Menurut  Jalaludin  Rakhmat,  ada  beberapa  faktor  sosial  yang  menjadi penyebabnya terjadi kekerasan terhadap anak yaitu:
47
1. Norma  sosial;  yaitu  tidak  hanya  adanya  kontrol  sosial  pada  tindakan
kekerasan  pada  anak-anak.  Bapak  yang  mencambuk  anaknya  dengan sabuk  tidak  akan  dipersoalkan  tetangganya,  selama  anak  itu  tidak
meninggal  dunia  lebih  tepat  lagi,  selama  tidak  dilaporkan  ke  polisi. Sebagai  bapak,  ia  melihat  anak  sebagai  hak  milik  dia  yang  dapat
diperlakukan  sekehendak  hatinya.  Tidak  ada  aturan  hukum  yang melindungi anak dari perlakuan buruk orang tua, wali, dan orang dewasa
lainnya. 2.
Nilai-nilai  Sosial;  yaitu  dimana  hubungan  anak  dengan  orang  dewasa berlaku seperti hirarki sosial di masyarakat. Dalam hirarki seperti itu anak-
anak  berada  dalam  anak  tangan  bawah,  mereka  tidak  punya  hak  apaun sedangkan orang tua dapat berlaku apapun kepada anak-anak.
3. Ketimpangan  sosial;  banyak  ditemukan  bahwa  para  pelaku  dan  juga
korban child abuse berasal dari kelompok ekonomi rendah. Kemiskinan yang  tentu  saja  masalah  sosial  lainnya  yang  diakibatkan  karena  struktur
ekonomi dan politik  yang menindas, telah melahirkan semacam subkultur kekerasan.  Karena  tekanan  ekonomi,  orang  tua  mengalami  stres  yang
berkepanjangan yang kemudian dapat memicu tidakan kekerasan terhadap anak.
47
Jalaluddin, Rakhmat. “Anak Indonesia Teraniaya”, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999., h.
4. Dampak-dampak Kerasan Dalam Rumah Tangga.
Secara  umum  pada  kasus  kekerasan  terhadap  anak  penganiayaan, pelecehan  seksual,  perdagangan,  penelataran  dan  sebagainya  korban  akan
mengalami  dampak  jangka  pendek  short  term  effect  dan  jangka  panjang  long term effect
. Dalam hal ini adalah wajar setelah mengalami gangguan traumatis. Dampak  jangka  pendek  biasanya  akan  dirasakan  pada  beberapa  hari
kejadian  saja.  Bentuk  dampak  jangka  pendek  ini  termasuk  segi  fisik  korban, seperti  memar,  kulit  yang  tersayat,  patah  tulang,  kelainan  syaraf,  ada  gangguan
organ pada reproduksinya, dan dari segi psikologis biasanya korban akan merasa cemas, rendah diri, jengkel, marah terhina, malu, pemurung minder, pendiam dan
sebagainya.
48
Pada  gangguan  emosi  ini  biasanya  menyebabkan  terjadinya kesulitan tidur insomnia dan kehilangan nafsu makan lost apetite.
Sedangkan dalam jangka panjang dari KDRT adalah sebagai berikut: a.
Atritis, tekanan darah tinggi dan penyakit jantung. b.
Menggunakan waktu untuk beristirahat dua kali lebih banyak. c.
Kesehatannya  memburuk  tiga  kali  lebih  sering  mengalami  sakit  kepala dua kali lipat, mengalami depresi empat kali lebih banyak.
d. Mencoba untuk bunuh diri.
e. Kehilangan konsentrasi kerja akibat mentalnya yang labil.
f. Kemampuan menyelasaikan masalah rendah.
g. Sakit jiwa.
49
48
Elli N. Hasbianto, “Menakar Harga Perempuan”: Kekerasan Dalam Rumah Tangga Sebuah Kejahatan Tersembunyi. Jakarta: Mizan. 1998., h. 198.
49
Nina Yususf,dkk,”Panduan Konselor Tentang KDRT”,Jakarta: LKP2 Fatayat NU dan The Asia Faundation, 2003 Edisi Revisi., h. 45-46.
Dari  keterangan  dampak  baik  jangka  pendek  dan  jangka  panjang  bisa terjadi  penimbulan  suatu  reaksi  yang  dialami  yang  tidak  disadari  hal  ini
dikarenakan  korban  sudah  mengalami  trauma  diantaranya  adanya  suatu  reaksi fisik yang ditimbulkan: goncang, mati rasa, lemah tak berdaya, melawan atau lari,
detak jantung meningkat, sesak  nafas, tidak bisa  mengontrol sistem pembuangan badan dan gerakan menjadi lambat. Dan  yang  keduanya adalah reaksi emosional
yang  ditimbulkan  adalah  goncang,  tidak  mudah  percaya  pada  orang  lain, penyangkalan,  ketakutan,  teror,  bingung,  frustasi,  merasa  bersalah,  sedih,
kehilangan kendali, dan kehilangan kepercayaan.
D. Tahapan Rehabilitasi Mental dan Proses Rehabilitasi dengan terapi.
1. Tahapan Rehabilitasiterapi Mental.
a Tahapan Penelitian study phase
Dalam tahap ini klien dan caseworker mulai menjalin relasi. Ditahap ini adalah  proses  perjalinan  angagement  antara  klien  dan  caseworker
mulai dikembangkan. b
Tahapan Pengkajian asessment phase Dari  pengkajian  asessment
yang  dilakukan  diharapkan  akan menghasilkan  berbagai  macam  bentuk  terapi  ataupun  treatment
tergantung kebutuhan dan keunikan masing-masing klien.
c Tahap Intervensi
Pada  tahapan  ini  sebenarnya  sudah  diawali  pada  pertemuan  atau  tahap awal  dengan  klien.  Dalam  proses  ini  sudah  membantu  klien  dalam
mengklarifikasikan  permasalahan  apa  yang  sebenarnya  ia  hadapi,  dan berupa  melakukan  perubahan  kondisi  kehidupannya  berdasarkan
pemahaman yang terjadi. d
Tahapan Terminasi Fase  ini  merupakan  tahapan  dimana  relasi  dan  klien  akan  dihentikan.
Disini  pemahan  tentang  ’penghentian’  prose  treatment  juga  harus dipahami  dengan  makna  yang  kurang  lebih  sama,  antara  caseworker
dengan kliennya.
50
2. Proses Rehabilitasi Terapi.
Zastrow  1982,  484  –  486  menggambarkan  proses  konseling  melalui
metode  casework,  dari  sudut  pandang  klien,  dikonseptualisasi  menjadi  delapan tahapan, dintaranya:
a. Tahap pertama penyadaran akan adanya masalah
Pada  tahapan  awal  ini  klien  yang  ingin  terlihat  dalam  relasi  dengan konselor  casework harus merasakan adanya masalah  yang  sedang  ia
hadapi, akan  tetapi ia belum mampu mengatasi permasalahan tersebut. Pada tahap ini menjadikan suatu tolak awal pendekatan casework dan
klien.
50
Isbandi Rukminto Adi,”Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial”,Jakarta: 2005FISIP UI, h. 149-152.