Istilah “perjanjian” dalam hukum Indonesia disebut “akad” dalam hukum Islam.
20
Lafal akad berasal dari lafal Arab, al-‘aqd, yang secara etimologis berarti perikatan, perjanjian dan permufakatan. Secara terminologis akad
memiliki arti umum al-ma’na al-am dan khusus al-ma’na al-khas. Adapun arti umum dari akad adalah segala sesuatu yang dikehendaki seseorang untuk
dikerjakan, baik yang muncul dari kehendaknya sendiri, seperti kehendak untuk wakaf, membebaskan hutang, thalak dan sumpah, maupun yang membutuhkan
pada kehendak dua pihak dalam melakukannya seperti jual beli, sewa menyewa, perwakilan dan gadai atau jaminan. Sedangkan arti khusus al-ma’na
al-khas akad adalah pertalian atau keterikatan antara ijab dan qabul sesuai dengan kehendak syari’ah Allah dan Rasul-Nya yang menimbulkan akibat
hukum pada obyek akad.
21
2. Rukun dan Syarat Akad
Menurut mayoritas ulama, rukun akad terdiri atas: a. Shighat pernyataan ijab dan qabul, b.’aqidan dua pihak yang melakukan akad dan c. ma’qud
‘alaih obyek akad. Menurut madzhab Hanafi, rukun akad hanya terdiri atas ijab dan kabul shighat. Berikut diuraikan rukun dan syarat akad menurut
mayoritas ulama:
22
20
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007, h. 68.
21
Ah.Azharudin Latif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis Pendekatan Hukum Positif Hukum Islam, h. 65.
22
Ah. Azharudin Latif, Fiqh Muamalat, cet. I Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005, h.64-67.
a. Shighat formulasi ijab dan kabul dapat diwujudkan dengan ucapan lisan, tulisan, isyarat bagi mereka yang tidak mampu berbicara atau menulis,
sarana komunikasi modern, bahkan dengan perbuatan bukan ucapan, tulisan, maupun isyarat yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak
untuk melakukan suatu akad yang umumnya dikenal dengan al-mu’athah. Ada tiga syarat yang harus dipenuhi agar suatu ijab dan kabul dipandang sah
yaitu: 1 Ijab dan kabul harus secara jelas menunjukan maksud kedua belah
pihak, 2 Antara ijab dan kabul harus selaras, dan
3 Antara ijab dan kabul harus muttashil bersambung, connect, yakni dilakukan dalam satu majlis ‘aqad tempat kontak.
b. Pelaku akad disyaratkan harus orang mukallaf ‘aqil-baligh, berakal sehat dan dewasa atau cakap hukum. Mengenai batasan umur pelaku untuk
keabsahan akad diserahkan kepada ‘urf atau peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin kemaslahatan para pihak.
c. Sesuatu yang menjadi obyek akad harus memenuhi 4 empat syarat: 1 Ia harus sudah ada secara konkret ketika akad dilangsungkan; atau
diperkirakan akan ada pada masa mendatang dalam akad-akad tertentu seperti dalam akad salam, istishna’, ijarah dan mudharabah.