Hasil Pelaksanaan Rehabilitasi Mental Anak di RPSA.
16. Yn
18 Th Islam
Abuse 17.
Ra 7 bln
Islam Neglect
18. Ri
21 Th Islam
Traficking 19.
Eka 9 bln
Islam Neglect
20. Tg
5 bln Islam
Neglect 21.
Eki 9 bln
Islam Neglect
22. Tk
15 Th Islam
Abuse 23.
Tari 18 Th
Islam Traficking
24. Wt
16 Th Islam
Abuse 25.
Db 14 Th
Islam Abuse
26. Ft
16 Th Islam
Abuse 27.
Ct 18 Th
Islam Abuse
28. Nv
17 Th Islam
Traficking 29.
Ss 18 Th
Islam Abuse
30. Ksy
13 Th Islam
Neglect 31.
Yt 18 Th
Islam Abuse
Klien lebih banyak adalah kaum wanita di bandingkan laki-laki. Wilayah tempat tinggal klien lebih banyak berasal daerah Jawa, serta latar belakang
keluarga yang berbeda-beda, diantaranya dari segi ekonomi, dan pendidikan. Anak-anak yang mengalami kekerasan tersebut memiliki potensi dalam diri yang
sangat baik, mereka adalah merupakan anak-anak harapan bangsa ini. “ Ya…Korban kekerasan yang ada di RPSA lebih dominan wanita dari
pada laki-laki. Bentuk kekerasan yang dialamipun juga berbeda-beda, dintaranya korban traficking, neglect, abuse, dan seksual.”
110
110
Wawancara pribadi dengan Hasrifah Musa, SST. Jakarta, 2 Juni 2009.
Rumah perlindungan Sosial Anak Jakarta berdiri pada tahun 2007. Dari awal berdirinya RPSA Jakarta ini peneliti melihat banyak keberhasilan dan
kemajuan yang dicapai diantaranya keberhasilan pelaksanaan program rehabilitasi mental anak dan perubahan pada klien yang mengalami trauma.
”Dalam penanganan anak yang mengalami trauma ringan bisa di tangani oleh pekerja sosial dan psikolog itu kalau anak tersebut masih
dilingkungan RPSA, tetapi kalau masalahnya sudah sampai pada gangguan mental maka akan dirujuk ke spikolog dan spikiater setelah itu
ada keterangan bahwa anak ini adalah penyakit mental bawaan dan ini tidak cenderung permanen dan kemudian di rawat jalan dan juga ada
pemisahan dengan anak lainnya agar tidak ada kejadian sesuatu pada anak yang sudah melewati trauma atau tidak menggagu. Keseharian pekerja
sosial menangani anak ini adalah selalu memantau perkembangan anak tersebut dari prilakunya apakah dia masih sama seperti apa
sebelumnya”.
111
Faktor pendukung dan hambatan dalam pelaksanaan rehabitasi mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh pihak RPSA
adalah. “Pendukung:
1. SDM yang bagus serta professional ini sangat membantu dalam pelayanan.
2. Jejaring yang kuat pastinya dalam pelayanan kepada anak itu sangat
mendudkung misalanya medis, pendidikan, hukum, kepolisian dan masyarakat serta minotoring.
3. lembaga yang tidak stagnan maka kita selalu berubah-ubah tergantung
pada kondisi anak dan juga yang terbaik untuk kepentingan anak. Begitu juga mahasiswa yang parktikum yang membantu serta serius dalam
mengisi waktu kegiatannya kepada anak dan itu ada evaluasi dari kami dan juga tanggapan anak-anak.
Hambatannya: 1.
terbatasnya biaya seperti ada anak yang sakit maka harus dirujuk kerumah sakit maka anggaran inilah yang agak sulit.
2. pendidikan bagi anak yang mau sekolah, kita kesulitannya adalah mencari
sekolah yang mau menerima anak yang kondisi seperti ini dan terbatasnya anggaran.
111
Wawancara pribadi dengan Hasrifah Musa, SST. Jakarta, 2 Juni 2009.
3. komplikasi masalah, baik dari masalah operandisnya terus masalah-
masalah yang sudah terjadi atau yang sudah kompleks,misalanya begini ada anak yang ingin berusaha bunuh diri karena dia sudah amalu dengan
apa yang dia alami, terus tidak mau ikut kegiatan akarena ia merasa salah apa-apa masa lalunya dan tidak panta lagi pada pandangannya sendiri.”
112
Program bimbingan konseling yang dilakukan tidak secara formal tetapi dengan cara non formal, dimana klien itu menghampiri dan bercerita ke salah satu
pengurus RPSA. Salah satu fungsi bimbingan koseling disini sangat baik untuk kedepan klien tersebut diantaranya mengembalikan kehidupan mereka seperti
semula lagi dan klien bisa keluar dari permasalahan yang sedang dihadapinya. ”Koseling disini adalah koseling informal bukan koseling formal. Kalu
koseling formal adalah dimana klien dan psikolog dalam satu ruangan dan kami disini tidak menggunakan metode itu tapi yang kita gunakan koseling
informal seperti dinamika kelompok. Dinamika kelompok disini satu bicara satu mendengarkan, bisa juga dengan pemberian suatu materi kasu,
misalnya begini ada seorang yang mencuri terus anak tersebut kita minta tanggapannya dan kita ambil kesimpulan dari kasus tersebut dari sisi itulah
bentuk koseling kita disini. Kadang ada juga anak-anak disini yang langsung menghampiri psikolog atau pekerja sosial ya dia minta
bimbingan stelah itu kita ambil kesimpulan dan beri solusi serta motivasi.”
113
Kegiatan yang mendukung dalam mengurangi trauma klien yang dialami adalah adanya kegiatan vokasional, ekido, olahraga, dan refreshing yang
dilakukan RPSA Jakarta. ”Program di RPSA adalah pengisian waktu luang, membawa anak berolah
raga seperti ekido, tetapi kalu pada jam-jam tertentu apakah olah raga pagi dengan senam dan juga ada program-program yang sudah ditentukan oleh
kantor. Disini saya dan teman lainnya hanya melaksanakannya tujuan dari program ini diantaranya membuat klien merasa nyaman dan pulihnya
mental klien yang mengalami kekerasan.”
114
112
Wawancara pribadi dengan Hasrifah Musa, SST. Jakarta, 2 Juni 2009.
113
Ibid.
114
Ibid.
Anak-anak yang telah lama mengikuti kegiatan rehabilitasi di RPSA mereka telah siap untuk kembali dan ada juga yang tidak mau kembali ke dalam
keluarganya kerena mental yang masih belum siap atau stabil. Bagi anak yang sudah siap dilepas maka RPSA tidak langsung lepas begitu saja, akan tetapi ada
kerja sama dengan instansi pemerintah atau LSM di wilyah tempat anak tinggal diantaranya memonitoring prilaku anak dan keluarganya. Pemantau ini dilakukan
paling lama satu tahun. Mereka pulang dengan diantar oleh pengurus-pengurus RPSA. Adapun mereka yang tidak siap dipulangkann sedang pihak dari keluarga
memintanya maka RPSA memiliki sikap diantaranya belum bisa memulangkan dengan kekhawatiran bahwa anak tersebut belum stabil. Ada juga anak yang siap
tetapi keluarga yang tidak menerima kehadirannya maka RPSA tetap memberikan pelayanan di RPSA, begitu juga dari pihak RPSA berusaha memberikan arahan
kepada keluarga. ”Terminasi disini adalah pengakhiran pelayanan, tetapi bukan berarti
penghentian program pelayanan karena setelah terminasi disini adalah minotoring oleh instansi yang ada dimana anak tersebut tinggal”.
“Semua terminasi ada bantuan tetapi hanya bantuan akses pelayanan. Pelayanan apa yang kita lanjutkan kemudian siapa yang bisa membantu
mereka, jadi kita hubungkan dengan sistenm sumber, ada juaga anak-anak yang kita Bantu dari segi pendidikannya karena dia focus pada itu kalau
dia tidak kita Bantu maka dia akan mengalami apa yang dia alami sebelumnya.
115
115
Wawancara pribadi dengan Hasrifah Musa, SST. Jakarta, 2 Juni 2009.