Asas-asas Perjanjian atau Akad dalam Islam

apa pun tanpa terikat kepada nama-nama yang telah ditentukan dalam undang-undang syariah dan memasukkan klausul apa saja ke dalam aad yang dibuatnya itu sesuai dengan kepentingannya sejauh tidak berakibat makan harta sesama dengan jalan batil. Nas-nas Al-qur’an dan sunnah Nabi SAW serta kaidah-kaidah hukum Islam menunjukkan bahwa hukum Islam menganut asas kebebasan berakad. Adanya asas kebebasan berakad dalam hukum Islam didasarkan kepada beberapa dalil salah satunya adalah:                           Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu, dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. yang demikian itu dengan tidak menghalalkan apa saja baik bernama maupun yang berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.” QS. Al-Ma`idah:1 Kebebasan berakad dari ayat yang dikutip di atas adalah perintah dalam ayat ini menunjukan wajib. Artinya memenuhi akad itu hukumnya wajib. c. Asas konsensualisme Mabda’ ar-Radha’iyyah Asas konsensualisme menyatakan bahwa untuk terciptanya suatu perjanjian cukup dengan tercapainya kata sepakat antara para pihak tanpa perlu dipenuhinya formalitas-formalitas tertentu. Dalam hukum Islam pada umumnya perjanjian-perjanjian itu bersifat konsual. Para ahli hukum Islam biasanya menyimpulkan asas konsensualisme dari dalil-dalil hukum yaitu:                           Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali jika makan harta sesama itu dilakukan dengan cara tukar-menukar berdasarkan periinan timbal balik kata sepakat di antara kamu”. QS. An-Nisa: 29 Kutipan ayat di atas menunjukkan antara lain bahwa setiap pertukaran secara timbal balik diperbolehkan dan sah selama didasarkan kesepakatan. d. Asas janji itu mengikat Dalam Al-Qur’an dan Hadits terdapat banyak perintah memenuhi janji. Dalam kaidah usul fikih, “perintah itu pada asasnya menunjukkan wajib”. Ini berarti bahwa janji itu mengikat dan wajib dipenuhi. Di antara ayat dan Hadits dimaksud adalah,                     Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik bermanfaat sampai ia dewasa dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya”. QS. Al-Isra’: 34 e. Asas keseimbangan Mabda’ at-Tawazun fi al-Mu’awadhah Meskipun secara faktual jarang terjadi keseimbangan antara para pihak dalam bertransaksi, namun hukum perjanjian Islam tetap menekankan perlunya keseimbangan itu, baik keseimbangan antara apa yang diberikan dan apa yang diterima maupun keseimbangan dalam memenuhi risiko. Asas keseimbangan dalam memikul risiko tercermin dalam larangan terhadap riba, di mana dalam konsep riba hanya debitur yang memikul segala risiko atas kerugian usaha, sementara kreditur bebas sama sekali dan harus mendapat prosentase tertentu sekalipun pada saat dananya mengalami kembalian negatif. f. Asas kemaslahatan Tidak memberatkan Dengan asas kemaslahatan dimaksudkan bahwa akad yang dibuat oleh para pihak bertujuan untuk kemaslahatan bagi mereka dan tidak menimbulkan kerugian mudharat atau keadaan memberatkan masyaqqah. g. Asas amanah Dengan asas amanah dimaksudkan bahwa masing-masing pihak haruslah beritikad baik dalam bertransaksi dengan pihak lainnya dan tidak dibenarkan salah satu pihak mengeksploitasi ketidaktahuan mitranya. Dalam hukum Islam, terdapat suatu bentuk perjanjian yang disebut perjanjian amanah, salah satu pihak hanya bergantung kepada informasi jujur dari pihak lainnya untuk mengambil keputusan untuk menutup perjanjian bersangkutan. Di antara ketentuannya adalah bahwa bohong atau penyembunyian informasi yang semestinya disampaikan dapat menjadi alasan pembatalan akad bila di kemudian hari ternyata informasi itu tidak benar yang telah mendorong pihak lain untuk menutup perjanjian. h. Asas keadilan Al-‘Adalah Keadilan adalah tujuan yang hendak diwujudkan oleh semua hukum. Dalam hukum Islam, keadilan langsung merupakan perintah Al- Qur’an yang menegaskan , “Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa”. QS. Al-Ma`idah: 8. Sering kali di zaman modern ini akad ditutup oleh satu pihak dengan pihak lain tanpa ia memiliki kesempatan untuk melakukan negosiasi mengenai klausul akad tersebut, karena klausul akad itu telah dibakukan oleh pihak lain. Tidak mustahil bahwa dalam pelaksanaannya akan timbul kerugian kepada pihak yang menerima syarat baku itu karena didorong kebutuhan. Dalam hukum Islam kontemporer telah diterima suatu asas bahwa demi keadilan syarat baku itu dapat diubah oleh pengadilan apabila memang ada alasan untuk itu. Selain itu, istilah keadilan tidaklah dapat disamakan dengan suatu persamaan. Menurut Yusuf Qardhawi, keadilan adalah keseimbangan antara berbagai potensi individu, baik moral ataupun materill, antara individu dan masyarakat dan antara masyarakat satu dengan lainnya yang berlandaskan pada syariat Islam. 26

4. Hal-hal yang Dapat Merusak Akad

Akad yang dipandang tidak sah atau sekurang-kurangnya dapat dibatalkan apabila terdapat hal-hal sebagai berikut: a. Keterpaksaan atau dures al-Ikrah Salah satu asas akad menurut hukum Islam adalah kerelaan al-ridha dari para pihak yang melakukan akad. Implementasi asas ini diwujudkan dalam bentuk ijab-kabul yang merupakan unsur terpenting dalam akad. Jika sebuah akad dilakukan tanpa adanya kerelaan, berarti akad tersbut dibuat dengan secara terpaksa. Dilihat dari akibat yang ditimbulkannya, para ulama membagi ikrah menjadi dua macam, yaitu: 1 Pemaksaan sempurna ikhrah tam, yaitu yang berakibat pada hilangnya jiwa, atau anggota badan, atau pukulan keras yang bisa mengakibatkan cacat fisik pada dirinya atau kerabatnya. 2 Pemaksaan tidak sempurna ikrah naqish, yaitu mengakibatkan rasa sakit yang ringan atau berupa pukulan yang ringan. Para ulama mensyaratkan bahwa pemaksaan yang berpengaruh pada akad adalah pemaksaan yang tidak disyariatkan tidak dibenarkan secara 26 Yusuf Qardhawi,Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Penerjemah Didin Hafidhuddin, dkk, cet.I, Jakarta:Robbani Press,1997, h.396 hukum. Namun jika pemaksaan itu dikehendaki secara hukum, maka pemaksaan itu tidak berpengaruh. Misalnya, pemaksaan hakim terhadap seseorang yang berhutang untuk menjual kelebihan hartanya dari kebutuhan untuk membayar utang. b. Kesalahan mengenai obyek akad Ghalath Ghalath berarti kesalahan, yakni kesalahan orang yang berakad dalam menggambarkan obyek akad, baik kesalahan dalam menyebutkan sifatnya. Misalnya, seseorang membeli perhiasan yang diduganya adalah emas, namun ternyata tembaga. Akad seperti ini sama dengan akad pada sesuatu yang tidak ada obyeknya. Dengan demikian, status hukum jual beli tersebut adalah batal, karena obyek akad yang dikehendaki oleh pembeli tidak ada. c. Penipuan Tadlis atau ketidak pastian Taghrir pada obyek akad Tadlis adalah suatu upaya untuk menyembunyikan cacat pada obyek akad dan menjelaskan dengan gambaran yang tidak sesuai dengan kenyataannnya untuk menyesatkan pihak yang berakad dan berakibat merugikan salah satu pihak yang berakad tersebut. Upaya ini disebut juga dengan taghrir penipuan. Tadlis ada tiga macam: 1 Tadlis perbuatan, yakni menyebutkan sifat yang tidak nyata pada obyek akad. 2 Tadlis ucapan, seperti berbohong yang dilakukan oleh salah seorang yang berakad untuk mendorong agar pihak lain mau melakukan akad. Tadlis kadang terjadi juga pada harga barang yang dijual, atau menipu dengan memberi penjelasan yang menyesatkan. 3 Tadlis dengan menyembunyikan cacat pada obyek akad padahal ia sudah mengetahui kecacatan tersebut. Akad yang mengandung tipuan tadlis dilarang oleh hukum Islam, tetapi tidak berpengaruh pada akad, kecuali jika disertai tipuan besar. Dalam hal disertai tipuan besar, maka pihak yang ditipu berhak membatalkan akad, untuk menyelamatkan dirinya dari kerugian, artinya ia sebagai pihak yang ditipu diberi hak khiyar mem-fasakh akad jual belinya, disebabkan adanya tipu daya yang disertai rayuan. d. Ketidak seimbangan obyek akad Ghaban disertai tipuan Taghrir Pengertian ghaban di kalangan ulama adalah tidak terwujudnya keseimbangan antara obyek akad barang dengan harganya, seperti harganya lebih rendah atau lebih tinggi dari harga sesungguhnya. Sedangkan taghrir penipuan adalah menyebutkan keunggulan pada barang tetapi tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Ghaban kurang berpengaruh pada akad, karena hal itu sering terjadi sehingga sulit menghindarinya sehingga ia tidak boleh dijadikan alasan untuk mengurungkan akad.

5. Macam-macam Akad

Dari lihat dari aspek sifat dan hukumnya, akad dibagi menjadi akad sah shahih dan akad tidak sah ghair shahih. Akad sah adalah akad yang