dapat dikaitkan dengan surat Al-Anfal: 27 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul Muhammad
dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu Mengetahui”.
e. Tidak Ada Klausula Definisi
Klausula definisi perlu dicatat dalam kontrak pembiayaan mudharabah ini, karena nasabah yang meminjam belum tentu mengerti istilah-istilah yang
ada di kontrak perjanjian ini. Klausula ini bertujuan agar nasabah tidak terjadi salah paham atau salah penafsiran.
f. Adanya Kesalahan Klausul dalam Pasal IV
Di dalam pasal ini bahwa “Biaya survey, administrasi dan yang lainnya ditanggung oleh Pihak I”. Sedangkan berdasarkan praktiknya hal
tersebut ditanggung oleh Pihak II. Oleh karena itu isi dari klausul tersebut harus diperbaiki menjadi
“Biaya survey, administrasi dan yang lainnya ditanggung oleh Pihak II”.
g. Tidak Adanya Klausula Pemberian Kuasa
Ketentuan pemberian kuasa ini penting agar jika pada suatu hari mudharib mengalami sakit atau bahkan meninggal ada yang akan
menanggung segala pokok pembiayaan mudharabah dan bagi hasilnya adalah ahli warisnya.
h. Tidak Adanya Ketentuan Mengenai Denda Ta’zir dan Ganti Rugi Ta’widh
Pasal mengenai denda ta’zir dan ganti rugi ta’widh boleh dicantumkan asalkan ketentuan mengenai denda dan ganti rugi sesuai dengan
Fatwa DSN-MUI yaitu Fatwa DSN-MUI No. 17DSN-MUIIX2000 mengenai denda dan Fatwa DSN No.43DSN-MUIVIII2004 mengenai ganti
rugi ta’widh.
i. Kurang Adanya Pengawasan
Pada prakteknya bentuk pengawasan pembiayaan mudharabah yang ada di BMT Husnayain masih kurang dan bahkan tidak ada. Padahal
seharusnya BMT harus mengawasi uang pembiayaan tersebut apakah benar untuk di pakai usaha atau malah untuk kepentingan konsumtif semata.
Sedangkan menurut Fatawa DSN-MUI No: 07DSN-MUIIV2000 “ Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati
bersama sesuai dengan syari’ah; dan LKS tidak ikut serta dalam manajemen perusahaan atau peroyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan
dan pengawasan”.