Semiotik Sosial: Halliday, dkk

2.2.2.2 Semiotik Sosial: Halliday, dkk

Menurut Halliday 1978 bahasa adalah suatu sistem semiotik sosial. Sistem semiotik bahasa mencakupi unsur bahasa dan hubungan bahasa dengan unsur konteks yang berada di luar bahasa sebagai konteks linguistik dan konteks sosial. Konteks sosial merupakan unsur yang mendampingi bahasa dan merupakan wadah terbentuknya bahasa. Bahasa dan konteks sosial, tempat bahasa atau teks terbentuk, juga merupakan semiotik. Konsep umum yang esensial dalam teori sosiosemiotik bahasa menurut Halliday 1978: 108 adalah teks, situasi, register, kode mengikuti pandangan Berstein, sistem linguistik termasuk sistem semantik, dan struktur sosial, kemudian konsep tersebut dikembangkan oleh pengikut Halliday Martin, 1984 dan Kress, 1993 dengan menambahkan konsep konteks budaya dan ideologi. Pandangan Halliday 1978, bahwa konsep ‘teks’ adalah instansiasi interaksi linguistik yang di dalamnya terdapat interaksi manusia apa saja yang diujarkan, atau ditulis, dalam konteks operasional dibedakan dari konteks situasi seperti yang terdapat dalam kamus. Teks adalah unit semantik, sebagai unit dasar proses semantik. Artinya teks dapat merepresentasikan pilihan, seperangkat pilihan-pilihan yang mengkonstitusi apa yang dapat dimaknai. ‘Situasi’ adalah lingkungan yang di dalamnya ada teks berperan. Istilah situasi berasal dari konteks situasi yang diperkenalkan Malinowski 1923, 1935 dan dibuat lebih jelas lagi penerapannya dalam praktik bahasa oleh Firth pada tahun 1957. Konteks situasi merepresentasikan jenis situasi situation type yang oleh Bernstein 1971, 1973 dinamakan konteks sosial. Struktur semiotik sebuah jenis situasi mempunyai 3 dimensi, yakni aktivitas sosial yang sedang berlangsung on going social activity hubungan peran Universitas Sumatera Utara yang terlibat the role relationships involved dan sarana simbolik atau retorik yang merujuk pada medan field, sarana mode, dan pelibat tenor. ‘Kode’ mengawasi gaya semantik suatu budaya, namun bukan sebagai varitas bahasa, dialek, atau register. Kode sebagai jenis semiotik sosial atau berada di atas sistem linguistik, diaktualisasikan dalam bahasa melalui register karena kode menentukan orientasi semantik penutur dalam konteks sosial tertentu; apa yang dimaksudkan sebagai varian adalah karakteristik-karakteristik sebuah register berasal dari bentuk kode tersebut. Kode mentransmisi atau mengawasi transmisi pada dasar subkultur atau kultur. Dalam ‘sistem linguistik’ ada sistem semantik yang menjadi perhatian utama adalah sistem semantik, leksikogramatika, dan fonologi. Kerangka konsep ini dinamakan sistem fungsional yang terdiri atas metafungsi, ideasional, interpersonal, dan tekstual. Komponen fungsional adalah sarana makna yang hadir dalam bahasa sehari-hari manusiadalam setiap konteks sosial. Sebuah teks adalah sebuah produk dan tiga komponen tersebut yang terjalin direalisasi sebagai integrasi struktur . Terdapat tiga 3 hal penting sistem komunikasi bahasa menurut Halliday 1985, yaitu metafungsi ideasional, interpersonal, dan tekstual. Metafungsi ideasional merepresentasikan aspek pengalaman manusia di dalam dan di luar khususnya sebagai sistem tanda. Dengan kata lain harus mampu merepresentasikan objek dan hubungannya dengan dunia di luar bahasa sebagai sistem representasi. Metafungsi interpersonal menawarkan hubungan antara pencipta tanda dengan penerima tanda. Metafungsi tekstual menjelaskan pembentukan teks, kerumitan tanda-tanda yang dihubungkan baik secara internal maupun eksternal. Universitas Sumatera Utara Tabel di bawah ini menjelaskan hubungan struktur semiotik situasi dengan komponen fungsi semantik Halliday, 1979:143 Semiotic structures associated with functional component of situation of semantics field type of social action “ experiential tenor role relationships “ interpersonal mode symbolic organization “ textual ‘Konteks budaya’ dalam masyarakat jelas terlihat dalam setiap interaksi sosial berbahasa. Konteks budaya menjadi ragam yang merujuk kepada proses sosial karena anggota dalam suatu budaya melalui tahapan-tahapan perlu mencapai tujuan agar teks yang disampaikan dapat dipahami. Menurut Martin 1984, genre adalah budaya di dalam suatu kegiatan berbahasa yang bertahap, bertujuan yang digunakan oleh sekelompok masyarakat. Konsep genre dalam istilah Sistemik Fungsional adalah tujuan yang harus dicapai dalam suatu kegiatan dengan melalui tahapan-tahapan. Setiap genre mempunyai struktur generik atau skematika yang merujuk kepada masing-masing konfigurasi. ‘Konsep ideologi’ adalah pahaman atau kepercayaan yang diyakini oleh satu masyarakat. Biasanya ideologi diawasi oleh suatu kekuasaan kelompok yang mendominasi. Menurut Kress 1993 ideologi terjadi karena adanya kekuasaan terhadap sejarah, politik, sistem masyarakat, nilai, sastra dan budaya yang membentuk pandangan masyarakat dalam meyakini suatu konsep. Ilmu semiotik meliputi studi seluruh tanda-tanda tersebut baik tanda visual, tanda yang dapat berupa imaji dalam lukisan dan foto dalam seni dan fotografi, tanda pada kata-kata, bunyi-bunyi, imaji bahasa tubuh, ekspresi wajah, warna, dan semua unsur- unsur komunikasi. Imaji adalah gambaran yang terbentuk dari sebuah objek visual. Universitas Sumatera Utara Gramatika didalam bahasa menjelaskan kata, klausa, frasa, kalimat, dan teks. Sedangkan gramatika visual memperlihatkan orang, tempat, dan benda-benda dikombinasikan dengan kompleksitas dan perluasan penjelasan visual dari sebuah objek. Fokus gramatika visual adalah pada deskripsi estetika imaji dan cara komposisi imaji yang digunakan untuk menarik perhatian penyaksi atau pembaca Kress dan van Leeuwen, 1996:1. Grammar goes beyond formal rules of correctness. It is a means of representing patterns of experience…. It enables human beings to build a mental picture of reality, to make sense of their experience of what goes on around them and inside them Halliday, 1985: 101 Analoginya adalah struktur visual merealisasikan makna-makna sebagaimana struktur linguistik melakukannya, dengan demikian menyebabkan berbeda interpretasi dari pengalaman dan berbeda bentuk interaksi sosial. Makna dapat direalisasikan dalam bahasa, sedangkan komunikasi visual diekspresikan kedua-duanya baik dalam verbal maupun dalam visual. Walaupun keduanya berbeda, misalnya bahasa melalui pilihan antara kelas kata dan semantik, namun di dalam komunikasi visual ekspresi dilakukan melalui sistem pilih, pada beberapa hal seperti: penggunaan warna dan struktur komposisi yang menonjol. Bahasa visual belum dipahami secara universal karena bahasa visual itu spesifik secara budaya, misalnya komunikasi visual dalam dunia barat berbeda dengan dalam dunia timur. Pendekatan semiotik sosial menurut Kress dan van Leeuwen 1996:11 menekankan pada dua hal penting. Yang pertama, komunikasi memerlukan partisipan untuk membuat pesan-pesan secara maksimal untuk dipahami pada konteks tertentu, kemudian memilih bentuk ekspresi yang diyakini secara maksimal, transparan kepada partisipan lainnya. Sebaliknya komunikasi terjadi pada struktur sosial yang ditandai oleh perbedaan-perbedaan pada kekuasaan, dan hal ini mengakibatkan setiap partisipan Universitas Sumatera Utara memahami secara maksimal. Partisipan yang mempunyai kekuasaan dapat memaksakan partisipan lain mengikuti interpretasi yang kuat dengan pemahaman yang maksimal, sehingga partisipan tersebut mampu melakukan atau menghasilkan pesan-pesan terbaik dengan usaha yang maksimal untuk memberi interpretasi. Sebaliknya partisipan yang tidak mempunyai kekuasaan harus bekerja keras untuk memahami pesan-pesan penting tersebut secara maksimal. Yang kedua, representasi memerlukan pembuat tanda memilih bentuk-bentuk untuk ekspresi yang ada didalam pikiran mereka, membentuk pandangan apa yang menurut mereka cocok pada tempatnya dan dapat dipercayai pada konteks yang diberikan. Prinsip semiotik sosial pada penelitian ini adalah untuk mengungkap makna semiotik baik berupa ungkapan verbal, konteks budaya, konteks situasi, ideologi, makna semantik, dan makna visual seperti imaji, tanda atau simbol, seperti berikut: Setiap berinteraksi oral manusia secara otomatis mendengar suara prosodik, intonasi dan bunyi-bunyi, kita juga saling berpandangan atau menatap, kita memperhatikan setiap gerak gerik lawan bicara During interaction, 1 you’re aware of your friends’ spoken language in order to hear the verbal choices, the content, the prosody and the pitch, 2 aware of facial expression, clothing, standingsitting, noddingleaning back or forward, 3 aware of environment where it takes place, etc Kress dan van Leeuwen, 2006: 177 Analisis semiotik mengungkapkan representasi visual dan verbal bahasa dan menjelaskan berbagai jenis imaji yang ada di dalam konteks sosio-kultural. Kress dan van Leeuwen 2006: 178 memperkenalkan semiotik sosial sebagai “multimodal texts”, i.e. Universitas Sumatera Utara “any text whose meanings are realized through more than one semiotic code”. Analisis multimodal dapat diintegrasikan dengan analisis kode semiotik bahasa misalnya dengan aspek metafungsi bahasa untuk menjelaskan bagaimana gramatika dapat menjelaskan ekspresi efek visual gambar atau lambang, warna, tanda simbol dengan aspek verbal dalam teks multimodal. Dalam sarana tulis aspek multimodal terletak pada desain visual tanda baca, spasi, warna, font atau gaya, imaji dan sarana representasi dan komunikasi lainnya. Semua aspek multimodal ini potensi menjadi sumberdaya semiotik mendekorasi suatu komunikasi untuk menunjukkan potensi penguatan wacana sebagai suatu semiotik sosial. Menurut Sinar 2011, 2012 di dalam analisis multimodal, teks-teks dianalisis dan dimaknai tidak hanya dari fisik bahasa yang terujar atau tertulis secara verbal tetapi juga teks diungkap dan dimaknai dari tampilan visual seperti yang terdapat pada iklan media cetak. Dengan kata lain, dalam klasifikasi perspektif semiologis kecenderungan analisis multimodal yaitu semua aspek semiotika yang muncul dalam teks dianalisis seluruhnya secara terpadu, baik aspek dan unsur semiotik kebahasaan maupun aspek dan unsur semiotik non-kebahasaan. Yang terakhir ini lazim disebut sebagai aspek dan unsur yang dikategorikan sebagai “visual representation” lihat mis. Kress Leeuwen 1996. Kress dan van Leeuwen 2006, 177 menyarankan tiga prinsip komposisi dalam menganalisis teks verbal dan visual yaitu nilai informasi Information Value, tonjolan Salient dan bingkai framing, yang diaplikasikan tidak hanya pada gambar tunggal, tetapi juga pada teks multi-semiotik. Interaksi langsung diciptakan melalui tatapan mata seperti pernyataan Kress and van Leeuwen 2006: 116-124 ‘the gaze’ as a central aspect of the interpersonal metafunction establishing interaction between the participants in the Universitas Sumatera Utara communicative act. Dalam sebuah tayangan, jika pelibat teks sebagai imaji menatapkan mata langsung kepada kamera, maka tatapan tersebut langsung tepat pada mata para penyaksi teks visual, sebagai efeknya hal ini menumbuhkan suatu garis hubungan ‘connecting the participant’s sight line with the viewers’ sehingga pembaca atau penyaksi teks mempunyai interpretasi bahwa imagi membalas tatapan matanya. Analisis ini disebut dengan ‘salience’ Kress dan van Leeuwen, 2006: 201-203. Salience dari bagian kepala adalah bagian utama yang menghasilkan jarak sosial keakraban antara sender dengan penyaksi dan pembaca dibandingkan bahagian lain dalam tubuh imaji. Tatapan mata menekankan mereka diletakkan dalam ruang luas dan kosong, wajah sekaligus memperoleh salience di dalam lingkup wajah yang juga menanti respon dari penyaksinya. Peran sekunder imaji juga memperlihatkan objek-objek pendukung seperti sarung tangan, topi, sepatu but, jilbab, scarf, bandana, saputangan, dll yang mengekspresikan hubungan eksplisit sebagai pembuat makna atau ‘meaning-maker’ yang tujuannya untuk menjelaskan setiap kekosongan informasi yang bersifat interpretasi atau ‘interpretive gaps’ lihat juga Baumgarten 2008. Dalam analisis multimodal struktur hirarki di antara unsur penting yang diperlihatkan oleh imagi secara visual adalah ukuran size, warna colour, ketajaman fokus focus. Kress dan van Leeuwen 1996 menekankan “how colour is very important in creating meaning.”

2.3 Penelitian Sebelumnya