak menafsirkan Alkitab, dan hanya paus yang berhak memanggil konsili. Ketiga tembok ini telah
menghalangi adanya pembaharuan dalam gereja. Tembok yang pertama saya serang adalah bahwa seseorang yang telah dibaptiskan telah
memiliki jabatan imamat dan orang percaya yaitu sebagai raja, imam, dan nabi. Oleh karena itu, tidak ada perbedaan antara paus, uskup, imam, dan
biarawan dengan raja-raja, bangsawan, tukang-tukang serta dengan petani. Hanya ada satu tubuh dan Kristus kepalanya. Semua orang
Kristen mempunyai derajat rohani yang sama. Perbedaan yang ada hanyalah perbedaan jabatan dan fungsi, bukan derajat. Seharusnya para
bangsawan Kristen memperbarui gereja dalam wilayah kekuasaannya dengan cara yang baik, dalam keadaan yang takut akan Allah bukan
dengan kekerasan senjata.”
Berkaitan dengan penolakan terhadap hirarki Gereja, maka Martin Luther menyangkal peran hirarki Gereja dalam membagi-bagikan indulgensia. Hal ini
bermula pada tahun 1507, ketika Paus Jullius II mengawali pembangunan Basilika Santo Petrus yang kemudian dilanjutkan oleh Paus Leo X. Paus Jullius II
menawarkan indulgensia bagi mereka yang bersedekah untuk bangunan sakral tersebut. Sistem indulgensi ini sudah lama dipraktekkan dan tersebar di seluruh
kekristenan.
2 Menurut Gereja Katolik Roma
Gereja Katolik Roma memandang bahwa kerajaan ideal bagi manusia adalah Kerajaan Tuhan yang direpresentasikan oleh Gereja dan otoritasnya dalam semua
bidang kehidupan.
57
Gereja merupakan himpunan orang beriman dan yang membentuk kesatuan dalam iman bukan ke dua belas rasul saja, tetapi struktur
56
Martin Luther, Three Treatises, Philadelphia, Fortress Press, 1960, hlm. 34-35.
57
Jalal, “Reformasi dan Tafsir Ibrani” dalam http:www.jalal-center.comindex.php?option=com- contenttask=viewid=110, 10 April 2007,.op.cit..
121
hirarkis seluruh Gereja. Struktur itu memang terlaksana dalam orang-orang tertentu dan di antara orang-orang itu ada beberapa yang secara pribadi
mempunyai tempat dan arti yang istimewa karena memiliki kontak khusus dengan Kristus. Struktur hirarkis Gereja adalah prinsip konstitusif bagi Gereja sebagai
“communio”. Oleh sebab itu, struktur hirarkis itu tidak terikat pada orang-orang tertentu, bahkan struktur itu tidak sama dengan bentuk-bentuk institusional
tertentu.
58
Prinsip karismatis juga terdapat dalam struktur hirarkis Gereja. Dalam hal ini, Gereja lebih dibangun sekitar sejumlah orang yang berkarisma. Struktur hirarki
Gereja pada permulaan diwujudkan dalam beraneka ragam fungsi yang atas dorongan Roh Kudus dan menurut kebutuhan umat.
59
Pimpinan Gereja yang dimulai oleh para rasul, kemudian oleh mereka diserahkan kepada orang-orang Jaman Para Rasul, dan diteruskan dalam hirarki
Gereja. Dalam hal ini, para uskup bukan pengganti para rasul, melainkan pengganti orang yang oleh para rasul diangkat sebagai pemimpin jemaat. Para
uskup meneruskan pimpinan yang diorganisir oleh para rasul dalam mengemban jabatan sebagai pemimpin umat. Sebagaimana pimpinan para rasul berdasarkan
tugas dan utusan Kristus, maka begitu pula dengan para pemimpin Gereja bekerja berdasarkan perutusan dari Kristus.
Para pemimpin Gereja diutus oleh Allah, bukan manusia. Namun, perutusan oleh Allah dinyatakan oleh manusia. Pimpinan dalam Gereja tidak muncul
dari bawah, melainkan ditetapkan oleh para rasul, maka perutusan juga tidak
58
T. Jacobs, Dinamika Gereja, Yogyakarta, Yayasan Kanisius, 1979, hlm. 170.
59
Ibid., hlm. 171.
122
dapat terjadi dari bawah. Perutusan oleh Allah dinyatakan oleh mereka yang mempunyai tugas kepemimpinan. Hal itu dinyatakan dalam tahbisan uskup
baru. Struktur hirarkis Gereja tidak berarti suatu sistem pemerintahan, melainkan adalah pelayanan konkrit yang dengan usaha-usaha tertentu menggerakkan
dan mempersatukan umat beriman.
60
Organisasi Gereja makin berkembang sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan Gereja. Banyak jabatan Gereja diciptakan untuk membantu uskup,
imam, dan diakon di dalam menunaikan tugasnya. Maka dari itu, dalam Gereja Katolik Roma terdapat dua jenis tahbisan, yaitu tahbisan rendah dan tahbisan
tinggi. Tahbisan rendah diberikan pada subdiakon, acolyt pelayan korban misa kudus, exorsis penghalau setan, lector pembaca Kitab Suci dan ostiarius
pembuka pintu gereja. Namun, mulai abad ke-12, subdiakon dimasukkan dalam golongan tahbisan tinggi. Sedikit demi sedikit terciptalah organisasi
hirarki di dalam Gereja. Ketika agama Kristen berkembang dari kota ke desa, maka uskup desa chorepiscopi mulai muncul, mereka berada di bawah
kekuasaan uskup kota yang terdekat. Kemudian uskup desa ini diganti dengan imam biasa saja.
61
Pertumbuhan Gereja turut menyertai tumbuhnya kekuasaan Paus. Paus diakui sebagai guru kebenaran dan pemelihara undang-undang ilahi serta
Gereja. Pemindahan bangsa-bangsa yang terjadi saat itu, juga semakin merubah kedudukan Paus, di mana Paus menjadi pusat kesatuan serta pemelihara
kebudayaan. Dalam perbedaan pendapat mengenai unsur-unsur ilmu ketuhanan,
60
Ibid., hlm.173.
61
H. Embuiru, op.cit., hlm. 54.
123
seorang Paus menjadi seseorang yang memberi ketegasan. Tanpa pengesahan Tahta Suci Roma, maka tidak ada satu keputusan konsili mengenai kebenaran
diterima dan dianggap syah. Kuasa seorang Paus terlihat ketika ajaran-ajaran Gereja mendapat
serangan dari orang-orang golongan sesat, di sini Paus harus mampu menunjukkan sikapnya sebagai pemimpin tertinggi dalam hirarki Gereja dan
sebagai pusat kesatuan Gereja yang mampu menentang kekeliruan. Keputusan yang datang dari pemimpin Tahta Suci Roma merupakan keputusan intansi
terakhir yang sah.
62
Gereja Katolik Roma juga menerapkan bahwa Kitab Suci adalah sumber kebenaran yang hanya dapat dijelaskan oleh kewibawaan
mengajar Gereja yang tidak mungkin salah.
1. Persamaan Pandangan antara Martin Luther dengan Gereja Katolik