94
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian penulis terhadap struktur dan anatomi kontrak pembiayaan mudharabah yang ada di BMT Bina Ummat Sejahtera
BUS dan di BMT Husnayain dan juga hasil analisis penulis terhadap kesesuaian materi kontrak mudharabah pada BMT BUS dan BMT Husnayain
terhadap perjanjian syariah. Maka penulis menyimpulakan: 1. Struktur dan anatomi kontrak yang ada di BMT BUS dan BMT Husnayain
berdasarkan isi dari struktur anatomi yang dibuat terdapat bagian pendahuluan, bagian isi dan bagian penutup, namun pada bagian-bagian
tersebut masih ada kekurangan seperti di BMT BUS yaitu pada bagian pembuka
tidak mencantumkan
tanggal dan
tempat dibuat
dan ditandatanganinya kontrak tersebut, selain itu pada bagian isi, klausula
definisi tidak dicantumkan dan juga tidak adanya pembahasan mengenai force majeure di dalam format kontrak tersebut. Sedangkan struktur dan anatomi
kontrak yang tidak terpenuhi di BMT Husnayain yaitu pada bagian isi mengenai klausula definisi. Secara umum struktur dan anatomi kontrak yang
ada di BMT BUS dan BMT Husnayain masih terbilang kurang lengkap. Akan tetapi jika dilihat dari segi bentuk pemaknaan kalimat BMT Husnayain lebih
mudah untuk dicerna bagi kalangan nasabah BMT. Namun hal tersebut secara
keseluruhan tidak terlalu mengganggu kegiatan pembiayaan mudharabah di kedua BMT ini.
2. Akad pembiayaan mudharabah yang ada di BMT BUS dan BMT Husnayain secara garis besar ada beberapa hal yang kurang dan tidak sesuai dengan
perjanjian syariah. Pertama, pada BMT BUS adalah penentuan besar bagi hasil secara flat, besar biaya administrasi, tidak adanya ketentuanklausula jika
terjadi force majeure, pihak BMT menentukan harga pelelanganpenjualan objek jaminan secara sepihak yang dikarenakan nasabah wanrestasi, pihak
BMT tidak mau kalah mengenai cara penyelesaian sengketa dan lokasi tempat berperkara hukum, nasabah tidak bisa berkutik dengan dibatasi ruang gerak
nasabah atas pengambilan kuasanya dengan ditutupnya pasal 1813 KUH Perdata, tidak adanya klausula definisi, bahasa yang digunakan sulit dipahami
dan tidak sederhana, kontrak ini tidak tertulis jangka waktu nasabah dianggap cedera janjinya, saksi istri tidak menandatangani kontrak padahal pada bagian
komparasi disebutkan, tidak adanya denda dan ganti rugi dan yang terakhir yaitu pernyataan pengakuan hutang oleh nasabah. Kedua, di BMT Husnayain
yang kurang dan tidak sesuai dengan perjanjian syariah adalah besarnya nisbah secara flat selama angsuran, kesalahpahaman arti mudharabh
muqayyadah, pihak I tidak menanggung sepenuhnya kerugian karena risiko usahaforce majure, pasal wanprestasi yang ada masih minim, tidak ada
klausula definisi, ada kesalahan klausula dalam pasal 4, tidak adanya klausula