87
beragam produk jenis tikar, dompet, topi, yang dibuat dari bahan yang berbeda tetapi lebih diminati konsumen. Persaingan pemasaran dalam memikat
konsumen sangat berhungan sekali dengan jenis, model, kualitas, dari anyaman yang diproduksi oleh kelompok pengrajin anyaman di Desa Sawah Kulon.
Pemasaran yang selama ini dilakukan dengan cara 1 Dijual sendiri oleh pengrajin, 2 Melalui bandar, dan 3 Dititipkan pada toko. Semua cara yang
dilakukan tersebut merasakan persaingan yang sama, yaitu kalah bersaing dengan produk yang sama tapi dari bahan baku yang berbeda dan keragaman
model dan jenis dari produksi anyaman yang jauh tertinggal dari produk luar. Pak Amin 45 tahun, pendidikan SD yang menjual sendiri anyaman menuturkan
keluhannya. Ah Neng, tos seueur samak nu diical bahanna tina kaen, sararae
teh jabi corak jeung modelna lalucu, matak resep anu nempo. Matak pami samak bapak diical awis teh moal kalersaeun dan samak
karpet langkung dipikaresep ku nu meser. Ya Bapak ngical samak nu penting aya nu meser dari pada uih teu ngabantun artos.
Ah De, sudah banyak tikar yang dijual dari bahan kain, bagus dan corak serta modelnya lucu, jadi membuat senang yang melihat. Jadi
kalauo tikar Bapak dijual mahal tidak akan mau karena tikar dari kain lebih diminati oleh pembeli. Ya Bapak ngejual tikar yang
penting ada yang beli saja daripada pulang tak bawa uang Demikian juga pendapat bandar Oji sebagai penampung kerajinan
anyaman di beberapa dusun di Sawah Kulon yang memeiliki toko kerajinan dari tanah liat di daerah Plered Kecamatan Sukatani. Selama ini bandar Oji selain
menjual tikar, dompet, topi, dan sandal dari anyaman pandan produksi Sawah Kulon, juga menjual produk yang sama dari bahan baku yang berbeda. Tetapi
pada kenyataan pembeli dari luar kota lebih tertarik pada produk yang terbuat dari bahan lain, katanya lebih mengikuti mode.
3. Pola Hubungan dan dasar penentuan harga
Pola penetuan harga yang selama ini dilakukan adalah dengan : 1 keputusan pemimpin kelompok apabila modal bersalal dari udunan, 2 ditentukan
oleh pemilik modal tunggal, dan 3 ditentukan oleh pemimpin kelompok ketika harus mengembalikan modal kepada bandar. Pada pola hubungan dengan
bandar, pengrajin tidak memiliki kemampuan untuk menentukan harga jual ketika hasil anyaman sudah ada di tangan bandar.
Penetuan harga dalam pemasaran pun diserahkan pada pemimpin kelompok. Dalam pemasaran melalui bandar selama ini bandar membeli semua
produksi anyaman kadang dibayar langsung atau ditunda beberapa hari. Hasil
88
pembayaran diberikan pada pimpinan kelompok, kemudian dibagikan seperti yang pernah dilakukan selama ini. Apabila bandar menjual harga yang sangat
tinggi pada pemsaran kepada konsumen dan pengrajin tahu bahwa keuntungan yang diperoleh bandar berlipat, maka pengrajin tidak dapat melakukan complain
karena pembayaran telah dilakukan dimuka. Disinilah posisi pengrajin anyaman yang lemah dimana bargaining posisi pengrajin yang tidak seimbang dengan
bandar. Tetapi keuntungan bagi pengrajin adalah mereka tidak pernah meneriman kembali produksi anyaman yang tidak laku dipasaran.
4. Bandar Pemasaran
Bandar pemasaran merupakan mata rantai distribusi yang memasarkan kerajinan anyaman dari produsen ke konsumen. Pemasaran yang pernah
dilakukan oleh bandar pemasaran dengan menyalurkan produksi kerajinan ke toko, menjual langsung oleh pekerja di bawah bandar, dan menjual sendiri di
pasar. Pemasaran yang dilakukan oleh bandar hanya di daerah Kabupaten Purwakarta. Kelompok pengrajin di Dusun Pasawahan selalu menjual
produksinya pada bandar karena hubungan kerja yang sudah terjalin. Bandar tidak berasal dari kecamatan yang sama. Produsenkelompok pengrajin menjual
kepada bandar dengan harga jual yang telah ditentukan atau ditaksir dari sekian jumlah kerajinan yang dibayar tunai. Harga jual di pasar kemudian menjadi
wewenang bandar. Bandar Oji menuturkan bahwa kerajinan anyaman ini asal proses produksinya bagus, akan tahan lama. Artinya kerajinan bisa disimpan
dalam jangka waktu lama untuk kemudian dijual pada waktu yang berbeda. Bandar Oji menampung semua jenis produksi anyaman yang dihasilkan oleh
kelompok pengrajin di Dusun Pasawahan. Selama ini hubungan baik terjadi antara kelompok pengrajin dengan bandar Oji.
Ketika pengkaji melakukan observasi dan wawancara kepada Bandar Oji yang tinggal di luar kecamatan Pasawahan, didapat sesuatu hal yang mungkin
tidak diketahui oleh kelompok pengrajin anyaman. Sisa kerajian anyaman apapun jenisnya, apabila tidak terjual dalam beberapa bulan di toko milik Bandar
Oji, maka Bandar Oji akan melakukan modifikasi sendiri. Dengan bantuan rekan- rekannya, bandar oji akan mengubah produksi kerajinan anyaman menjadi lebih
menarik dan dijual ke luar daerah Purwakarta. Alasan bandar Oji tidak memberi tahu hal ini kepada pengrajin di Sawah Kulon karena Dia sudah melunasi semua
barang yang Dia beli dari pengrajin. Karena bandar Oji mempunyai pengalaman
89
yang luas, hasil kerajinan anyaman itupun selalu Dia pakaikan label merk ”Berkah” ketika akan di jual di tempat lain.
Kegiatan pemasaran lainnya yang selama ini dilakukan oleh kelompok pengrajin anyaman secara tradisional. Mereka melakukan pemasaran dengan
memasarkan sendiri hasil produksi secara dor to dor, menitipkan di pasar kepada pedagang yang telah mereka kenal, atau melalui bandar. Pemasaran melalui
bandar pernah dilakukan oleh 5 kelompok pengrajin 2 kelompok Dusun Pasir Angin dan 3 kelompok Dusun Pasawahan namun tidak berkelanjutan karena
bandar melakukan kecurangan harga, sehingga kelompok pengrajin merasa dirugikan. Penuturan Pak Aja anggota kelompok di Dusun Pasir Angin terhadap
bandar : Kapok abdi mah Neng ngical ka bandar teh, margi benten
pangaosna ageung teuing. Ku abdi diical sarebu perak, ari ku manehna tiasa dugi ka lima rebu perak. Sawios barang diborong
oge ah kanggo bapak mah asa ditipu. Mending keneh ngical nyalira di pasar.
Kapok menjual kepada bandar, karena perbedaan harga terlalu besar. Saya menjual seribu rupiah, bandar bisa menjual lima ribu
rupiah. Walaupun bandar mau memborong anyaman tetap kapok menjual pada bandar serasa ditipu. Lebih baik menjual sendiri di
pasar Berdasarkan hasil wawancara, pengamatan, dan hasil FGD, mereka lebih
melakukan kegiatan pemasaran secara sendiri-sendiri tiap kelompok karena faktor : 1 Penentuan harga jual, 2 Jenis kerajinan yang diproduksi berbeda, 3
Waktu produksi berbeda, 4 Komunikasi yang tidak pernah dilakukan antar kelompok kerjasama dalam hal produksi dan pemasaran.
Jika dijual sendiri secara berkeliling atau dengan membuka lapak di pasar kabupaten, harga jual bisa ditentukan sendiri oleh penjual tanpa sepengetahuan
anggota kelompok pengrajin lannya. Tetapi harga dasar yang ditetapkan adalah harga kesepakatan bersama. Maka keuntungan menjadi milik si penjual. Pada
hari minggu di pasar kaget alun-alun atau pada waktu ada pameran, maka harga jual bisa tinggi
6 .4. Analisis Kelembagaan Produksi dan Pemasaran 6.4.1. Identifikasi Kelembagaan Produksi dan Pemasaran Anyaman
Berdasarkan identifkasi karakteristik kelompok, kelembagaan produksi dan pemasaran yang selama ini dilakukan oleh kelompok pengrajin anyaman
dapat dilihat dari : 1 Cara memperoleh modal, 2 Keterlibatan dalam proses
90
poduksi dan pemasaran, 3 Penentuan harga jual, 4 Pembagian upah kerja, 5 Penentuan cara pemasaran, dan 6 Penggunaan bahan baku. Maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat 3 tipe kelembagaan produksi dan pemasaran, yaitu :
A. Kelembagaan produksi dan pemasaran dilakukan oleh seluruh anggota dengan bantuan bandar.
Kelembagaan ini dilakukan oleh 1 kelompok di Dusun Pasawahan karena adanya trust antara kelompok pengrajin dan bandar. Modal diperolah dengan
pinjaman dari bandar secara penuh. Artinya dari mulai pencarian bahan baku, upah, produksi, sampai pemasaran, menggunakan dana pinjaman dari bandar.
Pengrajin membayar pinjaman dengan sejumlah hasil kerajinan yang disesuaikan besarnya pinjaman.
Keuntungan bagi pangrajin : 1 Apabila hasil kerajinan tidak terjual, maka resiko kerugian menjadi tanggung jawab bandar, 2 Pengrajin tidak adak
dipusingkan dengan hasil produksi anyaman yang tidak terjual karena semua menjadi tanggung jawab bandar, 3 Bandar tidak akan mengembalikan anyaman
kepada pengrajin, dan 4 Apabila pinjaman sudah terlunasi tetapi masih ada sisa kerajinan, maka pengrajin anyaman akan menjual sendiri anyaman tersebut.
Posisi tawar menawar antara bandar dan pengrajin dapat dikatakan seimbang, karena bandar memiliki kewenangan untuk menjual anyaman kapanpun dan
harga berapapun tanpa sepengetahuan pengrajin. Bagi pengrajin tidak akan dipusingkan dengan anyaman yang tidak laku dijual, dan dari sisa anyaman ,
pengrajin dapat menjual kemana saja dengan harga ditentukan sendiri. Kelemahannya adalah fungsi kontrol dari pengrajin terhadap proses pemasaran
selanjutnya terhadap hasil kerajinan sangat lemah. Kenyataannya kewenangan bandar menjadi sangat luas atas hasil kerajinan yang telah dimiliki oleh bandar,
tetapi pengrajin pun diuntungkan dengan pelunasan pinjaman yang sangat longgar.
Posisi ketua atau pemimpin kelompok sangat dominan pada kelembagaan ini karena keputusan dalam setiap tahapan proses produksi dan
pemasaran terlihat sangat mengandalkan pemimpin kelompok. Pada kelembagaan ini pekerja pengrajin diupah sesuai dengan banyak dan jenis
karajinan yang dihasilkan dan keterlibatan dalam pemeliharaan tanaman bahan baku. Apabila ada hasil produksi yang melebihi besarnya pinjaman kepada
bandar, maka akan dipasarkan oleh kelompok pengrajin sendiri sehingga ada keuntungan finansial yang melebihi upah biasa.
91
Produksi
Pemasaran
Gambar 4. Kelembagaan Produksi dan Pemasaran dengan BantuanBbandar Modal
Barang Pemasaran
B. Kelembagaan produksi dengan modal dari seorang anggota kelompok dan pemasaran dilakukan oleh anggota lainnya.
Kelembagaan ini dilakukan oleh 3 kelompok pengrajin yaitu kelompok di Dusun Pasir Angin, Warung Kadu, dan Pasawahan. Kelembagaan ini dilakukan
karena kondiasi sosial ekonomi pemimpin kelompok yang berbeda dengan anggota kelompok lainnya. Pemimpin kelompok berdasarkan status ekonomi.
Jalinan kerjasama yang terjadi dalam kelompok pengrajin ini didasarkan pada trust, gotong royong, kebersamaan, dan tanggung jawab, yang sudah mengakar
pada setiap anggota kelompok. Modal yang diperoleh dari seorang anggota kelompok untuk mendanai
dari mulai penggunaan lahan, bahan baku, produksi, upah sampai pemasaran. Pada kenyataan di lapangan, apabila modal tidak mencukupi tetapi hasil produksi
telah ada, maka hasil pemasaran produksi diharapkan dapat menutupi kekurangan biaya dalam kelembaan ini. Apabila terdapat kelebihan sisa produksi
Bandar
Kelompok Pengrajin : LahanÆ Bahan baku
Tenaga kerja Æ pengrajin
Toko
Konsumen
92
yang tidak terjual tetapi seluruh biaya produksi sudah dapat tertutupi, maka pemasaran hasil produksi kerajina tersebut menjadi miliki pemilik modal.
Keuntungan dari kelembagaan ini : 1 Kerugian hanya ditanggung oleh pemilik modal, 2 penentuan harga oleh satu orang, dan 3 manajemen atau
pengelolaan usaha dilakukan oleh satu orang. Kelemahannya adalah : 1 Produksi menjadi tergantung hanya kepada seorang pemilik modal, dan 2
Produksi dan pemasaran mengandalkan wewenang satu pihak pemilik modal, sehingga posisi pengrajin lainnya menjadi lemah.
Posisi pemilik modal nampak sangat kuat karena produksi dan pemasaran hanya akan berjalan jika ada pinjaman modal darinya. Tetapi menjadi
tidak ada artinya jika pemilik modal tidak mendapat dukungan dari pengrajin lainnya yang memiliki lahan dan tenaga untuk disumbangkan sehingga proses
produksi dan pemasaran dapat berjalan. Produksi
Pemasaran
Gambar 5. Kelembagaan Produksi dan Pemasaran dengan Pemilik Modal Tunggal Modal
Barang Pemasaran
Pengrajin Pemilik modal
anggt klp
Kelompok Pengrajin : LahanÆ Bahan baku
Tenaga kerja Æ pengrajin
Tokokios Koperasi
Pasar Desa
Konsumen
93
C. Kelembagaan produksi dengan modal secara patungan dari beberapa anggota kelompok, sedangkan pemasaran dilakukan oleh anggota
kelompok lainnya.
Kelembagaan ini dilakukan oleh 8 kelompok pengrajin anyaman atau sebagian besar melakukan kelembagaan dengan cara demikian. Cara ini
dilakukan dengan dukungan modal sosial yang terdapat pada kelompok pengrajin anyaman. Urunan atau patungan modal diperoleh dari 5- 8 anggota
kelompok dan biasanya diperoleh dari pemilik tanah yang dijadikan lahan untuk menanam bahan baku. Pembagian kerja pada kelembagaan ini dilakukan secara
bersama-sama hanya berbeda dalam hal upah. Hasil produksi yang dapat dipasarkan digunakan terlebih dahulu untuk menutupi pinjaman modal.
Pembagian upah kerja disesuaikan dengan banyak dan jenis kerajinan yang dibua, penggunaan lahan untuk menanam bahan baku, keterlibatan pada
proses pemeliharaan tanaman bahan baku, dan pada pemasaran anyaman. Keuntungan atas hasil pemasaran juga sangat memperhatikan kepentingan
pemilik lahan. Pemasaran dilakukan dengan menitipkan di kios pasar desa, toko, atau dijual dengan berkeliling. Penentuan harga dilakukan atas kesepakatan
enggota pemiliki modal dengan keputusan pada pimpinan kelompok. Kepemimpinan pada kelembagaan ini didasarkan pada tingkat pendidikan,
pekerjaan, dari anggota kelompok yang melebihi anggota kelompok lainnya. Keuntungan dari kelembagaan ini adalah : 1 Mudahnya memperoleh
modal dalam kelompok, 2 Pengrajin termotivasi untuk memproduksi anyaman karena untuk mengembalikan modal, 3 Adanya pembagian tugas dan tanggung
jawab, 4 Ada keuntungan lebih bagi penjual anyaman apabila mampu menjual dengan harga di atas harga jual yang ditentukan sebelumnya, dan 5 anggota
kelompok lain sebaga pengrajin tidak dilibatkan dalam kerugian. Kelemahannya : 1 tidak selamanya anggota kelompok penbgrajin memiliki dana untuk modal
usaha, 2 Pemasaran anyaman dapat mendatangkan kerugian apabila anyaman yang dititipkan tidak terjual, dan 3 Kerugian ditangung para pemilik modal.
Posisi kelompok pemilik modal nampak sangat kuat karena produksi dan pemasaran hanya akan berjalan jika ada pinjaman modal mereka. Dukungan dari
pengrajin lainnya yang memiliki lahan dan tenaga untuk disumbangkan sehingga proses produksi dan pemasaran dapat berjalan menjadi sangat penting, karena
keterlibatan pengrajin lainpun sangat berpengaruh terhadap hasil produksi yang
94
akan dicapai. Hal ini berkaitan dengan luas lahan, pengrajin yang akan terlibat dalam produksi dan jangkauan pemasaran.
Produksi
Pemasaran
Gambar 6. Kelembagaan Produksi dan Pemasaran dengan Pemilik Modal Kelompok
Modal Barang
Pemasaran Pengrajin
6.4.2. Penguatan Kelembagaan Produksi dan Pemasaran
Dari ketiga kelembagaan tersebut maka rancangan program yang akan dibuat harus mempertimbangkan pada penguatan kegiatan yang telah dilakukan
oleh pengrajin untuk lebih mendorong produktifitas. Penguatan kegiatan dengan menitikberatkan pada :1 Keahlian dan keterampilan pengrajin, 2 Permodalan, 3
Pemasaran agar produk dapat dipasarkan secara luas, 4 Kemitraan dengan bandar, koperasi, dan pasar desa, dan 5 Pendampingan yang dapat mengatasi
kesulitan pengrajin apabila pengrajin mendapat kesulitan dalam produksi dan pemasaran.
Klp Pemilik modal anggt klp
Kelompok Pengrajin : LahanÆ Bahan baku
Tenaga kerja Æ pengrajin
Tokokios Koperasi
Pasar desa
Konsumen
95
Kelembagaan yang terbentuk pada proses produksi dan pemasaran berpola pada komunitas. Pendapat Syahyuti 2003, komunitas pengrajin
anyaman dengan melihat aspek yang menjadi karakteristik komunitas pengrajin anyaman berikut ini :
1. Orientasi utama pengrajin anyaman adalah pemenuhan kebutuhan komunitas pengrajin. Dapat diartikan melakukan pekerjaan sebagai pengrajin
sebagai mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup. 2. Sifat sistem kerja sosial sangat demokratis dan berdasar kesetaraan, juga
didukung oleh adanya modal sosial yang telah melekat pada pengrajin. Hal poko dalam modal sosial tersebut adalah kepercayaan trust, norma, dan
jaringan sosial Social network. Terdapat sisi kelemahan dan kekuatan yang menghambat dan
mendukung proses perkembangan usaha yang dilakukan kelompok pengrajin anyaman. Demikian juga terdapat kesempatan dan peluang yang dapat
mendukung bagi kemajuan usaha kelompok pengrajin anyaman ini. Selama ini kelembagaan produksi dan pemasaran yang dijalankan oleh kelompok pengrajin
anyaman di Desa Sawah Kulon didasarkan pada insting dan tergantung pada peruntungan nasib. Aspek daya dukung produksi dengan tanpa memperhatikan
minat konsumen dan permintaan pasar. Kelembagaan produksi dan pemasaran pada kelompok pengrajin
anyaman di Desa Sawah Kulon terbentuk melalui aspek kelembagaan. Terjadinya kelembagaan produksi dan pemasaran tersebut bersifat pokok seolah
tumbuh dengan sendirinya cresscive institution. Kelembagaan produksi dan pemasaran terbentuk secala alamiah, bermula dari pematangan suatu norma
dalam kelompok pengrajin anyaman. Norma atas perilaku dalam melakukan kegiatan produksi dan pemasaran terbentuk secara bertahap dalam kelompok
pengrajin anyaman. Mulai dari cara berperilaku belaka usage, meningkat menjadi kebiasaan folkways dalam produksi dan pemasaran, menjadi tata
kelakuan mores, dan menjadi menetap ketika menjadi custom. Itulah proses pelembagaan institutionalizatioin pada kelompok pengajin anyaman di Desa
Sawah Kulon, dimana proses yang dialami norma baru untuk menjadi bagian dari kelembagaan produksi dan pemasaran.
Syahyuti 2003 merumuskan aspek yang perlu diperhatikan untuk mengembangkan kelembagaan, yaitu :
96
1. Iklim makro yang sadar kelembagaan. 2. Objeknya adalah kelembagaan, bukan individu
3. Membangun kelembagaan baru mengganti atau menambah 4. Menggunakan dan memperkuat modal sosial
5. Memperbaiki kelembagaan yang rusak Pada kelembagaan produksi dan pemasaran usaha kelompok pengrajin
anyaman, kelima aspek tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan kelembagaan produksi dan pemasaran yang sudah ada, yaitu dengan :
1. Iklim makro yang sadar kelembagaan. Pendekatan yang dilakukan dalam mengembangakan usaha kelompok
pengrajin anyaman adalah dengan people driven. Artinya, peranan pengrajin adalah faktor penting, kelompok pengrajin bukanlah jumlah individu-individu yang
saling bebas, tetapi mereka terikat dalam kelembagaan-kelembagaan yang merupakan wadah aktifitas mereka. Oleh karena itu untuk merubah individu
pengrajin anyaman adalah melalui kelembagaan produksi dan pemasaran dalam usaha kerajinan anyaman sebagai tempat mereka beraktifitas.
2. Objeknya adalah kelembagaan, bukan individu Kelembagaan produksi dan pemasaran adalah wadah aktifitas para
kelompok pengrajin anyaman. Kelembagaan produksi dan pemasaran secara fungsional menghidupkan sistem sosial pada kehidupan pengrajin anyaman.
Oleh karena itu pendekatan melalui kelembagaan produksi dan pemasaran sangat rasional, efisien, dan ekonomis dalam mengembangkan usaha kelompok
pengrajin anyaman ini. 3. Membangun kelembagaan baru mengganti atau menambah
Pengaruh perubahan sosial cenderung menimbulkan proses penggantian karena pada masyarakat yang sudah hidup sekian lama, sudah mengembangkan
dan menjaga struktur sosial dan kompleks nilai yang stabil. Pada kehidupan kelompok pengrajin anyaman sudah ada organisasi, individu, peran, nilai, norma,
hukum, yang dijalankan secara harmonis. Masuknya program bantuan dari luar komunitas pengrajin anyaman ke
dalam sistem kehidupan mereka, akan menimbulkan kelembagaan. Tetapi komunitas pun akan tetap menjaga kelembagaan yang sudah ada yang sedang
mereka jalani. Soelaiman dalam Syahyuti 2003, dalam melakukan pengembangan masyarakat pengrajin anyaman melalui pengembangan
kelembagaan produksi dan pemasaran ini harus memperhatikan 1 tidak
97
merubah struktur, posisi, dan peran para tokoh, 2 pendekatan dengan partisipatif, 3 melibatkan ketokohan institusi bersangkutan, dan 4 Penyusunan
model berlandaskan pertimbangan ilmiah dan praktis sesuai situasi, kondisi, dan penyaluran para petugas di lapangan.
4. Menggunakan dan memperkuat modal sosial Pada kelompok pengrajin anyaman modal sosial berisikan kepercayaan
trust, norma, dan jaringan sosial social network. Modal sosial yang telah ada, tumbuh dan berkembang pada kehidupan kelompok pengrajin anyaman menjadi
prasyarat berjalannya proses produksi dan pemasaran usaha anyaman ini. 5. Memperbaiki kelembagaan
Kelembagaan baru yang akan diintroduksikan pada kelompok pengrajin anyaman, mungkin hanya merupakan pengulangan saja. Kelembagaan produksi
dan pemasaran yang telah ada dan mengalami kerusakan, akan mendapat kesan yang berbeda bagi kelompok pengrajin jika dibandingkan dengan
membuat sebuah kelembagaan yang baru. Memperbaiki kelembagaan produksi dan pemasaran yang telah ada merupakan cara yang ditempuh untuk
mengembangkan kelembagaan pada usaha kelompok pengrajin anyaman ini. Kelembagaan produksi dan pemasaran yang dijalankan oleh 12 kelompok
pengrajin anyaman mengandung kapasitas kelembagaan yang terdiri dari unsur peningkatan sumber daya manusia, restrukturisasi hubungan pemerintah,
swasta, dan masyarakat, serta kebijakan atau kemauan politik political will dari pemimpin. Kapasitas kelembagaan terdapat 7 komponen Unicef, 199 dalam
Syahyuti 2003, pengembangan kapasitas di tingkat komunitas yang dapat dikembangkan untuk dapat mendorong berbagai aktifitas ekonomi anggotanya
melalui pembentukan kelompok-kelompok usaha ekonomi produktif, yaitu : 1. Community leader kepemimpinan komunitas
Usaha kerajinan anyaman telah dilakukan secara berkelompok, hanya pembentukan kelompok tersebut tidak terstruktur secara hirarki. Kepemimpinan
pada 8 kelompok pengrajin lebih bersifat ketokohan, penghormatan kepada yang lebih tua. Berbeda dengan 4 kelompok lainnya yang dibentuk secara hirarki atas
dasar kesepakatan. Kepemimpinan dalam kelompok pengrajin anyaman ini sudah ada hanya tinggal menguatkan dalam proses produksi dan pemasaran
agar usaha dapat berkembang. Usaha mendapat dukungan anggota keluarga, dimana anggota keluarga akan terlibat dalam proses produksi sebagai bantuan
apabila ada permintaan pesanan dalam jumlah banyak.
98
2. Community technology teknologi komunitas Keterampilan membuatn kerajinan anyaman dari daun pandan ini
diperoleh secara turun temurun atau dipelajari secara alamiah. Pelatihan atau penyuluhan dari pemerintah untuk meningkatkan yang pernah ada hanya pada
peningkatan kualitas tanaman pohon pandan dari dinas pertanian. Sedangkan untuk peningkatan kualitas produksi anyaman belum pernah ada. Hal ini
dikarenakan produksi anyaman daun pandan ini hanya dilakukan oleh minoritas penduduk kabupaten Purwakarta dan belum dapat dijadikan produk unggulan.
Dengan demikian diperlukan peningkatan kapasitas kemampuan pengrajin dalam melakukan produksi anyaman melalui pelatihan dan pengenalan teknologi.
3. Community fund dana komunitas Keterbatasan pemilikan dana untuk permodalan adalah persoalan yang
dialami dalam setiap produksi. Modal yang dimiliki digunakan untuk mencari bahan baku, upah tenaga kerja anggota kelompok, dan biaya pemasaran.
Mekanisme penghimpunan dana yang dilakukan melalui iuran dari setiap anggota kelompok pengrajin tidak dapat menutyupi semua kebutuhan dari proses
produksi sampai pemasaran. 4. Community material material komunitas
Peralatan yang digunakan untuk membuat anyaman jenis apapun sangat sederhana. Selain bahan baku daun pandan, pengrajin melakukan
penganyaman dengan tangan. Alat bantu lain adalah gunting, pisau, anai-anai untu menghaluskan, lem, pewarna kain, dan catok untuk menguatkan ujung
anyaman. Dalam pemasaran yang dilakaukan sendiri oleh pengrajin biasanya meraka menggunakan sepeda atau berjalan kaki dengan anyaman di simbap di
bakul. 5. Community knowledge pengetahuan komunitas
Pengrajin anyaman memiliki sedikit sekali pengetahuan tentang bagaimana pemasaran, memahami konsumen, bahan baku, pembukuan, sistem
pengupahan tenaga kerja, menjangkau sistem sumber yang ada di luar komunitas, dan lain-lain yang berkaitan dengan produksi dan pemasaran.
Pengetahuan pengrajin yang rendah dalam mengembangkan usaha ini dimotifasi oleh pendapat asal ada pekerjaan, asal barang laku, usaha dilakukan dalam
kelompok yang terikat kekerabatan. Pengetahuan pengrajin belum sampai pada bagaimana mengembangkan usaha kerajinan anyaman ini secara profesional.
99
6. Community decision making pengambilan keputusan komunitas Pengambilan keputusan dalam komunitas pengrajin dilakukan dengan
cara diserahkan kepada orang yang dianggap sebagai pemimpin kelompok, dan dimusyawarahkan dengan semua anggota kelompok. Pengaruh ketua kelompok
pada setiap kelompok pengrajin anyaman ini sangat kuat. Walaupun musyawarah dilakukan, tetapi keputusan akhir tetap menjadi dominan pendapat
ketua kelompok. Pada tataran pemerintahan karena pola top-down yang masih melekat,
keputusan berada pada kepala dusun, kepala desa, atau kecamatan. Dapat dilihat bahwa keputusan yang tidak berpihak kepada kepentingan kelompok
pengrajin akan terjadi. Pihak pemerintah akan mementingkan kepada berjalannya program dan tercapai tujuan program.
7. Community organizations organisasi komunitas Adanya 12 kelompok pengrajin anyaman di Desa Sawah Kulon tidak
semuanya terbentuk dalam wadah organisasi. Hanya 4 kelompok Pasawahan, Sukahaji dan Cihuni yang memiliki struktur keorganisasian kelompok pengrajin
anyaman. Namun selama ini usaha yang dilakukan pengrajin secara berkelompok.
6.4.3. Analisis SWOT
Analisis terhadap kelembagaan produksi dan pemasaran yang selama ini dilakukan oleh kelompok pengrajin anyaman, pengkaji melakukan dengan analisi
SWOT Strenght, Weakness. Opportunities, Threats. Terdapat 2 faktor dalam yang mempengaruhi kelembagaan produksi dan pemasaran, faktor internal terdiri
dari kekuatan strengths dan kelemahan weakness, faktor eksternal terdiri dari peluang opportunities dan ancaman threats. Berikut ini disajikan tabel matriks
analisis SWOT hasil FGD terhadap kelembagaan pemasaran yang selama ini dilakukan oleh kelompok pengrajin anyaman di Desa Sawah Kulon.
100
Tabel 17. Matriks analisis SWOT terhadap kelembagaan produksi dan pemasaran yang selama ini dilakukan oleh pengrajin anyaman di
Desa Sawah Kulon. Kondisi Internal
Strengths Kekuatan Weakness kelemahan
1. Kebersamaan karena
kekerabatan dalam kelompok. 2. Pembagian upah yang belum
pernah menimbulkan masalah. 3. Ketaatan dan kepatuhan pada
ketua kelompok. 4. Pengetahuan
pembuatan anyaman secara turun temurun.
5. Tersedia tenaga kerja 80 pengrajin usia produktifusia
kerja.
6.
Lahan pertanian yang cocok untuk tanaman bahan baku
anyaman. 1. Keterampilan yang tidak
berkembang dan pendidikan yang rendah.
2. Ketidakprofesionalan dalam
mengelola usaha kerajinan dari mulai produksi sampai pemasaran.
3. Keterbatan modal dan mengakses bahan baku lain.
4. Kesulitan pemasaran.
5. Pemasaran yang tidak tetap. 6. Daya dukung lahan yang berkurang
Kondisi Eksternal Opportunities Kesempatan
Threats Ancaman 1. Dukungan dari tokoh
masyarakat, pemerintah desa, dan instansi pemerintah daerah.
2. Adanya program pemerintah yang pernah menyentuh
kelompok pengajin anyaman 3. Pasar desa, koperasi, dan
bandar sebagai alternatif pemasaran yang juga sebagai
salah satu kekuatan ekonomi lokal.
4.
Kerjasama dengan pengrajin anyaman lain dalam
mengembangkan usaha. 1. Persaingan dalam pemasaran
dengan produk yang sama hasil produksi dari daerah lain.
2. Akses terhadap informasi untuk pengembangan usaha yang
terbatas. 3. Selera konsumen terhadap produksi
anyaman yang berubah-ubah.
Hasil analisis matriks SWOT kemudian dikelompokan dalam diagram analisis matriks SWOT untuk melihat faktor-faktor mana saja yang dapat
dijadikan sebagai pendukung untuk keberlanjutan usaha pengrajin anyaman. Diagram berikut menunjukkan faktor yang mendukung yang disimpulkan dari
tabel matriks analisis SWOT.
101
Gambar 7. Diagram Analisis SWOT Terhadap Kelembagaan Produksi dan Pemasaran yang Selama ini Dilakukan Pengrajin Anyaman Desa
Sawah Kulon Berbagai Peluang
1. Keterampilan yang
diperoleh turun temurun 2. Program
pemerintah yang
pernah ada sebagai awal dari dukungan pemerintah
3. Pasar desa, bandar, koperasi sebagai alternatif
untuk mengatsi Kesulitan pemasaran
4. Kerjasama dengan
kelompok lain dalam satu desa untuk mengatasi
kekurangan modal dan bahan baku
1. Modal sosial yang ada pada masyarakat Desa Sawah
Kulon dan pada kelompok pengrajin anyaman
2. Pengetahuan menganyam
yang turun temurun 3. Daya dukung alam dan
tenaga kerja 4. Program pemerintah yang
pernah ada
Kelemahan Kekuatan
Internal Internal
1. Persaingan dalam pemasaran dan kesulitan
memahami selera konsumen yang tidak
ditunjang oleh profesionalisme dalam
manajemen usaha anyaman
2. Daya dukung alam yang terbatas berpengaruh
terhadap penyediaan bahan baku
3. Kelemahan dalam mengakses informasi
permodalan yang menyulitkan perolehan
modal
4. Daya dukung tenaga kerja yang memiliki keterampilan
terbatas 1. Modal sosial sebagai
kekuatan untuk mengatasi kesulitan persaingan dalam
pemasaran 2. Daya dukung tenaga kerja
dikembangkan untuk dapat mengolah daya dukung
alam dan keprofesionalan dalam pengembangan
usaha anyaman
Berbagai Ancaman
102
VII. STRATEGI PENGUATAN KELEMBAGAAN PRODUKSI DAN PEMASARAN
7. 1. Identifikasi Potensi dan Permasalahan
Rancangan sebuah program untuk mengembangkan usaha kerajinan anyaman di Desa Sawah Kulon memfokuskan pada empat hal yang perlu
mendapat perhatian. Pertama, pengembangan usaha dapat mengatasi kemiskinan yang dialami anggota kelompok. Kedua, strategi pemberdayaan yang
dilakukan disesuaikan dengan kemampuan para pengrajin anyaman. Ketiga, keberlanjutan dari program yang akan dilaksanakan. Keempat, dapat
memberikan manfaat secara : ekonomi meningkatkan pendapata kelompok pengrajin anyaman, sosial adanya keberlanjutan usaha dan pengembangan
jeringan serta mitra kerja, dan lingkungan pelestarian lingkungan, karena bahan baku yang mengandalkan kekayaan alam. Program partisipatif yang disusun
harus berbasis pada potensi yang dimiliki oleh pengrajin. Oleh karena itu diperlukan identifikasi kebutuhan dari para pengrajin anyaman.
Usaha kerajinan anyaman yang diproduksi oleh 142 KK penduduk di Desa Sawah Kulon memang bukan merupakan produk uggulan bagi Kabupaten
Purwakarta. Berbeda dengan usaha kerajian keramik dari tanah liat yang dilakukan oleh penduduk desa Sukatani kawasan Plered yang bisa menjadi
produk unggulan bagi Kabupaten Purwakarta. Belajar dari keberhasilan industri keramik, maka pengrajin anyaman dapat maju dan berkembang dengan berbagai
dukungan dari berbagai pihak. Selain faktor alam yang mendukung bagi tersedianya bahan baku, faktor manusia skill dan permodalan memegang
peranan penting bagi perkembangan usaha ini. Berdasarkan tabel karakteristik anggota kelompok, usaha kerajinan
anyaman yang dilakukan oleh semua anggota kelompok 52 persen adalah usaha sampingan sebagai mata pencaharian tambahan. Dari 52 persen tersebut
adalah kepala keluarga yang bekerja sebagai buruh pekerja kasar seperti : Buruh bangunan, buruh tani, pedagang warungan, dan pekerja serabutan apa
saja yang bisa dikerjakan asal mendapat upah. Wanita sebagai pekerja dalam pembuatan kerajinan anyaman ini mencapai 69 KK. Angka tersebut
menunjukkan terdapat pekerjaan sampingan, dan mata pencaharian utama dimana. Terdapat 5 KK adalah wanita sebagai pencari nafkah utama janda.
Aktifitas usaha kerajinan anyaman memiliki permasalahan yang dapat dipecahkan melalui potensi yang dimilki oleh kelompok pengrajin maupun