Gereja Katolik Roma Melakukan Kontra Reformasi

137 banyak pihak-pihak yang menentangnya, namun tidak sedikit pula pihak-pihak yang mendukungnya. Martin Luther memulai pembaruan-pembaruannya di Wittenberg. Ia aman di sana, umat mengasihi, menghormati, dan melindunginya. Namun, Martin Luther tidak berani melangkah keluar dari wilayah Saxony. Frederick, penguasa Wittenburg tidak perlu menggerakkan satu jari pun untuk melindunginya karena dukungan umat sudah cukup. 82

2. Gereja Katolik Roma Melakukan Kontra Reformasi

Gerakan reformasi Gereja yang dilakukan oleh Martin Luther pada tahun 1517 ini, kemudian berkembang menjadi Protestantisme. Protestantisme ini terjadi ketika Martin Luther memutuskan untuk memisahkan diri dengan Gereja Katolik Roma. Martin Luther memilih jalan untuk pisah dengan Gereja Katolik Roma karena ia melihat Gereja Katolik Roma ternyata telah membeku dalam peraturan pengawasan, sehingga setiap usaha pembaharuan yang mau merombak atau mengubah sistem yang lama langsung dicurigai dan dilarang. Dengan demikian, tidak ada jalan lain bagi Martin Luther selain keluar dari keanggotaan Gereja Katolik Roma. Jauh sebelum Protestantisme muncul, umat Katolik Roma yang saleh tetap bermaksud untuk menjalankan pembaharuan di seluruh Gereja. Orang Protestan mengatakan bahwa agama Katolik harus mendapat pembaharuan. Tetapi golongan Katolik mengatakan, bahwa bukan agama Katolik yang memerlukan pembaharuan, melainkan penganut-penganutnya. Manusia harus dirubah oleh 82 Ibid., hlm. 186. 138 agama, bukan agama oleh manusia. Kemenangan Protestan rupa-rupanya hendak menghancurleburkan Gereja Katolik Roma, namun Gereja Katolik Roma menjadi tersadar kembali dengan kekuatan baru dan menampakkan diri kembali di daerah yang telah lepas dari persatuan. 83 Gereja Katolik Roma dalam usahanya memperbaharui Gereja melakukan kontra reformasi. Istilah kontra reformasi tidak terlepas kaitannya dengan reformasi Katolik. Kedua istilah ini saling berhubungan karena keduanya merupakan gerakan dalam Gereja Katolik Roma dan merupakan reaksi terhadap gerakan reformasi Gereja dari Martin Luther. Kontra reformasi dan reformasi Katolik juga mengungkapkan ketegangan yang terjadi di dalam Gereja yang muncul jauh sebelum tahun 1517. 84 Reformasi Katolik merupakan akibat atau reaksi terhadap reformasi Protestantisme. Hal ini karena ada tanda yang memperlihatkan, bahwa hingga tahun 1517, para pendukung pandangan ini tidak melihat usaha pihak Gereja Katolik sebagai lembaga untuk melakukan pembaharuan dalam hidup menggereja. Gerakan reformasi Katolik ini muncul ketika Gereja mengalami masa-masa krisisnya, di mana pembaharuan terjadi di dalam ordo religius maupun munculnya ordo religius baru yang selalu memacu adanya pembaharuan. Ordo religius yang baru muncul salah satu di antaranya adalah Theatin yang didirikan oleh Kayetanus dan Giovanni Pietro Caraffa. Ordo ini memiliki ciri khas tersendiri yaitu para anggota ordo menanggalkan pakaian identitas, selalu melakukan ibadat harian bersama demi alasan pastoral, melakukan penghayatan kaul kemiskinan yang 83 H. Embuiru, op.cit., hlm.142. 84 Eddy Kristiyanto, Reformasi dari Dalam, op.cit., hlm. 94. 139 keras. 85 Banyaknya kongregasi yang muncul pada saat itu, memiliki struktur yang kurang lebih sama dengan Ordo Theatin. Ordo-ordo tersebut antara lain; Ordo Somaschi, Ordo Kapusin, Ordo Yesuit, Ordo Camilliani, dan Ordo Oratorio di San Filipo Neri. Di antara ordo-ordo tersebut, ada dua ordo yang menonjol yaitu Ordo Kapusin dan Ordo Yesuit. Bila Ordo Kapusin menonjol karena menekankan pada pendidikan kaum muda dan imam lewat kolese-kolese, maka Ordo Yesuit menonjol karena memberikan tekanan pada karya misi populer. 86 Gerakan reformasi Katolik dalam Gereja Katolik Roma pernah dilakukan oleh Paus Adrianus VI yang menggantikan kedudukan Paus Leo X, namun reformasi Katolik yang dilakukan hampir tidak memperlihatkan hasil apa-apa. Hal ini karena ia kurang halus dalam memperjuangkan rencana-rencananya, dan lagipula ia hanya memimpin Curia Romana selama satu tahun, antara tahun 1522-1523. 87 Pembaharuan di dalam Gereja Katolik baru berhasil diperbaharui pada masa kepemimpinan Paus Paulus III, ia adalah pengganti Paus Hadrianus VI dan memimpin Curia Romana antara tahun 1534-1249. 88 Paus Paulus III mengangkat kardinal-kardinal dan uskup-uskup yang baik dan saleh. Ia juga membentuk beberapa komisi yang harus mempelajari kelemahan-kelemahan Gereja Katolik Roma. Para pembantu Paus Paulus III ini diharuskan membuat rumusan dan daftar hal-hal yang perlu diperbaharui dalam Gereja. Paus Paulus III melihat 85 Fl. Hasto Rosariyanto, op.cit., hlm. 24. 86 Ibid. 87 H. Embuiru, op.cit., hlm. 143. 88 Kleopas Laarhoven, op.cit., hlm.91. 140 dengan mata kepala sendiri bahwa reformasi dalam Gereja itu sangat perlu. Ia memulai pembaharuan dalam istana Paus sendiri. Paus Paulus III membuka pintu ke Kolese Suci untuk biarawan-biarawan yang saleh dan cerdas. Biarawan-biarawan ini membantu Paus Paulus III selama hampir 10 tahun bekerja dalam satu muktamar agung. Dalam kurun waktu tersebut, Paus Paulus III tidak menghilangkan tujuannya yang utama yaitu pembaharuan dalam Gereja. Ia juga memberikan persetujuannya kepada ordo-ordo baru, yang menjadi pasukan pembela bagi Gereja Katolik Roma dalam bidang agama. Paus Paulus III pantas disebut pelopor reformasi Katolik karena ia yang memutuskan untuk diadakannya konsili. Pada mulanya rencana Paus Paulus III ini ditentang oleh Raja Perancis dan Kaisar Jerman, karena mereka takut bila diadakan konsili, maka kemungkinan untuk mengadakan kompromi dengan golongan Protestan akan semakin kecil. Namun pada akhirnya, Raja Perancis dan Kaisar Jerman menyetujui adanya konsili. 89 Kontra reformasi dilakukan oleh Gereja Katolik Roma sebagai gerakan untuk melawan dan mematahkan usaha reformasi yang telah dilakukan oleh Martin Luther dan para pendukungnya. Dalam hal ini, Gereja Katolik Roma membela diri karena merasa terancam karena pengaruh baik langsung maupun tidak langsung dari reformasi Protestantisme sebagai gerakan itu sangat luas dan mendalam, sebab mencakup berbagai bidang dan aspek kehidupan bermasyarakat. Gerakan kontra reformasi di dalam Gereja Katolik dipelopori oleh seorang biarawan dari Ordo Theatin, yaitu Caraffa yang kelak menjadi Paus Paulus IV. 89 Ibid. 141 Paus Paulus IV betul-betul seorang tokoh kontra reformasi karena ia ingin menumpas Protestantisme sampai pada akar-akarnya. Caraffa Paus Paulus IV membenci orang Spanyol dan khususnya dengan Ignatius yang pengaruhnya dianggap sebagai persaingan bagi diri Caraffa. Penyebab kebencian Caraffa adalah bahwa ajakan Caraffa kepada Ignatius untuk bergabung dengan Ordo Theatin yang didiirikannya, secara terang-terangan ditolak oleh Ignatius. Ignatius tidak setuju dengan reformasi yang hanya berarti memperkuat peraturan dan sistem tertutup yang bersifat monastik. 90 Dalam hal reformasi, Caraffa yang sudah 13 tahun sebagai ketua Inquisisi 91 sebelum dipilih menjadi Paus, selalu mengambil sikap “hakim”. Hal ini terlihat pada saat ia menjadi ketua panitia dalam penyelidikan perkara Martin Luther. Caraffa melihat ancaman terhadap iman Gereja terjadi di mana-mana. Ia ingin mengatasi semua itu dengan kekerasan kuasa, baik Gereja maupun kenegaraan. Bagi diri Carafffa, Paus adalah seorang penguasa yang harus menjaga ketertiban Gereja. 92 Gereja Katolik Roma yang tidak tahan terhadap serangan Martin Luther mulai bertindak dengan pembaruan internal melalui doktrin-doktrin 93 muktamar atau Konsili Trente. Maksud pembaruan ini selain bercorak doktriner juga pastoral, yakni agar umatnya tidak terombang ambing oleh ajaran-ajaran baru. Selain itu, 90 Tom Jacobs, “Ignatius dan Kontra-Reformasi”, dalam Majalah Rohani, 1990, hlm. 255. 91 Inquisisi, pengadilan gerejawi khusus yang menangkap, mengadili, dan menghukum orang- orang meragukan dengan tegas suatu kebenaran yang sebenarnya harus diimani. Lihat Gerald O’Collins dan Edward G Farrugia, op.cit., hlm. 120. 92 Tom Jacobs, op.cit. 93 Doktrin, ajaran gereja dalam berbagai macam bentuknya, yang tidak hanya dimaksudkan untuk menyampaikan iman yang ortodoks, melainkann juga memupuk kehidupan dan ibadah Kristiani. Lihat Gerald O’Collins dan Edward G Farrugia, op.cit., hlm. 59. 142 pembaruan itu merupakan keniscayaan, jika Gereja tidak mau terkubur. 94 Paus Paulus III memutuskan untuk segera mengadakan konsili. Padahal keinginan diadakannya konsili sudah dimulai ketika Martin Luther bentrok dengan penguasa Gereja mengenai surat indulgensia, Martin Luther pertama naik banding ke konsili umum, dengan berjanji akan tunduk pada keputusannya jika konsili itu diadakan. Meski demikian, Martin Luther segera menggeser upaya bandingnya ke Kitab Suci. Namun, baru hampir tiga puluh tahun setelah pisahnya Martin Luther pada tahap awal dari Gereja Katolik Roma pada tahun 1517, diadakan Konsili Trente pada tahun 1545. Pada tahun 1545, reformasi telah tersebar luas ke seluruh penjuru Eropa. Ada beberapa alasan mengapa konsili itu tertunda lama. Alasan pertamanya adalah rasa takut, jangan-jangan ide konsiliarisme itu muncul kembali, rasa taku jangan- jangan apabila diadakan konsili umum, konsili itu akan menyerukan lagi tuntutan Konsili Konstanz dan Basel bahwa konsili umum lebih tinggi kedudukannya daripada kedudukan Sri Paus. Masalah lainnya adalah masalah lokasi. Sri Paus menghendaki agar konsili diadakan di Italia, lebih baik di Roma atau dekat Roma, Kaisar Charles V mendesak agar jika konsili memang akan dapat dipercaya, teristimewa oleh kalangan pengikut Martin Luther, konsili itu tidak boleh terlihat sebagai konsili yang dikendalikan oleh Sri Paus. Akhirnya, disetujui di Trente, sebuah kota yang terletak di Italia, tetapi merupakan bagian dari tanah sewaan kaisar dan oleh karenanya dapat diterima oleh kaisar. Kebanyakan sidang diadakan di Gereja Katedral. 95 94 Eddy Kristiyanto, Reformasi dari Dalam, op.cit., hlm. 90. 143 Pada tanggal 13 Desember 1545, Konsili Trente resmi dibuka. Konsili Trente ini dihadiri oleh tiga puluh satu uskup yang kebanyakan adalah orang-orang Italia. Sidang-sidang diketuai oleh tiga utusan Paus, yaitu Kardinal Del Monte, karena masa jabatan yang cukup lama, ia menjadi ketua musyawarah, Kardinal Cerbini yang terpelajar, ia mempunyai hubungan yang erat dengan Paus sehingga menjadi jantung konsili, dan Pole, seorang Inggris yang menolak menandatangani Act of Supremacy yang kemudian merantau ke Eropa. 96 Pada tanggal 22 Januari 1546 diputuskan supaya bersama-sama membicarakan kedua tugas utama konsili yang secara khusus disebut dalam Bulla Undangan, yaitu menetapkan ajaran Katolik dan mengadakan reform dalam Gereja. Pada 4 April 1546, Konsili Trente mengambil suatu keputusan mengenai soal prinsipil yang turut menentukan jalannya persidangan, yaitu bahwa tradisi apostolik harus diterima dengan rasa hormat yang sama seperti juga diberikan kepada Kitab Suci. Konsili Trente ini berlangsung selama 18 tahun, sidang-sidangnya terbagi pada tiga jangka waktu, yaitu tahap I: antara tahun 1545-1548, tahap II: antara tahun 1551-1552 pada periode ini selama beberapa waktu konsili pindah ke Bologna, dan tahap III: antara tahun 1562-1563. 97 Pada sidang-sidang awal, yang hadir di konsili hanya dua puluh empat uskup dan rohaniwan lain, kebanyakan orang orang Italia, dan beberapa kali timbul keraguan dalam konsili untuk melanjutkan sidang. Namun, seiring dengan berjalannya waktu sidang-sidang dalam konsili tetap berjalan meski dalam kurun waktu yang lama. 95 Norman P. Tanner, op.cit., hlm. 98. 96 Hubert Jedin, Sejarah Konsili, Yogyakarta: Kanisius, 1973, hlm. 92. 97 Norman P. Tanner, op.cit. 144 Pada tahun 1548, konsili harus ditunda karena ada ancaman dari pasukan Martin Luther yang bergerak maju, dan selama jangka waktu antara tahun 1552- 1562, paus yang berkuasa adalah Paus Paulus IV, ia tidak senang bila konsili dilanjutkan. Namun, pengganti Paus Paulus IV, yaitu Paus Pius IV memanggil kembali konsili tersebut. Konsili Trente pada tahap III banyak dihadiri oleh lebih dari 200 uskup, yang benar-benar mewakili Gereja Katolik Roma. Meskipun, Konsili Trente banyak dihadapkan pada hambatan-hambatan, Konsili Trente telah berhasil membuat sederet dekrit. Konsili Trente dalam sidangnya menghadapi dua dari masalah paling menegangkan dalam perdebatan reformasi. Permasalahan pertama adalah hubungan antara Kitab Suci dan tradisi sebagai sumber kekuasaan dalam gereja. Sedangkan permasalahan yang kedua adalah peran iman dan amal baik dalam pembenaran kita. Banyak topik lainnya dalam perdebatan reformasi berkisar di seputar dua masalah hubungan antara Kitab Suci dan tradisi, serta hubungan antara iman dan amal kasih. Konsili Trente menerbitkan sederetan dekret yang luas mengenai topik-topik ini, dengan berusaha untuk membenarkan ajaran dan praktek yang telah menjadi tradisional di dalam Gereja Katolik Roma dan untuk menunjukkan akar-akarnya dalam Kitab Suci serta Gereja awal, dan juga untuk memurnikan ajaran dan praktek-praktek penyelewengan dalam Gereja Katolik Roma. Dekrit-dekrit Konsili Trente memberikan jawaban yang otentik dan kebutuhan umat yang merasa bingung oleh ajaran-ajaran yang simpang siur. Dalam arti dan batas-batas tertentu, dekrit-dekrit konsili tidak lain adalah pernyataan sikap Gereja 145 Katolik Roma terhadap reformasi Protestantisme. Ketetapan-ketetapan dari Konsili Trente ini terbagi menjadi dua, yaitu aspek dogmatis dan aspek disipliner. 98 Ketetapan Konsili Trente yang termasuk dalam aspek dogmatis, antara lain: 99 1. Konsili Trente dimaksudkan terutama untuk menghukum dan mengutuk kesalahan-kesalahan dasar yang dianggap sebagai para bidah zaman itu, dan untuk mengajarkan doktrin yang benar dan Katolik. Sebagaimana konsili telah mengecam dan mengutuk, demikian konsili juga telah menetapkan. 2. Konsili Trente mengecam kesalahan yang tersebar di kalangan para anggotanya, tetapi terutama memperlihatkan secara positif doktrin Katolik yang benar dan sehat, yang melayani kebutuhan para imam dan jemaat. Konsili Trente merupakan momentum dalam evolusi berlanjut dari Gereja Kristus, yang tidak menolak masa lampau melainkan menyempurnakannya. 3. Menolak individualisme Protestantisme. Perlu adanya mediasi Gereja, tubuh mistik Kristus, dan sekaligus organisme yuridis. Di dalam Gereja unsur mistik dan bukan mistik terlihat secara berdampingan. Gereja sebagai lembaga mendukung dan mengungkap unsur yuridis, yang mengakui hirarki yang ditetapkan oleh Kristus. Hiirarki ini membedakan dan membuat subordinasi awam terhadap uskup, karena semuanya disatukan oleh martabat imamat umum yang didasarkan pada Sakramen Baptis. 4. Gereja yang yuridis-mistik ini adalah penjaga dan penafsir sabda yang diwahyukan Allah, yang dihidupkan melalui kuasa mengajar Gereja. Gereja 98 Eddy Kritiyanto, Reformasi dari Dalam, op.cit., hlm. 111. 99 Ibid. 146 Kristus merupakan sumber rahmat yang dirayakan dalam dan melaui sakramen-sakramen, yang ditetapkan berjumlah tujuh sakramen, bernilai obyektif dan berdaya guna intrinsik. 5. Menolak unilateralitas Protestantisme. Gereja merasa perlu mengajarkan proses yang membawa pada pembenaran. Hal ini dapat terjadi melalui pemberian rahmat dan kerjasama antara iman dan karya. 6. Menolak sikap pesimis Protestantisme dengan menegaskan, bahwa manusia dikondisikan oleh dosa asal, tetapi kodrat insani tidak seluruhnya busuk. Dalam hal ini ditekankan daya guna rahmat yang memungkinkan orang dapat melaksanakan perintah-perintah Allah. 7. Dekrit tentang pembenaran merupakan salah satu dokumen yang paling indah dari antara semua dokumen. Dekrit tentang korban misa disetujui dengan suara bulat, dengan dekrit ini orang diingatkan akan adanya kesatuan dari dua aspek yang berlawanan. Namun, dekrit tersebut meneguhkan sifat korban dari Ekaristi sekaligus mempertegas bahwa korban yang benar dan satu-satunya dari Kitab Perjanjian Baru adalah korban salib Yesus Kristus. Sedangkan ketetapan-ketetapan Konsili Trente yang termasuk dalam aspek disipliner, antara lain: 100 1. Para uskup diwajibkan tetap tinggal di keuskupannya. 2. Para uskup diwajibkan mengadakan visitasi secara teratur dalam keuskupannya. 3. Para uskup diwajibkan mendirikan seminari di keuskupannya masing-masing 100 Kleopas Laarhoven, op.cit., hlm.92. 147 , sehingga pendidikan calon-calon pastor pasti terjamin. 4. Seseorang dilarang memegang dua jabatan atau lebih. 5. Diputuskan untuk mengadakan index: daftar buku-buku yang tidak boleh dibaca tanpa ijin istimewa. 6. Para pastor diwajibkan berkotbah pada hari raya dan hari Minggu, dan memberi ajaran agama khusus pada kaum muda. Sebagian besar negara-negara yang menganut agama Katolik Roma menerima ketetapan-ketetapan yang diputuskan oleh Konsili Trente tanpa syarat. Oleh karena itu di wilayah-wilayah yang sudah Protestan dilakukan pengkatolikan kembali, sebagai salah satu usaha kontra reformasi. Secara politis, usaha ini dilakukan oleh para penguasa Katolik yang sebagian wilayahnya sudah ada pengaruh Protestan. Sedangkan secara religius, usaha pengkatolikan ini dilakukan oleh para misionaris, khususnya dari Ordo Kapusin dan Yesuit, melalui karya kolese, seminari, universitas, maupun melalui misi populer. 148

BAB V DAMPAK REFORMASI GEREJA PADA ABAD KE-16

Martin Luther yang membangkang terhadap Gereja Katolik Roma telah muncul sebagai tokoh reformasi Gereja yang terkenal pada abad ke-16. Alasan Martin Luther membangkang karena rasa tidak puas dan merasa kecewa dengan gaya hidup Gereja Katolik Roma yang lebih mengutamakan urusan-urusan duniawi dan semakin menjauhkan diri dari keselamatan rohani. Perjuangan Martin Luther dalam gerakan reformasi Gereja dimulai dengan penempelan sembilan puluh lima tesisnya pada pintu Gereja Kastil Wittenburg, hingga ia memutuskan untuk memisahkan diri dengan Gereja Katolik Roma meskipun dengan perasaan berat. Martin Luther bukanlah seorang yang tenang dan diplomatis. Dalam menyampaikan argumen-argumennya, ia suka menggunakan bahasa keras dan tegas yang biasa digunakan oleh penduduk asli kota kelahirannya, yaitu di Eisleben, Jerman. Namun, meskipun sifatnya kasar, Martin Luther tidak sombong dan tidak menyatakan diri sebagai satu-satunya orang yang mengetahui kebenaran. Martin Luther justru seorang pejuang yang keras demi kebenaran Kitab Suci, dan inilah letak sumbangannya yang paling berharga bagi reformasi Gereja. Martin Luther menempatkan Kitab Suci dan kebenarannya sebagai pusat hidup Gereja dan teologi. 1 Gerakan reformasi Gereja memang telah banyak dilakukan, namun perjuangan 1 Hans Peter Grosshans, op.cit., hlm. 24.