Variabel Kinerja a. Komitmen Organisasional

Tingginya perputaran pekerja sering akuntan keluar masuk organisasi dapat dianggap sebagai salah satu problem sangat penting yang dihadapi perusahaan akuntan publik. Dalam beberapa kasus komitmen organisasi dapat mengakibatkan hal – hal yang tidak diinginakan para peneliti perilaku cenderung mendefinisikan konsep komitmen pada organisasi dalam bentuk kombinasi dari sikap dan perilaku. Dengan demikian komitmen organisasi dapat dinyatakan sebagai pemihakan yang relatif kuat kepada organisasi tertentu dan berupaya mengerahkan tenaga dan pikiran untuk kebaikan organisasi dan tetap setia bekerja dalam organisasi tersebut. Menurut Pangabean 2001 menyatakan bahwa setiap orang akan masuk ke dalam suatu organisasi, biasanya telah memiliki konsep tentang tujuan individu dan konsep tentang tujuan organisasi, sebaliknya organisasi sendiri juga telah mempunyai konsep tentang tujuan organisasi. Semenjak tahun 1970, komitmen organisasi dapat dipahami melalui dua pendekatan yaitu pendekatan perilaku dan pendekatan sikap. Dalam pendekatan perilaku, perhatian para peneliti adalah terhadap manifestasi dari komitmen yang tegas. Seorang karyawan menjadi terikat kepada organisasi karena “sunk cost” gaji dan fasilitas yang merupakan fungsi dari usia dan masa kerja. Mereka akan sangat merasa rugi jika mereka pindah kerja. Dalam penelitiannya Darlis 2001 yang dikutip Rivai 2001 alasan dipilihnya komitmen organisasi adalah dari asumsi bahwa komitmen organisasi dapat mempengaruhi motivasi individu untuk melakukan suatu hal. Komitmen organisasi menunjukan keyakinan dan dukungan terhadap nilai dan sasaran yang ingin dicapai oleh orang. Komitmen organisasi yang kuat yang menyebabkan individu berusaha mencapai tujuan organisasi dan mengutamakan keputusan orang.

b. Komitmen Profesional

Menurut Aranya et al. 1981 dalam Trisnaningsih dan Iswati 2003 komitmen profesional didefinisikan sebagai berikut: 1 Sebuah kepercayaan pada dan penerimaan terhadap tujuan- tujuan dan nilai dari profesi. 2 Sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh- sungguh guna kepentingan profesi. 3 sebuah kepentingan untuk memelihara keanggotaan dalam profesi. Penelitian Wibowo 1996 seperti yang dikutip Puspa 2000 mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan antara pengalaman internal auditor dengan komitmen profesionalnya, lama bekerja hanya akan mempengaruhi pandangan professional hubungan dengan sesama profesi, keyakinan terhadap peraturan profesi dan pengabdian profesi. Tenaga profesional telah dididik dengan adanya kode etik yang telah mengatur bahwa akuntan publik diwajibkan untuk memelihara dan meningkatkan profesionalisme, agar jasa yang dihasilkan senantiasa relevan dengan kebutuhan pemakai jasanya. Penelitian Larson 1997 seperti yang dikutip Puspa 2000 menyatakan bahwa profesional lazimnya berada dengan para professional. Mereka mempunyai komitmen jangka panjang dan kuat pada bidang keahliannya, dan komitmen kepada profesi mereka yang jarang memperhitungkan jam kerjanya. Masyarakat menganggap para professional memiliki ilmu pengetahuan yang terkait dengan nilai dan kebutuhan-kebutuhan sentral dari suatu sistem sosial. Sebaliknya masyarakat juga mengharapkan para professional mempunyai komitmen untuk mengabdi kepada kepentingan publik, melebihi dari insentif material yang mereka terima. Sampai sejauh mana anggota suatu profesi telah menjalankan nilai-nilai professional seperti yang diharapkan akan menjadi perhatian khusus masyarakat dan juga profesi itu sendiri. Suatu studi tentang tanggung jawab auditor AICIPA, 1978 memperlihatkan bahwa ciri-ciri professional dari seorang akuntan publik adalah adanya dedikasi yang tinggi terhadap profesi, tanggung jawab yang tinggi terhadap pemakai informasi keuangan, dan loyal kepada profesi secara menyeluruh. Dalam penelitiannya Mowday et al. 1979 yang dikutip Lekatompessy 2003 menyatakan bahwa dengan demikian individu dengan komitmen profesional yang tinggi dikarakteristikan sebagai 1 adanya keyakinan yang kuat dan penerimaan atas tujuan profesi; 2 kesediaan untuk berusaha sebesar-besarnya untuk profesi; 3 adanya keinginan yang pasti untuk keikutsertaan dalam profesi.

c. Motivasi

Robbins 1996 menyatakan bahwa kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individu dengan adanya motivasi. Dalam penelitian Heidjrachman dan Husnan 2000 yang dikutip Trisnaningsih dan Iswati 2003 menyatakan bahwa motivasi dibagi menjadi dua yaitu motivasi positif dan motivasi negatif. Motifasi positif adalah proses untuk mencoba mempengaruhi orang lain agar menjalankan sesuatu yang kita inginkan dengan cara memberikan kemungkinan untuk mendapatkan “hadiah”. Sedangkan motivasi negatif adalah proses untuk mempengaruhi seseorang agar mau melakukan sesuatu yang kita tidak inginkan. Sedangkan menurut Abdurrahim 1998 hasil penelitiannya menyatakan adanya kesetaraan motivasi kerja dan kesempatan kerja pada beberapa profesi akuntan pria dan wanita. Sutarto 1998:311 menyatakan ada beberapa macam teori motivasi diantaranya adalah sebagai berikut: 1 Teori motivasi “klasik” dari Frederick W. Taylor Konsep dasar teori motivasi klasik adalah seorang akan bersedia bekerja dengan baik apabila orang itu berkeyakinan akan memperoleh imbalan yang ada kaitannya langsung dengan pelaksanaan kerjanya. Menurut teori ini pemberian imbalan yang paling tepat dapat menumbuhkan semangat untuk bersedia bekerja lebih baik apabila diberikan pada saat yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2 Teori motivasi “kebutuhan” dari Abraham H. Maslow Teori motivasi kebutuhan ini mengikuti teori kebutuhan jamak bahwa seseorang berperilaku karena didorong oleh adanya keinginan untuk memperoleh bermacam-macam kebutuhan. Berbagai kebutuhan yang diinginkan seseorang itu berjenjang. 3 Teori motivasi “dua faktor” dari Frederick Herzberg Konsep dasar dari teori motivasi ini menyatakan bahwa dalam setiap pelaksanaan pekerjaan akan terdapat dua faktor penting yaitu faktor syarat bekerja dan faktor pendorong. Yang termasuk faktor syarat bekerja antara lain kehidupan gaji, kondisi kerja, keamanan kerja, hubungan antar pribadi dan

Dokumen yang terkait

Perbedaan Kinerja Auditor Dilihat Dari Sisi Gender Pada Kantor Akuntan Publik Di Kota Medan

2 46 71

Pengaruh gender kompleksitas tugas, dan kompetensi auditor terhadap audit judgment : studi empiris pada kantor akuntan publik di jakarta

2 10 99

Analisis pengaruh kompetensi dan independensi auditor terhadap kualitas audit dengan ukuran kantor akuntan publik segabai variabel moderating: studi empiris pada kantor akuntan publik di Jakarta

0 5 148

analisis aplikasi prosedur analitik dalam audit umum atas laporan keuangan oleh kantor akuntan publik : studi empiris pada kantor akuntan publik di jakarta

0 29 124

Pengaruh pengalaman auditor terhadap keahlian auditor dalam mengaudit perusahaan : studi empiris pada kantor akuntan publik di jakarta

0 5 92

Analisis pengaruh perencanaan audit dan pemanfaatan teknologi informasi terhadap kinerja akuntan publik : Studi empiris pada kantor akuntan publik di DKI Jakarta

0 4 92

PENGARUH HUMAN CAPITAL TERHADAP KINERJA AUDITOR (STUDI EMPIRIS PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI JAKARTA)

0 8 28

PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AKUNTAN PUBLIK TERHADAP PROFESIONALISME AKUNTAN PUBLIK PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK (KAP) DI SURABAYA (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Surabaya).

0 1 153

PENGARUH HUMAN CAPITAL TERHADAP KINERJA AUDITOR (STUDI EMPIRIS PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI JAKARTA)

0 0 31

PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AKUNTAN PUBLIK TERHADAP PROFESIONALISME AKUNTAN PUBLIK PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK (KAP) DI SURABAYA (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Surabaya)

0 1 16