3
kelompok masyarakat tertentu di Desa Sawah Kulon sebagai usaha turun temurun dari tahun 1970-an. Kemudian mereka mengembangkan jenis anyaman
tidak hanya memproduksi tikar, tetapi mereka bisa memproduksi jenis lainnya, seperti topi, dompet, tas tangan, sandal, sajadah, dan pernak-pernik lainnya
untuk ”souvenir”. Di Desa Sawah Kulon kelompok usaha pengrajin anyaman terdapat 12
kelompok yang tersebar di 5 dusun. Masing-masing kelompok beranggotakan 7- 15 orang laki-laki dan perempuan sebagai pengrajin, tetapi dominan perempuan.
Bagi perempuan pekerjaan menganyam dilakukan oleh ibu rumah tangga di sela pekerjaan rumah tangga dengan curahan waktu lebih banyak. Sedangkan bagi
laki-laki pekerjaan tersebut dilakukan malam hari setelah pulang berburuh tani sebagai nafkah tambahan. Kondisi tersebut sangat erat kaitannya dengan
strategi pola nafkah ganda dalam rumah tangga, dimana rumah tangga memiliki mata pencaharian alternatif. Namun pada kenyataannya mata pencaharian dari
pengrajin belum memiliki pengaruh yang significant terhadap kondisi perekonomian mara pengrajin.
Kelompok pengrajin anyaman ini terbentuk secara alamiah karena hubungan kekerabatan pertalian saudara. Usaha yang dirintis oleh salah satu
anggota keluarga kemudian mengajak kerabat lain untuk membantu dan akhirnya menjadi sebuah kelompok. Terdapat 12 kelompok pengrajin tikar.
Kelompok tumbuh cukup banyak, mengingat potensi sumber daya alam berupa lahan di Desa Sawah Kulon yang cocok untuk ditanami pohon pandan. Alasan
lain tumbuhnya kelompok penganyam karena informasi yang diperoleh setiap pertemuan mingguan pada tingkat desa minggon desa bahwa usaha anyaman
dapat membawa keuntungan jika dikelola secara sungguh-sungguh.
1. 2. Masalah Kajian
Kondisi usaha anyaman saat ini jika dilihat dari omzet sangat tidak stabil sehingga jenis produksi yang dihasilkan juga tidak stabil. Permasalahan omzet
yang tidak stabil dipengaruhi oleh permintaan, keterampilan, dan bahan baku yang terbatas. Dengan kata lain kuantitas permintaan, kualitas keterampilan
tenaga kerja, dan kontinuitas bahan baku, sangat berpengaruh terhadap produksi kerajinan anyaman ini. Produk anyaman yang hampir selalu diproduksi
adalah tikar dan topi karena pangsa pasarnya telah ada. Untuk produksi anyaman jenis lainnya dibuat jika ada pesanan untuk pameran, souvenir, tahlilan
4
khusus untuk sajadah. Keterbatasan produksi ini juga dikarenakan keterampilan tersebut belum dimiliki oleh semua anggota kelompok. Kendala bahan baku juga
menjadi hambatan dalam memproduksi anyaman karena mengandalkan pohon pandan menghasilkan daun yang bagus. Jangkauan produk anyaman Desa
Sawah Kulon terbatas di Kabupaten Purwakarta. Pemasaran yang dilakukan oleh kelompok pengrajin dilakukan secara sederhana dengan cara dipasarkan sendiri
dengan berkeliling, atau dititipkan pemilik kios di pasar. Kondisi tersebut merupakan kendala sehingga belum dapat mengangkat kondisi ekonomi para
pengrajin dimana nilai ekonomi yang dihasilkan dari pekerjaan sebagai pengrajin belum dapat meningkatkan kesejahteraan pengrajin.
Kondisi masyarakat kelompok pengrajin anyaman di Desa Sawah Kulon masih berada pada kondisi miskin Pra KS dan KS I yang semuanya ada 142
KK. Di dalam masyarakat pedesaan sendiri dapat ditemukan dua macam keadaan menurut Sunyoto 2004, yaitu : Pada masyarakat pedesaan dapat
ditemukan dua macam keadaan, yaitu : 1 Terdapat kemiskinan sekaligus kesenjangan, dan 2 Tidak terdapat kemiskinan tetapi kesenjangan masih ada.
Namun pada kenyataan kehidupan di Desa Sawah Kulon khsususnya kelompok pengrajin anyaman, keadaan tersebut masih ditambah dengan : masih
adanya kemiskinan tetapi karena adanya kekuatan sosial gotong royong, saling tolong menolong kesenjangan dapat dieliminer sekecil mungkin. Kondisi
kemiskinan pada pengrajin anyaman ini salah satunya disebabkan oleh potensi yang dimiliki pengrajin belum digali. Peran pemerintah dan LSM sebagai
fasilitator belum menjangkau kelompok ini secara maksimal. Pengrajin anyaman dapat dipandang sebagai kelompok usaha ekonomi
porduktif yang potensial untuk dikembangkan. Daya dukung yang terdapat di Desa Sawah Kulon sendiri dapat menjadi pendorong untuk berkembangnya
usaha anyaman ini. Lahan pertanian seluas 82 hektar yang terdapat di Desa Sawah Kulon, 12 hektar diantaranya digunakan untuk menanam bahan baku
pohon pandan untuk menghidupi 142 KK dari 1001 KK. Tetapi pada kenyataan di lapangan, 99 KK pengrajin anyaman termasuk dalam kategori penyandang
masalah kesejahteraan sosial yaitu keluarga miskin, wanita rawan sosial ekonomi, dan keluarga berumah tak layak huni. Hal ini menunjukkan bahwa
pekerjaan sebagai pengrajin anyaman ternyata sangat kecil kontribusinya terhadap peningkatan kesejahteraan pengrajin dalam hal pemenuhan kebutuhan
standar hidup .
5
Melihat kenyataan kondisi pengrajin anyaman di lapangan, penulis tertarik untuk mengkaji strategi pengembangan masyarakat dengan fokus pada
pengrajin anyaman dengan memberdayakan potensi sumber daya lokal. Pertanyaannya adalah bagaimana kelembagaan produksi dan pemasaran ini
dapat menguatkan tingkat perekonomian pengrajin anyaman. Kegiatan-kegiatan apa yang dilakukan serta strategi dan teknik apa yang diterapkan di dalam
proses community development. Berdasarkan Potensi Desa Sawah Kulon 2004 terdapat 12 kelompok
pengrajin anyaman yang tersebar di 5 Dusun yang dilakukan oleh 142 KK yang termasuk dalam Pra KS dan KS 1. Dalam kenyataannya usaha anyaman adalah
usaha yang menghasilkan pendapatan yang mendukung kelangsungan kehidupan keluarga selain sebagai buruh tani bagi laki-laki sebagai KK dan
pekerjaan utama bagi perempuan selain ibu rumah tangga. Dengan demikian dalam rangka pengembangan masyarakat, kajian ini akan difokuskan untuk
menggali lebih jauh informasi tentang : 1. Bagaimana
karakteristik kelompok pengrajin anyaman dan jenis produksi
yang dihasilkan di Desa Sawah Kulon. 2. Bagaimana kelembagaan produksi kerajinan anyaman dari mulai tenaga
kerja, bahan baku, teknik keterampilan, dan permodalan, yang selama ini telah dilakukan.
3. Bagaimana distribusi pemasaran hasil produksi anyaman dari mulai pengrajin di rumah tangga, kelompok, hingga ke konsumen.
4. Bagaimana merumuskan rencana produksi dan distribusi pemasaran anyaman yang dilakukan bersama-sama dengan pengrajin.
1.3. Tujuan Kajian
Secara umum kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk : 1. Mengidentifikasi karakteristik kelompok pengrajin anyaman dan jenis
produksi yang dihasilkan di Desa Sawah Kulon. 2. Mengidentifikasi kelembagaan produksi kerajinan anyaman mulai dari
tenaga kerja, bahan baku, teknik keterampilan, dan permodalan. 3. Mengidentifikasi distribusi pemasaran hasil produksi anyaman mulai dari
tingkat pengrajin dalam rumah tangga, kelompok, hingga ke konsumen. 4. Merumuskan strategi produksi dan distribusi pemasaran kerajinan anyaman.
6
1.4. Kegunaan Kajian
Hasil dari kajian ini diharapkan dapat menjadi : 1. Memberikan gambaran baik bagi penulis maupun pemerintah daerah dalam
memberdayakan kelompok pengrajin anyaman sebagai bagian dari proses pengembangan masyarakat desa.
2. Menjadi masukan bagi penentu kebijakan pembangunan lokal agar lebih memperhatikan potensi lokal sebagai kekuatan lokal yang dapat memberikan
kontribusi langsung terhadap pengambangan masyarakat lokal. 3. Memberikan pemikiran bagi terwujudnya pengembangan ekonomi
masyarakat lokal yang berkelanjutan.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Tinjauan Teoritis