Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada zaman Abad Pertengahan, kebudayaan yang berkembang masih berdasarkan pada Kebudayaan Klasik Yunani dan Romawi. Kebudayaan Klasik Yunani dan Romawi tersebut berada di bawah naungan Gereja secara penuh dan dimanfaatkan bagi kepentingan Gereja. Apabila budaya klasik tersebut berlawanan atau tidak sejalan dengan Gereja, maka budaya tersebut disingkirkan oleh Gereja. Masyarakat pada Abad Pertengahan memiliki ciri khas yaitu mereka dikenal sangat beriman terhadap apa yang diberikan dan diajarkan oleh Gereja. Pada umumnya, kehidupan rohani masyarakat Abad Pertengahan sangat didominasi oleh Gereja. Kebudayaan Gereja Latin dalam Abad Pertengahan membuat Eropa menjadi satu keluarga bangsa-bangsa di bawah pimpinan Paus. Pada masa Abad Pertengahan, budaya Yunani dan Romawi yang dianggap kurang sejalan dengan Gereja sering diberi label kafir atau pagan. Makna yang sebenarnya dari pagan adalah desa. Semula umumnya penduduk desa tidak beragama Nasrani, sehingga pagan kemudian mempunyai makna kafir. 1 Pada abad ke-14, jika seseorang dianggap Kristen, maka orang itu adalah anggota Gereja Katolik. Kalau bukan Katolik, maka orang itu adalah seorang kafir. Bahkan, sejak abad ke-14, Gereja Katolik telah menjadi gila kekuasaan 1 H. Haikal, Renaissance dan Reformasi, Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989, hlm. 17. 2 dan penyalahgunaan akan hal itu mulai muncul dalam bentuk kemunafikan dan penghujatan yang ekstrim. Gereja Katolik telah memposisikan diri sebagai suara dan keputusan dari Allah yang absolut atas seluruh dunia. Gereja mengontrol pemerintahan dan kerajaan sekuler, menggeser siapa saja yang dikehendakinya, terutama jika ada ancaman terhadap kemakmuran dan kekuasaannya sendiri. Sekalipun beberapa raja mempunyai tahta warisan, mereka dikenakan “uang sewa” oleh Paus untuk tetap bertahta , mereka harus membayar atau merasakan akibat-akibatnya. 2 Gereja Katolik demi mempertahankan kediktaktorannya menegaskan bahwa Alkitab hanya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Hal ini menyebabkan orang- orang biasa tidak dapat membaca atau mengerti bahasa Latin, sehingga mereka menjadi korban dari apa yang diajarkan oleh Gereja. Orang biasa atau awam dilarang memiliki Alkitab karena diyakini bahwa hanya para imam yang diperbolehkan memiliki Alkitab. Para pejabat Gereja mengarang cerita-cerita dan dongeng-dongeng yang berbau tahyul. Ketidaktahuan ini membuat para imam dapat menjaga wibawa di depan umat. Dengan jelas dinyatakan bahwa orang- orang awam tidak akan pernah mengenal Allah, terlebih membahagiakan Allah melalui perbuatan. Umat dibiarkan mengabdi di bawah penghambaan yang tidak masuk akal tentang apapun yang dikarang-karang oleh para imam Gereja. Mereka mengarang tentang api penyucian dan infalibilitas Paus. Gereja juga mengadakan surat penghapusan dosa dan menjualnya, serta melakukan pemungutan pajak tersendiri bagi pembangunan Gereja, bagi peperangan yang dilakukan dan 2 Robert Liardon, Jendral Tuhan: Gebrakan Para Pahlawan Reformasi Iman, Jakarta, Metanoia, 2006, hlm. 14. 3 pelaksanaan berbagai pekerjaan lain. Umat diajarkan bahwa jika mereka mengeluarkan uang cukup besar untuk surat penghapusan dosa indulgensi, maka imam dapat memberikan jalan ke surga. Namun, di samping kehidupan beragama yang penuh semangat, ada perasaan anti rohaniawan yang kuat. Para imam diejek sebagai orang yang bodoh, biarawan dicaci maki karena kemalasan dan tindakan asusila mereka, uskup dan Paus dikutuk karena lebih mengutamakan uang dan politik daripada kehidupan rohani. Bagi orang yang berpikiran dagang imam dikecam karena jumlah mereka besar tetapi tidak menghasilkan sesuatu. Lagipula, Paus Zaman Renaissance menjadi pemimpin yang mendatangkan bencana bagi gereja yang sangat memerlukan pembaharuan, walaupun ketaqwaan mereka dalam kehidupan pribadi tidak disangsikan. Paus Sixtus IV membantu para kemenakannya agar menduduki jabatan penting, Paus Innocentius VIII tanpa malu-malu mengakui anak-anak haramnya. Di bawah Alexander VI, Vatikan penuh tindakan yang memperburuk nama, dan Paus Julius II mengenakan baju jirah prajurit untuk memimpin tentara kepausan menyerang raja-raja Perugia dan Bologna. Paus Leo X suka sekali akan hal yang megah, dan menjual jabatan gereja untuk memperbesar harta kekayaannya. 3 Pada abad ke-15, merupakan tanda dimulainya babak baru dalam suatu zaman yaitu Zaman Renaissance. Seiring dengan perkembangan renaissance muncul gerakan reformasi. Renaissance dan reformasi merupakan dua sisi yang berbeda dari mata uang yang sama, ini terjadi antara lain karena keduanya tampil 3 John R. Hale dan Para Editor Pustaka Time-Life, Abad Besar Manusia: Zaman Renaissance, Tira Pustaka, 1984, hlm. 60. 4 sebagai suatu reaksi terhadap bentuk hampa, bentuk yang kosong, yang gersang dari kehidupan abad sebelumnya, yaitu Abad Tengah. Nampaknya Abad Pertengahan menekankan kehidupan bersama. Sedangkan renaissance maupun reformasi lebih menekankan pada kehidupan perseorangan, kehidupan mandiri. Di samping kesamaan ini, baik renaissance maupun reformasi lahir sebagai penentang, sebagai reaksi terhadap segala kemapanan semu yang ada, kemapanan kegoyahan tradisi yang dipaksakan. 4 Renaissance merupakan gerakan intelektual yang lahir sebagai bentuk sikap menentang terhadap kemapanan kebekuan norma-norma yang labil, karena tidak mampu memberikan jawaban atas berbagai tantangan yang selalu muncul. Sikap ini lebih bersifat seni dan estetika, sehingga memungkinkan memberi jalan bagi suatu kelahiran reformasi. Kebangkitan kembali ajaran sastra, dan seni kuno telah melahirkan sikap baru terhadap manusia dan tempatnya di dunia. Dahulu kecakapan dan hasil karya manusia dianggap pencerminan kehendak ilahi. Kini orang menganggapnya sudah dengan sendirinya patut diperhatikan. Sikap semacam ini dikenal sebagai humanisme. Humanisme berpadu dengan jiwa kritis Skolastisisme pada akhir Abad Pertengahan atau daya upaya menggali kebenaran dengan penalaran yang tekun dan bersama-sama menciptakan sebuah pemikiran yang berbeda mengenai hubungan antara iman dan akal, antara wahyu dan pengetahuan. Teologi skolastik disusun berdasarkan kepercayaan bahwa suatu pengetahuan tentang Allah dapat dicapai oleh akal. Penemuan teknik cetak mencetak tidak hanya menyebarluaskan 4 H. Haikal, op.cit., hlm. 3. 5 pikiran-pikiran Kristen, tetapi juga pikiran-pikiran sekuler serta kafir, dan penyebarannya mencapai penduduk yang kian lama kian melek aksara. 5 Penentangan yang dilakukan oleh gerakan renaissance meski sudah sedemikian rupa, tetapi relatif tidak begitu melahirkan reaksi. Hal ini berbeda dengan bentuk penentangan yang dilakukan oleh gerakan reformasi yang lebih menimbulkan reaksi di kalangan masyarakat Eropa. Reformasi merupakan salah satu kelanjutan dari perkembangan gerakan renaissance, yaitu kelahiran kembali budaya klasik Yunani dan Romawi setelah lama tenggelam akibat dominasi Gereja. Sebagai suatu gerakan, reformasi telah berhasil memecah belah Eropa, terutama dalam masalah agama. Sebagai gantinya, kemudian lahir berbagai gerakan pembaharuan Nasrani, yang masing-masing cenderung menganggap kelompok sendiri yang benar dan kelompok lain yang salah. Para pendukung pembaharuan Nasrani, pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan. Ada golongan reformator rohani yang menyesalkan usaha- usaha duniawi dan mendukung kegiatan kesalehan dan kesederhanaan. Adapula penganjur teori konsili yang menginginkan adanya suatu Konsili Ekumenis untuk memperbaharui Gereja sebagai lembaga. Akhirnya, ada kaum humanis yang percaya bahwa pengetahuan tentang Alkitab akan memulihkan kemurnian yang menjadi ciri khas Gereja Purba. 6 Humanisme menaruh minat pada estetika, melihat kegunaan pengetahuan sejarah, dan yakin bahwa tugas utama manusia adalah menikmati kehidupannya 5 Edith Simon dan Para Editor Pustaka Time-Life, Abad Besar Manusia: Zaman Reformasi, Jakarta, Tira Pustaka, 1984, hlm. 13. 6 Ibid., hlm. 36. 6 secara bijak dan mengabdi masyarakatnya secara aktif. Kebangkitan kembali zaman klasik itu tidak hanya didahului oleh perubahan di dalam lingkungan Abad Pertengahan, tetapi juga oleh suatu hal yang sulit diterangkan. Abad Pertengahan barangkali kelihatan statis, tetapi sebenarnya diwarnai ketidakpuasan yang mendalam. Masyarakat Abad Pertengahan merasakan bahwa banyak hal tidaklah berjalan sebagaimana mestinya, baik di dalam gereja maupun negara, dan mereka mendambakan adanya kelahiran kembali atau kebangkitan kembali. Aliran Humanisme dengan agama Kristen terdapat konflik mesti tidak begitu tajam. Orang mengakui bahwa ilmu dan filsafat bukan Kristen mungkin dapat merongrong iman Kristen, tetapi bahaya tersebut bukan berupa keyakinan tandingan. Sebaliknya, bahaya itu berupa kemungkinan untuk menggantikan nilai rohani dengan nilai rohani dengan nilai duniawi. Agama boleh jadi memainkan peranan yang lebih besar dalam kehidupan sehari-hari daripada sebelumnya. Antara tahun 1200-1550, Italia menghasilkan lebih 200 orang kudus. Jumlah keuskupan di Italia juga lebih besar daripada jumlah seluruh keuskupan di dunia Kristen Barat. Presentasi jumlah imam terhadap jumlah penduduknya lebih besar. Biara-biara boleh jadi sangat mundur, dan jumlah anggotanya merosot. Tetapi ini, setidaknya sebagian disebabkan oleh pemusatan pada kegiatan di luar biara, pada tugas khotbah, dan pergi ke tanah misi. 7 Gerakan humanis berasal dari Italia pada Zaman Renaissance. Tokoh humanis yang paling tenar adalah Erasmus, cendekiawan pengelana yang lahir di Rotterdam. Erasmus tumbuh menjadi tokoh yang halus budi bahasanya pada abad 7 John R. Hale dan Para Editor Pustaka Time-Life, op.cit., hlm. 59. 7 ke-16. Nasehat Erasmus dicari oleh Paus dan reformator, raja dan cendekiawan di seluruh Eropa. Pada abad ke-16, tidak seorang pun lebih yakin akan perlunya pembaharuan daripada Erasmus, namun ia tidak pernah meninggalkan Gereja. Jauh sebelum Martin Luther, seorang reformator gereja yang paling gemilang, ia mempersoalkan kegiatan Paus di bidang sekuler dan mempertanyakan kebiasaan ulah tapa, pemujaan relikui, kehidupan membujang, penjualan indulgensi, penziarahan, pengakuan dosa, pembakaran penyesat dan doa kepada orang kudus. Erasmus melangkah lebih jauh daripada Martin Luther dalam desakkannya untuk mengurangi jumlah dogma menjadi sesedikit mungkin, dengan menyerahkan yang selebihnya kepada kebebasan pendapat. 8 Revolusi Protestan itu bukan datang dengan tiba-tiba. Sebab-sebabnya telah kelihatan pada abad ke-15, dan mungkin juga pada abad ke-14. Kewibawaan Paus telah menjadi, cara hidup dari biarawan yang tinggi dan rendah telah tidak sejalan lagi dengan apa yang dikehendaki oleh Kristus dan pelayan-pelayan-Nya, di samping itu para biarawan sangat mengabaikan tugas utamanya ialah penjagaan jiwa-jiwa. Dengan demikian, masyarakat telah kehilangan rasa hormat terhadap Gereja serta pejabat-pejabatnya dan mudah sekali mendengar kepada nabi-nabi baru yang menghendaki reformasi atau pembaharuan. Pembaharuan bukan saja bagi manusia melainkan juga bagi ajaran dan lembaga-lembaganya. 9 Martin Luther bukanlah orang pertama yang melakukan pembaharuan atau reformator dalam Gereja. Sebelum Martin Luther sudah ada gerakan pembaharuan Gereja yang terjadi pada abad ke-12 di Perancis oleh Peter Waldo. Peter Waldo 8 Ibid., hlm. 37. 9 H. Embuiru, Gereja Sepanjang Masa, Denpasar, Nusa Indah, 1961, hlm. 124. 8 adalah orang pertama yang melakukan gerakan pembaharuan Gereja. Kemudian pada abad ke-14, terjadi kembali pembaharuan gereja oleh John Wycliffe seorang sarjana Inggris. Pada abad ke-15, satu abad sebelum tampilnya Martin Luther, muncul John Hus dari Bohemia yang juga melakukan gerakan pembaharuan Gereja. Namun, pengaruh gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh para pendahulu Martin Luther hanya bersifat daerah lokal. Barulah pada abad ke-16, ketidakpuasan terhadap Gereja Katolik sudah menyebar luas ke seluruh penjuru dunia Eropa. Hal ini terjadi ketika Martin Luther pada 31 Oktober 1517 memakukan 95 dalil pada pintu Gereja Kastil Wittenberg. Dalil-dalil Martin Luther ini berisi tentang mengutuk keserakahan dan keduniawian di dalam Gereja yang dianggapnya sebagai bentuk penyelewengan. Martin Luther dikenal sebagai seorang tokoh reformator Gereja di Jerman pada abad ke-16. Gerakan reformasi yang diusahakannya telah menyebabkan berdirinya sebuah Gereja lain di samping Gereja Katolik Roma yaitu Gereja Lutheran. Tujuan awal gerakan reformasi Martin Luther sebenarnya hanya mencoba memperbaiki berbagai kelemahan yang ada. Martin Luther dan kawan- kawannya semula berharap akan bisa menghilangkan berbagai bentuk penyelewengan yang dilakukan Gereja. Hanya saja, Martin Luther tidak saja demikian dipojokkan, bahkan dianggap sebagai outlaw yang sewaktu-waktu bisa dibunuh tanpa akan dihukum siapapun yang membunuhnya. 10 Martin Luther yang melakukan pembangkangan terhadap Gereja Katolik Roma dan melahirkan gerakan Reformasi Protestan lahir di tahun 1483 di kota 10 H. Haikal, op.cit., hlm. 82. 9 Eisleben, Jerman. Dia memperoleh pendidikan perguruan tinggi yang cukup baik dan pernah belajar hukum. Tetapi, secara keseluruhan Martin Luther tidak pernah menyelesaikan pendidikan formal melainkan memilih menjadi pendeta Agustinian. 11 Ketidakpuasan dan keluhan-keluhan Martin Luther terhadap Gereja Katolik Roma muncul setingkat demi setingkat. Di Roma, tahun 1510, Martin Luther melihat pemborosan dan kemewahan duniawi para pendeta Gereja Katolik. Hal yang paling mendorong Martin Luther untuk melancarkan aksi protesnya terhadap Gereja Katolik Roma adalah perbuatan Gereja yang melakukan pengadaan dan penjualan surat pengampunan dosa indulgensi. Reformasi Gereja yang dilakukan Martin Luther ini berhasil. Keberhasilan reformasi itu disebabkan oleh bantuan dari tangan dunia yang menjadi alat bagi Protestantisme. Kebobrokan yang terjadi dalam tubuh Gereja, sangatlah mungkin bila terjadi pembaharuan. Pembaharuan yang dilakukan terhadap Gereja ini selain dilihat dari segi agama, perlu juga dilihat dari segi politik dan segi sosial pada zaman itu.

B. Perumusan Masalah