1. 3. Kelembagaan Pemasaran TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Tinjauan Teoritis

16 tertera pada definisi operasional menurut Tambunan 2001. Oleh karena itu, bahasan kelembagaan produksi pada kajian ini pun selanjutnya akan lebih menekankan pada : 1. Tenaga kerja dan Upah, 2 Bahan Baku, 3 Permodalan, 4 Teknologi dan Keterampilan, dan 5 Pihak ketiga mitra Kerja. Sistem kelembagaan produksi kerajinan anyaman akan menjadi input bagi tercapainya hasil pemasaran yang dapat meningkatkan kesejahteraan para pengrajin. Sistem upah tenaga kerja dan penentuan harga produksi dapat dipengaruhi oleh pola kelembagaan produksi yang selama ini dilakukan. Penggunaan teknologi pada proses produksi sangat memungkinkan dilakukan pada kelompok pengrajin anyaman. Tetapi karena pola hidup di pedesaan yang mengutamakan kekeluargaan dan gotong royong, bukan tidak mungkin untuk menggunakan teknologi, tetapi lebih pada pentingnya penyerapan tenaga kerja di desa dan pembagian hasil upah yang merata.

2. 1. 3. Kelembagaan Pemasaran

Pemasaran merupakan kegiatan yang dapat menambah nilai ekonomi, berada antara produksi dan konsumsi, sehingga sehingga harus dapat menafsirkan tentang kebutuhan konsumen untuk dapat melakukan proses produksi selanjuntnya. Stanton dalam Nilasari dan Wiludjeng 2006 mengemukakan pengertian pemasaran sebagai sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, memproduksi, dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan pembeli. Aninditya 2004 berpandapat bahwa pemasaran merupakan suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Maka dari definisi tersebut terdapat tiga hal penting, yaitu :1 Kegiatan jasa merupakan fungsi yang dilakukan dalam pemasaran, 2 Titik Produsen, dan 3 Titik Konsumen. Tujuan dari suatu pemasaran produk adalah konsumen yang merupakan akhir dari transaksi. Kegiatan jasa yang dilakukan oleh konsumen pun seringkali tidak masuk dalam kegiatan pemasaran. Hubungan sosial dalam dunia pemasaran bersifat tersekat-sekat disparsial. Umumnya seorang petani hanya mengenal pelaku setingkat di bawah dan di atasnya. Pedagang hasil pertanian tidak akan mengenal pedagang dalam seluruh jaringan atau saluran dari mulai pengumpul di desa sampai 17 dengan pengecer. Seorang pedagang hasil pertanian di pasar induk tidak pernah bertemu dengan konsumen langsung karena adanya pedagang keliling yang langsung bertemu dengan pembeli konsumen. Demikian pula dengan pemasaran kerajinan anyamana, pedagang anyaman bisa langsung bertemu dengan produsen dan konsumen, atau hanya bagian dari saluran atau jaringan dari produsen tingkat paling pertama sampai konsumen tingkat akhir. Pemasaran merupakan kelembagaan yang komplek membentuk hirarki dan keterkaitan dalam transaksi yang melibatkan berbagai macam komoditi. Penampilan sebuah pemasaran dapat diwujudkan dengan integrasi pemasaran. Hasil dari tindakan pedagang-pedagang dan pengoperasian lingkungan yang ditentukan oleh infrastruktur yang tersedia untuk perdagangan dan kebijakan yang mempengaruhi transmisi dari satu pasar ke pasar yang lain. Interaksi suply dan demand didalamnya terdapat pola hubungan dan aturan antara konsumen dan produsen pada masyarakat pedesaan. Pola hubungan dan interaksi tersebut dapat menjadi ciri khas dari sebuah desa daerah, seperti misalnya di Kabupaten Tasikmalaya yang terkenal dengan sistem perkriditan secara harian oleh pedagang keliling yang berhubungan langsung dengan konsumen. Kelembagaan pemasaran pada kajian ini menitik beratkan pada definisi operasional menurut Tambunan 2001 yaitu sebagai pola hubungan yang mengatur perilaku kelompok usaha kecil dari mulai aturan main sanksi, persaingan, pola hubungan dan dasar penentuan harga, serta hubungan dengan pihak ketiga, untuk mengembangkan usaha mereka. Definisi operasional ini didasarkan pada hasil pangamatan di lapangan selama melakukan kajian. Pengamatan yang dilakukan pada tahapan definisi kelembagaan pemasaran menekankan pada kegiatan yang memiliki hubungan denga pemasaran yang ditemukan di lapangan, seperti tertera pada definisi operasional di atas. Bahasan kelembagaan pemasaran pada kajian ini pun selanjutnya akan lebih menekankan pada : 1. Aturan Main dan Sanksi, 2 Persaingan, 3 Pola Hubungan dan dasar Penentuan Harga, dan 4 Bandar Pemasaran. 2. 1. 4. Pemberdayaan Ekonomi Lokal dan Pengembangan Masyarakat Pemberdayaan merupakan suatu proses membuat berdaya perseorangan, kelompok atau komunitas dari asalnya tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya untuk mencapai kondisi kehidupan yang lebih baik. 18 Pemberdayaan dilakukan dengan peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunkan daya yang dimilki. Menurut Shardow 1998 seperti dikutip Adi 2003, melihat pemberdayaan pada intinya bagaimana individu, kelompok dan komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Pemberdayaan digambarkan sebagai suatu gagasan yang dikenal di bidang kesejahteraan sosial dengan istilah self determination. Yaitu kemampuan untuk menetukan diri sendiri yang harus dilakukan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi sehingga memilki kesadaran dan kekuasaan penuh dalam menentukan masa depan. Konsep pemberdayaan ini lebih dimaknai sebagai penguatan kapasitas komunitas lokal. Artinya, pemberdayaan lebih dipahami sebagai encouraging self-expression and self determination, menguatkan diri sendiri sehingga dapat menentukan dirinya sendiri. Pemberdayaan ekonomi lokal berupaya meningkatkan pendapatan kelompok masyarakat dengan mengembangkan usaha ekonomi yang telahsedang ditekuni masyarakat. Upaya pengembangan ekonomi lokal tersebut dilakukan dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan sustainable development. Menurut Syaukat dan Sutara 2005, fokus pengembangan ekonomi lokal pada : 1 Peningkatan daya saing competitiveness, 2 Penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat job creation, 3 Pengembangan aspek pemerataan equity, 4 Mencakup berbagai disiplin : perencanaan dan manajemen, ekonomi dan pemasaran. Maka proses produksi dan pemasaran anyaman yang terjadi pada sebagian masyarakat Desa Sawah Kulon dapat difokuskan pada pengembangan ekonomi lokal, karena : 2. Penciptaan produksi baik pertanian maupun non pertanian dalam jangka waktu tertentu ingin menciptakan competitiveness. 3. Penciptaan competitiveness akan membuka lapangan kerja bagi penduduk sekitar. 4. Terjadi pemertaan dalam hal memperluas lapangan kerja dan persaingan untuk menghasilkan produk unggulan. 5. Pada akhirnya untuk mencapai hasil yang diinginkan diperlukan perencanaan dan manajemen, ekonomi dan pemasaran. Pengembangan masyarkat pada kelompok usaha kecil khususnya pengrajin anyaman dengan melihat potensi yang dimiliki merupakan : 1. Kegiatan yang melibatkan anggota keluarga, 19 2. Dilakukan dalam unit kecil rumah tangga, kelompok. 3. Sebagai mata pencaharian sebagian kelompok menjadi mata pencaharian utama, sebagian lagi menjadi mata pencaharian sampingan. Pengembangan masyarakat melalui proses interaksi kelembagaan produksi dan pemasaran anyaman dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah kemiskinan di Desa Sawah Kulon. Pemenuhan kebutuhan dasar hidup penduduk pada kelompok ekonomi kecil dapat terpenuhi melalui kelembagaan produksi dan pemasaran anyaman. Tidak hanya itu, komunitas pengrajin anyaman dan masyarakat produsen pertanian dan non pertnian dapat meningkatkan kemampuan dalam usaha mereka. Usaha ekonomi lokal dan perdagangan untuk usaha ekonomi kecil di desa sangat rentan terhadap pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Tidak adanya pemisahan antara urusan rumah tangga dan manajemen yang baik dalam usaha ekonomi. Hal ini terjadi pada kelompok usaha ekonomi lokal pengrajin anyaman. Tambunan 2002 mengemukakan permasalahan pada kelompok penguaha kecil : 1 Kesulitan pemasaran, 2 Keterbatasan aspek finansial modal awal dan modal kerja, 3 Keterbatasan SDM, 4 Masalah bahan baku, 5 Keterbatasan penggunaan teknologi. Kondisi tersebut dialami oleh kelompok pengrajin anyaman dan kelompok usaha ekonomi kecil lainnya, sehingga usaha yang mereka kelola sulit untuk dapat berkembang. Pemasaran hasil produksi bisa dilakukan jika jangkauannya tidak terlalu luas. Untuk tingkat desa, pemasaran produksi dapat dilakukan melalui pasar desa. Maka terjadilah hubungan antara peningkatan potensi produksi lokal pertanian dan non pertanian melalui jaringan pasar desa. Penggunaan SDM, akses terhadap bahan baku, dan teknologi, dapat memperluas peluang membuka lapangan kerja baru bagi penduduk sekitar pengrajin anyaman. Pengembangan masyarakat dapat dilakukan melalui entry point perluasan peluang membuka lapangan kerja baru. Dalam pengembangan masyarakat, konteks melihat masyarakat adalah sebagai kelompok besar dalam komunitas pedesaan. Untuk kepentingan kajian, maka kelompok kecil pengrajin anyaman menjadi subjek yang mudah untuk dikembangkan. Dalam pengembangan masayarakat, paritisipasi masyarakat yang didasarkan pada inisiatif dan swadaya masayarakat merupakan aspek yang sangat penting. Pengembangan masyarakat community development diperlukan untuk menggerakan partisipasi anggota masyarakat serta untuk 20 kelangsungan kegiatan suatu proyek pembangunan. Untuk itu diperlukan usaha pengembangan masyarakat yang mengikutsertakan seluruh masyarakat sehingga tumbuh kemandirian dalam mengatasi dan memecahkan permasalahan yang mereka hadapi. Strategi pengembangan masyarakat merupakan pergeseran pola pembangunan yang tadinya bersifat top-down menjadi bottom-up atau hasil dari inisiatif masyarakat akar rumput grassroot. Usaha produksi dan pemasaran anyaman yang dilakukan jika mengalami perkembangan, maka absorbsi tenaga kerja tidak hanya dari lingkungan keluarga saja. Penciptaan lapangan kerja baru bagi masyarakat dapat menjadi peluang jika sumber kekuatan ekonomi lokal dikembangkan. Spesialisasi dan profesionalisme memberikan peluang bagi penduduk lainnya untuk dapat berpartisipasi pada pengembangan usaha ekonomi lokal tersebut. Pengembangan masyarakat desa tidak semata-mata terbatas pada peningkatan sektor pertanian, juga tidak hanya mencakup peningkatan kesejahteraan sosial melalui perputaran uang dan jasa untuk mencukupi kebutuhan dasar. Lebih dari itu pengembangan masyarakat pedesaan merupakan upaya dengan spektrum kegiatan yang menyentuh berbagai sendi pemenuhan kebutuhan. Sehingga seluruh anggota masyarakat desa dituntut untuk dapat mandiri, percaya diri, tidak tergantung dan dapat lepas dari belenggu struktural yang membuat kesengsaraan. Pengembangan ekonomi berbasis komunitas dalam kaitannya dengan kelompok pengrajin, secara konseptual mengandung pengertian pemanfaatan potensi sumber daya lokal, baik itu berupa SDA, SDM, atau kelembagaan dengan mengakomodasikan berbagai aspirasi dan kebijakan setempat, pertimbangan ilmiah, sehingga menjadi kegiatan produksi yang berkelanjutan. Pola produksi dan distribusi pemasaran pada pengrajin anyaman sebagaimana pendapat Sajogyo Pudjiwati 1990 bahwa pola perdagangan anyaman berbeda sesuai dengan hal apakah anyaman dihasilkan dengan cara kecil-kecilan tetapi tersebar, atau oleh banyak pengrajin tetapi besar-besaran. Dan pola itu juga berbeda apakah produksi kerajinan anyaman yang dihasilkan hanya untuk konsumsi lokal atau untuk diangkut ke kota-kota besar. Dan pola ini tergantung dari mudah rusaknya kerajinan anyaman, maupun antara jumlah kerajinan anyaman yang dihasilkan dengan kapasitas absorbsi pasar lokal terhadap kerajinan anyaman. Pola perdagangan kerajinan anyaman juga akan berbeda sesuai dengan hal apakah kerajinan anyaman itu dijual eceran kepada 21 pemakai ataukah secara besar-besaran kepada pedagang lain. Pola perdagangan pemasaran tidak jauh dari pendapat Sojogyo dan Pudjiwati 1990 karena luas cakupan pemasaran atau konsumen pengrajin anyaman saat ini hanya pada masyarakat lokal. Tetapi dalam hal ini pengkaji sangat mempertimbangkan partisipasi kekuatan lokal yang ada pada masyarakat Desa Sawah Kulon.

2. 1. 5. Analisis SWOT