Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN
pengembangan karir yang profesional. Sedangkan Person-centered merupakan pandangan tentang bias gender yang berdasarkan Sex-Role
Inventory. Bidang akuntansi publik juga merupakan salah satu bidang yang
tidak terlepas dari diskriminasi gender. Persamaan hak dalam segala bidang yang tidak terlepas dari diskriminasi gender merupakan hal yang
“ilmiah” dan bagian terpadu dari tuntutan sebagian besar aktivitas yang sadar betul tentang masalah gender. Dalam lingkungan pekerjaan apabila
terjadi masalah, pegawai pria mungkin akan merasa tertantang untuk menghadapinya dibandingkan untuk menghindarinya. Perilaku pegawai
wanita akan lebih cenderung untuk menghindari konsekuensi konflik dibanding perilaku pegawai pria, meskipun dalam banyak situasi wanita
lebih banyak melakukan kerjasama dibanding pria, tetapi apabila akan ada resiko yang timbul, pria cenderung lebih banyak membantu dibanding
wanita. Dalam kaitannya dengan akuntansi terdapat pendapat yang
berkembang di masyarakat ada tiga, yaitu, pertama bidang akuntansi dan keuangan adalah milik kaum perempuan. Karakteristik psikologis
perempuan lebih cocok dalam bidang akuntansi, seperti ketelatenan, ketelitian, kemampuan berhitung, daya ingat, dan ketahanan mental
berhadapan dengan uang dan angka-angka, kedua laki-laki lebih superior dalam berbagai bidang dibandingkan dengan perempuan. Dalam segala
urusan bisnis maupun keilmuan, laki-laki dipandang lebih mampu
daripada perempuan, ketiga berpendapat bahwa perbedaan kinerja, perilaku, dan pola bekerja antara laki-laki dan perempuan tidak dapat
digeneralisasi pada semua laki-laki atau perempuan. Di Indonesia Menteri Pemberdayaan Perempuan merumuskan lima peran wanita: sebagai isteri
yang membantu suami, sebagai ibu yang mengasuh anak dan mendidik mereka, sebagai manajer di dalam mengelola rumah tangga, sebagai
pekerja di berbagai sektor, dan sebagai anggota organisasi masyarakat. Secara implisit perempuan mempunyai peran ganda bila mempunyai peran
publik, yaitu yang dibentuk oleh sistem nilai masyarakat Indonesia pada peran domestik rumah tangga dan peran publik itu sendiri, hal ini lebih
kepada intensitas jam kerja yang tidak menentu pada bidang-bidang pekerjaan tertentu. Samekto 1999 menemukan bahwa terdapat kesetaraan
antara akuntan laki-laki dan perempuan dalam bekerja terutama menyangkut motivasi, komitmen organisasi, komitmen kerja, dan
kemampuan kerja. Perbedaan yang ada lebih disebabkan karena masalah faktor-faktor psikologis personal-individu. Jadi tidak terdapat perbedaan
dalam kesempatan dan peranan bagi perempuan dan laki-laki dalam bidang akuntansi I Made Narsa 2006.
Penelitian mengenai perbedaan kinerja laki-laki dan wanita pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Timur telah dilakukan oleh Sri
Trisnaningsih 2003, hasilnya menunjukkan bahwa ada kesetaraan komitmen organisasional, komitmen profesional, motivasi dan kesempatan
kerja antara auditor pria dan wanita pada Kantor Akuntan Publik di Jawa
Timur, sedangkan untuk kepuasan kerja menunjukkan adanya perbedaan antara auditor laki-laki dan wanita. Hal ini mendukung penelitian
sebelumnya, yaitu penelitian Joseph M. Larkin 1990 mengemukakan bahwa gender mempunyai hubungan yang kuat dengan penilaian kinerja
pada kepuasan kerja. Dan penelitian tentang analisis perbedaan kinerja karyawan Kantor Akuntan Publik dilihat dari segi gender di daerah
istimewa Yogyakarta juga telah dilakukan oleh Shorea Dwarawati 2005, hasilnya menunjukan bahwa terdapat kesetaraan komitmen profesi,
motivasi, dan kepuasan kerja antara auditor pria dan wanita pada kantor akuntan publik di Yogyakarta, sedangkan untuk komitmen organisasi, dan
kesempatan kerja menunjukan adanya perbedaan antara auditor pria dan wanita. Dari penelitian tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan
maupun kesetaraan, akibat perilaku gender yang tidak berlaku secara mutlak pada semua indikator. Kenyataan menunjukkan adanya kesetaraan
pada beberapa indikator dan terdapat pula adanya perbedaan pada beberapa indikator lainnya. Untuk itu peneliti bertujuan untuk mengetahui
lebih lanjut apakah betul-betul terdapat baik sedikit maupun banyak perbedaan antara kinerja akuntan publik pria dan wanita, atau bahkan tidak
terdapat perbedaan sama sekali. Hasil penelitian inilah yang mendorong peneliti untuk mengadakan
penelitian lebih lanjut dengan penelitian yang berjudul: “Analisis Kinerja Auditor Dari Perspektif Gender Pada Kantor Akuntan Publik Di
Jakarta”,
penelitian ini merupakan studi empiris pada KAP di Jakarta.
Penelitian ini merupakan replikasi dari hasil penelitian yang dilakukan Sri Trisnaningsih pada tahun 2003 dan Shorea Dwarawati 2005. Sri
Trisnaningsih melakukan penelitian tentang perbedaan kinerja auditor dilihat dari segi gender dengan responden para akuntan pria dan wanita yang bekerja
di kantor akuntan publik di Jawa Timur, sedangkan Shorea Dwarawati melakukan penelitian tentang
analisis perbedaan kinerja karyawan Kantor Akuntan Publik dilihat dari segi gender di daerah istimewa Yogyakarta
dengan responden karyawan kantor akuntan publik laki-laki dan wanita. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak
pada: Lokasi, dan waktu penelitian. Perbedaan pertama, Lokasi penelitian yang berbeda, Sri Trisnaningsih melakukan penelitian pada kantor akuntan
publik yang berada di Jawa Timur, sedangkan Shorea Dwarawati melakukan penelitian pada kantor akuntan publik yang berada di Daerah
Istimewa Yogyakarta, peneliti tertarik melakukan penelitian di Jakarta karena jumlah kantor akuntan publik terbanyak saat ini berada di Jakarta
dengan jumlah terbanyak yaitu sebanyak 225 kantor Akuntan Publik dengan persaingan yang cukup ketat, Sedangkan jumlah KAP di Jawa
Timur sebanyak 50 dari KAP Jember sebanyak 1, KAP Malang sebanyak 7, dan KAP Surabaya sebanyak 42, sedangkan, jumlah KAP yang berada
pada DI Yogyakarta sebanyak 9 KAP. Perbedaan yang kedua, perbedaan waktu penelitian, penelitian ini dilakukan pada tahun 2010, sedangkan Sri
Trisnaningsih melakukan penelitian pada kantor akuntan publik yang berada di Jawa Timur pada tahun 2003, dan Shorea Dwarawati melakukan
penelitian pada kantor akuntan publik yang berada di Daerah Istimewa
Yogyakarta pada tahun 2005, seiring bergesernya waktu dari tahun ke tahun fenomena emansipasi di era medernitas saat ini menunjukan
kesejajaran perempuan dan laki-laki. Dalam perspektif gender, hal ini mengakibatkan penghapusan ketidaksamaan peran dalam masyarakat,
terutama dalam pasar tenaga kerja. Spesifikasi pekerjaan yang baik seharusnya tidak diskriminatif terhadap pelamar mana pun, baik secara
langsung maupun tidak langsung, disengaja ataupun tidak. Berlaku juga untuk masalah jenis kelamin dan ras. Pembatasan tersebut memungkinkan
hilangnya calon pegawai potensial Haryani,1995, untuk itu peneliti berpendapat masih sangat relevan untuk mengangkat penelitian ini.