2 Klausula spesifik Klausula spesifik mengatur hal-hal yang spesifik dalam suatu transaksi.
Artinya klausula tersebut tidak terdapat dalam kontrak dengan sanksi yang berbeda. Isi dari klausula ini adalah:
a Besar pembiayaan yang diberikan BMT Husnayain ke nasabah adalah sebesar Rp. 50.000.000,- lima puluh juta rupiah
b Jangka waktu pembiayaan yaitu selama dua belas bulan terhitung sejak tanggal 29 Desember 2010 sampai dengan 28 Junuari 2012.
c Besar nisbah yaitu 70 Anggota: 30 BMT Husnayain berdasarkan pendapatan kotor revenue sharing.
d Jaminan berupa sertifikat tanah No. 3570425 atas nama Sumiyati Mian dengan luas tanah 275 m
2
bertempat di Susukan Ciracas. 3 Klausula ketentuan umum
Klausula ketentuan umum adalah klausula yang seringkali dijumpai dalam berbagai kontrak dagang maupun kontrak lainnya. Klausula ini
mengatur tentang domisili hukum, penyelesaian sengketa dan pilihan hukum. bunyi dari klausula ini adalah pada pasal V yaitu “Dalam
pelaksanaan pembiayaan ini tidak diharapkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, dikarenakan dasar transaksi ini adalah semata-mata karena
Alloh SWT. Namun apabila karena kehendak-Nya pula terjadi permasalahan, kedua belah pihak setuju menyelesaikannya dengan cara
musyawarah untuk mufakat. Apabila tidak dapat diselesaikan secara
musyawarah, maka penyelesaian melalui Badan Arbitrase Muamalat Indonesia BAMUI”
c. Bagian Penutup Pada bagian penutup, ada dua hal yang dicantumkan yaitu:
1 Sub bagian kata penutup Sub bagian ini berbunyi “Demikianlah akad ini dibuat dan ditanda
tangani kedua belah pihak dengan sukarela saling ridho tanpa paksaan dari pihak manapun”.
2 Sub bagian ruang penempatan tanda tangan Sub bagian ruang penempatan tandatangan adalah tempat pihak-pihak
menandatangani perjanjian atau kontrak dengan menyebutkan nama pihak yang terlibat dalam kontrak, nama jelas orang yang
menandatangani dan jabatan dari orang yang menandatangani. Pada bagian ini, terdapat ruang penempatan tandatangan para pihak yang
terkait dalam kontrak mudharabah yaitu: a BMT Husnayain, yang diwakili oleh Drs. Komarudin yang disebut
Pihak I b Nasabah yaitu Ahmad Mudhor yang disebut Pihak II
c Saksi yaitu Yayat S. dan Darius Berdasarkan analisis anatomi dan struktur baik kontrak yang ada di
BMT BUS maupun di BMT Husnayain , draft kontrak pembiayaan mudharabah yang dibuat tidak mengganngu kegiatan pembiayaan mudharabah
itu sendiri dikarenakan dalam struktur dan anatomi yang ada merupakan hasil dari akad secara lisan yang dituangkan dalam tulisan berupa kontrak
pembiayaan mudharabah.
C. Analisis Materi Kontrak Mudharabah di BMT Bina Ummat Sejahtera dan BMT Husnayain terhadap Perjanjian Syariah
1. Analisis Materi Kontrak Mudharabah di BMT Bina Ummat Sejahtera terhadap Perjanjian Syariah
Dari isi kontrak yang telah di kemukakan di atas, penulis ingin mengkaji lebih dalam lagi mengenai isi kontrak yang ada di BMT BUS
apakah kontrak pada pembiayaan mudharabah ini telah sesuai atau masih belum sesuai terhadap perjanjian syariah, oleh karena itu penulis menganalisa
bagian dari kontrak mana yang belum sesuai dan dapat menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.
a. Penentuan Besar Bagi Hasil
Pada Pasal 1 besar bagi hasil terlihat ditetapkan secara nominal yaitu ditetapkan sebesar Rp. 82.500,- pada dasarnya di BMT ini menggunakan
nisbah namun nisbah digunakan pada awal akad dilihat dari laba rata-rata usaha mudharib, namun untuk selanjutnya pembagian keuntungan ditetapkan
secara flat yaitu sebesar Rp. 82.500,- sampai akhir akad. Dengan alasan modal pokok yang ada, tidak berkurang karena nasabah mengembalikan uangnya
dengan titipan ke BMT dan juga nasabah malas untuk membuat laporan
keuangan bulanan.
5
Akan tetapi titipan yang dibayarkan secara bulanan oleh nasabah tidak dapat ditarik, sampai akhirnya BMT mendebet dari titipan
tersebut untuk pembayaran modal pokok. Di BMT ini terjadi perbedaan persepsi antara ungkapan Kasi
Marketing Wilayah I dan front liner, bahwa pada praktiknya penerapan bagi hasil di BMT ini tidak menggunakan prosentase nisbah, melainkan dengan
cara tawar-menawar dari laba yang didapat. Penyebab tidak menggunakannya nisbah karena nasabah BMT ini belum mengerti. Selain itu besar keuntungan
yang dibayarkan di BMT BUS dibayarkan secara tetap sampai akhir masa perjanjian. Berdasarkan Fatwa DSN-MUI No.07DSN-MUIIV2000 bahwa
“Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi
nisbah dari keuntungan sesuai kesepakatan”.
b. Besar Biaya Administrasi
Pada pasal 2 pada kontrak yang terdapat di BMT BUS disebutkan bahwa besar biaya administrasi sebesar 2 dari total pembiayaan di dalam
kontrak ini disebutkan besar pembiayaan sebesar Rp. 3.000.000,- maka dikalikan 2 sehingga nasabah wajib membayar biaya administrasi sebesar
Rp. 60.000,-. Pembebanan biaya administrasi seharusnya tidak menggunakan prosentase. Karena di satu sisi jika nasabah meminjam uang dalam jumlah
5
Wawancara Pribdi dengan Kasi Marketing Wilayah I BMT BUS Kukuh Setiawan. Jakarta, 5 Mei 2011.
besar maka tingkat biaya administrasinya pun menjadi besar, sehingga ada suatu ketidakadilan, karena besar biaya administrasi yang dibayar tidak sesuai
dengan biaya administrasi yang dikeluarkan oleh BMT.
c. Tidak Adanya KlausulaKetentuan Jika Terjadi Force Majure
Di dalam draft kontrak yang ada di BMT BUS tidak ada isi yang membahas jika nasabah terjadi force majure. Yang dimaksud dengan force
majure yaitu :
6
1 Jika terjadi keadaan memaksa, Pihak Kedua akan dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian dan keterlambatan penyelesaian
pekerjaan 2 Yang di maksud keadaan memaksa pada ayat di atas adalah keadaan
atau peristiwa yang terjadi di luar kekuasaan Pihak Kedua untuk dapat mengatasinya, sehingga dapat dipertimbangkan kemungkinan–
kemungkinan adanya perubahan waktu pelaksanaan. 3 Yang dapat dianggap force majure adalah:
Bencana alam gempa bumi, tanah longsor dan banjir, kebakaran, perang, huru-hara, pemberontakan, pemogokan dan epidemik wabah
penyakit, tindakan pemerintah di bidang moneter yang langsung mengakibatkan kerugian luar biasa.
6
HS,Salim. Perencanaan Kontrak Memorandum of Understanding MoU .Jakarta: Sinar Grafika, 2007, h. 70.