43
C. Proses Sosialisasi dalam Komunitas
Umumnya masyarakat pedesaan dimana tingkat kekerabatan sangat tinggi. Bisa terjadi dalam satu dusunRW didiami oleh satu keluarga besar yang masih
memiliki hubungan keluarga. Tetapi sebagai masyarakat transisi, proses sosialisasi di dalam masyarakat umumnya dilakukan oleh keluarga inti yaitu ayah
dan ibu, atau kerabat dari pihak istri maupun suami. Pola pengasuhan dalam keluarga dilakukan oleh kedua orang tua. Dari 142 KK pada kelompok pengrajin
melakukan pola pengasuhan yang dilakukan oleh keluarga. Apabila terjadi kedua orang tua bekerja, pengasuhan dilakukan oleh kerabat.
Keterampilan mengayam pada kelompok pengrajin anyaman diperoleh secara turun temurun dari para orang tua mereka. Keterampilan juga diturunkan
kepada kerabat dekat mereka. Sosialisasi diturunkan awalnya pada keluarga dekat atau lingkungan keluarga saja. Karena dalam satu wilayah biasanya terikat
sebagai kerabat dekat, maka sosialisasi dimulai pada keluarga yang akhirnya menjadi pada kelompok tertentu yang terikat oleh pertalian darah.
4.6. Sumber Daya Lokal
Hubungan kelompok pengrajin anyamana dengan ekosistem dapat dilihat dari bagaimana kelompok tersebut memanfaatkan sumber daya lokal yang ada di
lingkungannya. Sumber daya lokal secara ekonomi yang dapat diakses oleh kelompok pengrajin di Desa Sawah Kulon adalah :
A.Lahan
Tanah di Desa Sawah Kulon 80 hektar atau 57,9 persen adalah tanah pertanian. Dari tanah seluas itu tanah yang dugunakan untuk pesawahan seluas
42 hektar atau 52 persen adalah pesawahan. 12 hektar 15 persen adalah lahan yang digunakan untuk penaman pohon pandan. Bila ditinjau dari sejarah
Kecamatan Pasawahan dahulu tempat ini merupakan areal pesawahan yang luas. Karena pengaruh pertumbuhan penduduk dan faktor lainnya, luas tanah
pesawahan berkurang digunakan untuk pemukiman, sarana umum, dan lain-lain. Daun pandan yang digunakan sebagai bahan baku oleh kelompok
pengrajin berasal dari lahan pertanian Desa Sawah Kulon. Lahan seluas 15 persen dari 80 hektar tanah pertanian, dijadikan sebagai sumber mata
pencaharian bagi kelompok pengrajin anyaman. Kontribusi lahan pertanian juga dirasakan oleh penduduk yang mengandalkan lahan pertanian sebagai mata
pencaharian.
44
B. Tenaga Kerja
Usaha kerajinan anyaman yang dilakukan oleh semua anggota kelompok 72 persen adalah usaha sampingan sebagai mata pencaharian tambahan. Dari
72 persen tersebut, 58 persen adalah buruh pekerja kasar seperti : Buruh bangunan, buruh tani, pedagang warungan, dan pekerja serabutan apa saja
yang bisa dikerjakan asal mendapat upah. Sebagian penduduk Desa Sawah Kulon yang melakukan proses produksi dan pemasaran dalam kerajinan
anyaman dapat disebut sebagai pengrajin, dalam sistem pengupahan pembagian keuntungan yang mereka lakukan masih sangan tradisional.
Pada kelompok pengrajin anyaman jumlah penduduk usia kerja sebesar 388 jiwa atau 81,3 persen dari total jumlah penduduk, sedangkan jumlah
angkatan kerja sebesar 206 jiwa atau 45,6 persen dari jumlah penduduk merupakan angkatan kerja. Jika dibandingkan dengan jumlah usia kerja sebesar
388 jiwa, maka ada angka pengangguran pada kelompok pengrajin anyaman sebesar 162 jiwa atau terdapat 42,6 persen pengangguran dari jumlah penduduk
usia angkatan kerja. Angka tersebut merujuk pada kategori pengangguran tidak kentara yaitu mereka yang bekerja tidak tetap seperti buruh bangunan, pekerja
borongan, ibu rumah tangga. Tenaga kerja yang terlibat pada proses produksi dan pemasaran dilakukan oleh pengrajin dari Desa Sawah Kulon.
C. Modal
Modal terkait dengan modal fisik dan non fisik modal sosial. Modal sosial yang ada pada masyarakat kelompok pengrajin, seperti : gotong royong,
kepercayaan, saling tolong menolong yang membentuk sebuah perkumpulan, kelembagaan sosial, dan kelompok masyarakat lainnya. Modal fisik berupa aset
produksi ada di masyarakat, kaitannya dengan usaha kelompok pengrajian modal fisik bisa berupa uang, lanah produksi pertanian, bahan baku, alat
pemasaran kendaraan, dan lain-lain. Modal sosial yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat kelompok
pengrajin menjadi faktor pendukung tetap berjalannya usaha anyaman yang dilakukan. Modal sosial yang ditunjang oleh modal fisik, dapat mengarahkan
usaha ini menjadi lebih berkembang. Dengan tersedianya sumber daya lokal pada masyarakat, maka bagaimana penduduk setempat mempergunakan dan
mengambil manfaat dari sumber daya lokal dapat dilihat dari :
45
a. Penguasaan sumber daya lokal Tanah pertanian seluas 80 hektar diantaranya 47,5 hektar adalah milik
penduduk Sawah Kulon sedangkan 32,5 hektar dimiliki penduduk luar Sawah Kulon tetapi pemeliharaannya oleh penduduk Sawah Kulon. Berarti ada
kontribusi untuk penduduk setempat walaupun persentasenya tidak besar. Tanah di Desa Sawah Kulon 80 hektar atau 57,9 persen adalah tanah pertanian. Dari
tanah seluas itu tanah yang dugunakan untuk pesawahan seluas 42 hektar atau 52 persen adalah pesawahan. 12 hektar 15 persen adalah lahan yang
digunakan untuk penaman pohon pandan. Daun pandan yang digunakan sebagai bahan baku oleh kelompok pengrajin berasal dari lahan pertanian Desa
Sawah Kulon. Lahan seluas 15 persen dari 80 hektar tanah pertanian, dijadikan sebagai sumber mata pencaharian bagi kelompok pengrajin anyaman
Tenaga kerja yang bekerja sebagai buruhpegawai swasta sebagian besar memiliki terpat kerja di luar desa, artinya mereka membawa hasil ke Desa Sawah
Kulon. Begitu juga dengan PNS dan ABRI, tetapi sebagian penduduk angkatan kerja ada yang bekerja dan menetap di luar desa dengan pertimbangan
penghasilan yang diperoleh tidak akan mencukupi jika harus dibawa ke desanya. Pada kelompok pengrajin anyaman produksi dilakukan di desa mereka tetapi
dalam pemasaran bisa dilakukan di luar desa mereka. Abaila usaha kerajinan anyaman ini dapat dikembangkan, maka tidak
langsung dapat menyerap tenaga kerja. Terbuka lapangan kerja baru dari adanya usaha kerajinan anyaman, seperti pembuat kerajinan, pencari bahan
baku, penanam bahan baku, petugas administrasi dan pembukuan keuangan, penjaga keamanan, membuka peluang untuk transportasi, dan lain-lain. Hal ini
menunjukkan usaha kerajinan anyaman merupakan sumber daya lokal dalam bentuk modal aset.
b. Tekanan penduduk terhadap sumber daya Jumlah penduduk 4025 jiwa ditampung dalam luas wilayah 138 hektar,
maka tingkat kepadatan penduduknya sebesar 34-36 per km. Produksi pertanian Desa sawah kulon menurut data di Kecamatan dan wawancara dengan petugas
pertanian kecamatan, menduduki peringkat 4 sebagai penghasil produsen bahan pertanian di Kecamatan. Dari luas lahan sawah 57 hektar dapat manghasilkan
beras dalam setiap panen mencapai 98 ton, sedangkan panen yang menghasilkan beras yang bagus setahun rata-rata hanya 2 kali. Produksi
pertanian yang dominan dihasilkan Desa Sawah Kulon adalah buah manggis dan
46
pala. Luas lahan pohon manggis 23 hektar, pohon pala 5 hektar dengan rata hasil keduanya 111 ton dan 72 ton per tahun. Tanah pertanian tersebut sebagian
milik penduduk Desa sawah Kulon dan sebagain milik penduduk luar desa. Demikian juga lahan pertanian seluas 12 hertar yang digunakan untuk
menanam bahan baku merupakan daya dukung alam terhadap kelompok pengrajin. 142 kk dan 468 jiwa yang menggantungkan mata pencaharian pada
lahan seluas 12 hektar. Melihat daya dukung alam, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk, maka perlu perbaikan kualitas dan kuantitas pertanian untuk
meningkatkan produksi hasil pertanian semua jenis termasuk bahan baku anyaman agar bisa mendukung jumlah penduduk.
Daya dukung produksi kerajinan anyaman terhadap jumlah penduduk tidak memadai. Hal ini disebabkan tingkat produksi yang dihasilkan belum dapat
memenuhi kebutuhan penduduk kebutuhan primer, skunder dan tersier. Oleh karena itu kemampuan produksi kerajinan anyaman untuk dapat memenuhi
kebutuhan penduduk perlu ditingkatkan, mengingat tingkat perekonomian kelompok pengrajin yang bertingkat. Salah satu upaya dengan mengembangkan
potensi produksi dan pemasaran dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas faktor- faktor yang mendudkung berjalannya proses produksi dan pemasaran
dengan baik.
4. 7. Masalah Kesejahteraan Sosial dalam kelompok pengrajin anyaman