Besar Biaya Administrasi Analisis Materi Kontrak Mudharabah di BMT Bina Ummat Sejahtera terhadap Perjanjian Syariah
Oleh karena itu kontrak yang ada di BMT BUS seharusnya memuat ketentuan terjadinya
force majure, karena berdasarkah hasil wawancara dengan Bapak Kukuh Setiawan selaku Kasi Marketing
Wilayah I apabila nasabah pembiayaan mudharabah di BMT BUS terjadi force majure seperti pengusaha ternak ikan, ketika terjadi
banjir maka pengusaha mudharib diwajibkan untuk membayar pokok dari pembiayaan mudharabah itu sendiri, hal tersebut menurut
penulis bertentangan dengan asas keadilan dalam hukum perjanjian syariah.
d. Pihak BMT Menentukan Harga PenjualanPelelangan Objek Jaminan Secara Sepihak yang Dikarenakan Nasabah Berbuat Wanprestasi.
Pada pasal 13 terdapat statement bahwa “Pihak I Shohibul Maal wajib melelangkanmenjual objek jaminan atas akad pembiayaan
Mudharabah ini secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri melalui pelelangan umum di hadapan pejabat yang berwenang atau di bawah tangan
setelah diambilnya atas kekuatan apa yang ditentukan dalam pasal 12 dalam akad pembiayaan Mudharabah ini.”
Dalam pasal 12 disebutkan jika nasabah wanprestasi maka pihak BMT akan mengambil alih kepemilikan atas objek jaminan jika perlu lewat jalur
hukum yang berlaku, sedangkan dalam pasal 13 disebutkan bahwa Pihak BMT sudah memiliki objek jaminan tersebut dan berhak untuk
menjualmelelangkan sesuai dengan harga yang BMT tetapkan, tanpa
persetujuan dari nasabah lagi. Arti kata bersama-sama di pasal 13 ini bahwa pelelangan di hadiri oleh manajer, pejabat BMT dan pejabat lelang.
Sedangkan maksud sendiri-sendiri adalah pejabat BMT mengkuasakan kepada pejabat lelang. Sehingga pelelangan di sini bisa di artikan sepihak. Oleh
karena itu, di sini nasabah bisa dirugikan. Selain itu, jika dilihat dari pasal 14 bahwa apabila pelelangan belum tercukupi sisa angsuran maka BMT berhak
melakukan proses hukum seperti yang tertuang pada pasal 1131 KUHP perdata. Yang intinya nasabah wajib mengembalikan modal secara utuh
ditambah dengan bagi hasil. Di sinilah terjadi ketidaksesuaian dengan asas perikatan dan perjanjian dalam Islam yaitu pada asas keadilan dan pada asas
kerelaan, karena bisa saja nasabah tidak rela dengan besar harga penjualan objek jaminan yang ditetapkan secara sepihak oleh BMT. Seperti yang tertera
dalam surat an-Nisa: 29 yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu”. Di sinilah asas kerelaan perlu diterapkan dan juga keadilan.