Penguatan Kelembagaan Produksi dan Pemasaran Anyaman di Desa Sawah Kulon Kecamatan Pasawahan Kabupaten Purwakarta
Penguatan Kelembagaan Produksi dan Pemasaran Anyaman
di Desa Sawah Kulon Kecamatan Pasawahan Kabupaten
Purwakarta
VINNY MARLIANY
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
(2)
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir dengan judul Penguatan Kelembagaan Produksi dan Pemasaran Anyaman di Desa Sawah Kulon Kecamatan Pasawahan Kabupaten Purwakarta adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas ini.
Bogor, Pebruari 2007
VINNY MARLIANY NRP. A.154050135
(3)
ABSTRAK
VINNY MARLIANY, Penguatan Kelembagaan Produksi dan Pemasaran Anyaman di Desa Sawah Kulon Kecamatan Pasawahan Kabupaten Purwakarta. Dibimbing oleh NURAINI W. PRASODJO dan NINUK PURNANINGSIH.
Pertumbuhan usaha kecil menengah merupakan salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Jumlah unit usaha yang beragam memiliki kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja. Oleh karenanya usaha kecil ini sangat strategis dalam pembangunan ekonomi.
Pengrajin anyaman di Desa Sawah Kulon Kecamatan Pasawahan Kabupaten Purwakarta memiliki potensi yang layak untuk dikembangkan karena usaha ini telah berjalan cukup lama. Sebagai usaha yang termasuk skala kecil, usaha ini cukup untuk mengatasi kesulitan ekonomi bagi sebagian kecil penduduk Desa Sawah Kulon yang sekaligus dapat pula menyerap tenaga kerja. Upaya yang dilakukan untuk mengembangkan usaha dari proses produksi dan pemasaran telah sering diupayakan, baik oleh pengrajin sendiri maupun dengan program pemerintah. Namun kendala yang dihadapi pengrajin anyaman belum sepenuhnya diatasi dengan memaksimalkan seluruh potensi yang dimiliki. Oleh karena itu, kajian yang disusun ini menitik beratkan pada penciptaan rencana program untuk mengembangkan kelembagaan produksi dan pemasaran yang selama ini dilakukan oleh pengrajin anyaman Desa Sawah Kulon.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan dengan wawancara, observasi langsung, dan diskusi kelompok. Data skunder diperoleh dengan melakukan studi dokumentasi. Metode dalam pengungkapan masalah dilakukan dengan MPA (Methode Participatory Asessment) bersama pengrajin anyaman dan perwakilan warga masyarakat. Analisis data dilakukan dengan menggunakan matriks SWOT guna mendapatkan strategi program yang partisipatif.
Hasil kajian menunjukkan bahwa kelembagaan produksi dan pemasaran yang selama ini dilakukan oleh pengrajin anyaman Desa sawah Kulon, belum memanfaatkan sumber-sumber potensi yang dapat menunjang perkembangan usaha anyaman. Dari segi produksi (penggunaan bahan baku, pelibatan tenaga kerja, penggunaan keterampilan), masih mengandalkan kekuatan internal pada diri pengrajin anyaman, begitupun dalam proses pemasaran. Faktor eksternal di luar pengrajin belum dimanfaatkan secara maksimal, sehingga pengrajin hanya memaksimalkan apa yang dimiliki tanpa diserta peningkatan kemampuan. Maka dengan dukungan dari berbagai pihak, baik dari lingkungan masyarakat desa maupun pemerintah, rencana program yang disusun diupayakan dapat mengatasi permasalahan produksi dan pemasaran bagi pengrajin anyaman. Rencana program ini menitik beratkan pada :1) Pendidikan dan pelatihan bagi pengrajin anyaman, 2) Penguatan usaha pengrajin anyaman dan budi daya tanaman bahan baku, 3) Promosi dan workshop anyaman, dan 4) Penekanan pada kebijakan pemerintah untuk keberpihakan pada pengrajin anyaman dalam memudahkan menjangkau berbagai sistem sumber.
(4)
ABSTRACT
VINNY MARLIANY. To strengthen a Produce Capacities and Handicraftsman Marketing on Sawah Kulon village. Pasawahan sub district, Purwakarta distrct. It’s guided by NURAINI W. PRASODJO and NINUK PURNANINGSIH.
The growth of midlle small scale business has represented one of activator national economic growth. The number of business unit with their variety was giving contribution around labor absorption, so is the small industry has a very strategic position on economic development.
Handicrafstman in Sawah Kulon village Pasawahan sub district Purwakarta district actually have own potencies to be developed as long as this bussines have walked sufficiently long. As a small scale business, it’s so helpful to overcoming economic difficulty for some of member of community on Sawah Kulon village which at the some time could permeate labor enough. The efforts have been done to develop their business is trough production and marketing process which often strived by handicrafstman self and also with governmental program. But the constraint faced by handicrafstman have not overcomes full yet with optimally all potency owned. Therefore, study compiled by emphasized of creaton plan of program to develop capacities on produce and marketing which have done by handicrafstman on Sawah Kulon village.
Thr primary data collecting conducted with some interview, direct observation and the group discussion. Secondary data have obtained by documentation study. Method in expression of problem has conducted by MPA (Method Participatory Assessment) with participative entangled matting handicrafstman and community representatives. Data analyses was conducted by using SWOT matrix to get participative program strategy.
The result of study indicates that produce and the marketing capacities which during the time conducted by handicrafstman on Sawah Kulon village, has not exploited potency source yet which can support growth of handicrafter business. From facet produced (raw materal use, labor entangling, and skill use), still use internal strength at their own self, so as in course of marketing. External factor outside handicrafstman have not been exploited maximally yet, so that the handicrafstman only maximize what owned without joined the ability improvement. Hence with support of various parties, both from social environment of the village and also by government, the plan of program was compiled to be strived can overcome produce and marketing problems for handicrafstman. The plan of this program was emphasized of : (1) Aducation and training for handicrafstman, (2) Reinforcement of their business on handicrafstman and kindness crop as a based material, (3) Promotion and workshop around matting handicraft, and (4) Stressing for governemtal policy to support handicrafstman on facilitating to reach various system source.
(5)
@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam Bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
(6)
Penguatan Kelembagaan Produksi dan Pemasaran Anyaman di Desa Sawah Kulon Kecamatan Pasawahan
Kabupaten Purwakarta
VINNY MARLIANY
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2007
(7)
Judul Tugas Akhir : Penguatan Kelembagaan Produksi dan Pemasaran Anyaman di Desa Sawah Kulon Kecamatan Pasawahan Kabupaten Purwakarta Nama : VINNY MARLIANY
NRP : A.154050135
Disetujui Komisi Pembimbing
Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS. Ketua
Dr. Ninuk Purnaningsih Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS.
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.
Tanggal Ujian : 5 Desember 2006 TanggalLulus :
(8)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena hanya atas limpahan nikmat rahmat dan karunia-Nya penulisi dapat menyelasaikan laporan akhir kajian pengembangan masyarakat. Penulisan kajian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Profesional pada Program studi Pengembangan Masyarakat, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penyelesaian penulisan kajian ini tidak terlepas dari peranan Komisi Pembimbing dan pihak lainnya yang telah memberikan arahan, koreksi, dan dukungan selama proses penyusunan kajian. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS, selaku ketua komisi pembimbing atas dorongan, arahan, dan bimbingannya selama penyelesaian kajian.
2. Dr. Ninuk Purnaningsih, selaku anggota komisi pembimbing yang juga banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian kajian.
3. Ir. Sutara Hendrakusumaatmadja, MS, selaku penguji luar komisi yang juga memberikan masukan untuk kajian ini.
4. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS, selaku ketua Program Studi Magister Pengembangan Masyarakat IPB dan staf pengelola program lainnya yang telah banyak memberikan bantuan dan sumbangan pemikiran selama pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.
5. Seluruh Dosen pengajar pada Program Studi Magister Pengembangan Masyarakat IPB dan STKS yang memberi materi perkuliahan.
6. Lembaga Departemen Sosial RI yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi pada Program Pascasarjana IPB.
7. Suami tercinta Rahmat Koesnadi, dan anak-anakku Rafi Arizaldi, Rafdi Magiana, dan Rafasha R. Vianandya, yang selalu memberikan doa, dukungan, pengorbanan, dan motivasi kepada penulis
8. Masyarakat dan aparat Desa Sawah Kulon serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan, yang telah memberikan informasi yang diperlukan untuk penyelesaian kajian.
Semoga kajian pengembangan Masyarakat ini dapat memberikan sumbangan kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan lebih lanjut. Terutama sekali dapat berguna bagi pengrajin anyaman di Desa Sawah Kulon Kecamatan Pasawahan Kabupaten Purwakarta.
Akhir kata penulis berharap kajian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Pebruari 2007
(9)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 13 Juni 1971 dari ayah R. Sudjaman Adisoma dan ibunda Djauhar Munawaroh (Almarhum), merupakan anak kedua dari enam bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) tahun 1983 di Purwakarta, Sekolah Menengah Pertama (SMP) tahun 1987 di Purwakarta, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) tahun 1990 di Bandung. Pada tahun 1990 penulias melanjutkan sekolah pada Program Diploma IV Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung dan lulus tahun 1995.
Sejak tahun 1998 penulis dingkat menjadi pegawai negeri sipil pada Departemen Sosial Propinsi Jawa Barat. Mulai tahun 2001 penulis bekerja di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Purwakarta pada Dinas Soial dan Pemberdayaan Masayarakat sampai saat ini.
(10)
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang ... !. 2. Masalah Kajian ... I. 3. Tujuan Kajian ... I. 4. Kegunaan Kajian ...
II. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Tinjauan Teoritis
2.1.1.Pengembangan Usaha Kecil dengan Pendekatan Kelompok serta Kemitraan dan PengembanganJejaring .... 2.1.2. Kelembagaan Produksi ... 2.1.3. Kelembagaan Pemasaran ... 2.1.4. Pemberdayaan Ekonomi Lokal dan Pengembangan
Masyarakat ... 2.1.5. Analisis SWOT ... 2. 2. Kerangka Analisis ...
III. METODE KAJIAN
3. 1 Strategi Kajian
3.1.1. Batas-batas Kajian... 3.1.2. Pengolahan dan Analisis Data ... 3. 2. Metode Lapangan
3.2.1. Tempat dan Waktu Kajian ... 3.2.2. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 3.3. Penyusunan Rancangan Program Pengembangan Masyarakat
IV. PETA SOSIAL KELOMPOK PENGRAJIN ANYAMAN DALAM KOMUNIYAS DESA SAWAH KULON KECAMATAN PASAWAHAN
4. 1. Gambaran Lokasi ... 4. 2. Kependudukan ... 4. 3. Kondisi Perekonomian Masyarakat ... 4. 4. Struktur Komunitas ... 4. 5. Organisasi dan Kelembagaan ... 4. 6. Sumber Daya Lokal ... 4. 7. Masalah Kesejahteraan Sosial ...
xii xiv xv 1 3 5 6 7 14 16 17 21 21 25 26 27 28 30 32 34 38 39 41 43 46
(11)
Penguatan Kelembagaan Produksi dan Pemasaran Anyaman
di Desa Sawah Kulon Kecamatan Pasawahan Kabupaten
Purwakarta
VINNY MARLIANY
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
(12)
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir dengan judul Penguatan Kelembagaan Produksi dan Pemasaran Anyaman di Desa Sawah Kulon Kecamatan Pasawahan Kabupaten Purwakarta adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas ini.
Bogor, Pebruari 2007
VINNY MARLIANY NRP. A.154050135
(13)
ABSTRAK
VINNY MARLIANY, Penguatan Kelembagaan Produksi dan Pemasaran Anyaman di Desa Sawah Kulon Kecamatan Pasawahan Kabupaten Purwakarta. Dibimbing oleh NURAINI W. PRASODJO dan NINUK PURNANINGSIH.
Pertumbuhan usaha kecil menengah merupakan salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Jumlah unit usaha yang beragam memiliki kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja. Oleh karenanya usaha kecil ini sangat strategis dalam pembangunan ekonomi.
Pengrajin anyaman di Desa Sawah Kulon Kecamatan Pasawahan Kabupaten Purwakarta memiliki potensi yang layak untuk dikembangkan karena usaha ini telah berjalan cukup lama. Sebagai usaha yang termasuk skala kecil, usaha ini cukup untuk mengatasi kesulitan ekonomi bagi sebagian kecil penduduk Desa Sawah Kulon yang sekaligus dapat pula menyerap tenaga kerja. Upaya yang dilakukan untuk mengembangkan usaha dari proses produksi dan pemasaran telah sering diupayakan, baik oleh pengrajin sendiri maupun dengan program pemerintah. Namun kendala yang dihadapi pengrajin anyaman belum sepenuhnya diatasi dengan memaksimalkan seluruh potensi yang dimiliki. Oleh karena itu, kajian yang disusun ini menitik beratkan pada penciptaan rencana program untuk mengembangkan kelembagaan produksi dan pemasaran yang selama ini dilakukan oleh pengrajin anyaman Desa Sawah Kulon.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan dengan wawancara, observasi langsung, dan diskusi kelompok. Data skunder diperoleh dengan melakukan studi dokumentasi. Metode dalam pengungkapan masalah dilakukan dengan MPA (Methode Participatory Asessment) bersama pengrajin anyaman dan perwakilan warga masyarakat. Analisis data dilakukan dengan menggunakan matriks SWOT guna mendapatkan strategi program yang partisipatif.
Hasil kajian menunjukkan bahwa kelembagaan produksi dan pemasaran yang selama ini dilakukan oleh pengrajin anyaman Desa sawah Kulon, belum memanfaatkan sumber-sumber potensi yang dapat menunjang perkembangan usaha anyaman. Dari segi produksi (penggunaan bahan baku, pelibatan tenaga kerja, penggunaan keterampilan), masih mengandalkan kekuatan internal pada diri pengrajin anyaman, begitupun dalam proses pemasaran. Faktor eksternal di luar pengrajin belum dimanfaatkan secara maksimal, sehingga pengrajin hanya memaksimalkan apa yang dimiliki tanpa diserta peningkatan kemampuan. Maka dengan dukungan dari berbagai pihak, baik dari lingkungan masyarakat desa maupun pemerintah, rencana program yang disusun diupayakan dapat mengatasi permasalahan produksi dan pemasaran bagi pengrajin anyaman. Rencana program ini menitik beratkan pada :1) Pendidikan dan pelatihan bagi pengrajin anyaman, 2) Penguatan usaha pengrajin anyaman dan budi daya tanaman bahan baku, 3) Promosi dan workshop anyaman, dan 4) Penekanan pada kebijakan pemerintah untuk keberpihakan pada pengrajin anyaman dalam memudahkan menjangkau berbagai sistem sumber.
(14)
ABSTRACT
VINNY MARLIANY. To strengthen a Produce Capacities and Handicraftsman Marketing on Sawah Kulon village. Pasawahan sub district, Purwakarta distrct. It’s guided by NURAINI W. PRASODJO and NINUK PURNANINGSIH.
The growth of midlle small scale business has represented one of activator national economic growth. The number of business unit with their variety was giving contribution around labor absorption, so is the small industry has a very strategic position on economic development.
Handicrafstman in Sawah Kulon village Pasawahan sub district Purwakarta district actually have own potencies to be developed as long as this bussines have walked sufficiently long. As a small scale business, it’s so helpful to overcoming economic difficulty for some of member of community on Sawah Kulon village which at the some time could permeate labor enough. The efforts have been done to develop their business is trough production and marketing process which often strived by handicrafstman self and also with governmental program. But the constraint faced by handicrafstman have not overcomes full yet with optimally all potency owned. Therefore, study compiled by emphasized of creaton plan of program to develop capacities on produce and marketing which have done by handicrafstman on Sawah Kulon village.
Thr primary data collecting conducted with some interview, direct observation and the group discussion. Secondary data have obtained by documentation study. Method in expression of problem has conducted by MPA (Method Participatory Assessment) with participative entangled matting handicrafstman and community representatives. Data analyses was conducted by using SWOT matrix to get participative program strategy.
The result of study indicates that produce and the marketing capacities which during the time conducted by handicrafstman on Sawah Kulon village, has not exploited potency source yet which can support growth of handicrafter business. From facet produced (raw materal use, labor entangling, and skill use), still use internal strength at their own self, so as in course of marketing. External factor outside handicrafstman have not been exploited maximally yet, so that the handicrafstman only maximize what owned without joined the ability improvement. Hence with support of various parties, both from social environment of the village and also by government, the plan of program was compiled to be strived can overcome produce and marketing problems for handicrafstman. The plan of this program was emphasized of : (1) Aducation and training for handicrafstman, (2) Reinforcement of their business on handicrafstman and kindness crop as a based material, (3) Promotion and workshop around matting handicraft, and (4) Stressing for governemtal policy to support handicrafstman on facilitating to reach various system source.
(15)
@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam Bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
(16)
Penguatan Kelembagaan Produksi dan Pemasaran Anyaman di Desa Sawah Kulon Kecamatan Pasawahan
Kabupaten Purwakarta
VINNY MARLIANY
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2007
(17)
Judul Tugas Akhir : Penguatan Kelembagaan Produksi dan Pemasaran Anyaman di Desa Sawah Kulon Kecamatan Pasawahan Kabupaten Purwakarta Nama : VINNY MARLIANY
NRP : A.154050135
Disetujui Komisi Pembimbing
Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS. Ketua
Dr. Ninuk Purnaningsih Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS.
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.
Tanggal Ujian : 5 Desember 2006 TanggalLulus :
(18)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena hanya atas limpahan nikmat rahmat dan karunia-Nya penulisi dapat menyelasaikan laporan akhir kajian pengembangan masyarakat. Penulisan kajian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Profesional pada Program studi Pengembangan Masyarakat, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penyelesaian penulisan kajian ini tidak terlepas dari peranan Komisi Pembimbing dan pihak lainnya yang telah memberikan arahan, koreksi, dan dukungan selama proses penyusunan kajian. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS, selaku ketua komisi pembimbing atas dorongan, arahan, dan bimbingannya selama penyelesaian kajian.
2. Dr. Ninuk Purnaningsih, selaku anggota komisi pembimbing yang juga banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian kajian.
3. Ir. Sutara Hendrakusumaatmadja, MS, selaku penguji luar komisi yang juga memberikan masukan untuk kajian ini.
4. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS, selaku ketua Program Studi Magister Pengembangan Masyarakat IPB dan staf pengelola program lainnya yang telah banyak memberikan bantuan dan sumbangan pemikiran selama pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.
5. Seluruh Dosen pengajar pada Program Studi Magister Pengembangan Masyarakat IPB dan STKS yang memberi materi perkuliahan.
6. Lembaga Departemen Sosial RI yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi pada Program Pascasarjana IPB.
7. Suami tercinta Rahmat Koesnadi, dan anak-anakku Rafi Arizaldi, Rafdi Magiana, dan Rafasha R. Vianandya, yang selalu memberikan doa, dukungan, pengorbanan, dan motivasi kepada penulis
8. Masyarakat dan aparat Desa Sawah Kulon serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan, yang telah memberikan informasi yang diperlukan untuk penyelesaian kajian.
Semoga kajian pengembangan Masyarakat ini dapat memberikan sumbangan kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan lebih lanjut. Terutama sekali dapat berguna bagi pengrajin anyaman di Desa Sawah Kulon Kecamatan Pasawahan Kabupaten Purwakarta.
Akhir kata penulis berharap kajian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Pebruari 2007
(19)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 13 Juni 1971 dari ayah R. Sudjaman Adisoma dan ibunda Djauhar Munawaroh (Almarhum), merupakan anak kedua dari enam bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) tahun 1983 di Purwakarta, Sekolah Menengah Pertama (SMP) tahun 1987 di Purwakarta, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) tahun 1990 di Bandung. Pada tahun 1990 penulias melanjutkan sekolah pada Program Diploma IV Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung dan lulus tahun 1995.
Sejak tahun 1998 penulis dingkat menjadi pegawai negeri sipil pada Departemen Sosial Propinsi Jawa Barat. Mulai tahun 2001 penulis bekerja di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Purwakarta pada Dinas Soial dan Pemberdayaan Masayarakat sampai saat ini.
(20)
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang ... !. 2. Masalah Kajian ... I. 3. Tujuan Kajian ... I. 4. Kegunaan Kajian ...
II. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Tinjauan Teoritis
2.1.1.Pengembangan Usaha Kecil dengan Pendekatan Kelompok serta Kemitraan dan PengembanganJejaring .... 2.1.2. Kelembagaan Produksi ... 2.1.3. Kelembagaan Pemasaran ... 2.1.4. Pemberdayaan Ekonomi Lokal dan Pengembangan
Masyarakat ... 2.1.5. Analisis SWOT ... 2. 2. Kerangka Analisis ...
III. METODE KAJIAN
3. 1 Strategi Kajian
3.1.1. Batas-batas Kajian... 3.1.2. Pengolahan dan Analisis Data ... 3. 2. Metode Lapangan
3.2.1. Tempat dan Waktu Kajian ... 3.2.2. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 3.3. Penyusunan Rancangan Program Pengembangan Masyarakat
IV. PETA SOSIAL KELOMPOK PENGRAJIN ANYAMAN DALAM KOMUNIYAS DESA SAWAH KULON KECAMATAN PASAWAHAN
4. 1. Gambaran Lokasi ... 4. 2. Kependudukan ... 4. 3. Kondisi Perekonomian Masyarakat ... 4. 4. Struktur Komunitas ... 4. 5. Organisasi dan Kelembagaan ... 4. 6. Sumber Daya Lokal ... 4. 7. Masalah Kesejahteraan Sosial ...
xii xiv xv 1 3 5 6 7 14 16 17 21 21 25 26 27 28 30 32 34 38 39 41 43 46
(21)
V. TINJAUAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT
5. 1. Program Pengembangan Kecamatan (PPK)
5. 1. 1. Gambaran Umum PPK ... 5. 1. 2. PPK dan Pengembangan Ekonomi Lokal Kelompok
Pengrajin Anyaman ... 5. 1.3. PPK, Pengembangan Kelembagaan, Modal Sosial,
Gerakan Sosial Kelompok Pengrajin Anyaman ... 5. 1. 4. PPK dan Kebijakan Sosial ... 5. 1. 5. PPK dan Perilaku Manusia dalam Lingkungan Sosial ... 5. 2. Program Usaha Peningkatan Peranan Keluarga (UP2K)
5. 2. 1. Gambaran Umum UP2K ... 5. 2. 2. UP2K dan Pengembangan Ekonomi Lokal Kelompok
Pengrajin Anyaman ... 5. 2.3. UP2K, Pengembangan Kelembagaan, Modal Sosial,
Gerakan Sosial Kelompok Pengrajin Anyaman ... 5. 2. 4. UP2K dan Kebijakan Sosial ... 5. 2. 5. UP2K dan Perilaku Manusia dalam Lingkungan
Sosial ...
VI. ANALISIS KELEMBAGAAN PRODUKSI DAN PEMASARAN USAHA KELOMPOK PENGRAJIN ANYAMAN
6 1. Karakteristik Kelompok Pengrajin Anyaman ... 6.2. Kelembagaan Produksi ... 6.3. Kelembagaan Pemasaran ... 6.4. Analisis Kelembagaan Produksi dan Pemasaran
6.4.1. Identifikasi Kelembagaan Produksi dan Pemasaran ... 6.4.2. Penguatan Kelembagaan Produksi dan Pemasaran ... 6.4.3. Analisis SWOT ...
VII. STRATEGI PENGUATAN KELEMBAGAAN PRODUKSI DAN PEMASARAN
7.1. Identifkasi Potensi dan Permasalahan ... 7.2. Analisis SWOT ... 7.3. Strategi Penguataan Kelembagaan Produksi dan
Pemasaran Pengrajin Anyaman ...
VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
8.1. Kesimpulan ... 8.2. Rekomendasi ...
DAFTAR PUSTAKA ...
LAMPIRAN ...
49 52 56 59 60 60 63 67 70 72 73 77 85 89 94 99 102 106 111 126 128 131 133
(22)
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Jadwal Pelaksanaan Kajian ...
2. Teknik Pengumpulan Data ... 3. Orbitasi, Jarak, dan Waktu Tempuh ... 4. Batas-batas Desa Sawah Kulon ... ... 5. Jumlah Kelompok Pengrajin Anyaman di Desa Sawah
Kulon berdasarkan Letak Dusun pada
Bulan Juli Tahun 2006 ... 6. Jumlah Penduduk Desa Sawah Kulon menururt Umur dan
Jenis Kelamin pada Bulan Juli Tahun 2006 ... 7. Komposisi Jumlah Penduduk Pengrajin Anyaman di Desa
Sawah Kulon menurut Umur dan Jenis Kelamin pada
Bulan Juli Tahun 2006 ... 8. Komposisi Penduduk Pengrajin Anyaman di Desa
Sawah Kulon Berdasarkan Tingkat Pendidikan pada
Bulan Juli Tahun 2006 ... 9. Komposisi Penduduk Desa Sawah Kulon berdasarkan
Mata Pencaharian pada Bulan Juli Tahun 2006 ... 10. Perkembangan Bantuan PPK pada Kelompok
Pengrajin Anyaman di Desa Sawah Kulon pada Bulan
Juli Tahun 2006 ... 11. Penyaluran Dana Bantuan Pinjaman PPK di Desa Sawah
Kulon pada Bulan Juli Tahun 2006 ... ... 12. Perkembangan Bantuan UP2K pada Kelompok
Pengrajin Anyaman di Desa Sawah Kulon pada
Bulan Juli Tahun 2006 ... ... 13. Karakteristik Pengrajin Anyaman berdasarkan Usia
dan Tingkat Pendidikan di Desa Sawah Kulon pada
Bulan Juli Tahun 2006 ... ... ... 14. Alasan Pemilihan Ketua Kelompok Pengrajin Anyaman
di Desa sawah Kulon pada Bulan Juli Tahun 2006 ... 15. Karakteristik Kelompok Pengrajin Anyaman di Tiap Dusun
Di Desa Sawah Kulon pada Bulan Juli Tahun 2006 ... 16. Perolehan Upah yang Diterima Pengrajin Anyaman di
Desa Sawah Kulon yang Terlibat dalam Setiap Tahapan Pada Bulan Juli Tahun 2006 ... 17. Matriks Analisis SWOT Terhadap Kelembagaan Produksi
dan Pemasaran yang Selama ini Dilakukan oleh
Pengrajin Anyaman di Desa Sawah Kulon ...
28 30 32 33 34 35 36 37 38 54 55 66 73 74 76 79 100
(23)
18. Tingkat Pendidikan Pengrajin Anyaman Desa Sawah Kulon pada Bulan Juli Tahun 2006 ... 19. Matriks Analisis SWOT Terhadap Identifikasi Potensi dan
Permasalahan yang Dihadapi Pengrajin Anyaman di
Desa Sawah Kulon ... 20. Analisis Masalah, Potensi, dan Alternatif Pemecahan
Masalah pada Pengrajin Anyaman ... 21. Rancangan Penyusunan Program Pengembangan
Masyarakat bagi Pengrajin Anyaman ... .
Halaman
104
107
109
(24)
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Kerangka Pemikiran ...
2. Alur Kerja ... 3. Jejaring Sosial Pengrajin Anyaman dalam Masyarakat
Desa Sawah Kulon ... 4. Kelembagaan Produksi dan Pemasaran dengan
BantuanModal dari Bandar ... 5. Kelembagaan Produksi dan Pemasaran dengan Pemilik
Modal Tunggal ... 6. Kelembagaan Produksi dan Pemasaran dengan
PemilikModal Kelompok ... 7. Diagram Analisis SWOT Terhadap Kelembagaan Produksi dan Pemasaran yang Selama ini Dilakukan Pengrajin Anyaman ... 8. Diagram Analisis SWOT Terhadap Identifikasi Potensi
Permasalahan yang Di8hadapi Pengrajin Anyaman di Desa Sawah Kulon ... 9. Pohan Masalah ...
23 24
41
91
92
94
101
108 110
(25)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Pembangunan selama orde baru yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia sangat bernuansa top-down karena ditunjang oleh sistem pemerintahan yang desentralisasi. Ketika otonomi daerah diterapkan dalam sistem pemerintahan di Indonesia, konsekuensi otonomi daerah dirasakan pula sampai pada tingkat desa di setiap kabupaten/kota. Program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah baik pusat, propinsi, sampai kabupaten/kota, mulai diarahkan pada program yang bernuansa bottom-up.
Dalam konsep pengembangan masyarakat, program pembangunan yang diharapkan adalah program yang datang dari masyarakat sendiri berdasarkan aspirasi, keinginan, kebutuhan, dan partispasi masyarakat. Hal tersebut diharapkan muncul dari masyarakat dengan tujuan agar tercapai kondisi keberlanjutan (sustainable) atas suatu program pembangunan. Kondisi program pembangunan yang berkelanjutan dapat tercipta jika masyarakat memang membutuhkan program tersebut dan mengakar di masyarakat. Artinya program merupakan cerminan dari kebutuhan dan kondisi masyarakat yang sebenarnya.
Seiring dengan kebijakan otonomi daerah, pemerintah mulai mencanangkan pendekatan pembangunan yang lebih demokratis, dalam artian pembangunan dilakukan dengan pendekatan untuk memulihkan kedaulatan masyarakat. Pembangunan yang dilakukan pemerintah lebih mengedepankan pada swadaya masyarakat sedangkan pemerintah menempatkan diri sebagai fasilitator atau pendukung. Bagi masyarakat desa, perubahan paradigma pembangunan tersebut tidak langsung membawa perubahan pada masyarakat lokal di pedesaan, karenanya kesulitan mengartikulasikan otonomi daerah sebagai gerakan pembangunan mandiri. Kondisi tersebut didukung oleh kurangnya pemahaman aparat pelaksana pemerintahan terhadap unsur asli pembangunan yang berbasis kompetensi lokal. Padahal jika ditelaah lebih jauh, pada masyarakat lokal pedesaan telah tersedianya sumber daya lokal, yang dapat dijadikan modal sosial dalam menciptakan iklim pembangunan yang berbasis unsur lokal.
Tak dapat dipungkiri bahwa konsep pengembangan masyarakat di desa sangat menuntut kecerdasan dari masyarakat itu sendiri. Namun melihat latar belakang bangsa Indonesia yang selama orde baru pembangunan banyak didominasi oleh pemerintah (bukan cerminan partisipasi masyarakat), prosesnya
(26)
akan sulit dan memakan waktu yang lama. Oleh karena itu peranan pemerintah dalam pengembangan masyarakat tidak dapat dilepaskan. Menurut pendapat Sunyoto (2004) terdapat 3 hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu (1) bentuk kontribusi riil dari daerah yang diharapkan oleh pemerintah pusat dalam proses pembangunan dasar; (2) aspirasi masyarakat daerah sendiri, terutama yang terrefleksi pada prioritas program-program pembangunan daerah; (3) keterkaitan antar daerah dalam tata perekonomian dan politik (sehingga sinergi antar daerah).
Peranan pemerintah baik pusat maupun daerah paling dominan dalam konteks pengembangan masyarakat adalah dalam perencanaan, pembuatan, dan pelaksanaan kebijakan sosial. Penetapan dasar hukum atas suatu kebijakan sosial menjadi wewenang pemerintah pada setiap tingkatan. Pada proses pembuatan kebijakan sosial, kondisi mental psikologis masyarakat harus diperhatikan sebagai objek kebijakan sosial tersebut. Namun dalam era otonomi daerah, sinergi antara komponen dalam pemerintahan dan masyarakat menjadi syarat mutlak untuk mewujudkan pengembangan masyarakat lokal.
Otonomi daerah artinya bertambah kewenangan yang dimiliki oleh setiap daerah di tingkat kabupaten/kota. Kondisi otonomi terjadi pula pada pemerintahan di tingkat desa, seperti yang terjadi di Desa Sawah Kulon Kecamatan Pasawahan Kabupaten Purwakarta. Program pembangunan yang dilaksanakan pada tingkat Desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan ekonomi kerakyatan yang berkelanjutan.
Evaluasi terhadap program pembangunan yang telah dilaksanakan di Desa Sawah Kulon dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai keberhasilan dan kegagalan yang terjadi. Perbaikan terhadap program dilakukan dengan mengoptimalkan seluruh potensi sumber daya lokal dan kekuatan sosial yang ada pada masyarakat Desa Sawah kulon. Hasil evaluasi dapat dijadikan dasar bagi penyusunan program lanjutan atau program sejenis di tempat lain yang berbeda (multiplikasi) sebagai keberlanjutan pengembangan masyarakat.
Pemetaan sosial yang telah dilakukan di Desa Sawah Kulon Kecamatan Pasawahan menunjukkan adanya kelompok pengrajin anyaman dari daun pandan yang pernah mendapat program pengembangan masyarakat dari Pemerintah Daerah Purwakarta. Dari 12 kelompok pengrajin anyaman, hanya 5 kelompok yang pernah medapat dukungan bantuan program dari pemerintah daerah. Aktivitas usaha ekonomi lokal pengrajin anyaman ini telah ditekuni
(27)
kelompok masyarakat tertentu di Desa Sawah Kulon sebagai usaha turun temurun dari tahun 1970-an. Kemudian mereka mengembangkan jenis anyaman tidak hanya memproduksi tikar, tetapi mereka bisa memproduksi jenis lainnya, seperti topi, dompet, tas tangan, sandal, sajadah, dan pernak-pernik lainnya untuk ”souvenir”.
Di Desa Sawah Kulon kelompok usaha pengrajin anyaman terdapat 12 kelompok yang tersebar di 5 dusun. Masing-masing kelompok beranggotakan 7-15 orang laki-laki dan perempuan sebagai pengrajin, tetapi dominan perempuan. Bagi perempuan pekerjaan menganyam dilakukan oleh ibu rumah tangga di sela pekerjaan rumah tangga dengan curahan waktu lebih banyak. Sedangkan bagi laki-laki pekerjaan tersebut dilakukan malam hari setelah pulang berburuh tani sebagai nafkah tambahan. Kondisi tersebut sangat erat kaitannya dengan strategi pola nafkah ganda dalam rumah tangga, dimana rumah tangga memiliki mata pencaharian alternatif. Namun pada kenyataannya mata pencaharian dari pengrajin belum memiliki pengaruh yang significant terhadap kondisi perekonomian mara pengrajin.
Kelompok pengrajin anyaman ini terbentuk secara alamiah karena hubungan kekerabatan (pertalian saudara). Usaha yang dirintis oleh salah satu anggota keluarga kemudian mengajak kerabat lain untuk membantu dan akhirnya menjadi sebuah kelompok. Terdapat 12 kelompok pengrajin tikar. Kelompok tumbuh cukup banyak, mengingat potensi sumber daya alam berupa lahan di Desa Sawah Kulon yang cocok untuk ditanami pohon pandan. Alasan lain tumbuhnya kelompok penganyam karena informasi yang diperoleh setiap pertemuan mingguan pada tingkat desa (minggon desa) bahwa usaha anyaman dapat membawa keuntungan jika dikelola secara sungguh-sungguh.
1. 2. Masalah Kajian
Kondisi usaha anyaman saat ini jika dilihat dari omzet sangat tidak stabil sehingga jenis produksi yang dihasilkan juga tidak stabil. Permasalahan omzet yang tidak stabil dipengaruhi oleh permintaan, keterampilan, dan bahan baku yang terbatas. Dengan kata lain kuantitas permintaan, kualitas keterampilan tenaga kerja, dan kontinuitas bahan baku, sangat berpengaruh terhadap produksi kerajinan anyaman ini. Produk anyaman yang hampir selalu diproduksi adalah tikar dan topi karena pangsa pasarnya telah ada. Untuk produksi anyaman jenis lainnya dibuat jika ada pesanan untuk pameran, souvenir, tahlilan
(28)
(khusus untuk sajadah). Keterbatasan produksi ini juga dikarenakan keterampilan tersebut belum dimiliki oleh semua anggota kelompok. Kendala bahan baku juga menjadi hambatan dalam memproduksi anyaman karena mengandalkan pohon pandan menghasilkan daun yang bagus. Jangkauan produk anyaman Desa Sawah Kulon terbatas di Kabupaten Purwakarta. Pemasaran yang dilakukan oleh kelompok pengrajin dilakukan secara sederhana dengan cara dipasarkan sendiri dengan berkeliling, atau dititipkan pemilik kios di pasar. Kondisi tersebut merupakan kendala sehingga belum dapat mengangkat kondisi ekonomi para pengrajin dimana nilai ekonomi yang dihasilkan dari pekerjaan sebagai pengrajin belum dapat meningkatkan kesejahteraan pengrajin.
Kondisi masyarakat kelompok pengrajin anyaman di Desa Sawah Kulon masih berada pada kondisi miskin (Pra KS dan KS I) yang semuanya ada 142 KK. Di dalam masyarakat pedesaan sendiri dapat ditemukan dua macam keadaan menurut Sunyoto (2004), yaitu : Pada masyarakat pedesaan dapat ditemukan dua macam keadaan, yaitu : 1) Terdapat kemiskinan sekaligus kesenjangan, dan 2) Tidak terdapat kemiskinan tetapi kesenjangan masih ada.
Namun pada kenyataan kehidupan di Desa Sawah Kulon khsususnya kelompok pengrajin anyaman, keadaan tersebut masih ditambah dengan : masih adanya kemiskinan tetapi karena adanya kekuatan sosial (gotong royong, saling tolong menolong) kesenjangan dapat dieliminer sekecil mungkin. Kondisi kemiskinan pada pengrajin anyaman ini salah satunya disebabkan oleh potensi yang dimiliki pengrajin belum digali. Peran pemerintah dan LSM sebagai fasilitator belum menjangkau kelompok ini secara maksimal.
Pengrajin anyaman dapat dipandang sebagai kelompok usaha ekonomi porduktif yang potensial untuk dikembangkan. Daya dukung yang terdapat di Desa Sawah Kulon sendiri dapat menjadi pendorong untuk berkembangnya usaha anyaman ini. Lahan pertanian seluas 82 hektar yang terdapat di Desa Sawah Kulon, 12 hektar diantaranya digunakan untuk menanam bahan baku pohon pandan untuk menghidupi 142 KK dari 1001 KK. Tetapi pada kenyataan di lapangan, 99 KK pengrajin anyaman termasuk dalam kategori penyandang masalah kesejahteraan sosial yaitu keluarga miskin, wanita rawan sosial ekonomi, dan keluarga berumah tak layak huni. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan sebagai pengrajin anyaman ternyata sangat kecil kontribusinya terhadap peningkatan kesejahteraan pengrajin dalam hal pemenuhan kebutuhan standar hidup .
(29)
Melihat kenyataan kondisi pengrajin anyaman di lapangan, penulis tertarik untuk mengkaji strategi pengembangan masyarakat dengan fokus pada pengrajin anyaman dengan memberdayakan potensi sumber daya lokal. Pertanyaannya adalah bagaimana kelembagaan produksi dan pemasaran ini dapat menguatkan tingkat perekonomian pengrajin anyaman. Kegiatan-kegiatan apa yang dilakukan serta strategi dan teknik apa yang diterapkan di dalam proses community development.
Berdasarkan Potensi Desa Sawah Kulon (2004) terdapat 12 kelompok pengrajin anyaman yang tersebar di 5 Dusun yang dilakukan oleh 142 KK yang termasuk dalam Pra KS dan KS 1. Dalam kenyataannya usaha anyaman adalah usaha yang menghasilkan pendapatan yang mendukung kelangsungan kehidupan keluarga selain sebagai buruh tani (bagi laki-laki sebagai KK) dan pekerjaan utama bagi perempuan (selain ibu rumah tangga). Dengan demikian dalam rangka pengembangan masyarakat, kajian ini akan difokuskan untuk menggali lebih jauh informasi tentang :
1. Bagaimana karakteristik kelompok pengrajin anyaman dan jenis produksi yang dihasilkan di Desa Sawah Kulon.
2. Bagaimana kelembagaan produksi kerajinan anyaman dari mulai tenaga kerja, bahan baku, teknik keterampilan, dan permodalan, yang selama ini telah dilakukan.
3. Bagaimana distribusi pemasaran hasil produksi anyaman dari mulai pengrajin di rumah tangga, kelompok, hingga ke konsumen.
4. Bagaimana merumuskan rencana produksi dan distribusi pemasaran anyaman yang dilakukan bersama-sama dengan pengrajin.
1.3. Tujuan Kajian
Secara umum kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk :
1. Mengidentifikasi karakteristik kelompok pengrajin anyaman dan jenis produksi yang dihasilkan di Desa Sawah Kulon.
2. Mengidentifikasi kelembagaan produksi kerajinan anyaman mulai dari tenaga kerja, bahan baku, teknik keterampilan, dan permodalan.
3. Mengidentifikasi distribusi pemasaran hasil produksi anyaman mulai dari tingkat pengrajin dalam rumah tangga, kelompok, hingga ke konsumen. 4. Merumuskan strategi produksi dan distribusi pemasaran kerajinan anyaman.
(30)
1.4. Kegunaan Kajian
Hasil dari kajian ini diharapkan dapat menjadi :
1. Memberikan gambaran baik bagi penulis maupun pemerintah daerah dalam memberdayakan kelompok pengrajin anyaman sebagai bagian dari proses pengembangan masyarakat desa.
2. Menjadi masukan bagi penentu kebijakan pembangunan lokal agar lebih memperhatikan potensi lokal sebagai kekuatan lokal yang dapat memberikan kontribusi langsung terhadap pengambangan masyarakat lokal.
3. Memberikan pemikiran bagi terwujudnya pengembangan ekonomi masyarakat lokal yang berkelanjutan.
(31)
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Tinjauan Teoritis
2. 1. 1. Pengembangan Usaha Kecil dengan Pendekatan Kelompok, serta Kemitraan dan Pengembangan Jejaring
Kegiatan usaha produksi dan pemasaran yang dilakukan kelompok pengrajin anyaman dapat dikategorikan sebagai usaha kecil. Apabila merujuk pengertian usaha kecil oleh Widyaningrum (2003) bahwa usaha kecil sebagai usaha yang bersifat padat karya dengan melibatkan anggota keluarga, ukuran unit yang kecil, dan akumulasi modal lebih banyak digunakan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga dari pada untuk pengembangan usaha, maka jenis usaha menurut Hafsah (2000) yang termasuk usaha kecil adalah seperti pedagang kaki lima, warungan, bakul (gendong), dan kegiatan usaha ekonomi dalam rumah tangga. Sedangkan menurut Prawirokusumo (2001) Usaha Kecil dan Menengah adalah aktifitas dengan karakteristik :
1. Fleksibel, dalam arti jika menghadapi hambatan dalam menjalankan usahanya akan mudah berpindah pada usaha lain. Pada pengrajin anyaman selain sebagai pengrajin merekapun memiliki pekerjaan lain sebagai pola nafkah ganda dalam keluarga.
2. Dalam permodalan tidak selalu tergantung kepada modal dari luar dengan mengandalkan bantuan modal dari bandar atau bantuan lembaga keuangan lainnya. Dapat berkembang dengan kekuatan modal sendiri secara berkelompok mengumpulkan modal atau modal perorangan walaupun tersendat.
3. Sanggup mengembalikan pinjaman dengan suku bunga tinggi dalam jangka waktu tertentu.
4. Usaha kecil dan menengah ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan kegiatan usaha di berbagai sektor. Merupakan sarana distributor barang dan jasa dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat.
Berdasarkan definisi di atas, maka usaha anyaman di Desa Sawah Kulon dapat dikategorikan sebagai usaha kecil, usaha menengah, koperasi, atau sejenisnya, tidak hanya didasarkan pada kriteria permodalan, skala usaha, pemasaran, tetapi juga didasarkan pada kemampuan untuk tetap bertahan apabila menghadapi gangguan dalam berusaha.
Pengembangan usaha kecil khususnya pengrajin anyaman berdasarkan hasil penelitian sebelumnya (pustaka), masih menghadapi beberapa kendala dan
(32)
permasalahan. Permodalan, sarana prasarana, sumber daya manusia, bahan baku, pemasaran, persaingan, adalah masalah umum yang dihadapi usaha kecil seperti pengrajin anyaman ini. Menurut Prawirokusumo (2001), permasalahan yang dihadapi usaha kecil pengrajin anyaman adalah :
1. Usaha pengrajin anyaman berada di desa secara berkelompok-kelompok dan tersebar berjauhan.
2. Taraf pendidikan pengrajin yang rendah berakibat pada lemahnya dalam pengetahuan manajemen dan bisnis, sulit menerima gagasan baru, dan sikap mental cepat puas dengan apa yang telah dicapai.
3. Kelompok pengrajin sulit untuk dapat mengakses modal dari perbankan maupun lembaga non perbankan karena persayaratan yang sulit dan kekhawatiran tidak dapat mengembalikan pinjaman.
4. Penggunaan teknologi tradisional yang terbatas yang berimbas pada mutu dan produktivitas (kualitas dan kuantitas).
5. Penguasaan teknologi secara pewarisan berakibat pada kesulitan mengembangkan keterampilan.
6. Karena kendala biaya sulit untuk mengikuti pameran ke tingkat yang lebih strategis untuk promosi hasil produksi. Kesempatan promosi melalui media cetak dan elektronik yang kurang sehingga sulit untuk berkembang.
Untuk memahami pola perilaku dalam kelembagaan pemasaran tidak akan cukup hanya dengan melihat dan menjumlahkan perilaku anggota komunitas saja. Pola perilaku tersebut mencakup perilaku setiap anggota komunitas, kelompok dalam komunitas, dan perilaku komunitas secara umum. Sistem kegiatan produksi dan pemasaran yang dilakukan oleh pengrajin anyaman biasanya secara berkelompok. Kelompok dapat terbentuk berdasarkan kekerabatan, letak tempat tinggal, kesamaan keadaan, dan lain-lain. Thoha (1992) menyebutkan bahwa teori pembentukan kelompok terdapat tiga elemen yang satu sama lain saling berhubungan, yaitu :
1. Semakin banyak aktifitas yang dilakukan bersama orang lain (shared), semakin beraneka interaksinya, dan juga semakin kuat sentimen-sentimen diantara mereka.
2. Semakin banyak interaksi diantara orang-orang, maka semakin banyak kemungkinan aktifitas dan sentimen ditularkan (shared) pada orang lain.
(33)
3. Semakin banyak aktifitas dan sentimen yang ditularkan pada orang lain, dan semakin banyak sentimen seseorang dipahami oleh orang lain, maka semakin banyak kemungkinan ditularkan aktifitas dan interaksi.
Memasuki kelompok yang sudah ada di masyarakat akan lebih mudah membentuk kohesivitas dari pada membentuk kelompok yang baru di desa. Menurut Astrid (1985) kelompok adalah terdiri dari dua orang atau lebih di dalamnya terbentuk pembagian pekerjaan secara khusus. Dalam pengembangan masyarakat dengan fokus pada pengrajin anyaman, maka kelompok yang sudah terbentuk ada di masyarakat akan lebih mudah membentuk kohesivitas. Untuk membangun sebuah kegiatan yang berfokus pada perkembangan kelompok dapat dilakukan karena adanya sentimen yang telah dipahami dan saling berpengaruh.
Kelompok yang terbentuk dapat dipahami dengan mengenali karakteristik dari anggota kelompok tersebut. Karakteristik yang mudah untuk dipahami dan dikenali secara umum adalah dari usia, jenis kelamin. tingkat pendidikan, pekerjaan. Tetapi pada kelompok pengrajin anyaman ini, karakteristik akan dipahami dan dikenali adalah dari :
1. Struktur dalam kelompok, seperti : siapa yang memimpin dan pengambil keputusan, siapa yang paling berpengaruh dalam kelompok, siapa yang paling dipatuhi dalam kelompok, dan lain-lain.
2. Lamanya kelompok tersebut ada dan apa yang menjadikan penyebab kelompok itu tetap ada, apakah karena : ikatan kekerabatan, kepentingan ekonomi, pertalian agama, dan lain-lain.
3. Kelompok didominasi oleh perempuan atau laki, tingkat usia mereka, latar pendidikan mereka, dan lain-lain.
Dengan asumsi pemikiran di atas, maka mudah melakukan pendekatan secara kelompok untuk mamahami dan mengenali permasalahan yang dihadapi oleh kelompok pengrajin.
Kelompok pengrajin anyaman merupakan potensi apabila dalam pengelolaan usaha dengan melibatkan partisipasi masyarakat dan memberdayakan kekuatan lokal yang ada pada masyarakat. Adapun cara kerja model intervensi dalam pengembangan kelompok pengrajian anyaman dengan melibatkan dan memberdayakan kekuatan lokal yang ada pada masyarakat, melalui :
(34)
1) Penentuan kebutuhan, usaha membuat kerajian anyaman adalah usaha yang dapat memenuhi kebutuhkan sehari-hari bagi sebagian penduduk.
2) Kelembagaan pemasaran yang telah dilakukan membawa manfaat lebih positif bagi pengrajin.
3) Bagaimana pola produksi dan pemasaran dapat memajukan ekonomi masyarakat lokal dan menampung sumber daya lokal.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Arthur Dunham (1962;216) dalam Jusman Iskandar (1993) mengemukakan bahwa pengembangan masayarakat mencakup perencanaan yang memfokuskan pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat, bantuan teknis, integrasi berbagai keahlian untuk membantu masyarakat serta ditekankan pada prinsip gotong royong dan partisipasi masyarakat. Oleh karena itu potensi, kekuatan sosial, dan sumber daya lokal, apabila dilibatkan dalam strategi pengelolaan pemasaran kerajinan anyaman dapat mengarah pada pengembangan masyarakat lokal.
Secara nasional usaha kecil menengah yang dilakukan oleh 225.000 (1998) kelompok UKM, harus mampu menjadi kekuatan perekonomian nasional. Mekanisme pasar menjadi kekuatan utama dalam perdagangan dalam negeri. Prospek ke depan usaha kecil menengah yang memiliki daya saing (competitive advantages), hal ini dapat dilihat dari :
1. Produktifitas, yaitu input per unit (tenaga kerja, modal, bahan baku).
2. Inovasi dalam produksi hasil usaha kecil menengah (desain, fungsi, proses, pemasaran) yang bertumpu pada kuantitas dan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki.
3. Segmentasi/focus, karena tidak ada suatu daerah yang memiliki daya saing dalam semua industri, maka hal ini tergantung pada bagaimana kita dapat mengeksplore kelebihan yang dimilki.
Kebijakan dalam pengembangan usaha kecil menengah akan mendukung pada perkembangan yang kondusif bagi usaha kecil menengah. Langkah operasional kebijakan dapat berupa :
1. Kebijakan persaingan yang sehat dan pengurangan distrorsi pasar.
2. Kebijakan ekonomi yang memberikan peluang bagi usaha kecil menengah untuk mengurangi beban biaya yang tidak berhubungan dengan proses produksi.
3. Kebijakan pertumbuhan kemitraan dengan prinsip saling memerlukan, memperkuat, dan saling menguntungkan.
(35)
Mengacu pada kebijaksanaan dasar operasional tersebut, maka penumbuhan iklim yang kondusif dapat dilakukan melalui pengembangan terpadu, terarah dan berkesinambungan semakin relevan dan perlu ditingkatkan. Dengan demikian usaha kecil menengah diharapkan dapat tumbuh dan berkembang menjadi kekuatan ekonomi yang tangguh, mandiri, dan mampu memperkuat struktur perekonomian nasional.
Pendapat Prawirikusumo (2001), bahwa dukungan penguatan kepada kelompok usaha ekonomi kecil menengah dapat berupa : 1) Peningkatan kualitas sumber daya manusia koperasi dan UKM, 2) Peningkatan penguasaan teknologi, 3) Peningkatan penguasaan informasi, 4) Peningkatan penguasaan permodalan, 5) Peningkatan penguasaan pasar, optimalisasi organisasi manajemen, 6) Pencadangan tempat usaha, 7) Pencadangan bidang-bidang usaha.
Konsep kemitraan dalam Haeruman dan Eriyanto (2001) yang tercantum dalam UU nomor 9 tahun 1999 berbunyi kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah dan usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Tujuan dari kemitraan itu sendiri adalah untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumber daya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mandiri.
Kemitraan pada kelompok pengrajin anyaman adalah satu solusi untuk mengatasi permasalahan dalam permodalan, pemasaran, penyediaan bahan baku, yang berorientasi pada saling menguntungkan. Kemitraan yang akan dibangun nantinya berdasar pada adanya jalinan kerjasama dan kepercayaan
(trust). Dalam kemitraan tidak ada pihak yang rendah, tetapi setara (egaliter),
hasil yang didapat akan memberikan keuntungan bagi pihak-pihak yang bermitra. Beberapa peluang pengembangan usaha pengrajin anyaman yang dapat diperoleh melalui kegiatan kemitraan yaitu :
1. Kerjasama pemasaran atau penampungan produk usaha secara lebih jelas. 2. Kerjasama dalam bentuk bantuan dana, teknologi, atau sasaran lain yang
diberikan usaha besar.
3. Kerjasama untuk dapat menghindar dari proses persaingan terhadap produk yang sama antara pengusaha kecil, pengusaha menengah, atau pengusaha besar.
(36)
4. Kerjasama dengan berbagi tugas masing-masing pengusaha sesuai dengan spesialisasi dan tugas masing-masing dalam sistem bisnis yang berkesinambungan.
Untuk dapat melaksanakan kemitraan dengan baik, diperlukan ketaatan dan kepatuhan di antara yang bermitra terhadap kesepakatan bersama, sehingga tumbuh etika kemitraan, baik dalam hubungan sosial dan ekonomi yang dijalin.
Pada pengembangan usaha kerajinan anyaman terdapat empat sub-sistem, yaitu : (1) sub-sistem hulu : tenaga kerja, bahan baku, permodalan, (2) sistem usaha : proses produksi pembuatan kerajinan anyaman, (3) sub-sistem hilir : pemasaran, dan (4) sub-sub-sistem penunjang : teknik keterampilan, penyuluhan, bimbingan. Dengan demikian pengrajin sebagai produsen dan pihak luar yang akan bermitra dengan pengrajin, menjadi komponen yang sangat penting. Sedangkan konsep kemitraan pada kelompok pengrajin anyaman di Desa Sawah Kulon ini menekankan pada : bahan baku, permodalan, teknik keterampilan, dan perluasan jalur pemasaran.
Proses produksi dan pemasaran dari kerajinan anyaman memerlukan pengembangan jejaring untuk mendapatkan hasil produksi dan jalur pemasaran yang memberi keuntungan maksimal bagi kelompok pengrajin. Pengembangan kemitraan dan jejaring bagi kelompok pengrajin anyaman dapat memperluas perolehan bahan baku, permodalan, teknik keterampilan, dan pemasaran yang lebih baik.
Pengembangan usaha-usaha kecil produktif yang berbasiskan kepada komunitas, diharapkan bisa melibatkan stakeholders seperti organisasi pemerintah dan masyarakat, atau organisasi internasional. Pengembangan jejaring dalam kelembagaan tidak mengadopsi pendekatan birokrasi atau teknokrat. Keberhasilan dalam pengembangan jejaring merupakan media untuk merumuskan kebijakan menjadi sangat penting. Semua tergantung kepada komitmen semua stakeholders yang terlibat. Konsep usaha berbasiskan komunitas merupakan perpaduan dari konsep pembangunan yang berbasis masyarakat (community based developmen) dengan konsep ekonomi berbasis masyarakat (community based economy).
Adanya beragam institusi dalam komunitas yang bergerak di bidang usaha produktif yang berbasis komunitas dan melembaga, baik pada sektor pertanian dan non pertanian (pengrajin). Jejaring kelembagaan kolaboratif yang dikembangkan harus dapat menjalin hubungan berdasarkan prinsip kesetaraan
(37)
dengan institusi-institusi tersebut. Sistem jejaring yang dibentuk perlu mempertimbangkan mekanisme pada sistem tradisional, karena mereka yang memiliki kewenangan untuk mengatur. Aturan yang menjadi kendala dalam proses produksi dan pemasaran akan dihilangkan dan diganti dengan tujuan untuk menghindarkan dari kesulitan untuk tumbuh dan berkembang serta menghindari situasi yang menyengsarakan. Hal-hal tersebut perlu diingat dalam pengembangan jejaring karena akan menyelamatkan jaringan pasar yang sudah ada.
Dalam pengembangan kapasitas komunitas lokal, pemerintah lokal diharapkan dapat berperan sebagai fasilitator. Seluruh stakeholders yang terlibat mampu mengsinergiskan aktifitas pengembangan masyarakat untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengembangan usaha ekonomi produktif yang berbasiskan sumber daya lokal. Dalam hal pendanaan kegiatan produktif, peranan pemerintah lokal tetap sebagai fasilitator dari pada bertindak sebagai donatur. Pemerintah lokal perlu mengalokasikan dana untuk masyarakat lapisan bawah atau pengusaha kecil di wilayahnya. Penguatan kelembagaan merupakan hal penting dalam pemberdayaan masyarakat. Maka harus dimulai dengan kesepakatan bahwa penguatan kelembagaan dan alokasi dana merupakan dukungan bagi pemberdayaan masyarakat yang melengkapi perkembangan kegiatan usaha produktif masyarakat lokal.
Apabila dilandasi dengan respon yang baik serta prinsip-prinsip partisipatori, maka hasil pemikiran stakeholders pada tingkat lokal atau nasional perlu dikembangkan pada jejaring di tingkat komunitas dan lokal. Rumusan dari jejaring perlu mendapat tanggapan dari masyarakat lokal. Hasilnya adalah dapat dimanfaatkannya SDA secara optimal, setiap orang yang mau bekerja dapat memperoleh pekerjaan dan pendapatan untuk memenuhi kebutuhannya. Produk yang dihasilkan bisa diolah dan dipasarkan dengan harga wajar. Kegiatan produktif yang dilakukan ramah lingkungan, bebas polusi, sehingga ada jaminan keberlanjutan usaha. Apabila kelompok dalam masyarakat suatu komunitas ingin bekerjasama dengan pihak lain (vertikal maupun horizontal), maka dapat terwujud masyarakat pengusaha kecil yang kuat yang nantinya akan membuka peluang besar menjadi masyarakat pengusaha menengah.
Kebijakan dan program yang melibatkan berbagai pihak yang berbeda kepentingan dan mungkin pula berbeda dalam tingkatan pengambilan keputusan, memerlukan mekanisme yang sangat tepat. Mekanisme yang
(38)
memiliki fleksibilitas sekaligus menjamin efisiensi adalah melalui pembentukan jejaring (networking). Jejaring dapat dibentuk dengan kerjasama antar lembaga pada tingkatan yang sama atau berbeda pada berbagai tingakatan (daerah, propinsi, atau pusat).
2. 1. 2. Kelembagaan Produksi
Istilah kelembagaan (instituion) dapat diartikan sebagai tata aturan atau pola hubungan yang mengatur perilaku dalam sebuah sebuah sistem (abstark).
Dapat pula diartikan sebagai bentuk wujud berupa lembaga seperti organisasi tertentu (konkrit). Kelembagaan menurut Hayami dan Kikuchi (1982) dalam Syahyuti (2003) adalah suatu perangkat aturan yang mengatur atau mengikat dan dipatuhi oleh masyarakat. Pengembangan kelembagaan dalam kaitannya dengan ekonomi lokal dapat didefinisikan sebagai proses untuk memperbaiki kemampuan lembaga guna mengefektifkan penggunaan sumber daya manusia dengan keuangan yang tersedia (Israel,1992).
Aninditya (2004) berpendapat bahwa produksi merupakan proses kegiatan mengolah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap dipakai dengan semuan sistem yang manjadi faktor penunjang. Assauri dalam Nilasari dan wilujueng (2006) berpendapat bahwa Produksi adalah merupakan segala kegiatan dalam menciptakan dan menambah kegunaan (utilitiy) sesuatu barang atau jasa. Kegunaan yang diperoleh dari proses produksi adalah :
1. Kegunaan bentuk (Utility of Form). Seperti daun pandan menjadi tikar, topi, tas, dompet.
2. Kegunaan Waktu (Utility of Time). Tejadi proses penyimpanan setelah berbentuk barang siap pakai dengan tujuan untuk menunggu pasar memerlukan produk tersebut.
3. Kegunaan Tempat (Utility of Place). Adanya pendistribusian barang sehingga memerlukan jasa transportasi.
4. Kegunaan Milik (Utility of Ownership). Melalui usaha perdagangan maka pengrajin memiliki dan bebas memperdagangkan hasil produksi yang diciptakannya untuk mendapatkan hasil atau keuntungan.
Fungsi produksi yang dijalankan oleh pengrajin anyaman adalah berupa aktifitas menciptakan barang/jasa sesuai kebutuhan dengan mempertimbangkan waktu, harga, dan jumlah yang tepat. Terdapat 4 fungsi produksi dalam kelembagaan produksi anyaman, yaitu :
(39)
1. Proses, meliputi berbagai metode dan teknik yang digunakan dalam pengolahan bahan baku.
2. Jasa, aktifitas yang dilakukan sehingga proses dapat dipergunakan secara efektif. Jasa sangat berhubungan dengan pengetahuan dan teknologi untuk menjamin berlangsungnya proses produksi.
3. Perencanaan, merupakan pedoman dari kegiatan produksi untuk waktu tertentu. Perencanaan dilakukan untuk pencapaian tujuan produksi agar dilaksanakan secara afektif.
4. Pengawasan, dilakukan untuk menjamin bahwa kegiatan dapat dilaksanakan semsestinya. Pengawasan diperlukan untuk membandingkan antara rencana dengan kenyataan, sehingga apabila terjadi penyimpangan akan dilakukan koreksi sebelum produk dipasarkan.
Pembuatan kerajinan anyaman dari daun pandan sehingga menjadi sebuah hasil anyaman (tikar, topi, tas, sandal, dan lain-lain) yang siap pakai, banyak melibatkan faktor yang mendukung untuk terjadinya sebuah hasil produksi :.
1. Tenaga kerja yang mengerjakan pembuatan kerajinan yang berkaitan dengan sistem pengupahan,
2. Modal finansial untuk memperoleh kemudahan fasilitas dan sistem upah, 3. Bahan baku sebagai bahan dasar pembuat kerajinan,
4. Teknik keterampilan untuk membuat kerajinan sehingga menghasilkan produk yang beraneka ragam dengan kuantitas dan kualitas yang memadai. 5. Pola produksi yang dilakukan bersifat musiman atau menatap/konsisten.
Usaha kecil yang dilakukan secara berkelompok, khususnya pada pengrajin anyaman, dikarenakan letak tempat tinggal pengrajin yang berdekatan. Lokasi para pengrajin yang berdekatan ternyata dapat membantu proses produksi dalam hal memperoleh tenaga kerja dan bahan baku yang cukup. Oleh karena itu, pengkaji lebih menitik beratkan kelembagaan produksi pada definisi operasional menurut Tambunan (2001) sebagai pola hubungan yang mengatur perilaku kelompok usaha kecil dari mulai pelibatan tenaga kerja, upah, keragaan produksi, perolehan bahan baku, permodalan, teknologi/keterampilan, dan pihak ketiga usaha kelompok kecil. Definisi operasional ini didasarkan pula pada hasil pangamatan di lapangan selama melakukan kajian. Pengkaji melakukan pengamatana pada tahapan definisi kelembagaan produksi karena kegiatan yang berhubungan denga produksi yang ditemukan di lapangan adalah seperti
(40)
tertera pada definisi operasional menurut Tambunan (2001). Oleh karena itu, bahasan kelembagaan produksi pada kajian ini pun selanjutnya akan lebih menekankan pada : 1). Tenaga kerja dan Upah, 2) Bahan Baku, 3) Permodalan, 4) Teknologi dan Keterampilan, dan 5) Pihak ketiga (mitra Kerja).
Sistem kelembagaan produksi kerajinan anyaman akan menjadi input bagi tercapainya hasil pemasaran yang dapat meningkatkan kesejahteraan para pengrajin. Sistem upah tenaga kerja dan penentuan harga produksi dapat dipengaruhi oleh pola kelembagaan produksi yang selama ini dilakukan. Penggunaan teknologi pada proses produksi sangat memungkinkan dilakukan pada kelompok pengrajin anyaman. Tetapi karena pola hidup di pedesaan yang mengutamakan kekeluargaan dan gotong royong, bukan tidak mungkin untuk menggunakan teknologi, tetapi lebih pada pentingnya penyerapan tenaga kerja di desa dan pembagian hasil (upah) yang merata.
2. 1. 3. Kelembagaan Pemasaran
Pemasaran merupakan kegiatan yang dapat menambah nilai ekonomi, berada antara produksi dan konsumsi, sehingga sehingga harus dapat menafsirkan tentang kebutuhan konsumen untuk dapat melakukan proses produksi selanjuntnya. Stanton dalam Nilasari dan Wiludjeng (2006) mengemukakan pengertian pemasaran sebagai sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, memproduksi, dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan pembeli.
Aninditya (2004) berpandapat bahwa pemasaran merupakan suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Maka dari definisi tersebut terdapat tiga hal penting, yaitu :1) Kegiatan (jasa) merupakan fungsi yang dilakukan dalam pemasaran, 2) Titik Produsen, dan 3) Titik Konsumen.
Tujuan dari suatu pemasaran produk adalah konsumen yang merupakan akhir dari transaksi. Kegiatan jasa yang dilakukan oleh konsumen pun seringkali tidak masuk dalam kegiatan pemasaran.
Hubungan sosial dalam dunia pemasaran bersifat tersekat-sekat
(disparsial). Umumnya seorang petani hanya mengenal pelaku setingkat di bawah dan di atasnya. Pedagang hasil pertanian tidak akan mengenal pedagang dalam seluruh jaringan atau saluran dari mulai pengumpul di desa sampai
(41)
dengan pengecer. Seorang pedagang hasil pertanian di pasar induk tidak pernah bertemu dengan konsumen langsung karena adanya pedagang keliling yang langsung bertemu dengan pembeli (konsumen). Demikian pula dengan pemasaran kerajinan anyamana, pedagang anyaman bisa langsung bertemu dengan produsen dan konsumen, atau hanya bagian dari saluran atau jaringan dari produsen tingkat paling pertama sampai konsumen tingkat akhir.
Pemasaran merupakan kelembagaan yang komplek membentuk hirarki dan keterkaitan dalam transaksi yang melibatkan berbagai macam komoditi. Penampilan sebuah pemasaran dapat diwujudkan dengan integrasi pemasaran. Hasil dari tindakan pedagang-pedagang dan pengoperasian lingkungan yang ditentukan oleh infrastruktur yang tersedia untuk perdagangan dan kebijakan yang mempengaruhi transmisi dari satu pasar ke pasar yang lain.
Interaksi suply dan demand didalamnya terdapat pola hubungan dan aturan antara konsumen dan produsen pada masyarakat pedesaan. Pola hubungan dan interaksi tersebut dapat menjadi ciri khas dari sebuah desa (daerah), seperti misalnya di Kabupaten Tasikmalaya yang terkenal dengan sistem perkriditan secara harian oleh pedagang keliling yang berhubungan langsung dengan konsumen.
Kelembagaan pemasaran pada kajian ini menitik beratkan pada definisi operasional menurut Tambunan (2001) yaitu sebagai pola hubungan yang mengatur perilaku kelompok usaha kecil dari mulai aturan main sanksi, persaingan, pola hubungan dan dasar penentuan harga, serta hubungan dengan pihak ketiga, untuk mengembangkan usaha mereka. Definisi operasional ini didasarkan pada hasil pangamatan di lapangan selama melakukan kajian. Pengamatan yang dilakukan pada tahapan definisi kelembagaan pemasaran menekankan pada kegiatan yang memiliki hubungan denga pemasaran yang ditemukan di lapangan, seperti tertera pada definisi operasional di atas. Bahasan kelembagaan pemasaran pada kajian ini pun selanjutnya akan lebih menekankan pada : 1). Aturan Main dan Sanksi, 2) Persaingan, 3) Pola Hubungan dan dasar Penentuan Harga, dan 4) Bandar Pemasaran.
2. 1. 4. Pemberdayaan Ekonomi Lokal dan Pengembangan Masyarakat
Pemberdayaan merupakan suatu proses membuat berdaya perseorangan, kelompok atau komunitas dari asalnya tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya untuk mencapai kondisi kehidupan yang lebih baik.
(42)
Pemberdayaan dilakukan dengan peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunkan daya yang dimilki. Menurut Shardow (1998) seperti dikutip Adi (2003), melihat pemberdayaan pada intinya bagaimana individu, kelompok dan komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Pemberdayaan digambarkan sebagai suatu gagasan yang dikenal di bidang kesejahteraan sosial dengan istilah self determination. Yaitu kemampuan untuk menetukan diri sendiri yang harus dilakukan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi sehingga memilki kesadaran dan kekuasaan penuh dalam menentukan masa depan. Konsep pemberdayaan ini lebih dimaknai sebagai penguatan kapasitas komunitas lokal. Artinya, pemberdayaan lebih dipahami sebagai encouraging self-expression and self determination, menguatkan diri sendiri sehingga dapat menentukan dirinya sendiri.
Pemberdayaan ekonomi lokal berupaya meningkatkan pendapatan kelompok masyarakat dengan mengembangkan usaha ekonomi yang telah/sedang ditekuni masyarakat. Upaya pengembangan ekonomi lokal tersebut dilakukan dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Menurut Syaukat dan Sutara (2005), fokus pengembangan ekonomi lokal pada : 1) Peningkatan daya saing (competitiveness), 2) Penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat (job creation), 3) Pengembangan aspek pemerataan (equity), 4) Mencakup berbagai disiplin : perencanaan dan manajemen, ekonomi dan pemasaran. Maka proses produksi dan pemasaran anyaman yang terjadi pada sebagian masyarakat Desa Sawah Kulon dapat difokuskan pada pengembangan ekonomi lokal, karena :
2. Penciptaan produksi baik pertanian maupun non pertanian dalam jangka waktu tertentu ingin menciptakan competitiveness.
3. Penciptaan competitiveness akan membuka lapangan kerja bagi penduduk sekitar.
4. Terjadi pemertaan dalam hal memperluas lapangan kerja dan persaingan untuk menghasilkan produk unggulan.
5. Pada akhirnya untuk mencapai hasil yang diinginkan diperlukan perencanaan dan manajemen, ekonomi dan pemasaran.
Pengembangan masyarkat pada kelompok usaha kecil khususnya pengrajin anyaman dengan melihat potensi yang dimiliki merupakan :
(43)
2. Dilakukan dalam unit kecil (rumah tangga, kelompok).
3. Sebagai mata pencaharian (sebagian kelompok menjadi mata pencaharian utama, sebagian lagi menjadi mata pencaharian sampingan).
Pengembangan masyarakat melalui proses interaksi kelembagaan produksi dan pemasaran anyaman dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah kemiskinan di Desa Sawah Kulon. Pemenuhan kebutuhan dasar hidup penduduk pada kelompok ekonomi kecil dapat terpenuhi melalui kelembagaan produksi dan pemasaran anyaman. Tidak hanya itu, komunitas pengrajin anyaman dan masyarakat produsen (pertanian dan non pertnian) dapat meningkatkan kemampuan dalam usaha mereka.
Usaha ekonomi lokal dan perdagangan untuk usaha ekonomi kecil di desa sangat rentan terhadap pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Tidak adanya pemisahan antara urusan rumah tangga dan manajemen yang baik dalam usaha ekonomi. Hal ini terjadi pada kelompok usaha ekonomi lokal pengrajin anyaman. Tambunan (2002) mengemukakan permasalahan pada kelompok penguaha kecil : 1) Kesulitan pemasaran, 2) Keterbatasan aspek finansial (modal awal dan modal kerja), 3) Keterbatasan SDM, 4) Masalah bahan baku, 5) Keterbatasan penggunaan teknologi. Kondisi tersebut dialami oleh kelompok pengrajin anyaman dan kelompok usaha ekonomi kecil lainnya, sehingga usaha yang mereka kelola sulit untuk dapat berkembang. Pemasaran hasil produksi bisa dilakukan jika jangkauannya tidak terlalu luas. Untuk tingkat desa, pemasaran produksi dapat dilakukan melalui pasar desa. Maka terjadilah hubungan antara peningkatan potensi produksi lokal (pertanian dan non pertanian) melalui jaringan pasar desa.
Penggunaan SDM, akses terhadap bahan baku, dan teknologi, dapat memperluas peluang membuka lapangan kerja baru bagi penduduk sekitar pengrajin anyaman. Pengembangan masyarakat dapat dilakukan melalui entry point perluasan peluang membuka lapangan kerja baru. Dalam pengembangan masyarakat, konteks melihat masyarakat adalah sebagai kelompok besar dalam komunitas pedesaan. Untuk kepentingan kajian, maka kelompok kecil pengrajin anyaman menjadi subjek yang mudah untuk dikembangkan.
Dalam pengembangan masayarakat, paritisipasi masyarakat yang didasarkan pada inisiatif dan swadaya masayarakat merupakan aspek yang sangat penting. Pengembangan masyarakat (community development)
(44)
kelangsungan kegiatan suatu proyek pembangunan. Untuk itu diperlukan usaha pengembangan masyarakat yang mengikutsertakan seluruh masyarakat sehingga tumbuh kemandirian dalam mengatasi dan memecahkan permasalahan yang mereka hadapi. Strategi pengembangan masyarakat merupakan pergeseran pola pembangunan yang tadinya bersifat top-down
menjadi bottom-up atau hasil dari inisiatif masyarakat akar rumput (grassroot). Usaha produksi dan pemasaran anyaman yang dilakukan jika mengalami perkembangan, maka absorbsi tenaga kerja tidak hanya dari lingkungan keluarga saja. Penciptaan lapangan kerja baru bagi masyarakat dapat menjadi peluang jika sumber kekuatan ekonomi lokal dikembangkan. Spesialisasi dan profesionalisme memberikan peluang bagi penduduk lainnya untuk dapat berpartisipasi pada pengembangan usaha ekonomi lokal tersebut. Pengembangan masyarakat desa tidak semata-mata terbatas pada peningkatan sektor pertanian, juga tidak hanya mencakup peningkatan kesejahteraan sosial melalui perputaran uang dan jasa untuk mencukupi kebutuhan dasar. Lebih dari itu pengembangan masyarakat pedesaan merupakan upaya dengan spektrum kegiatan yang menyentuh berbagai sendi pemenuhan kebutuhan. Sehingga seluruh anggota masyarakat desa dituntut untuk dapat mandiri, percaya diri, tidak tergantung dan dapat lepas dari belenggu struktural yang membuat kesengsaraan. Pengembangan ekonomi berbasis komunitas dalam kaitannya dengan kelompok pengrajin, secara konseptual mengandung pengertian pemanfaatan potensi sumber daya lokal, baik itu berupa SDA, SDM, atau kelembagaan dengan mengakomodasikan berbagai aspirasi dan kebijakan setempat, pertimbangan ilmiah, sehingga menjadi kegiatan produksi yang berkelanjutan.
Pola produksi dan distribusi pemasaran pada pengrajin anyaman sebagaimana pendapat Sajogyo & Pudjiwati (1990) bahwa pola perdagangan anyaman berbeda sesuai dengan hal apakah anyaman dihasilkan dengan cara kecil-kecilan tetapi tersebar, atau oleh banyak pengrajin tetapi besar-besaran. Dan pola itu juga berbeda apakah produksi kerajinan anyaman yang dihasilkan hanya untuk konsumsi lokal atau untuk diangkut ke kota-kota besar. Dan pola ini tergantung dari mudah rusaknya kerajinan anyaman, maupun antara jumlah kerajinan anyaman yang dihasilkan dengan kapasitas absorbsi pasar lokal terhadap kerajinan anyaman. Pola perdagangan kerajinan anyaman juga akan berbeda sesuai dengan hal apakah kerajinan anyaman itu dijual eceran kepada
(45)
pemakai ataukah secara besar-besaran kepada pedagang lain. Pola perdagangan (pemasaran) tidak jauh dari pendapat Sojogyo dan Pudjiwati (1990) karena luas cakupan pemasaran atau konsumen pengrajin anyaman saat ini hanya pada masyarakat lokal. Tetapi dalam hal ini pengkaji sangat mempertimbangkan partisipasi kekuatan lokal yang ada pada masyarakat Desa Sawah Kulon.
2. 1. 5. Analisis SWOT
Konsep dasar dalam analisis SWOT sangat sederhana, Tzu Sun (1992) dalam Rangkuti (2006) mengemukakan bahwa apabila kita telah mengenal kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dan mengetahui kekuatan dan kelemahan lawan, sudah dapat dipastikan kita akan dapat memenangkan pertempuran. Definisi pertempuran dalam kajian ini adalah mengembangkan kelembagaan produksi dan pemasaran produk anyaman.
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi. Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan seperti pendapat Porter (1985) dalam Rangkuti bahwa strategi merupakan alat yang sangat penting untuk mendapatkan keunggulan bersaing. Dalam hal ini staretgi untuk menciptakan kelembagaan produksi dan pemasaran anyaman agar dapat memiliki keunggulan dari produk lain yang sejenis.
Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan secara strategis selalu berkaitan dengan tujuan. Dengan perencanaan strategis dilakukan analisis SWOT pada saat ini, sehingga analisis ini disebut sebagai analisis situasi yang membandingkan antara faktor eksternal (peluang/opportunities dan ancaman/threats) dan faktor internal (kekuatan/strenghts dan kelemahan/weakness).
2. 2. Kerangka Analisis
Pengembangan aktivitas usaha pengrajin anyaman melalui penguatan kelembagaan produksi dan pemasaran berkorelasi dengan pengembangan potensi ekonomi lokal penduduk desa. Kegiatan usaha produktif pengrajin anyaman dapat dikembangkan melalui sistem produksi dan pemasaran dengan mengembangkan kelembagaan produksi dan pemasaran. Pengrajin anyaman
(46)
merupakan salah satu komunitas yang dapat menyerap tenaga kerja lokal, menggunakan bahan baku lokal, serta dapat menjadi produk khas. Dalam perkembangannya, aktifitas usaha pengrajin anyaman ini berjalan sangat lambat dan tidak ada peningkatan usaha. Posisi tawar dalam pemasaran, informasi harga dan bahan baku masih lemah karena pengetahuan mereka tentang kerajinan anyaman yang sangat terbatas pada pengetahuan lokal saja. Akibatnya sangat kecil sekali pengaruhnya terhadap perubahan kondisi perekonomian kelompok masyarakat pengrajin anyaman ini. Hal ini menarik untuk dikaji manakala suatu komunitas dalam posisi lemah akan berpengaruh terhadap banyak hal, sehingga perlu dipahami bagaimana karakteristik dan keragaman usaha tersebut.
Program pengembangan masyarakat yang pernah ada belum dapat meningkatkan taraf kehidupan pengrajin anyaman ini. Keberlanjutan usaha kerajinan anyaman belum dapat diakses secara optimal oleh kelompok usaha ini. Program yang pernah ada masih bernuansa top-down dan kurang berbasis pada pengembangan komunitas sehingga tidak ada keberlanjutan. Kerangka pemikiran dari analisis pengembangan kelembagaan produksi dan pemasaran kerajinan anyaman dapat dilihat pada Gambar 1.
Untuk dapat mencapai kondisi pengembangan masyarakat pada usaha kelompok pengrajin anyaman diperlukan pengembangan kapasitas kelembagaan produksi dan pemasaran sehingga tercapai keberlanjutan dari usaha kerajinan anyaman. Alur kerja penguatan kelembagaan produksi dan pemasaran pada kelompok pengrajin anyaman dapat dilihat pada Gambar 2.
Dengan melihat indikator kelompok (kepemimpinan, struktur kelompok, lamanya kelompok, dan lain-lain) dan indikator produksi dan pemasaran (tenaga kerja, upah, bahan baku, permodalan, teknologi, dan lain-lain) maka dapat dianalisi kelembagaan produksi dan pemasaran yang selama ini dilakukan oleh kelompok pengrajin anyaman.
Kelembagaan produksi dan pemasaran yang selama ini dilakukan oleh kelompok pengrajin anyaman dianalisis dengan menggunakan anlisis SWOT. Analisis ditinjau dari kelemahan dan kekuatan pada kelembagaan tersebut. Hasil analisis SWOT tersebut yang dijadikan pengkaji untuk membuat stretgi penyusunan bersama program penguatan kelembagaan produksi dan pemasaran yang akan dilakukan oleh kelompok pengrajin anyaman.
(47)
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Secara sederhana alur kerja yang telah dilakukan pengkaji dalam penguatan kelembagaan ini dapat dilihat pada Gambar 2 berikut :
Program Pemberdayaan
Masyarakat
Kelembagaan Usaha Kerajinan Anyamani : 1. Produksi :
- Tenaga kerja/upah - Bahan Baku - Teknologi - Permodalan 2. Pemasaran :
- Harga - Tenaga kerja
Pengembangan Masyarakat : Keberlanjutan Dalam produksi dan pemasaran kerajinan anyaman Karakteristik
Kelompok Pengrajin Anyaman :
- Lamanya usaha - Struktur kelompok - Kepemimpinan - Decision making
Modal sosial anggota (dl kelompok/antar klp pengrajin dl 1 desa) : - Kekeluargaan - Gotong royong - Tolong menolong
- Trust(kepercayaan) - Persaingan (konflik)
(48)
Gambar 2. Alur Kerja Indikator kelompok : - Kepemimpinan - Struktur kelompok - Lamanya kelompok - Ikatan kelompok - Decision making
Indikator produksi dan pemasaran :
- Pengrajin - Bahan Baku - Permodalan - Teknologi - Mitra kerja - Jejaring
Mengidentifikasi Kelembagaan
produksi dan pemasaran
Analisa faktor Eksternal : Peluang dan Ancaman
Analisa faktor Internal : Kekuatan dan Kelemahan
Strateg penyusunan program penguatan kelembagaan produksi dan pemasaran kerajinan anyaman
(49)
III. METODE KAJIAN 3.1. Strategi Kajian
3.1.1. Batas-Batas Kajian
Kajian pengembangan aktifitas usaha kecil ini adalah dengan memberdayakan kekuatan sumber daya lokal sebagai potensi dalam proses pengembangan masayarakat (community development) berbasis komunitas. Kajian pengembangan ini merupakan penelitian kualitatif dengan strategi studi kasus pada pengrajin anyaman di Desa Sawah Kulon Kecamatan Pasawahan Kabupaten Purwakarta. Pendekatan yang dilakukana dengan subyektif-mikro, yaitu upaya memperoleh gambaran yang utuh dan menyeluruh mengenai pola perilaku, persepsi, tindakan, interaksi dan realitas komunitas dari kelompok pengrajin anyaman.
Penelitian kualitatif dalam kajian ini digunakan untuk mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang permasalahan pengrajin anyaman yang didasarkan pada pemahaman yang berkembang di antara orang-orang yang menjadi subjek kajian. Menurut Handari dan Martini (1995), data kualitatif merupakan pandangan atau pendapat, konsep-konsep, keterangan, kesan-kesan, tanggapan-tanggapan, dan lain-lain tentang suatu keadaan yang berhubungan dengan kehidupan manusia. Dengan penelitian kualiatif ini diharapkan dapat diperoleh gambaran dan kompleksitas permasalah yang dihadapi kelompok pengrajin anyaman.
Kajian ini menerapkan pengembangan masyarakat pada aras mikro yaitu komunitas pengrajin anyaman di Desa Sawah Kulon. Dengan partisispasi dan memperhatikan potensi kekuatan lokal yang ada di masyarakat Desa Sawah Kulon, keberadaan kelompok pengrajin anyaman dapat mengarah pada pengembangan masyarakat.
Kajian yang dilakukan penulis menggunakan studi kasus, merujuk pada pengertian studi kasus Stake (1994) dan Yin (1996) adalah Penerapan serangkaian metode kerja (multi metode) penelitian untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman atas satu atau lebih kejadian/gejala sosial. Kajian ini menerapkan konsep pengembangan masyarakat dengan menyesuaikan diri pada potensi, sumber daya, keswadayaan, yang ada di masyarakat.
Tipe studi kasus yang dilakukan dalam kajian ini adalah tipe studi kasus
instrumental, yaitu studi yang memperlakukan kasus kelompok pengrajin anyaman sebagai instrumen untuk memahami kondisi kehidupan di pedesaan
(1)
(2)
VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
8. 1. Kesimpulan
Potensi dan sumber daya yang dimiliki oleh masayarakat pengrajin anyaman di Desa Sawah Kulon Kecamatan Pasawahan berawal dari keterampilan turun temurun yang dikembangkan oleh kelompok pengrajin anyaman sebagai mata pencaharian. Tenaga kerja yang tersedia karena keterampilan turun temurun, bahan baku yang diperoleh dari wilayah sendiri, pemasaran melalui pasar desa, sistem upah yang masih tradisional mengandalkan nilai kekeluargaan, dan lain-lain yang menjadi faktor pendukung masih tetap berjalannya usaha anyaman ini. Faktor penghambat pun merintangi usaha kerajinan ini, seperti keterampilan dan pengetahuan yang rendah dari tenaga kerja, modal finansial yang kurang untuk mendukung berkembangnya usaha ini, terbatasnya bahan baku, pemasaran yang kuyrang menguntungkan, dan masih banyak lagi.
Berdasarkan hasil kajian yang telah dilaksanakan pada kelompok pengrajin anyaman ini, maka pengembangan usaha dapat dilakukan melalui langkah-langkah strategis dalam penguatan sistem produksi dan pemasaran. Usaha pengembangan usaha kelompok pengrajin anyaman ini dapat mengikis atau mengurangi jumlah keluarga yang berada pada kondisi pra KS padsa kelompok mpengrajin khususnya dan masyarakat Desa Sawah Kulon pada umumnya.
Bertolak dari pernyataan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan yang menjadi dasar untuk dirumuskannya rencana strategi pengembangan usaha kerajinan anyaman sebagai berikut :
1. Karakteristik pengrajin anyaman yang sangat didukung oleh modal sosial dan iklim kehidupan desa yang masih tradisionil, dapat dijadikan sebagai potensi untuk mengembangkan usaha anyaman.
2. Kelembagaan produksi dan pemasaran yang selama ini dilakukan oleh kelompok pengrajin anyaman, sangat didukung dan diperkuat oleh modal sosial. Untuk lebih memiliki nilai ekonomi, maka usaha anyaman ini selain perlu dukungan modal soaial juga memerlukan manajemen bisnis yang lebih mengarah kepada tujuan ekonomi.
(3)
3. Rencana strategi pegembangan kelembagaan produksi dan pemasaran dilakukan dengan memperkuat atau mendukung sistem yang sudah dilakukan oleh kelompok pengrajin.
4. Program pengembangan masyarakat yang pernah menyentuh kelompok pengrajin belum berhasil karena tidak ditunjang dengan kapsitas anggota kelompok dalam mengolah usaha kerajinan anyaman.
5. Masih kurangnya keterlibatan atau keberpihakan pemerintah selaku penanggung jawab terhadap penduduk dan wilayah terhadap kelompok pengrajin anyaman.
Faktor pendukung yang telah ada, tumbuh dan berkembang di kalangan anggota dan sesama kelompok pengrajin yang diperkuat oleh lingkungan masyarakat setempat dapat membantu upaya peningkatan usaha kerajinan anyaman. Modal sosial, sumber daya lokal, merupakan potensi untuk mendukung perkembangan usaha tersebut. Pada sisi lain, perkembangan yang akan diperoleh oleh kelompok pengrajin anyaman ini akan diikuti oleh aspek yang lainnya. Membuka lapangan kerja baru, meningkatkan kondisi pra KS dan KS 1, mengurangi pengangguran, dengan kata lain dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk Desa Sawah Kulon secara umum dan khususnya kelopmpok mpengrajin anyaman.
Tujuan dari diadakannya rencana penyusunan program pengembangan usaha kerajinan anyaman melalui penguatan kelembagaan produksi dan pemasaran tidak lain adalah untuk :
1. Kekuatan kelompok sebagai prasyarat utama dalam menjalankan semua rencana program. Sehingga kapasitas anggota kelompok pengrajin ditingkatkan untuk dapat membuka wawasan dan memunculkan kretifitas serta inovasi dalam berpikir.
2. Kelembagaan produksi dan pemasaran yang telah ada dapat didukung oleh rencana program sehingga pola tradisional diperkuat oleh sistem manajeman yang berorientasi ekonomis.
Oleh karenanya rencana program yang disusun akan memperkuat proses kelembagaan produksi dan pemasaran yang telah ada. Agar program dapat meningkatkan kapasitas kelembagaan yang bertujuan pada keberpihakan, maka program dibuat harus memperhatikan efisiensi, efektifitas, dan keberlanjutan.
(4)
8. 2. Rekomendasi Kebijakan
Program yang dibangun tetap mengupayakan pada membangun partisipasi, keswadayaan, dan kemandirian bagi kelompok pengrajin anyaman. Ketergantungan pada program pemerintah nantinya perlu dikurangi. Rekomendasi secara khusus adalah untuk kelompok pengrajin anyaman. Kemampuan pengrajin dalam mengembangkan usaha anyaman adalah modal utama untuk upaya pengembangan kelembagaan produksi dan pemasaran selanjutnya. Dukungan dari luar pengrajin tidak akan berarti apa-apa apabila tidak diperkuat oleh peranan pengrajin sendiri dalam mengupayakan pengembangan usaha anyaman. Maka dari hasil kajian pengembangan masyarakat yang telah dilakukan, terdapat beberapa pokok rekomendasi yang akan diusulkan.
1. Pemerintah Daerah
Seiring dengan berubahnya paradigma pembangunan nasional, dimana saat ini pembangunan lebih diarahkan pada pembangunan ekonomi kerakyatan dengan memperhatikan proses dan tujuan yang dihasilkan melalui partisispasi masyarakat dan kelompok-kelompok yang menjadi target kegiatan. Pemerintah daerah Kabupaten Purwakarta melalui perlu melakukan kebijakan-kebijakan dengan mengeluarkan Peraturan Daerah yang mendukung keberadaan kelompok usaha pengrajin anyaman. Strategi yang dapat ditempuh oleh pemerintah daerah adalah dengan :
1. Memfasilitasi usaha yang dilakukan oleh kelompok pengrajin anyaman. Membangun lingkungan yang kondusif dalam melakukan aktifitas yang dapat dilakukan dengan pendekatan kepada masyarakat. Dukungan diharapkan muncul dari masyarakat luas sebagai konsumen atau bagian dari pasar, dan dari pihak lain yang memliki kepedulian dan perhatian terhadap keberlanjutan usaha kerajinan anyaman. Dukungan sangat penting dan diperlukan untuk membantu terjadinya perubahan kebijakan terhadap :
a. Menyediakan sarana dan prasarana bagi keberlanjutan kelembagaan produksi dan pemasaran.
b. Menciptakan jalur produksi dan distribusi pemasaran yang konsisten dan berlanjut.
(5)
2. Mempengaruhi kebijakan yang memungkinkan bagi berkembangnya usaha kerajinan anyaman melalui penguatan kelembagaan produksi dan pemasaran. Kemudahan dalam mengakses sumber daya, dukungan kebijakan yang mendorong usaha kerajian anyaman memiliki ruang memadai bagi mobilitas ekonomi dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan produktif. Kebijakan yang diperlukan oleh usaha kelompok pengrajin anyaman ini adalah berupa :
a. Membantu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pengrajin
b. Bantuan permodalan dengan menciptakan iklim permodalan pengembangan usaha yang mudah dan manajemen bisnis yang berkembang.
c. Kebijakan pertanian dengan budi daya tanaman pohon pandan. d. Menciptakan ruang pasar yang stabil dan luas bagi produk anyaman. 3. Mempengaruhi kebijakan yang mendorong tumbuhnya kesadaran hak-hak
ekonomi dan berusaha bagi kelompok usaha kecil. Msyarakat khususnya kelompok pengrajin anyaman Desa Sawah Kulon, umumnya kelompok usaha ekonomi kecil dan menengah, menjadi mandiri yang dapat mengatasi permasalahan dan kebutuhannya. Adapun kebijakan secara umum yang dapat mendukung dalam pengembangan ekonomi lokal yang dapat dilakukan :
a. Memasyarakatkan gerakan bekerja melalui aktifitas ekonomi yang menghasilkan pendapatan dalam lingkungan rumah tangga.
b. Mengambangkan kawasan areal produktif sesuai dengan potensi dan keahlian yang dimiliki oleh setiap wilayah.
c. Membantu mengembangkan tumbuhnya produk-produk lokal sehingga dapat memiliki competitif dan comparative advantage.
d. Melindungi setiap kegiatan usaha ekonomi produktif dalam skala kecil dan menengah yang dilakukan oleh masyarakat yang dapat mendukung bagi perkembangan ekonomi regional.
2. Pemerintahan Desa
Aktifitas yang dapat dilakukan oleh pemerintah desa dalam mendukung usaha kerajinan anyaman agar dapat berkembang dan berhasil, diantaranya :
(6)
telah berjalan sehingga menjadi sitem produksi dan pemasaran yang kuat.
2. Dukungan masyarakat lokal terhadap jalannya usaha kerajinan anyaman sehingga dalam perkembangannya dapat mendukung perkembangan ekonomi masayarakat lokal.
3. Memfasilitasi kegiatan yang dilakukan oleh kelompok pengrajin anyaman dalam produksi dan pemasaran.
3. Lembaga Swadaya Masyarakat atau swasta
Program pengembangan masyarakat bukan hanya program pemerintah, tetapi juga memerlukan keterlibatan dan peran serta lembaga swadaya masyarakat dan swasta sebagai mitra pemerintah. Hal-hal yang dapat dilakukan oleh lembaga swadaya dan swasta ini adalah :
1. Membantu menjalin kerjasama kemitraan dengan pemerintah daerah dan ikut mendukung program pengembangan ekonomi lokal dalam upaya mengembangkan kapasitas keluarga pengusaha kecil.
2. Memperkuat gerakan pembelaan (advocaty) untuk mengangkat persoalan yang dihadapi kelompok usaha kecil agar menjadi agenda dalam mempengaruhi penyusun kebijakan.
3. Melakukan kerjasama dengan kelompok usaha kecil dalam menciptakan hasil produksi yang berkualitas dan dapat bersaing dalam pasar bebas, sehingga dapat menjadi sebuah produk unggulan.
4. Menciptakan pasar yang stabil untuk mendukung keberlanjutan kelompok usaha kecil.