Sedangkan pendapat Irwanto, menyebutkan bentuk-bentuk child abuse adalah sebagi berikut:
43
1. Penderaan fisik dan emosional
Yaitu semua bentuk perlakuan salah terhadap anak yang membahayakan dan menimbukan dampak baik berbentuk memar atau luka, yang
mengakibatkan kesakitan, berkurang atau hilangnya fungsi tubuh, maupun kematian. Perlakuan seperti itu, secara langsung juga mempunyai dampak
emosional, terutama rasa malu, cemas dan takut, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Ada beberap sumber yang membedakan antara
penderaan emosional dengan penderaan psikologis. Merutnya, penderita emosional berhubungan dengan reaksi atau tanggapan emosional yang
kurang patut terhadap tingkah laku dan pengalaman afektif anak, maka penderita psikologis bersangkutan dengan tanggapan atau reaksi perilaku
yang tidak patut terhadap anak yang menghambat perkembangan kemampuan mental dasar seperti kecerdasan, perhatian, persepsi, dan
memori. Untuk menghindari kebingungan, maka dalam buku ini tetap akan digunakan istilah penderaan emosional.
2. Tindakan membahayakan endargement
Yaitu tindakan-tindakan yang menaruh anak dalam situasi dan kondisi yang dapat membahayakan kesejahteraan anak baik secara fisik, sosial,
emosional dan mental spiritual.
43
Irwanto. ”Kekerasan Pada Anak Indonesia””. Di samapikan dalam seminar Nasional Pencegahan Kejahatan Terhadapa Anak; Kekerasan erhadap anak. Jakarta, 11 Juli 2006.
3. Penderaan sosial kultural
Adalah berbagi tindakan yang digunakan pada anak yang menghambat atau bahkan yang menghancurkan masa depan anak sebagai organisme
sosial cultural. Diskriminasi, misalnya adanya bagian dari bentuk penderaan ini. Infatisida atau pembunuhan cabang bayi karena referensi
jenis kelamin atau alasan lain. Demikian juga mutilasi genital khususnya terhadapa anak wanita perlukaan danatau pemotongan klitoris, juga
dilatar belakangi oleh keyakianan cultural tertentu.
3. Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Pada Anak
Beberapa faktor pencetus terjadinya kekerasan ialah : a.
Faktor masyarakat:
44
1 Kemiskinan
2 Urbanisasi yang terjadi disertainya kesenjangan pendapatan diantara
penduduk kota 3
Masyarakat keluarga ketergantungan obat 4
Lingkungan dengan frekuensi kekerasan dan kriminalitas tinggi. b.
Faktor keluarga:
45
1 Adanya anggota keluarga yang sakit yang membutuhkan bantuan
terus- menerus seperti misalnya anak dengan kelainan mental, orang tua.
2 Kehidupan keluarga yang kacau tidak saling mencintai dan
menghargai.
44
http:www1.bpkpenabur.or.idcharlesorasi6a.htm
45
Ibid.
3 Kurang ada keakraban dan hubungan jaringan sosial pada keluarga
4 Sifat kehidupan keluarga inti bukan keluarga luas.
Sedangkan pendapat dari Wahyudi, menyebutkan beberapa faktor penyebab terjadinya kekerasan pada anak, yaitu sebagi berikut:
46
1. adanya paradigma yang salah bahwa anak adalah “property” orang tua
atau keluarganya keterbatasan pendidikan pengetahuan 2.
anak sebagai korban, cenderung lebih bersikap menutup diri, takut dan bersikap pasrah dari pada mencoba bereaksi.
3. kekerasan pada anak biasanya dianggap hanya bersifat kasuistik dan hanya
terjadi pada keluarga tertentu saja yang secara psikologis bermasalah atau mengalami tekanan ekonomi.
4. kebiasaan masyarakat yang meletakan persoalan anak sebagai persolan
intern, dan karenanya tidak layaktabuaib untuk di ekspose keluar secara terbuka.
5. pelaku kekerasan memiliki masa lalu yang hampir sama pada masa kanak-
kanaknya dulu modeling, namun tidak pernah mendapatkan terapi psikologis maupun religius.
6. hubungan pasangan suami-istri yang tidak seimbang dan atau belum
pernah memilkik perenting skill, sehingga pola asuh yang diterapkan pada anaknya melalui proses intimidasai atau modeling yang diperoleh di
lingkungan terdekat yang dipercayainya sebagai suati nilai.
46
Wahyudi, S. “Realitas Sosial Kekerasan terhadap Anak:”. Disampaikan dalam Seminar Nasional Pencegahan Kejahatan Terhadapa Anak; Kekerasan Terhadapa Anak. Jakarta, 11 Juli
2006.
Menurut Jalaludin Rakhmat, ada beberapa faktor sosial yang menjadi penyebabnya terjadi kekerasan terhadap anak yaitu:
47
1. Norma sosial; yaitu tidak hanya adanya kontrol sosial pada tindakan
kekerasan pada anak-anak. Bapak yang mencambuk anaknya dengan sabuk tidak akan dipersoalkan tetangganya, selama anak itu tidak
meninggal dunia lebih tepat lagi, selama tidak dilaporkan ke polisi. Sebagai bapak, ia melihat anak sebagai hak milik dia yang dapat
diperlakukan sekehendak hatinya. Tidak ada aturan hukum yang melindungi anak dari perlakuan buruk orang tua, wali, dan orang dewasa
lainnya. 2.
Nilai-nilai Sosial; yaitu dimana hubungan anak dengan orang dewasa berlaku seperti hirarki sosial di masyarakat. Dalam hirarki seperti itu anak-
anak berada dalam anak tangan bawah, mereka tidak punya hak apaun sedangkan orang tua dapat berlaku apapun kepada anak-anak.
3. Ketimpangan sosial; banyak ditemukan bahwa para pelaku dan juga
korban child abuse berasal dari kelompok ekonomi rendah. Kemiskinan yang tentu saja masalah sosial lainnya yang diakibatkan karena struktur
ekonomi dan politik yang menindas, telah melahirkan semacam subkultur kekerasan. Karena tekanan ekonomi, orang tua mengalami stres yang
berkepanjangan yang kemudian dapat memicu tidakan kekerasan terhadap anak.
47
Jalaluddin, Rakhmat. “Anak Indonesia Teraniaya”, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999., h.