Rehabilitasi Mental Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi Kasus Di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Bambu Apus Jakarta Timur

(1)

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I.)

Oleh: Muwahid 104054102122

KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 14 September 2009


(3)

(4)

(5)

i Jakarta Timur

Akhir-akhir ini masalah kasus mengenai kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sering kita dengar bahkan secara tidak sadar telah kita lihat secara langsung. Tindakan KDRT dapat menimpa siapa saja termasuk ibu, bapak, kakek, nenek, orang dewasa, pembantu rumah tangga bahkan sampai anak-anak. Tindakan kekerasan terhadap anak dapat mengakibatkan penderitaan secara fisik dan psikologis. Ironisnya data yang tersedia semua lembaga yang menangani kekerasan pada anak terus meningkat setiap tahunnya dan pelaku kekerasan adalah orang terdekat. oleh karena itu peneliti tertarik dengan proses pelaksanaan rehabilitasi mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga, dan hasil rehabilitasi mental di RPSA, Melalui wawancara dan observasi

Karakteristik subyek dalam penelitian ini adalah psikolog, pekerja sosial, pengasuh atau pendamping, dan korban yang mengalami kekerasan pada fisik, psikis, dan pelecehan seksual. Adapun obyek yang diteliti adalah bagaimana pelaksanaan rehabilitasi yang dilakukan di RPSA dalam memecahkan permasalah yang dihadapi klien, apakah setelah mengikuti dan tinggal di RPSA klien merasa aman atau masih dalam keadaan tidak nyaman dan perubahan pada psikologisnya dari penderitaan sebelumnya.

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif jenis studi kasus. Metode pengumpulan data yang utama adalah wawancara, observasi dengan mengacu pada pedoman wawancara dan dilengkapi oleh observasi.

Dari hasil analisis yang diperoleh penelitian ini diantaranya adalah 1). Adanya pertolongan korban kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak, 2). Adanya tahapan rehabilitasi spikososial, dan 3). Adanya pelaksanaan rehabilitasi mental bagi korban kekerasan pada anak. Dari hasil tersebut maka anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga bisa pulih kembali seperti kehidupan sebelum mengalami kekerasan.


(6)

ii

sehingga peneliti dapat merampungkan penulisan skripsi ini.

Shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW, penghulu para nabi, suri tauladan bagi umatnya yang membawa ajaran islam sebagai rahmatan lil alamin.

Peneliti menyadari sepenuh hati bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan baik dari segala materi, maupun pembahasan, maupun tata bahasa. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan peneliti yang masih perlu mengisi diri dengan ilmu pengetahuan. Untuk itu, kritikan dan saran yang bertujuan membangun sungguh merupakan masukan bagi peneliti demi kesempurnaan skripsi ini. Oleh karena itu, sudah sepantasnya peneliti mengucapakan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan,MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi beserta Pembantu Dekan I, II,dan III Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Helmy Rustandi, MA selaku Ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial. 3. Bapak Ismet Firdaus, M. Si. Selaku Skretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial

dan pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan motivasi kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.


(7)

iii

5. Kepada orang tua Bapak Irsal Suar, S.Ag dan Ibu Yani Purwati, S.Ag. terima kasih yang telah memberikan kasih sayang yang penuh dan perhatian serta kepercayaan kepada putranya. Tiada pemberian lebih indah selain keberadaan dan kebahagiaan kalian.

6. Para Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi dan seluruh Civitas Akademika yang telah memberikan sumbangan wawasan keilmuan dan membimbing peneliti selama mengikuti perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Kepada pihak Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Bambu Apus jakarta Timur (Bapak Drs. Cup Santo,M.Si, Ibu Hasripah Musa, S.TT, Ibu Elin Herliana. AKS, Sri Wahyuni. STT, Jamaludin Nabisa. STT, dan Yuliana Ernawati. Aks) yang telah memberikan waktu serta informasinya.

8. Teman-teman peneliti Jurusan Kesejahteraan Sosial Angkatan 2004 yang selalu memberikan motivasi bagi peneliti agar secepatnya menyelesaikan skripsi.

9. Teman dan rekan sahabat akedemisi, dan organisasi yang selalu memberikan motivasi dan do’anya.

10.Teman-teman Falkutas Dakwah dan Komunikasi yang tidak bisa penulis sebutkan terima kasih atas motivasinya.


(8)

iv

berbagai pihak yang telah membantu peneltian ini, semoga apa yang telah diberikan menjadi amal sholeh disii Allah SWT. Amin

Jakarta, 14 September 2009


(9)

v

KATA PENGANTAR ……….. ii

DAFTAR ISI ………. v

DAFTAR TABEL ………. viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………... 1 B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah ... 2. Perumusan Masalah ...

7 7 C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian ... 2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis ... b. Manfaat Praktis ...

7

8 8 D. Tinjauan Pustaka ... E. Sistematik Penulisan ...

9 10

BAB II KAJIAN TEORI

A. Rehabilitasi

1. Pengertian Rehabilitasi ………..

2. Jenis Rehabilitasi ………

3. Perangkat Rehabilitasi ………

12 13 14 B. Kesehatan Mental

1. Pengertian Mental ………….………

2. Ciri-ciri Menta ... 3. Faktor Penyebab Timbulnya Gangguan Mental ...

16 18 19 G. Anak

1. Pengertian Anak ... 2. Hak Anak ...

20 22


(10)

vi

2. Bentuk-bentuk Kekerasan Pada Anak ... 3. Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Pada Anak ... 4. Dampak-dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga ...

27 30 33 D. Tahapan Rehabilitasi Mental dan Proses Rehabilitasi dengan Terapi

1. Tahapan Rehabilitasi Terapi Mental ... 2. Proses Rehabilitasi Terapi ...

34 35

E. Model Pertolongan Kasus Kekerasan Terhadap Anak ………. 37

F. Metode Konseling 1. Metode Langsung ………..………. 2. Metode Tidak Langsung .….……….. 39 39 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ……….. 40

B. Jenis Penelitian ………. 41

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ………... 42

D. Subyek dan Informan ………... 42

E. Sumber Data ……….………... 44

F. Teknik Pengumpulan Data ………... 44

G. Alat Pencatatan Data ... 46

H. Teknik Analisa Data ...……… 47 I. Teknik Keabsahan Data ...………….………...

J. Teknik Penulisan Data ……….

49 50 BAB IV GAMBARAN LEMBAGA DAN ANALISIS

A. Gambaran Umum RPSA Bambu Apus Jakarta

1. Latar Belakang Pendirian RPSA ...

2. Visi dan Misi ……….

3. Struktur Kepengurusan ………..

4. Fungsi ………

5. Proses Pelayanan

51 52 53 54


(11)

vii

7. Prinsip Pelayanan... 8. Fasilitas Sarana dan Prasarana dan Pendanaan Sumber Daya

Manusia... 9. RSPA Sebagai Trauma Centre / Recovery Centre Menawarkan /

Menyediakan Pelayanan... 10.Pendamping Spikososial... 11.Program Rehabilitasi RPSA... 12.Perangkat Rehabilitasi...

61

63

64 65 66 71 B. Analisis Rehabilitasi Mental di RPSA

1. Proses Pelaksanaan Rehabilitasi Mental Anak yang Mengalami Kekerasan dalam Rumah Tangga ... a. Pertolongan korban kekerasan dalam rumah tangga... b. Tahapan Rehabilitasi Spikososial... c. Pelaksanaan Rehabilitasi Mental bagi KDRT pada Anak... 2. Hasil Pelaksanaan Rehabilitasi Mental Anak di RPSA ………...

74 75 79 81 84

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ………...………...

B. Saran ………..………..

88 88

DAFTAR PUSTAKA ………. 90


(12)

(13)

1 A. Latar Belakang Masalah

Secara umum kekerasan didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan satu individu terhadap individu lain yang mengakibatkan gangguan fisik dan mental. Yang dimaksud dengan anak adalah individu yang belum mencapai usia 18 tahun.1 Oeleh karena itu, kekerasan pada anak adalah tindakan yang di lakukan seseorang individu pada mereka yang belum genap berusia 18 tahun. Yang menyebabkan kondisi fisik dan mentalnya terganggu.

Kekerasan pada anak adalah suatu tindakan semena-mena yang dilakukan oleh seseorang seharusnya menjaga dan melindungi anak (caretaker) pada seorang anak baik secara fisik, seksual, maupun emosi. Pelaku kekerasan di sini pada umumnya adalah orang terdekat disekitar anak. Ibu dan bapak kandung, ibu dan bapak tiri, kakak, kakek, nenek, paman dan paman.2

Masa kanak-kanak merupakan masa yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mentalnya di masa dewasa. Kekerasan yang terjadi pada anak dapat menyebabkan trauma pada anak, dan trauma tersebut terjadi berkepanjangan Artinya bahwa anak akan mengingat selalu apa yang pernah mengalami kekerasan sehingga setelah meranjak remaja dan dewasa kelak akan merasa dihantui rasa takut dengan perasaan menyalahkan diri, penuh kecurigaan pada orang yang

1

Sugiarno, Indra.” Aspek Klinis Kekerasan Pada Anak dan Upaya Pencegahan”. Ketua Satuan Tugas Perlindungan dan Kesejahteraan Anak Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP-IDAI). Tahun 2007., h. 1. www.google.com.

2


(14)

belum dikenal dan permasalahan ini anak berakibat fatal jika pada masa tersebut anak sudah mengalami tindakan kekerasan dan ia tidak mampu dalam penyesuain diri dalam lingkungan sosialnya.

Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 4 menyebutkan bahwa :“Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”3

United Nation Children’s Fundation (UNICEF) perwakilan Indonesia mencatat, kasus kekerasan pada anak di dunia selama 2006 hanyalah “puncak sebuah gunung es”. Kekerasan terhadap anak umumnya tertutup dan tidak terungkap. Laporan tahunan Unicef 2005 tentang kondisi anak di Indonesia disebutkan bahwa 60 persen anak tidak punya akte kelahiran, dan sepertiga pekerja seks komersial adalah anak perempuan dibawah usia 18 tahun.4

Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak, kasus kekerasan yang terjadi terhadap anak selalu meningkat. Dari tahun 2004 ke tahun 2005 kasus kekerasan meningkat 20% - 25%. Selama tahun 2005 ditemukan 763 kasus kekerasan terhadap anak yang terbagi atas 327 kasus perlakuan salah secara seksual, 233 kasus perlakuan salah pemukulan fisik, 176 kasus kekerasan psikis dan 130 kasus perlakuan penelataran anak. Dan 80 % pelaku kekerasan adalah ibu korban.5 Begitu juga data menunjukan sekitar 70 % bahwa kekerasan pada anak

3

UU Repulik Indonesia no 23 tahun 2003

4

Kompas, Tajuk Rencana. “Perlakuan Salah pada Anak” Rabu. 18 Januari 2006 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0601/18/opini/2372604.htm

5

Shintoko, Adjie.”Kemiskinan picu kekerasan terhadap anak” Tempo, 13 Januari 2006. http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2006/01/13/brk.


(15)

terjadi di rumah. Bentuk kekerasan yag dilakukan di rumah bisa kekerasan fisik atau kekerasan psikis yang tidak disadari oleh pelakunya.6

Menurutnya dari data Komnas anak bahwa 80 % pelaku kekerasan adalah ibu korban sendiri hal ini bukan karena ibunya jahat, tetapi karena paradigmanya yang salah. Secara kebetulan, kaum ibu itu lebih banyak tinggal di rumah. Karena lebih banyak tinggal di rumah, boleh jadi seorang ibu itu mengalami stres akibat berbagai persoalan keluarga, baik itu karena ada impitan ekonomi keluarga ataupun kekerasan yang dilakukan suami.

Boleh jadi, karena tekanan tersebut, seorang ibu yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, menjadi cepat marah. Tanpa disadari, mereka meluapkan kemarahannya kepada anak, baik itu dengan membentak, mengatai anaknya dengan kata-kata kasar, seperti "bodoh", ataupun menjewer. Padahal, semua itu merupakan bentuk kekerasan terhadap anak.

Pada hakikatnya karakteristik pelaku penganiayaan adalah orang dewasa yang mengalami stress akibat tidak mempunyai pekerjaan, masalah perkawinan, atau kemunduran dalam perkembangan pribadi. Yang melantar belakangi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak yang dilakukan di lingkungan keluarga dari hasil riset penelitian UNICEF diatas adalah karena ada beberapa faktor yang melatarbelakanginya. Diantara faktor tersebut antara lain adalah akibat orang tua yang dibesarkan dalam kekerasan (sehingga cenderung mereka meniru pola asuh yang telah mereka dapatkan sebelumnya), stres dan kemiskinan, isolasi sosial, tidak adanya dukungan, lingkungan yang mengalami

6

Makalah Seminar Program Perlindungan Anak Indonesia. Oleh Badan Pemberdayaan dan Keluarga Berencana (BPMKB). Kota Malang


(16)

krisis ekonomi, tidak bekerja (pengangguran), kurangnya pengetahuan tentang pendidikan anak serta minimnya pengetahuan agama orang tua.

Dari perpektif Islam bahwa kekerasan terhadap anak adalah sebagai bentuk pelanggaran amanah. Islam memandang anak merupakan amanah Allah untuk diasuh, di didik, dan di bimbing menjadi anak yang shaleh dan shalehah.

Sebagaimana Firman Allah Swt dalam QS: Al-An’am/140:7

!"#$

%

&

' &)

*+,

-./0'

1

/

2+3"

4

5

6

78

9:,

;<= .

>

?

@ AB

/

D

EF

GH

"./

IBKL

Artinya:

“Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka, karena kebodohan dan tidak mengetahui dan mereka mengharamkan apa yang Allah telah berikan pada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.”

Namun apa yang akan terjadi bila anak harus menderita atau menerima karena perlakuan kekerasan. Apalagi jika anak tersebut dilahirkan dengan takdir dan kondisi keluarga yang dari segi perekonomian yang tidak memadai atau miskin. Oleh karena itu, bisa kemungkinan akan menjadi polemik dalam keluarga dengan kehidupan yang tidak sehat, bisa jadi permasalahan tersebut akan menuju sasaran pada anak bila orang tua tersebut banyak memikul permasalahan yang ada. Dan bagaimana pula keadaan kondisi anak ini bila terjadi kekerasan oleh orang terdekat maka dari segi psikologis dan fisik akan terluka yang lebih

7


(17)

terparahnya yaitu psikologi karena psikologi atau kejiwaan akan selalu ingat dan tersimpan di memori jiwa seorang tersebut sedangkan fisik bisa saja dilupakan dan disembuhkan. Oleh karena itu bagaimana upaya yang akan dilakukan oleh masyarakat dalam menghindari perlakuan kekerasan dan bagaimana pula dalam penyembuhan atau pemulihan sutau trauma atau psikologis pada anak.

Faktor-faktor penyebab timbulnya kekerasan terhadap anak yang telah dipaparkan sebelumnya, tidak dapat dijadikan sebagai suatu alasan untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap anak, ia harus mendapat perlindungan. Oleh karena itu peran serta masyarakat sangat dibutuhkan untuk meminimalkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga seperti yang sudah di undang-undang pada pasal 15 UU nomor 23 tahun 2004 tentang kekerasan dalam rumah tangga dan pasal 20 UU Anak dimana negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban serta bertanggung jawab dalam penyelenggaraan perlindungan anak.

Dalam permasalahan ini Departemen Sosial RI berkewajiban untuk melindungi dan mencegah anak-anak dari kekerasan dalam rumah tangga. Dalam pencapain perlindungan dan pencegahan kekerasan pada anak maka harus dikembangkannya kegiatan-kegiatan yang menekankan paada pemulihan dan pemberdayaan yang berbasis masyarakat.

Permasalahan kekerasan di negara kita sudah menjadi tanggung jawab semua kalangan untuk membantu penyelesaian kasus perlakuan salah terhadap anak (child abuse). Sudah banyak lembaga-lembaga yang berdiri di negara kita dalam penangan kasus kekerasan dalam rumah tangga pada anak baik di instansi


(18)

pemerintah dan non pemerintah begitu juga kontribusi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut baik materi maupun meterialnya dalam penanganan kasus kekerasa dalam rumah tangga pada anak di negera kita ini. Dari beberapa lembaga yang menangani kasus kekerasan khususnya di Jakarta maka peneliti memngambil penelitian kasus kekerasan pada anak di instansi pemerintah punya yang dimana lembaga ini dibawah naungan Departemen Sosial Republik Indonesia dan lembaga ini di dirikan pada tahun Agustus 2007 serta memiliki visi, misi, program, SDM, dan tempat yang strategis dan layak serta nyama baik dari fasilitas yang sangat mendukung dalam proses pemulihan, bimbingan, dan pemberdayaan. Oleh karena itu untuk mencapai keberhasilan penelitian dalam skripsi ini peneliti mengabdikan penelitiannya di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Jakarta.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti sangat tertarik untuk dengan permasalahn-permasalahn yang terjadi pada negara kita terutama masalah kekerasan pada anak yang dimana akhir-akhir tahun ini banyak diberitakan baik dimedia telivisi dan kabar berita. Maka dri itu penulis melakukan penelitian lebih mendalam dan menjadikan pembahasana dalam skripsi dengan judul “Rhabilitasi Mental Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi Kasus Di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Bambu Apus Jakarta Timur”.


(19)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Untuk memfokuskan pembahasan maka penulis membatasi masalah pada pelaksanaan rehabilitasi mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga di RPSA Jakarta. Maka masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagi berikut :

2. Permusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini.

a) Bagaimana pelaksanaan rehabilitasi terhadap mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga?

b) Bagaimana hasil yang dicapai dari pelaksanaan rehabilitasi mental anak yang telah dilakukan di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA)?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.Tujuan penelitian

Sesuai dengan rumusan permasalahan, maka tujuan penelitian skripsi ini adalah:

a) Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pelaksanaan rehabilitasi terhadap mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga.


(20)

b) Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana hasil yang dicapai dari pelaksanaan rehabilitasi mental anak yang telah dilakukan di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA).

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis.

1) Untuk pengembangan ilmu pengetahuan diharapkan penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi dan meningkatkan wawasan akademi dalam bidang kesejahteraan sosial khususnya yang terkait dengan penanganan KDRT pada anak.

2) Peneliti ini diharapkan juga dapat memberikan masukan bagi Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) dalam merancang dan memperbaiki program dan pelayanan yang sedang berjalan untuk kedepan yang lebih baik.

3) Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat diketahui masyarakat umum, baik masyarakt yang ada disekitar RPSA ataupun berbagai kalangan yang tertarik dan peduli terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.

b. Manfaat Praktis

1) Menginformasikan faktor pendukung dan hambatannya dalam pelaksanaan rehabilitasi mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga.

2) Menginformasikan hasil yang dicapai dari pelaksanaan rehabilitasi mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga.


(21)

3) Memberikan pemahaman dan masukan untuk penelitian-penelitian lebih lanjut dan juga praktisi di lembaga.

4) Penelitian ini juga sebagai bahan pembelajaran untuk terus menyayangi dan mencintai anak-anak, khususnya anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. Karena sejatinya agama mana pun, khususnya agama Islam melarang semua umatnya untuk menjauhi, melecehkan atau mengasingkan anak yang memiliki kelainan tersebut.

D. Tinjaun Pustaka

1. Strategi Coping Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Studi

Kasus Siswa-siswi SMA Muhammadiah 3 Jakarta. Yang ditulis oleh

Zulfahmi Yasir Yunan mahasiswa jurusan Kesejahteraan Sosial Falkutas Dakwah dan Komunikasi tahun 2008. yang terfokus upaya pemulihan atau penyembuhan trauma yang timbul akibat kekerasan dalam rumah tangga.

2. Pelaksanaan Bimbingan Bagi Korban Child Traficking (perdagangan

anak) di RPSA Bambu Apus Jakarta Timur. Yang ditulis oleh Yusi

Luthfiani mahasiswa jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI) tahun 2009 Fakkutas Dakwah dan Komunikasi. yang terfokus pelaksanaan bimbingan terhadap korban Child Trafcking.

Sedangkan judul skripsi penulis adalah Rehabilitasi Mental Anak Korban Kekekerasan Dalam Rumah Tangga Studi Kasus di Rumah Perlindungan Sosial


(22)

Anak (RPSA) Bambu Apus Jakarta Timur. Disini penulis mencoba manggabungkan judul skripsi dengan membahas tentang pelaksanaan rehabilitasi mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga di RPSA.

E. Sistematika penulisan

Untuk Mempermudah pembahasan skripsi ini, secara sistematis penulisannya dibagi ke dalam lima bab, yang terdiri dari sub-sub bab. Adapun sistematikanya sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan skripsi.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini mengemukakan teori-teori yang melandasi dan mendukung penelitian. Dimana dalam bab ini akan membahas tentang pengertian rehabilitasi, mental, anak dan kekerasan, jenis-jenis rehabilitasi dan mental, penyebab dan dampak kekerasan dalam rumah tangga, tahapan intervensi mikro korban kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak, model-model pertolongan klien, mancam-macam konseling klien kekerasan.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan terdiri dari pendekatan dan jenis peneliian, lokasi dan waktu penelitian, teknik pemilihan subjek dan informan,


(23)

sumber data, teknik pengumpulan data dan alat pencatatan data, teknik analisis data, keabsahan data, dan teknik penulisan data.

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS

A. Gambaran Umum RPSA : menjelaskan profil lembaga, meliputi latar belakang berdirinya lembaga, visi, misi, moto, tujuan, struktur organisasi, sistem pelayanan dan program kerja lembaga.

B. Analisis : Gambaran pelaksanaan rehabilitasi mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga kemudian bagaimana hasil yang dicapai dari pelaksanaan rehabilitasi di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA).

BAB V PENUTUP

Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran serta diakhiri dengan daftar pustaka dan lampiran.


(24)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Rehabilitasi dan Mental

1. Pengertian Rehabilitasi

Kata rehabilitasi merupakan istilah dari bidang medis. Namun kata rehabilitasi ini sudah berkembang dan digunakan pada bidang-bidang lainnya seperti kriminologi, psikologi, dan kesejahteraan sosial.

Rehabilitasi adalah pemulihan kepada kedudukan yang dahulu, perbaikan anggota tubuh yang cacat dan sebagainya atas individu (misal pasien rumah sakit, korban bencana) supaya menjadi manusia yang berguna dan memiliki tempat dimasyarakat.8 Sedangkan dalam Ensiklopedia Ilmu-ilmu Sosial, rehabilitasi menawarkan optimisme dan harapan yang terkait semangat kemanusiaan yang kuat untuk membantu memperoleh kesembuhan dan hidup yang lebih baik. Rehabilitasi mempertemukan keahlian dari tenaga profesional, seperti dokter, psikologi, kriminologi, dan pekerja sosial.9 Sedangkan Departemen Sosial RI. memberikan batasan definisi dari rehabilitasi sebagai proses refungsionalisasi dan pemantapan taraf kesejahteraan sosial maupun melaksanakan kembali fungsi sosialnya dalam tata kehidupan dan penghidupan bermasyarakat dan bernegara.10 Bisa dikatakan bahwa rehabilitasi itu dapat berupa mengembalikan keberfungsian sosial seseorang dengan memberikan suatu harapan yang kuat dan optimisme.

8

Pusat Bahasa.”Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke-3”. (Jakarta: Balai Pustaka Depdiknas, 2002)., h. 940

9

Adam Kuper 7 Jessica Kuper. “Disabilty” (Ensiklopedia Ilmu-ilmu Sosial). Edisi Ke-2 Terjemahan. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000)., h. 913-914

10


(25)

Secara komperhensif dari segi medis, psikologis, dan sosial dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan sosial di masyarakat.

2. Jenis Rehabilitasi

Pada perkembangannya, rehabilitasi terbagai menjadi empat jenis rehabilitasi11 sebagai berikut:

a. Rehabilitasi Medis

Rehabilitasi ini memberikan pelbagi perawatan secara medis dalam upaya memulihkan kondisi fisik klien. Rehabilitasi medis menawarkan pelayanan kesehatan bagi klien, yang mempertemukan tenaga profesional seperti dokter, psikolog, psikiater, bahkan pekerja sosial medis. Umumnya proses rehabilitasi medis berlangsung di rumah sakit, khususnya yang memiliki Instalasi Rehabilitasi Medis (IRM). Rumah sakit Cipto Mangkusumo (RSCM) dan Rumah sakit Fatmawati merupakan contoh rumah sakit yang telah memiliki IRM.

b. Rehabilitasi Pendidikan

Rehabilitasi pendidikan merupakan upaya pembangunan potensi intelektual klien pada untuk Sekolah dan ketarampilan.

c. Rehabilitasi Vokasional

Rehabilitasi ini, memberikan keterampilan khusus pada klien sesuai dengan minat dan kemampuannya, seperti keterampilan dalam bidang musik, pijat, masak, olah raga, komputer, dan lain sebagainya. Rehabilitasi vokasional memerlukan tenaga khusus yang menguasai

11

Carolina Nitimihardjo, Rehabilitasi Sosial, dalam Isu-isu Tematik Pembagunan Sosial Konsepsi dan Strategi, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Sosial RI, 2004)., h. 185.


(26)

keterampilan-keterampilan tersebut. Sehingga dapat mewujudkan tujuan proses rehabilitasi vokasional yaitu kemandirian ekonomi. d. Rehabilitasi Sosial

Proses rehabilitasi sosial mengupayakan agar klien dapat memulihkan fungsi sosialnya di masyarakat. Proses rehabilitasi sosial juga bertujuan untuk mengintegrasikan klien kembali ke lingkungan masyarakat. Pada prosesnya, rehabilitasi sosial mengintervensi klien sebagai bagian yang tidak dapat terpisahkan dari keluarga dan komunitasnya. Dalam hal ini, proses tersebut melibatkan sikap klien terhadap keluarga, komunitas, bahkan masyarakat, juga sebaliknya. Peranan pekerja sosial, psikolog, dan psikiater menjadi sangat penting pada proses rehabilitasi ini.

e. Rehabilitasi Psikososial

Proses rehabilitasi psikososial adalah semua bentuk pelayanan dan bantuan psikologis serta sosial yang ditujukan untuk membantu meringankan, melindungi dan memulihkan kondisi fisik, psikologis, sosial dan spiritual korban tindak kekerasan sehingga mampu menjalankan fungsi sosialnya kembali secara wajar.12

3. Perangkat Rehabilitasi

Rehabilitasi merupakan proses pemulihan kepada kondisi yang semula. Agar dapat mencapai tujuan tersebut, rehabilitasi memerlukan serangkaian perangkat sebagai penunjang berlangsungnya proses rehabilitasi yang intergratif

12

_________, ”Standar Rehabilitasi Psikososial Korban Tindak Kekerasan”. (Jakarta: Direktorat Bantuan dan Jaminan Sosial, Direktorat Bantuan Sosil Departemen Sosial RI. 2003)., h. 10.


(27)

dan komperhensif. Perangkat tersebut meliputi sarana dan prasarana 13 yang menunjang proses rahabilitasi yaitu:

a. Program Rehabilitasi

Program rehabilitasi mencakup pelaksanaan prosedur rehabilitasi yang terencana, terorganisir, dan sistematis. Umumnya program rehabilitasi menjadi bagian dari sebuah kegiatan organisasional lembaga, baik lembaga pemerintah maupun non-pemerintah. Jangkauan program dapat meliputi lingkup lokal, nasional, atau regional. Keterkaitan dan kerja sama antara lembaga-lembaga yang menyelenggarakan program rehabilitasi merupakan hal penting untuk mencapai tujuan rehabilitasi itu sendiri. Dimana, tujuan dan fokus rehabilitasi akan tergantung pada kebijakan lembaga dan dapat bervariasi pada lembaga lain. Seperti, pada lembaga yang menyelenggarakan program rehabilitasi korban kekerasan pada anak dari jenis depresi dan lain-lainnya.

b. Pelayanan

Pelayanan dalam proses rehabilitasi meliputi aktivitas-aktivitas khusus yang dapat memberikan manfaat dan sesuai dengan kebutuhan klien. Penyelenggaraan pelayanan kepada klien mengintergrasikan pelbagai pendekatan, disiplin ilmu dan tenaga-tenaga profesional untuk mencapai tujuan dari proses rehabilitasi tersebut.

13

Carolina Nitimihardjo, Rehabilitasi Sosial, dalam Isu-isu Tematik Pembagunan Sosial Konsepsi dan Strategi, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Sosial RI, 2004)., h. 187.


(28)

c. Sumber Daya Manusia (SDM)

Proses rehabilitasi tidak mungkin berjalan tanpa adanya sumber daya manusia sebagai pelaksana proses rehabilitasi. Pelaksanaan rehabilitasi akan melibatkan tenaga-tenaga profesional dari pelbagai latar belakang pendidikan dan keterampilan-keterampilan khusus, seperti dokter, pekerja sosial, psikolog, psikiater, edukator, dan sebagainya. Sumber daya manusia yang memegang dalam pelaksanaan rehabilitasi, akan bergantungan pada jenis, program, dan layanan rehabilitasi.

d. Fasilitas Penunjang Rehabilitasi

Fasilitas yang dapat menunjang pelaksanaan rehabilitasi meliputi fasilitas tempat sebagai wadah pelaksanaan rehabilitasi, seperti Instalasi rehabilitasi medis (IRM) pada rumah sakit, panti sosial binaan pemerintah, dan lembaga sosial yang menyelenggarakan program dan layanan rehabilitasi. Jenis dan jumlah peralatan tersebut, akan tergantung pada program, dan layanan rehabilitasi yang diselenggarakan..

A. Kesehatan Mental a. Pengertian Mental

Apabila ditinjau dari etimologi, kata “Mental” berasal dari kata lain, yaitu

“mens”atau”mentis”, artinya roh, sukma, jiwa atau nyawa.14

Menurut istilah, mental adalah semua unsur-unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap dan perasaan yang dalam keseluruhan dan kebulatannya akan

14


(29)

menentukan corak laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan mengecewakan atau mengembirakan, menyenangkan dan sebagainya.15

Mental dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai ”suatu hal yang berhubungan dengan batin dan watak manusia yang bukan bersifat badan dan bukan tenaga”.16

Sedangkan dalam ilmu psikiatri dan spikoterapi, kata mental sering digunakan sebagai ganti dari kata personality (kepribadian) yang berarti bahwa mental adalah semua unsur-unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap (attude), dan perasaan yang dalam keseluruhan dan kebulatannya akan menentukan corak laku, cara menghadapi sesuatu hal yang menekankan perasaan, mengecewakan, atau mengembirakan, menyenangkankan dan sebagainya.17

Zakiah Daradjat, mengemukakan bahwa mental sering digunakan sebagai ganti dari kata personality (kepribadian) yang bearti bahwa mental adalah semua unsusr-unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap (attitude) dan perasaan dalam keseluruhan dan kebulatannya akan menentukan corak tingkah laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan mengecewakan, mengembirakan, dan sebagainya.18

Jadi kata mental adalah satu kekutan yang utuh dan terbentuk dalam suatu wujud kegiatan yang merupakan gambaran yang jelas antara suasana yang sedang

15

Zakiah Daradjat. ”Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental”. (jakarta: Bulan Bintang, 1975)., h. 35

16

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 19998), Cet. Ke-1, Edisi Tiga, h. 733.

17

Zakiah Daradjat.”Kesehatan Mental”. (Jakarta: PT Gunung Agung, 1985), Cet. Ke-2., h. 11

18


(30)

mereka lakukan, sehingga hal ini dapat dilihat dalam wujud tingkah laku seseorang dalam bentuk baik wajar maupun tidak wajar.

b. Ciri-ciri Mental Sehat

Orang yang mentalnya kacau tidak dapat memperoleh ketenangan hidup, hal ini menyebabkan timbulnya emosi negatif sehingga ia tidak mampu mencapai kedewasaan spikis mudah putus asa dan bahkan ingin bunuh diri.19

Kartini Kartono secara ringkas dapat menyatakan ada tiga faktor yang menyebabkan timbulnya kekalutan mental, yaitu:

a. Predisposisi struktur biologis atau jasmaniyah dan mental atau kepribadian yang lemah.

b. Konflik-konflik sosial dan konflik-konflik kultural yang mempengaruhi diri manusia.

c. Pemaksaan batin (internalisasi) dari pengalaman oleh diri si subjek yang salah.20

Sebaliknya orang yang memilik mental sehat akan merasakan suasana batin yang tenang dan sejahtera. Kebahagian, keamanan, ketentraman batin dan kesehatan mental, pada hakekatnya bertujuan untuk mencapai ketenangan hidup.

Dr. Kartini Kartono mengatakan bahwa orang memiliki mental sehat mempunyai tanda-tanda khas antara lain sebagaiberikut:21

a. Adanya kombinasi dari segenap energi, potensi dan aktifitasnya. b. Efisien dalam setiap tindakannya.

c. Memiliki tujuan hidup.

d. Bergairah dan tenang harmonis batinnya.

19

Yusak Burhanuddin, Kesehatan Mental Untuk Falkutas Tarbiyah Komponen MKK (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), Cet. Ke-1, h. 17.

20

Kartini Kartono,Hygienen Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam. (Bandung. Mandar Maju. 1989)., h. 241.

21


(31)

Jadi orang yang sehat mentalnya itu sangat mudah mengadakan penyesuain diri terhadap tuntutan lingkungan masyarakat, dan juga mampu beradaptasi dalam perubahan sosial.

c. Faktor Penyebab Timbulnya Gangguan Mental

Gangguan jiwa (neurose) dan penyakit (psychose) adalah akibat dari tidak mampunya orang menghadapi kesukaran-kesukarannya dengan wajar, atau ketidaksanggupan dalam menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapinya.22 Faktor-faktor tersebut antara lain adalah :

a. Frustasi (Tekanan perasaan)

Frustasi adalah suatu proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya hambatan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, atau menyangka bahwa akan terjadi sesuatu yang akan menghalanginya.

b. Konflik (Pertentangan batin)

Konflik jiwa atau pertentangan jiwa adalah terdapatnya dua macam dorongan atau lebih yang saling berlawanan atau bertentangan antara satu dengan yang lainnya, dan tidak adanya kemungkinan untuk dipenuhi dalam waktu yang sama.

c. Kecemasan (Oinxiety)

Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan

(frustasi) dan pertentangan batin (konflik batin)23

22

Zakiah Daradjat.”Kesehatan Mental”. (Jakarta: PT Gunung Agung, 1985), Cet. Ke-2., h. 24

23


(32)

B. Anak

1. Pengertian Anak

Anak merupakan buah hati kedua orang tuanya yang dapat menyenangkan hati, dan memberikan kebahagian serta sebagai perhiasan pada kehidupan rumah tangga karena sudahlah lengkap kebahagian dengan hadirnya buah hati (anak) sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Furqon ayat 74:

GM 8

NO P

QRS)

5

QR

T

/

U VW

:4

QR

SPX5

Y

<Q0' H.Z .

QR,

V

GI[LHZKOS\3!,

]/

/&O

Artinya:

“Dan orang orang yang berkata: Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”.24

Kemudian istilah anak dalam bahasa arab disebut tifl maka dari tifl adalah anak dalam masa (usia) sejak dilahirkan sampai dengan masa akil baligh. Istilah

al-tifl dan al-tiflah keduanya bermakna anak kecil yang belum menginjak akal baligh.25

Selanjutnya pengertian anak sebagai dalam kamus besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai keturunan kedua. Disamping itu, anak juga mengandung pengertian sebagai manusia yang masih kecil.26 Selain itu, terdapat pengertian lain

24

Al-Quran Terjemah, Al-Hikmah (Bandung: CV. Penerbit Diponogoro, 2007)., h. 366.

25

Al Nawawi, ”Tahrir Alfaz Al-Tanbih”, di-tahqiq oleh Abd al-Gani al-Daqr (Damaskus: Daar El-Qolam, 1408 H)., h. 260

26

Anton M. Moelino, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), cet. Ke-1., h. 30-31


(33)

bahwa anak pada hakekatnya seseorang yang berada pada suatu masa perkembangan tertentu dan mempunyai potensi untuk menjadi dewasa.27

Konsep anak didefinisikan dan difahami secara bervariasi dan berbeda, sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan yang beragam. Menurut UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, anak adalah seorang yang berusia di bawah 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan menurut UU. No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum beruisa 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Pengertian anak menurut pasal 1 Konvensi Hak Anak Tahun 1989 adalah seseorang yang umurnya belum mencapai 18 tahun, termasuk anak janin yang masih dalam kandungan kecuali, berdasarkan Undang-undang yang berlaku untuk anak-anak, kedewasaan telah dicapai lebih cepat28

Dalam proses perkembangannya menuju dewasa anak mengalami suatu masa yang menurut Rouseau ada empat tahap diantaranya; masa bayi (0-2 tahun) anak hidup sebagai binatang, masa kanak-kanak (2-12 tahun) anak hidup sebagai manusia biadab, masa remaja awal (12-15 tahun) anak hidup sebagai petualang, masa remaja sesungguhnya (12-24 tahun) individu hidup sebagai manusia beradab, pertumbuhan kelamin, sosial29

Dari pengertian diatas untuk memudahkan penelitian ini peneliti mengambil pengertian bahwa anak adalah seseorang yang berumur mulai dari 12-18 tahun.

27

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 12990), cet. Ke-3., h. 166

28

Ima, Susilowati., dkk. ” Pengertian Konvensi Hak Anak”. Jakarta: Harapan Prima, 2003

29

Elfi Yuliani Rochmah, M.Pd.I, “Psikologi Perkembangan”, (Yogyakarta:Teras,2005), cet.1., h. 50


(34)

2. Hak Anak

Dalam Undang-undang RI Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Telah menyatakan bahwa: “tanpa terkecuali, siapapun yang termasuk dalam kategori anak berhak mendapatkan hak-haknya sebagai anak”. Dalam UU tersebut hak-hak anak tercantum pada bab III dengan beberapa pasal sebagai berikut30:

Pasal 4, setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian, serta mendapat perlindungan dari kekerasan diskriminasi.

Pasal tersebut mencerminkan bahwa anak memiliki hak untuk tumbuh kembang secara wajar. Pada kenyataannya masih banyak anak yang belum mendapatkan hak mendasar tersebut. Aspek yang terkait dengan kebutuhan tersebut adalah bahwa anak juga memiliki harkat martabat sebagai manusia.

Pada saat ini masih banyak anak di Indonesia yang belum mendapatkan hak atas kesehatannya. Berbagai faktor seperti di atas juga dapat menjadi faktor yang menyebabkan munculnya kondisi ini.

Pandangan Islam terhadap anak manusia sebagai mahluk yang sangat terhormat, karena manusia merupakan mahluk Allah yang terbaik. Anak dalam Islam memiliki hak-hak baik sebelum maupun setelah lahir. Hak-hak anak sebelum lahir, antara lain, adalah31:

1) Hak untuk hidup, karena itu aborsi dilarang oleh Islam kecuali jika ada alasan yang dapat dibenarkan.

30

T. Sumarnonugroho, “Sistem Intervensi Kesejahteraan” Sosial.1991., h. 36

31


(35)

2) Hak untuk mendapat perlindungan dari bahaya-bahaya medis dan psikis selama dalam kandungan.

3) Hak untuk mempunyai ibu yang baik.

4) Hak untuk dido’akan agar terhindar dari godaan setan ketika kedua orang tuanya berhubungan seks.

3. Kewajiban Anak

Di samping hak-haknya, agar seseorang anak dapat tumbuh kembang dengan baik dan menjadi manusia yang bermartabat, maka seseorang anak juga mempunyai sejumlah kewajiban, diantaranya adalah seperti yang tercantum dalam UU RI No. 23 tentang Perlindungan Anak:

1) Menghormati orang tua, wali, dan guru. 2) Mencintai keluarga, masyarakat, dan teman. 3) Mencintai tanah air, bangsa, dan negara.

4) Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya. 5) Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

Islam menetapkan beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan anak32: 1) Berbakti dan taat kepada orang tua, selama orang tua tidak

memerintahkan kemaksiatan.

2) Bersikap tawadhu dengan bertutur kata yang sopan dan tidak menyakiti hati kedua orang tuanya.

3) Berterima kasih kepada orang tua.

32


(36)

4) Mengutamakan berbakti kepada keduanya daripada berjihad

fisabilillah.

5) Tidak boleh mencaci maki dan menghardik kedua orang tuanya.

6) Mendoakan kedua orang tua agar mendapat ampunan dan kasih sayang dari Allah.

7) Melaksanakan wasiat yang diamanahkan kepadanya.

8) Melunasi utang orang tuanya jika kedua orang tuanya berhutang pada saat meninggal dunia.

9) Melanggengkan tali silaturahmi dengan kerabat orang tua dan teman-temannya.

Dari beberapa hak anak tersebut, pandangan Islam tentang kewajiban anak dapat lebih melengkapi UU yang ada, terutama dari pembinaan akhlak.

C. Kekerasan

1. Pengertian Kekerasan Pada Anak

Kekerasan pada intinya adalah melakukan suatu tindakan atau serangan secara fisik maupun mental yang berakibat penderitaan berkepanjangan pada penderitanya. Selain itu, salah satu ciri dari tindakan kekerasan ini adalah hubungan yang tidak seimbang antara yang kuat, atau penganiaya lebih kuat dari- dari yang teraniaya.33

33


(37)

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kekerasan berarti perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang lain.34

Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak, Kekerasan terhadap anak adalah segala bentuk perbuatan atau tindakan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikis, mental, emosi dan penelantaran termasuk pemaksaan dan merendahkan martabat.35

Menurut Kasran (1982), ada beberapa pengertian.36 Kekerasan/penelantaran/perlakuan salah terhadap anak:

1. penelantaran anak (neghlect child), adalah tindakan terhadap anak sengaja ataupun tidak sengaja, baik oleh orang tua, pembina maupun yang berwenang, yang berupa penelantaran fisik maupun psikis.

2. perlakuan salah terhadap anak, adalah tindakan dan perlakuan salah terhadap anak oleh orang tua, pembina ataupun orang yang berwenang yang menyimpang dari ketentuan perikemanusiaan baik fisik maupun spikis dalam bentuk-bentuk perlakuan sehari-hari, pendidikan, pembinaan, dan bimbingan, baik sengaja maupun tidak sengaja.

34

im Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 19998), Cet. Ke-1, Edisi Tiga, h. 733.

35

Sirait, Aris Merdeka. “Hentikan Kekerasan Terhadap Anak Sekarang!”,

(http://portal.cbn.net.id/cbrtl/cyberwoman/detail.aspx?x=hot=topicc&y=cyberwoman) Hot Topic Fri, 24 Aug 2007

36

Kasran, S. “Penelataran dan Perlakuan salah terhadapa Anak dalam Kehidupan Militer”. Disampaikan dalam Seminar Nasional ”Penelantaran dan Perlakuan Salah terhadapa Anak”; Kumpulan Makalah. Yogyakarta; Falkutas Psikologi Universitas Gadjah Mada dan BP3K Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2006.


(38)

3. penyalahgunaan anak (child abuse), adalah tindakan dan perlakuan salah terhadap anak oleh orang yang lebih dewasa untuk mendapat keuntungan tertentu, baik itu dibidang keuangan, ketenagaan atupun dibidang seksual. WHO dalam Laporan Konsultasi mengenai child abuse Prevention di Geneva 29-31 Maret 1999 mengusulkan sebuah definisi umum tentang child abuse sebagai berikut:37

”Child abuse or maltreatment costitutes all forms of physical and/or emotional ill-treatment, sexual abuse, neglect or negligent treatment or cormecial or other exploitation, resulting in actual or pontential harm to the child to the child’s health, survival, development or dignity, in the context of a relationship of responsibility, trust or power ”

(Kekerasan terhadap anak atau penganiayaan merupakan semua bentuk dan atau emosi perlakuan tidak wajar, kekerasan seksual, kelalaian atau perlakuan lalai atau perdagangan atau exploitasi yang kelangsungan hidup, pertumbuhan atau martabat, dalam konteks sebuah hubungan tanggung jawab, kepercayaan atau kekuasaan)

Sugiarno, secara umum mendefenisikan kekerasan sebagai suatu tindakan yang dilakukan satu individu terhadap individu lain yang mengakibatkan gangguan fisik dan mental. Yang dimaksud anak adalah individu yang belum mencapai 18 tahun. Oleh karena itu, kekerasan pada anak adalah tindakan yang dilakukan seseorang individu pada mereka yang belum mencapai berusia 18 tahun yang menyebabkan kondisi fisik atau mentalnya terganggu. Seringkali istilah kekerasan pada anak ini dikaitkan dalam arti sempit dengan tidak terpenuhinya

37

Kasran, S. “Penelataran dan Perlakuan salah terhadapa Anak dalam Kehidupan Militer”. Disampaikan dalam Seminar Nasional Penelantaran dan Perlakuan Salah terhadapa Anak; Kumpulan Makalah. Yogyakarta; Falkutas Psikologi Universitas Gadjah Mada dan BP3K Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2006.


(39)

hak anak untuk mendapat perlindungan dari tindakan kekerasan dan eksploitasi. Kekerasan pada anak juga sering dihubungkan dengan lapis pertama dan kedua pemberi atau penanggung jawab pemenuhan hak anak (ayah dan ibu) dan keluarga. Kekerasan yang disebut ini dikenal dengan perlakuan salah terhadap anak atau child abuse yang merupakan bagian dari kekersan dalam rumah tangga

(domestic violence).38

Sanusi, menyebutkan bahwasannya tindakan kekerasan terhadap anak adalah perilaku dengan sengaja maupun tidak sengaja (verbal dan non verbal) yang ditunjukan untuk mencederai atau merusak anak, baik berupa serangan fisik, mental sosial, ekonomi maupun seksual yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat dan berdampak trauma psikologis bagi korban.39

2. Bentuk-bentuk Kekerasan Pada Anak

Sanusi, mengklafikasikan bentuk tindak kekerasan terhadap anak, yaitu:40

1. Perlakuan salah terhadap anak secara fisik (physical abused):

Kekerasan ini didefinisikan sebagai seluruh tingkah laku yang dapat mengakibatkan trauma atau luka fisik (bukan kecelakaan).41

38

Sugiarni, I. “Aspek Klinis Kekerasan Pada Anak dan Upaya pencegahan”. Di samapikan dalam seminar Nasional Penvegahan Kejahatan Terhadapa Anak; Kekerasan erhadap anak. Jakarta, 11 Juli 2006.

39

Sanusi, M. “ Tatalaksana Komprehensif dan Dampak Kekerasan Pada Anak”. Disampaikan dalam Seminar Nasional Pencegahan Kejahatan Terhadap Anak; Kekerasan Terhadap Anak. Jakarta, 11 Juli 2006.

40

Ibidh. 11 Juni 2006.

41

Fields, Tim. (2002). Issues Related to Bullying: Abuse. www.Successunling.co.uk/related/abuse.htm#abuse


(40)

Bentuk contoh kekerasan fisik dintaranya: (dianiaya diluar batas: dipukul, dijambak, ditendang, diinjak, dicubit, dijewer, dicekik, dicakar, disetrika, disiram air panas, dsb)

2. Perlakuan salah terhadap anak secara Psikis (mentally abused):

Yaitu perlakuan yang salah dari orang dewasa terhadap anak yang membuat anak berada dalam kondisi jiwa yang sangat tertekan, seperti sangat takut, dan terhina. Hal ini timbul akibat orang tua berbicara terlampau keras, berteriak, menggunakan kata-kata yang tidak pada tempatnya, korban kekerasan emosional sebenarnya bisa anak usia berapapun, namun anak dibawah usia remajalah yang seringkali merasakan akibat langsung.42

Bentuk contoh kekerasan psikis dintaranya (dihina, dicaci maki, diejek, dipaksa melakukan sesuatu yang tidak dikehendaki, dibentak, dimarahi, dihardik, diancam, dsb).

3. Perlakuan salah terhadap anak secara Seksual (sexual abused): (diperkosa, disodomi, diraba-raba alat kelaminnya, dipaksa melakukan oral seks, dipaksa menjadi pelacur, dipaksa bekerja di warung remeng-remeng dan pelecehan seksual lainnya)

4. Penelantaran anak (neghlected) atau Ekonomi: (dipaksa bekerja menjadi pemulung, dipaksa mengamen, dipaksa menjadi pembantu rumah tangga, dipaksa mengemis, dsb).

42

Sari,N.R. ”Prilaku Coping Pada Anak Yang Pernah Mengalami Tindak Kekerasan” (Child Abuse)”. Skripsi Psikologi UIN Syahid Jakarta: 2007.


(41)

Sedangkan pendapat Irwanto, menyebutkan bentuk-bentuk child abuse adalah sebagi berikut:43

1. Penderaan fisik dan emosional

Yaitu semua bentuk perlakuan salah terhadap anak yang membahayakan dan menimbukan dampak baik berbentuk memar atau luka, yang mengakibatkan kesakitan, berkurang atau hilangnya fungsi tubuh, maupun kematian. Perlakuan seperti itu, secara langsung juga mempunyai dampak emosional, terutama rasa malu, cemas dan takut, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Ada beberap sumber yang membedakan antara penderaan emosional dengan penderaan psikologis. Merutnya, penderita emosional berhubungan dengan reaksi atau tanggapan emosional yang kurang patut terhadap tingkah laku dan pengalaman afektif anak, maka penderita psikologis bersangkutan dengan tanggapan atau reaksi perilaku yang tidak patut terhadap anak yang menghambat perkembangan kemampuan mental dasar seperti kecerdasan, perhatian, persepsi, dan memori. Untuk menghindari kebingungan, maka dalam buku ini tetap akan digunakan istilah penderaan emosional.

2. Tindakan membahayakan (endargement)

Yaitu tindakan-tindakan yang menaruh anak dalam situasi dan kondisi yang dapat membahayakan kesejahteraan anak baik secara fisik, sosial, emosional dan mental spiritual.

43

Irwanto. ”Kekerasan Pada Anak Indonesia””. Di samapikan dalam seminar Nasional Pencegahan Kejahatan Terhadapa Anak; Kekerasan erhadap anak. Jakarta, 11 Juli 2006.


(42)

3. Penderaan sosial kultural

Adalah berbagi tindakan yang digunakan pada anak yang menghambat atau bahkan yang menghancurkan masa depan anak sebagai organisme sosial cultural. Diskriminasi, misalnya adanya bagian dari bentuk penderaan ini. Infatisida atau pembunuhan cabang bayi karena referensi jenis kelamin atau alasan lain. Demikian juga mutilasi genital khususnya terhadapa anak wanita (perlukaan dan/atau pemotongan klitoris), juga dilatar belakangi oleh keyakianan cultural tertentu.

3. Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Pada Anak Beberapa faktor pencetus terjadinya kekerasan ialah : a. Faktor masyarakat: 44

1) Kemiskinan

2) Urbanisasi yang terjadi disertainya kesenjangan pendapatan diantara penduduk kota

3) Masyarakat keluarga ketergantungan obat

4) Lingkungan dengan frekuensi kekerasan dan kriminalitas tinggi. b. Faktor keluarga:45

1) Adanya anggota keluarga yang sakit yang membutuhkan bantuan terus- menerus seperti misalnya anak dengan kelainan mental, orang tua.

2) Kehidupan keluarga yang kacau tidak saling mencintai dan menghargai.

44

http://www1.bpkpenabur.or.id/charles/orasi6a.htm

45


(43)

3) Kurang ada keakraban dan hubungan jaringan sosial pada keluarga 4) Sifat kehidupan keluarga inti bukan keluarga luas.

Sedangkan pendapat dari Wahyudi, menyebutkan beberapa faktor penyebab terjadinya kekerasan pada anak, yaitu sebagi berikut:46

1. adanya paradigma yang salah bahwa anak adalah “property” orang tua atau keluarganya (keterbatasan pendidikan pengetahuan)

2. anak sebagai korban, cenderung lebih bersikap menutup diri, takut dan bersikap pasrah dari pada mencoba bereaksi.

3. kekerasan pada anak biasanya dianggap hanya bersifat kasuistik dan hanya terjadi pada keluarga tertentu saja yang secara psikologis bermasalah atau mengalami tekanan ekonomi.

4. kebiasaan masyarakat yang meletakan persoalan anak sebagai persolan intern, dan karenanya tidak layak/tabu/aib untuk di ekspose keluar secara terbuka.

5. pelaku kekerasan memiliki masa lalu yang hampir sama pada masa kanak-kanaknya dulu (modeling), namun tidak pernah mendapatkan terapi psikologis maupun religius.

6. hubungan pasangan suami-istri yang tidak seimbang dan atau belum pernah memilkik perenting skill, sehingga pola asuh yang diterapkan pada anaknya melalui proses intimidasai atau modeling yang diperoleh di lingkungan terdekat yang dipercayainya sebagai suati nilai.

46

Wahyudi, S. “Realitas Sosial Kekerasan terhadap Anak:”. Disampaikan dalam Seminar Nasional Pencegahan Kejahatan Terhadapa Anak; Kekerasan Terhadapa Anak. Jakarta, 11 Juli 2006.


(44)

Menurut Jalaludin Rakhmat, ada beberapa faktor sosial yang menjadi penyebabnya terjadi kekerasan terhadap anak yaitu:47

1. Norma sosial; yaitu tidak hanya adanya kontrol sosial pada tindakan kekerasan pada anak-anak. Bapak yang mencambuk anaknya dengan sabuk tidak akan dipersoalkan tetangganya, selama anak itu tidak meninggal dunia (lebih tepat lagi, selama tidak dilaporkan ke polisi). Sebagai bapak, ia melihat anak sebagai hak milik dia yang dapat diperlakukan sekehendak hatinya. Tidak ada aturan hukum yang melindungi anak dari perlakuan buruk orang tua, wali, dan orang dewasa lainnya.

2. Nilai-nilai Sosial; yaitu dimana hubungan anak dengan orang dewasa berlaku seperti hirarki sosial di masyarakat. Dalam hirarki seperti itu anak-anak berada dalam anak-anak tangan bawah, mereka tidak punya hak apaun sedangkan orang tua dapat berlaku apapun kepada anak-anak.

3. Ketimpangan sosial; banyak ditemukan bahwa para pelaku dan juga korban (child abuse) berasal dari kelompok ekonomi rendah. Kemiskinan yang tentu saja masalah sosial lainnya yang diakibatkan karena struktur ekonomi dan politik yang menindas, telah melahirkan semacam subkultur kekerasan. Karena tekanan ekonomi, orang tua mengalami stres yang berkepanjangan yang kemudian dapat memicu tidakan kekerasan terhadap anak.

47


(45)

4. Dampak-dampak Kerasan Dalam Rumah Tangga.

Secara umum pada kasus kekerasan terhadap anak (penganiayaan, pelecehan seksual, perdagangan, penelataran dan sebagainya) korban akan mengalami dampak jangka pendek (short term effect) dan jangka panjang (long term effect). Dalam hal ini adalah wajar setelah mengalami gangguan traumatis.

Dampak jangka pendek biasanya akan dirasakan pada beberapa hari kejadian saja. Bentuk dampak jangka pendek ini termasuk segi fisik korban, seperti memar, kulit yang tersayat, patah tulang, kelainan syaraf, ada gangguan organ pada reproduksinya, dan dari segi psikologis biasanya korban akan merasa cemas, rendah diri, jengkel, marah terhina, malu, pemurung minder, pendiam dan sebagainya.48 Pada gangguan emosi ini biasanya menyebabkan terjadinya kesulitan tidur (insomnia) dan kehilangan nafsu makan (lost apetite).

Sedangkan dalam jangka panjang dari KDRT adalah sebagai berikut: a. Atritis, tekanan darah tinggi dan penyakit jantung.

b. Menggunakan waktu untuk beristirahat dua kali lebih banyak.

c. Kesehatannya memburuk tiga kali lebih sering (mengalami sakit kepala dua kali lipat, mengalami depresi empat kali lebih banyak).

d. Mencoba untuk bunuh diri.

e. Kehilangan konsentrasi kerja akibat mentalnya yang labil. f. Kemampuan menyelasaikan masalah rendah.

g. Sakit jiwa. 49

48

Elli N. Hasbianto, “Menakar Harga Perempuan”: Kekerasan Dalam Rumah Tangga Sebuah Kejahatan Tersembunyi. (Jakarta: Mizan. 1998)., h. 198.

49

Nina Yususf,dkk,”Panduan Konselor Tentang KDRT”,(Jakarta: LKP2 Fatayat NU dan The Asia Faundation, 2003) Edisi Revisi., h. 45-46.


(46)

Dari keterangan dampak baik jangka pendek dan jangka panjang bisa terjadi penimbulan suatu reaksi yang dialami yang tidak disadari hal ini dikarenakan korban sudah mengalami trauma diantaranya adanya suatu reaksi fisik yang ditimbulkan: goncang, mati rasa, lemah tak berdaya, melawan atau lari, detak jantung meningkat, sesak nafas, tidak bisa mengontrol sistem pembuangan badan dan gerakan menjadi lambat. Dan yang keduanya adalah reaksi emosional yang ditimbulkan adalah goncang, tidak mudah percaya pada orang lain, penyangkalan, ketakutan, teror, bingung, frustasi, merasa bersalah, sedih, kehilangan kendali, dan kehilangan kepercayaan.

D. Tahapan Rehabilitasi Mental dan Proses Rehabilitasi dengan terapi. 1. Tahapan Rehabilitasi/terapi Mental.

a) Tahapan Penelitian (study phase)

Dalam tahap ini klien dan caseworker mulai menjalin relasi. Ditahap ini adalah proses perjalinan (angagement) antara klien dan caseworker mulai dikembangkan.

b) Tahapan Pengkajian (asessment phase)

Dari pengkajian asessment yang dilakukan diharapkan akan menghasilkan berbagai macam bentuk terapi ataupun treatment tergantung kebutuhan dan keunikan masing-masing klien.


(47)

c) Tahap Intervensi

Pada tahapan ini sebenarnya sudah diawali pada pertemuan atau tahap awal dengan klien. Dalam proses ini sudah membantu klien dalam mengklarifikasikan permasalahan apa yang sebenarnya ia hadapi, dan berupa melakukan perubahan kondisi kehidupannya berdasarkan pemahaman yang terjadi.

d) Tahapan Terminasi

Fase ini merupakan tahapan dimana relasi dan klien akan dihentikan. Disini pemahan tentang ’penghentian’ prose treatment juga harus dipahami dengan makna yang kurang lebih sama, antara caseworker

dengan kliennya.50

2. Proses Rehabilitasi Terapi.

Zastrow (1982, 484 – 486) menggambarkan proses konseling melalui metode casework, dari sudut pandang klien, dikonseptualisasi menjadi delapan tahapan, dintaranya:

a. Tahap pertama (penyadaran akan adanya masalah)

Pada tahapan awal ini klien yang ingin terlihat dalam relasi dengan konselor (casework) harus merasakan adanya masalah yang sedang ia hadapi, akan tetapi ia belum mampu mengatasi permasalahan tersebut. Pada tahap ini menjadikan suatu tolak awal pendekatan casework dan klien.

50

Isbandi Rukminto Adi,”Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial”,(Jakarta: 2005)FISIP UI, h. 149-152.


(48)

b. Tahap kedua (perjalinan relasi lebih ’mendalam’ dengan konselor)

Pada tahap ini diharapkan sudah timbul relasi yang lebih baik dan lebih mendalam antara casework dengan kliennya. Dalam tahapan ini klien diharapkan sudah tumbuh kepercayaannya kepada casework

adalah yang bisa melindungi dan membantu dalam permasalahan yang dihadapi.

c. Tahap ketiga (motivasi)

Pada tahap ini, klien harus sudah mampu meyakini dirinya bahwa dia mau untuk mengatasi masalah yang dia hadapi atau kembali keberfungsian sosialnya. Dan yang di harapakan pada tahapan ini adalah dapat mengubah kondisi kejiwaanya.

d. Tahapan keempat (pengonseptualisasian salah)

Dalam rangka menciptakan konseling yang efektif, klien harus menggali bahwa permasalahan yang ia hadapi bukalah suatu masalah yang tidak dapat diatasi, akan tetapi ada komponen-komponen dalam permasalahan tersebut yang masih dapat diatasi.

e. Tahapan kelima (eksplorasi strategi mengatasi masalah)

Tahapan ini adalah tahapan dimana konselor (casework) dengan kliennya mencoba mengeksplorasi berbagai macam cara yang mungkin digunakan untuk mengatasi masalah yang dihadapinya. Kliennya disini perlu dilibatkan, karena setiap kien adalah unique (berbeda satu dengan lainnya).


(49)

f. Tahapan keenam (penyeleksian strategi mengatasi masalah)

Pada tahapan ini adalah tahap ini dimana konselor dan klien mendiskusikan dari berbagai cara yang ada untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya, maka cara manakah yang akan diambil. g. Tahapan ketujuh (implementasi strategi mengatasi masalah)

Proses konseling baru akan berhasil bila klien mau menjalankan (melaksanakan) alternatif strategi pemecahan masalah yang sudah ia tentukan, serta berkembang komitmennya dalam mengatasi masalah yang ada.

h. Tahapan kedelapan (evaluasi)

Jika perubahan yang diinginkan adalah perubahan yang permanen, maka diharapkan akan timbul perasaan pada klien. Pada tahapan disini konselor (casework) untuk meyakini klienya bahwa perubahan yang bermakna, dan dia diharapkan untuk tetap dapat melanjukan treatment tersebut.51

E. Model Pertolongan Kasus Kekerasan Terhadap Anak.

Dalam pelaksanaan untuk pencapain pertolongan korban kekerasan pada anak dapat dilakukan melalui prosedur atau proses sebagai berikut:

1. Identifikasi. Penelahaan awal terhadap masalah mengenai adanya tindakan KDRT pada anak. Laporan dari masyarakat atau dari profesi lain, seperti polisi, dokter, ahli hukum dapat dijadikan masukan pada tahap ini.

51

Isbandi Rukminto Adi,”Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial”,(Jakarta: 2005) FISIP UI., h. 145-148.


(50)

2. Investigasi. Penyelidik terhadap kasus yang dilaporkan. Pekerja sosial dapat melakukan kunjungan rumah, wawancara dengan anak atau orang yang diduga sebagai pelaku mengenai tuduhan yang dilaporkan, pengamatan terhadap perilaku anak dan orang yang diduga sebagai pelaku, penelahaan kehidupan keluarga.

3. Intervensi. Pemberian pertolongan terhadap anak dan atau keluarganya yang dapat berupa bantuan kongkrit (uang, barang, perumahan), bantuan penunjang (penitipan anak, pelatihan menajemen stress, perawatan medis) atau penyembuhan (konseling, terapi kelompok, rehabilitasi sosial).

4. Terminasi. Pengakhiran atau penutupan kasus yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor: keluarga membaik, anak tidak lagi dalam bahaya, keluarga memburuk sehingga anak harus dilepaskan dari keluarganya dan ditempatkan dalam asuhan di luar keluarganya sendiri (foster care), tidak ada kemajuan dalam penanganan kasus, lembaga kehabisan dana, keluarga menolak keja sama, tidak ada pihak yang membawa kasus ini ke pangadilan.52

52

Suharto, Edi Ph.d,”Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat”, (Bandung : 2005) Rafika Adi Tama., h.165.


(51)

F. Metode Konseling

Metode lazim diartikan dengan cara untuk mendekati masalah sehingga diperoleh hasil yang memuaskan. 53

Aunur Rahim Faqih mengemukan bahwa ada dua metode konseling yaitu: a. Metode langsung.

Individual yaitu pembimbing malakukan komunikasi langsung secara individual dengan pihak yang dibimbingnya, tekniknya: percakapan pribadi, home visit (kunjungan kerumah), serta kunjungan dan observasi kerja.

Kelompok yaitu melakukan komunikasi langsung dengan klien kelompok, tekniknya: diskusi kelompok, karyawisata, sosiodrama dan

group teaching.

b. Metode tidak langsung.

Individual yaitu melakukan komunikasi secara individual melaui media komunikasi masa. Tekniknya: surat menyurat, telepon dan lain-lain.

Kelompok yaitu melakukan komunikasi secara kelompok media komunikasi masa. Tekniknya: papan bimbingan, surat kabar/majalah, brosur, radio dan televisi.54

53

Anur Rahim Faqih,”Bimbingan dan Koseling dalam Islam”.(Yogyakarta: UII Press, 2001)., h. 53.

54


(52)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Untuk menyelesaikan skripsi ini, penulis telah melakukan penelitian yang menggunakan Pendekatan Kualitatif. Pendekatan Kualitatif adalah pendekatan yang mengacu pada prosedur penelitian yang menghasilkan penelitian deskriptif, seperti perkataan orang dan perilaku yang dapat diamati.55

Dengan pendekatan kualitatif diharapkan fakta-fakta yang ada di lapangan dapat digali lebih dalam, guna mendapatkan gambaran yang lengkap tentang program pelayanan rehabilitasi mental anak di Rumah Panti Sosial Anak ”RPSA” Jakarta dalam meningkatkan interaksi sosial anak korban kekerasan dalam rumah tangga serta untuk mengetahui hasil yang telah dicapai dan faktor penghambat yang telah dilalui dalam melaksanakan program ini. Karena isu penelitian ini mengenai program pelayanan rehabilitasi metal anak korban kekerasan dalam rumah tangga untuk meningkatkan hubungan interaksi sosial bagi anak korban kekerasan pada rumah tangga, maka informan diantaranya adalah psikolog, pekerja sosial dan korban kekerasan (klien).

Oleh karena itu, penulis akan menggunakan pendekatan kualitatif agar dapat mengambil informasi secara lebih mendalam detail, dan dapat membuat informan merasa nyaman dengan wawancara yang berjalan.

55

Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2000), h. 12


(53)

Untuk memahami istilah penelitian kualitatif perlu kiranya dikemukakan beberapa definisi tentang Metodologi Kualitatif, sebagai berikut :

1) Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.56

2) Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.57

Jadi, dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah cara menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan desain penelitiannya dekriptif analisis, yaitu kegiatan penelitian yang pencarian faktanya dengan mengembangkan teori-teori yang ada serta mengadakan pengamatan langsung mengenai objek yang akan diteliti.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang mencoba memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu.58

56

Ibid, h. 4

57

Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2008), h. 4

58

Meely G. Tan, Masalah Perencanaan Penelitian dalam Koentjaraningrat (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. 1990),h. 29-30


(54)

Menurut Neuwman penelitian deskriptif menyajikan suatu gambaran tentang detail yang spesifik dari suatu situasi, keadaan sosial atau suatu hubungan.59

Sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan, maka dalam penelitian ini akan digambarkan tentang bagaimana gambaran program pelayanan rehabilitasi mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga di RPSA beserta hasil yang telah dicapai dan faktor penghambat yang telah dilalui, yang dilakukan oleh psikolog, dan pekerja sosial untuk korban kekersan dalam rumah tangga terhadap anak.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Perlindungan Sosial Anak Jl. PPA. Bambu Apus Jakarta Timur.

2. Waktu Penelitian

Penulis telah melakukan penelitian pada tanggal 16 Maret 2009 s.d 31 Agustus 2009.

D. Subjek dan Informan

Teknik yang digunakan untuk penentuan subjek dalam penelitian ini adalah teknik purposive (bertujuan), dimana informan dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu dan dianggap sebagai orang-orang yang tepat dalam

59

Lawrence W. Neuman, Social Research Methods:Qualitative dan Quantitative Aproaches (Needhams Heights: Allyn & Bacon. 2000), h. 20-21


(55)

memberikan informasi tentang pelaksanaan rehabilitasi mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga.60

Penelitian akan menggali data yang seluas-luasnya dari pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program kegiatan dalam peningkatan keberfungsian sosial korban kekerasan pada anak di RPSA, pihak-pihak tersebut antara lain : Psikolog, Pekerja sosial, dan Klien (Child Abuse).

Sedangkan informan yang digunakan adalah Psikolog, dan Pekerja Sosial tentang pelaksanaan program kegiatan tersebut serta faktor-faktor penghambat yang telah dilalui.

Tabel 1 : Kerangka dan Jumlah Informan

No Informan Informasi yang di cari Jumlah

Metode Pengumpulan Data 1 Psikolog, Peksos, Pengasuh Gambaran lembaga, pelaksanaan rehabilitasi mental, temuan data kasus, hasil yang telah dicapai, dan faktor penghambat 3 orang Wawancara bebas terstruktur,dok umen, observasi 2 Klien

Aktivitas keseharian klien di RPSA, kondisi klien selama tinggal di RPSA, perubahan prilaku korban KDRT, dan kegiatan program di RPSA,

2 orang

Observasi langsung dan wawancara

60

Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial : Suatu teknik penelitian bidang kesejahteraan sosial dan ilmu sosial lainnya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2004), h. 63


(56)

E. Sumber Data

Data yang didapatkan dalam penelitian ini terbagi dua, yaitu :

1) Data Primer, yang merupakan observasi langsung pada pelaksanaan program dan wawancara mendalam. Informan dalam data primer ini, antara lain : Psikolog, Pekerja Sosial, dan Klien (Child Abuse).

2) Data Sekunder, yang berupa catatan-catatan dan dokumen dari RPSA, seperti berkas, catatan laporan bulanan atau tahunan, serta arsip-arsip yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Yaitu buku-buku tertentu, majalah dari berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian yang peneliti buat.

F. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data, sebagai berikut:

1) Observasi

Adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.61 Marshall (1995) menyatakan bahwa melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut.62 Sedangkan tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian

61

Dr. Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar. Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: PT Bumi Aksara. 2000), cet. Ke-3, h. 54

62

Prof. Dr. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Alvabeta, April 2007) cet. Ke-3, h.75


(57)

dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut.63

Sesuai dengan definisi observasi tersebut, maka penulis melakukan observasi tentang pelaksanaan pelayanan rehabilitasi mental anak korban KDRT. Dan hasil observasi dituangkan pada catatan lapangan dengan bahasa apa adanya.

2) Wawancara atau interview

Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.64 Wawancara juga merupakan alat pengumpulan informasi langsung tentang beberapa jenis data.65 Wawancara mendalam atau dialog secara langsung dengan pihak yang terkait yang berhubungan langsung dengan teman yang penulis kaji. Wawancara ini merupakan cara yang penulis gunakan dalam rangka mengumpulkan data dengan Tanya Jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan kepada tujuan penelitian.66

Penulis melakukan wawancara bebas terstruktur, yaitu pertanyaan yang diajukan tidak hanya berpedoman pada sistematika pertanyaan yang telah disediakan, data-data yang diperoleh dalam teknis ini adalah dengan cara tanya jawab cara lisan dan bertatap muka secara langsung, dan narasumber dapat menjawab dengan bebas dan terbuka.

Bila responden yang akan diwawancarai telah ditentukan orangnya, maka sebaiknya sebelum melakukan wawancara, pewawancara minta waktu terlebih

63

E. Kristi Poerwandari (Fakultas Psikologi Universitas Indonesia). Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi. (Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI, 1998), cet. 1 h, 64

64

Ibid,h. 72

65

Ibid, h.49

66


(58)

dahulu, kapan dan dimana bisa melakukan wawancara. Dengan cara ini, maka suasana wawancara akan lebih baik, sehingga data yang diperoleh akan lebih lengkap dan valid.67

3) Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data-data melalui telaah dan mengkaji buku-buku, majalah-majalah, dan literatur-literatur lain yang ada relevansinya dengan materi penelitian untuk selanjutnya dijadikan bahan argumentasi, untuk kemudian menjadi bahan penelitian skripsi ini.

Penulis berusaha mendapatkan data-data dari dokumentasi yang ada di sekolah seperti berkas-berkas serta arsip-arsip yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

G. Alat Pencatatan Data

Penelitian yang menggunakan metode wawancara memerlukan alat bantu. Dalam hal ini alat bantu yang digunakan adalah pedoman wawancara yang disusun berdasarkan teori yang relevan dengan masalah yang akan dijawab, selain itu peneliti juga menggunakan tape recorder dan kamera untuk mendokumentasikan segala kegiatan yang ada di sekolah.

Dalam hal observasi, peneliti membuat catatan lapangan mengenai hal-hal yang diperoleh pada saat wawancara maupun dari proses pengamatan (observasi) dari kegiatan yang ada di Lembaga RPSA.

67

Prof. Dr. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Alvabeta, April 2007) cet. Ke-3, h.75


(59)

H. Teknik Analisis Data

Data penelitian kualitatif tidak berbentuk angka, tetapi lebih banyak berupa narasi, deskripsi, cerita, dokumen tertulis, dan tidak tertulis (gambar, foto) ataupun bentuk-bentuk non angka lain.68 Pengolahan dan analisis data sesungguhnya dimulai dengan mengorganisasikan data. Dengan data kualitatif yang sangat beragam dan banyak, menjadi kewajiban peneliti untuk mengorganisasikan datanya dengan rapi, sistematis dan selengkap mungkin.69

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan. Dalam hal ini Nasution (1988) menyatakan ”Analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Analisis data menjadi pegangan bagi penelitian selanjutnya sampai jika mungkin, teori yang grounded”.70

Dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Dan dalam kenyataannya, analisis data kualitatif berlangsung selama proses pengumpulan data dari pada setelah selesai pengumpulan data.71

Yang dimaksud dengan analisis data adalah suatu proses pengumpulan data dan mengurutkannya ke dalam pola dan pengelompokkan data. Data tersebut kemudian dianalisa agar mendapat kesimpulan berdasarkan data yang ada, yaitu

68

E. Kristi Poerwandari (Fakultas Psikologi Universitas Indonesia). Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi. (Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI, 1998), cet. 1 h, 86

69

Ibid, h. 87

70

Prof. Dr. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Alvabeta, April 2007) cet. Ke-3, h.89

71


(1)

mengisi waktu kegiatannya kepada anak dan itu ada evaluasi dari kami dan juga tanggapan anak-anak.

Hambatannya:

1. terbatasnya biaya seperti ada anak yang sakit maka harus dirujuk kerumah sakit maka anggaran inilah yang agak sulit.

2. pendidkian bagi anak yang mau sekolah, kita kesulitannya adalah mencari sekolah yang mau menerima anak yang kondisi seperti ini atau biaya lagi.

3. komplikasi masalah, baik dari masalah operandisnya terus masalah-masalah yang sudah terjadi atau yang sudah kompleks,misalanya begini ada anak yang ingin berusaha bunuh diri karena dia sudah malu dengan apa yang dia alami, terus tidak mau ikut kegiatan karena ia merasa salah apa-apa masa lalunya dan tidak pantas lagi pada pandangannya sendiri. 10. Apa dampak kekerasan pada anak?

Jawab.

1. Fisik seperti luka, memar dan sebagainya, kalau ini bisa disembuhkan dengan obat kimia.

2. Spikis, kalau ini tidak bisa diukur dalam sehari untuk penyembuhan. 3. Resalasi sosial adalah merupakan sudah merasa malu atau menarik diri


(2)

PEDOMAN WAWANCARA PENGASUH Nama : Yuliana Ernawati, AKS

Pekerjaan : Pengasuh/Pendamping anak perempuan Pendidikan : SI. STTKS

Waktu Wawancara : 14.15 – 15.00 Tempat Wawancara : Asrama RPSA

No Pertanyaan dan Jawaban

1. Apa sajakah tugas pengasuh? Jawab.

Yah..tugas pengasuh disini kita memastikan bahwa anak tersebut itu terpenuhi sadang dan pangannya, ketika mereka baru datang biasanya anak itu dengan membawa pakaian yang terbatas maka tugas pengasuh hanya memeriksanya seberapaka perlukah yang akan kita berikan, terus kita liat secara fisik apakah dia merasa kurang sehat, memar, lemas maka tugas kita adalah membawa ke puskesmas, begitu juga bila ada yang murung, menyendiri kita juga ikut berpartisipasi menangani.

2. Seperti apa pendekatan yang dilakukan pada klien yang memngalami trauma?

Jawab.

Kalau ada anak yang murung atau menarik diri maka kita awali dengan pendekatan sisten casework, jadi dalam penanganan anak disini bila ada yang mengalami tersebut ada tahapannya dan dengan pertolongan yang standar seperti kita melaukan interaksis.

3. Adakah hambatan yang pernah dirasakan dalam menangani klien? Jawab.

Banyak, contoh ketika ada klien yang kita dekati maka dia akan menjauh berarti kita harus menggunakan metode apa untuk bisa mendekati anak berarti kita disini menggunakan sisten group work distu ada dinamika kelompok seperti belajar vokalis/musik maka kita akan libatkan.

4. Program-program apa sajakah yang ada di RPSA? Jawab.

Program di RPSA adalah pengisian waktu luang, membawa anak berolah raga seperti eikido, tetapi kalu pada jam-jam tertentu apakah olah raga pagi dengan senam dan juga ada program-program yang sudah ditentukan oleh kantor. Disini saya dan teman lainnya hanya melaksanakannya,

5. Apa sajakah yang harus dilakukan bila ada klien yang murung? Jawab.

Tadi, yang pertama adalah kita pendekatan secara komunikasi, memberikan soslusi permasalahanna, mengasih suport dan motivasi dan bisa juga


(3)

dengan teman-teman sebayanya yang peduli.

6. Apa yang dimaksud dengan rumah perlindungan sosial anak disini dari pandangan pengasuh?

Jawab.

Menurut saya RPSA adalah suatu tempat dimana RPSA ini seperti rumah untuk penerjemahan-penerjemahan dari kebijakan sehingga memeberikan perlindungan pada anak yang mengalami KDRT.

7. Bagaiman cara meliat klien yang mengalami trauma?dan bagaimana upaya pendekatannya?

Jawab.

Untuk melihat klien yang seperti ini, biasanya kita bisa melihat dari tingkah lakuknya, pola makan yang berlebihan atau tidak nafsu makan. Dan upaya yang kami lakukan adalah berkomunikasi sampai anak ini masih bisa nangkap pembicaraan, kalu terjadi lebih yang kami tidak bisa tangani maka saya akan segera cepat melaporkan kepada pekerja sosial dan psikolog serta spikiater terus dirujuk sampai rumah sakit Polri.


(4)

PEDOMAN WAWANCARA KLIEN

Nama : S

Umur : 20 Th

Waktu Wawancara : 10.35 – 11.00 Tempat Wawancara : di Asrama RPSA

No Pertanyaan Jawaban

1 Sudah berapa lamakah “S” berada di RPSA?

Suda satu tahun lebih, kak. 2. Bagai mana perasaan “S” selama

tinggal di RPSA?

Yaa... alhamdulillah sih kak, selama tiggal disini saya dalam keadaan nyaman-nyaman aja baik dari tempat tinggal, teman, kegiatan dan mbak-mbak yang kerja disini.. semuanya teman-teman disini baik dan saling memotivasi dalam keseharian begitu juga mbak – mbak yang kerja disini. 3. Apa saja kegiatan di RPSA

setiap harinya yang ”S” ketahui?

Ya.. paling-paling hanya tinggal seperti dirumah saja, tidur, makan, mencuci, menyapu, baca buku, membuat puisi, main musik, memamsak, olah raga dan jalan-jalan aja.. ibadah juga kok, kalu itu baru kegiatan diri sendiri. Kalau kegiatan dari sini paling haikido, belajar vokalis musik, dan sekolah serta kursus. 4. Program-program apa saja yang

sudah “S” ikuti?

Ya..paling kegiatan kursus menjahit, eikido terapi pernafasan, musik, dan kegaiatan keluara oleh RPSA.

5. Apa kegiatan ”S” sekarang ini? Bekerja menjait!!! 6. Bagaimana ”S” melihat

teman-teman disini?

Baik-baik saja, kalu disini teman-teman beda-beda dari tingkah lakunya ada yang tomboy, cuek, bandel, pendiam, dan juga ada yang malas dan rajin. Tapi selama saya disini saya selalu belajar peduli dan bertema kepada tema-teman yang ada disini.

7. Bila ada teman yang mengurung diri apakah ”S” peduli kepadanya?bagaimana cara untuk menenangkannya?

Yaa..saya peduli, karena bagaimanapun juga seseorang yang ada masalah butuh kita bantu dan suourt agar anak itu tidak kembali sedih minimal mengurangi. Caranya ya kita dengan kasih sayang, suport, kasih motivasi dan curhat. 8. Apa sajakah yang ”S” rasakan

mulai awal berada di RPSA

Baik-baik aja begitu juga dengan kegiatan yang ada.


(5)

sampai saat ini?

9. Apakah ”S” ada keinginan kembali ?

Ya..ada kok kak!!! 10. Apa rencana ”S” setelah

kembali?

Saya akan menjadi orang berguna aja deh.

11. Sebelum ada di RPSA “S” kegiatannya apa saja?pernahkah ikut pendidikan sampai jenjang apa?

12. Berapa saudara ”S” dari keluarganya?


(6)

PEDOMAN WAWANCARA KLIEN

Nama : E

Umur : 14

Waktu Wawancara :15.15 – 16.05 Tempat Wawancara : di Asrama RPSA

No Pertanyaan Jawaban

1 Sudah berapa lamakah “E” berada di RPSA?

Dari bulan maret 2009. sekarang sudah empat bulan lah.

2. Bagai mana perasaan “E” selama tinggal di RPSA?

Baik-baik aja kak, semenjak saya disini saya ada mau keinginan belajar seperti teman-teman RPSA.

3. Apa saja kegiatan di RPSA setiap harinya yang ”E” ketahui?

Ya paing makan, main, tidur, nonton..seperti dirumah biasanya aja kak.

4. Program-program apa saja yang sudah “E” ikuti?

Ikut musik, saya suka main gitar kok, kalau ekido saya suka ikut terapi pernapasan saja karena ikut itu bisa memberikan suatu yang saya lupakan… 5. Apa kegiatan ”E” sekarang ini? Sekara saya mau daftarkan sekolah

bulan depan saya dah masuk sekolah tingkat SMP, doain ya kak.

6. Bagaimana ”E” melihat teman-teman disini?

Baik-baik aja kak, selama saya tinggal disini saya langsung berusaha kenal dekat dan selama ini saya dan teman-teman tidak ada yang marahan, kalau yang lain ngk tau deh..

7. Bila ada teman yang mengurung diri apakah ”E” peduli kepadanya?bagaimana cara untuk menenangkannya?

Peduli kak, ya karena dia itu orang yang perlu kita bantu. Ya caranya kita beri suport, motivasi, mengajak hiburan lah...

8. Apa sajakah yang ”E” rasakan mulai awal berada di RPSA sampai saat ini?

Ya aneh aja, sayakan dari kalimantan, tapi saya senang kok karena saya disini benar-benar di beri suport dan motivasi dan juga sama- teman-teman disini. 9. Apakah ”E” ada keinginan

kembali ?

Ada kak!!! 10. Apa rencana ”E” setelah

kembali?

Belum ada masih banyak pikiran cabang, pokoknya bingung dah kak.