berakad; misalnya menjual bangkai dan khamr, atau akad jual beli yang dilakukan oleh orang yang tidak cakap hukum.
Menurut ulama madzhab Hanafi, akad yang tidak sah terbagi menjadi dua, yaitu akad yang batal bathil dan akad yang rusak fasid. Akad yang batal
adalah akad yang mengandung cacat pada rukun dan obyeknya. Misalnya akad yang dilakukan oleh orang yang tidak cakap hukum atau akad yang obyeknya
tidak dapat menerima hukum akad seperti barang yang diharamkan. Dengan kata lain, akad batal adalah akad yang tidak dibenarkan syara’ hukum Islam
dilihat dari sudut rukun dan cara pelaksanaanya. Akad batal dipandang tidak pernah terjadi menurut hukum, walaupun secara kenyataan pernah terjadi; dan
oleh karenanya ia tidak memunyai akibat hukum sama sekali. Sedangkan akad fasid adalah akad yang pada dasarnya dibenarkan hukum namun akad tersebut
disertai hal-hal yang tidak dibenarkan hukum.
6. Berakhirnya Akad Intiha’ al-‘aqd
Menurut hukum Islam, suatu akad berakhir disebabkan terpenuhinya tujuan akad tahqiq gharadh al-‘aqd, fasakh, infisakh, kematian dan ketidak-
izinan ‘adal al-ijazah dari pihak yang memiliki kewenangan dalam akad mauquf.
a. Suatu akad dipandang berakhir apabila tujuan akad telah tercapai. Dalam akad jual beli misalnya, akad dipandang telah berakhir apabila barang
telah berpindah tangan kepada pembeli dan harganya telah menjadi milik
penjual. Demikian juga, akad berakhir disebabkan intiha’ muddah al-‘aqd berakhir masa akad.
b. Fasakh. Sebuah akad berakhir disebabkan fasakh pemutusan. Dalam akad yang mengikat bagi para pihak, ada beberapa alasan yang
menyebabkan akad dapat atau bahkan harus difasakh: 1 Disebabkan akad dipandang fasad, misalnya menjual sesuatu yang
tidak jelas spesifikasinya atau menjual sesuatu dengan dibatasi waktu. Jual beli semacam itu dipandang fasad, dan karenanya harus
wajib di fasakh, baik oleh para pihak yang berakad maupun oleh hakim, kecuali terdapat hal-hal yang menyebabkan fasakh tidak
dapat dilakukan seperti pihak pembeli telah menjual barang yang dibelinya.
2 Disebabkan adanya khiyar. Pihak yang memiliki hak khiyar, baik khiyar syarat, khiyar ‘aib, khiyar ru’yah maupun lainnya
dibolehkan untuk melakukan fasakh akad yang telah dilakukannya. Fasakh boleh dilakukan tanpa memerlukan pihak lain; kecuali
dalam khiyar ‘aib khiyar disebabkan terdapat kerusakan pada obyek akad setelah obyek akad diterima.
3 Disebabkan iqalah.
Iqalah adalah fasakh terhadap akad berdasarkan kerelaan kedua belah pihak ketika salah satu pihak
menyesal ingin mencabut kembali akad yang telah dilakukannya. Iqalah dianjurkan oleh Nabi SAW.
4 Disebabkan oleh ‘adam al-tanfidz,
yakni kewajiban yang ditimbulkan oleh akad tidak dipenuhi oleh para pihak atau salah
satu pihak bersangkutan. Jika hal itu terjadi, akad boleh fasakh. Misalnya dalam akad yang mengandung khiyar naqd khiyar
pembayaran c. Infasakh, yakni putus dengan sendirinya dinyatakan putus, putus demi
hukum. Sebuah akad dinyatakan putus apabila isi akad tidak mungkin dapat dilaksanakan istihalah al-tanfidz disebabkan
afat samawiyah force majeure. Dalam akad jual beli misalnya barang yang dijual rusak
di tangan penjual sebelum diserahkan kepada pembeli. Dengan demikian, akad jual beli dinyatakan putus dengan sendirinya infasakh, karena
pelaksanaan akad yang dalam hal ini menyerahkan barang mustahil dapat dilakukan.
d. Kematian Beberapa bentuk akad berakhir disebabkan kematian salah satu pihak
yang berakad. Berikut contoh-contoh akad dimaksud. 1 Akad sewa menyewa ijarah. Menurut Hanafiah, akad ijarah
berakhir disebabkan kematian salah satu pihak, namun tidak berakhir menurut madzhab yang lain.
2 Jika pemberi gadai meninggal, akad menjadi berakhir dan barang gadaian dijual oleh washiy, pengampu untuk membayar utangnya
apabila ahli waris masih di bawah umur. Akan tetapi, jika ahli