Bidang Agama: Di Eropa Tidak Ada Lagi Kesatuan Agama Bidang politik: Terjadi Perang 30 Tahun di Jerman 1618-1648 yang Membuat Seluruh

158 Kuasa, Gereja Katolik Roma mengemukakan sakramen-sakramen kepada umatnya. Sakramen bukan sebagai hadiah bagi kebajikan yang istimewa, melainkan sakramen itu adalah sebagai alat Allah untuk memberi pertolongan kepada kelemahan-kelemahan manusia. 15

B. Dampak Reformasi Gereja bagi Eropa

Reformasi Gereja yang terjadi pada tahun 1517, banyak memberikan dampak bagi perkembangan Eropa pada saat itu. Adapun dampak-dampak yang muncul dengan adanya reformasi Gereja, antara lain:

1. Bidang Agama: Di Eropa Tidak Ada Lagi Kesatuan Agama

Sebelum muncul gerakan reformasi Martin Luther, negara-negara di Eropa merupakan satu kesatuan dalam bidang agama, yaitu menganut agama Katolik Roma. Namun, setelah gerakan reformasi Gereja oleh Martin Luther, maka di Eropa sudah tidak ada lagi kesatuan agama, sebab telah muncul agama-agama baru yang memiliki pandangan teologisnya sendiri. Kesatuan agama itu, kini hanya dapat ditemukan di masing-masing kerajaan atau negara.Masing-masing kerajaan ini memiliki pemimpin negara sekaligus menjadi pemimpin agama. Kesatuan politis dengan bermacam-macam agama tidak terpikirkan oleh pemimpin negara. Prinsip “Unus rex, una liex, una fides” masih menjadi prinsip dasar para pemimpin negara. Maksud dari prinsip ini adalah bahwa seseorang yang tidak mengikuti agama mayoritas akan kehilangan 15 Ibid. 159 haknya, bukan hanya hak-hak politik, tetapi juga hak-hak sipil. Penerapan prinsip dasar ini memang bervariasi, tetapi berlaku di lingkungan Katolik maupun Protestan. 16 Pemerintahan dalam bentuk kerajaan hanyalah satu-satunya pemerintahan yang sah. Raja memperoleh kekuasaannya langsung dari Allah, dan hanya dari Allah. Raja adalah gambaran Allah yang hidup, duduk di atas tahta Allah, raja hanya bertanggung jawab kepada Allah. Tidak ada suatu kuasa di dunia, termasuk Paus, parlemen, atau majelis umum untuk mengintervensi. Hal yang dituntut dari bawahan raja adalah ketaatan mutlak. 17

2. Bidang politik: Terjadi Perang 30 Tahun di Jerman 1618-1648 yang Membuat Seluruh

Eropa Menderita Pada tahun 1555, dalam Perdamaian Augsburg, Kaisar Karel V memberikan hak kepada para pangeran untuk menentukan agama rakyat mereka, dan telah memberitakan pengakuan kepada orang Lutheran maupun Katolik, tetapi tidak mengakui Kalvinis. Kemudian pada tahun 1560, kaum Kalvinis mulai memperoleh kemenangan yang berarti, tetapi dalam banyak hal orang Protestan sendiri saling mengecam, seperti halnya antara orang Katolik dan Lutheran. Jerman yang telah terpecah dari dalam, maka Jerman terbuka bagi pengaruh- pengaruh bangsa Eropa yang lain. Perang Tiga Puluh Tahun dimulai atas nama kepentingan agama, tetapi pada kenyataannya merupakan perjuangan demi kekuasaan politik. Dari satu segi, 16 Fl. Hasto Rosariyanto, op.cit., hlm. 28. 17 Ibid. 160 perang tersebut merupakan perang saudara antara orang Jerman Protestan dan Jerman Katolik. Dari segi lain, perang ini merupakan perang saudara yang dilakukan oleh para pangeran Jerman dari kedua aliran agama melawan kaisar mereka. Dari segi yang ketiga, perang ini merupakan perang internasional; Perancis menantang keluarga Habsburg, orang Spanyol berusaha sekuat tenaga mendapatkan kembali kekuasaannya atas Belanda, orang Skandinavia yang baru saja bangkit berusaha mendapatkan bagian dari wilayah benua Eropa, dan bangsa- bangsa yang berdiri di pinggir medan laga membantu salah satu pihak yang berperang dengan uang, tentara dan perjanjian, dan terkadang membantu pihak yang satu, kadang membantu pihak yang lain. 18 Dalam pertempuran yang bersegi banyak ini pasukan dari enam kebangsaan terlibat secara aktif, yaitu Jerman, Spanyol, Perancis, Bohemia, Denmark, dan Swedia. Sedangkan pasukan yang lain, yaitu Inggris, Polandia, Skotlandia, dan Transylvania, menyediakan pasukan bayaran yang anggotanya terdiri dari orang Yunan, Turki, Italia, dan Belanda. Para jendral pasukan-pasukan itu, sering kali adalah orang oportunis yang rakus dan suka berpetualang, orang yang tidak mempunyai keyakinan agama, tanpa kesetiaan terhadap suatu negara, dan hanya menginginkan upah berupa wilayah dan kekuasaan. 19 Latar belakang kekacauan ini ialah kebencian berbagai bangsa terhadap keluarga Habsburg, yang telah menguasai daerah-daerah yang berbatasan dengan semua negara di Eropa. Sejak tahun 1556, keluarga Habsburg ini terbagi menjadi dua cabang; Kaisar Karel V mewariskan Spanyol kepada putranya dan 18 Edith Simon dan Para Editor Putaka Time-Life, op.cit., hlm. 168. 19 Ibid. 161 mewariskan kekaisarannya kepada saudara laki-lakinya. Pada tahun 1619, Kaisar Habsburg, Ferdinand II merangkap menjadi Raja Bohemia, yang kebanyakan adalah kaum Lutheran. Orang-orang Bohemia mengganti kedudukan Ferdinand II dengan seorang pangeran Protestan Jerman yang masih muda. Namun, Ferdinand II dengan bantuan uang dari Paus dan pasukan dari Spanyol, mengirimkan tentara ke Bohemia untuk menyingkirkan Pangeran Jerman dan mengembalikan tahta Ferdinand II, serta untuk memulihkan agama Katolik di Jerman. Namun, keadaan semakin kacau dengan hadirnya Raja Denmark yang datang membantu Pangeran Jerman, sebab dengan memanfaatkan kekacauan yang sudah ada, Raja Denmark berharap akan memperoleh tanah bagi putranya. Dalam rangka untuk menegakkan kembali Gereja Katolik di Jerman, Kaisar mengeluarkan Surat Perintah Restitusi, yang memerintahkan agar banyak milik Gereja Katolik yang telah disita selama persengketaan sejak tahun 1552 dikembalikan. Perintah tersebut disambut dengan banyak perlawanan, tetapi pasukan kekaisaran menjaga pelaksanaan perintah tersebut. Kemudian Raja Swedia, dengan menawarkan diri kepada orang Protestan untuk menjadi penyelamat iman, bergerak memasuki Jerman. 20 Dengan demikian, kekacauan internasional terus berlanjut. Demikianlah peperangan berlangsung bertahun-tahun, dan bangsa-bangsa bergantian melibatkan diri ke dalam persengketaan di tanah Jerman tersebut. Ketika masalah keagamaan mulai mereda dan perjuangan untuk kekuasaan semakin terlihat, Jerman mengalami perubahan pemikiran, di mana masalah 20 Ibid. 162 Protestan dan Katolik kehilangan maknanya yang meresahkan. Sedangkan masalah orang-orang Perancis, Swedia dan Spanyol semakin panas. Kedatangan Raja Swedia pada mulanya memberikan harapan dan keberanian bagi orang Jerman, tetapi kemudian merasa terhina oleh kehadiran seorang raja asing serta pasukan mancanegara di negeri Jerman. Kaisar Jerman memanfaatkan situasi ini dan mencari dukungan orang Jerman dari kedua aliran agama dengan menawarkan pencabutan Surat Perintah Restitusi sebagai imbalan atas bantuan mereka melawan Swedia. Kini orang Jerman Katolik dan Protestan bersekutu dengan Kaisar Katolik untuk melawan persekutuan yang terdiri dari Swedia yang Protestan dan Perancis yang Katolik. Bahkan keluarga Habsburg berbalik melawan sepupu mereka yang Katolik Spanyol, dan tidak lagi mendukung mereka melawan orang Belanda yang memberontak. 21 Para pasukan yang datang silih berganti mendatangi tanah Jerman, banyak melakukan banyak tindakan keji, antara lain membunuh, merampok, membakar, meninggalkan wabah kelaparan dan wabah penyakit, menggunakan rumah-rumah penduduk sebagai markas tentara, dan menangkap wanita serta anak-anak untuk dijadikan pelayan. Pada tahun 1640, kota-kota yang ada di Jerman berubah menjadi puing-punig dan desa menjadi lenggang, jalan-jalan rusak. Penduduk terpaksa makan dengan anjing dan kuda, bahkan memakan mayat manusia. Pada tahun 1637, Kaisar Karel V wafat, dan memberikan kekaisaran yang sudah hancur kepada putranya. Orang-orang Jerman banyak menyerukan gencatan senjata, maka Kaisar 21 Ibid., hlm. 169. 163 Jerman yang baru mulai mengadakan perundingan guna mengakhiri perang. Pada bulan Desember 1644, di kota Westphalia diadakan pertemuan yang dihadiri oleh para diplomat dari Spanyol, Perancis, Swedia, Belanda, Swiss, berbagai negara bagian Italia dan Vatikan. Para diplomat ini berdebat selama empat tahun. Barulah pada tanggal 24 Oktober 1648, Kaisar Jerman dan para diplomat ini sepakat untuk menandatangani Perdamaian Westphalia, yang menjadi penyelesaian masalah keagamaan. 22 Perdamaian Westphalia ini juga memberikan pengaruh dalam merombak peta Eropa dan memperbaharui konsep hubungan internasional. Perjanjian tersebut juga memperbaharui asas Perdamaian Augsburg yang menentukan wilayah- wilayah agama, tetapi dengan mengakui aliran Kalvinis. Dan sejak saat itu, Gereja Protestan dan Katolik dimantapkan.

3. Bidang Sosial: Pengejaran Secara Gila-gilaan Terhadap Tukang Sihir