Gambar 11: Alat transportasi sebelum tahun 1990
Gambar 12: Alat transportasi setelah tahun 1990
4.5 Sistem Mata Pencaharian
Mata pencaharian masyarakat suku Bonai saat ini terdiri dari dua bentuk, yaitu: bersifat tradisional dan non-tradisional. Mata pencaharian masyarakat suku Bonai yang
bersifat tradisional pada dasarnya bergantung pada alam dengan cara mengumpulkan hasil-hasil alam di sekitar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berbagai sistem mata
pencaharian yang bersifat tradisional tersebut adalah: 1.
Berburu dan meramu Berburu dan meramu merupakan mata pencaharian yang paling tua atau yang
dahulu digeluti oleh masyarakat suku Bonai. Masyarakat dahulunya berburu
Universitas Sumatera Utara
menggunakan alat-alat tradisional seperti tombak dan memasang perangkap untuk hewan buruan. Hewan yang menjadi target buruan masyarakat Bonai, yaitu rusa, kelinci, ayam
hutan, dan hewan-hewan lainnya yang dianggap bermanfaat. Namun pada saat ini, secara perlahan-lahan mata pencaharian dengan cara berburu sudah mulai ditinggalkan,
dikarenakan jumlah hewan buruan yang sudah berkurang bahkan sudah sulit untuk dijumpai. Sedangkan untuk mata pencaharian meramu pada masyarakat Bonai, hingga
saat ini masih digunakan oleh mereka. Pada mata pencaharian ini, yang mereka buat adalah meramu bahan-bahan untuk pengobatan. Bahan-bahan yang digunakan bersumber
dari alam, yaitu dari tumbuh-tumbuhan dan dari hewan. Dalam dunia pengobatan dan meramu, masyarakat Bonai cukup terkenal dengan sistem pengobatan alternatifnya.
Berikut gambar peralatan tradisional masyarakat suku Bonai untuk berburu:
Gambar 13: Tombak untuk berburu
2. Beternak
Beternak merupakan salah satu mata pencaharian tradisional yang dari dahulu sampai saat ini masih dilakukan oleh masyarakat suku Bonai. Masyarakat Bonai beternak
Universitas Sumatera Utara
hewan-hewan yang dapat dimanfaat untuk kebutuhan hidup mereka. Hewan-hewan yang mereka ternak adalah kambing dan jenis unggas.
Gambar 14: Peternakan ayam masyarakat suku Bonai
3. Bercocok tanam dan berladang
Bercocok tanam dan berladang telah dilakukan oleh masyarakat Bonai dengan sistem tebas dan bakar. Tanah yang dijadikan untuk bercocok tanam dan berladang,
biasanya tanah hutan berlukar. Setelah semua semak belukar ditebang dan ditebas, tanah dibiarkan kering dahulu. Setelah tanah dan semak belukar kering, kemudian dibakar
untuk menghasilkan tanah hitam dan abu dari hasil pembakaran. Menurut masyarakat Bonai, abu dari hasil pembakaran tersebut dapat dijadikan pupuk untuk tanaman.
Kemudian tanah siap untuk ditanami dengan tanaman jenis umbi-umbian, padi, dan tanaman muda lainnya. Berikut gambar ladang masyarakat suku Bonai:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 15: Ladang jagung masyarakat suku Bonai
Gambar 16: Hasil dari bercocok tanam cabe masyarakat suku Bonai
4. Menangkap ikan
Menangkap ikan atau menjadi nelayan hampir mereka lakukan setiap hari tergantung debit air sungai Rokan, karena jenis dan jumlah ikan yang dimiliki oleh sungai
Rokan cukup banyak. Selain menangkap ikan di sungai Rokan, masyarakat Bonai juga menangkap ikan di daerah rawa-rawa yang terdapat di tempat tinggal mereka. Ikan
ditangkap dengan menggunakan jala, jaring, lukah, dan kail. Masyarakat Bonai tidak pernah menggunakan racun untuk menangkap ikan, karena mereka sangat menjaga
kelestarian ikan untuk anak cucu mereka kelak. Ikan sungai dan ikan rawa-rawa yang
Universitas Sumatera Utara
mereka tangkap sebagian dijual dan sebagian lagi mereka konsumsi untuk dimakan sendiri.
Lukah yang digunakan sebagai alat penangkap ikan oleh masyarakat suku Bonai, lukah juga digunakan sebagai alat untuk melakukan suatu pertunjukan yang mengandung
unsur magis yang disebut dengan tradisi lukah gilo. Lukah gilo ini adalah lukah atau alat penangkap ikan yang dibentuk seperti orang-orangan sawah yang dapat menari dan
menggila karena diisi oleh makhluk gaib. Berikut salah contoh gambar alat menangkap ikan tradisional masyarakat suku
Bonai:
Gambar 17: Sistem penangkapan ikan tradisional atau menjala
Gambar 18: Alat penangkap ikan atau lukah
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa sebagian besar tumpuan
kehidupan masyarakat Bonai masih bersandar kepada hasil-hasil alam. Bagaimanapun
Universitas Sumatera Utara
juga, alam semakin tidak mampu menopang kehidupan mereka dikarenakan kerusakan alam tersebut. Kerusakan alam bukan dikarenakan oleh budaya masyarakat Bonai, tetapi
disebabkan oleh kepentingan-kepentingan pihak yang tidak bertanggung jawab. Kemerosotan sumber-sumber alam tersebut menyebabkan masyarakat suku Bonai
melihat kemungkinan lain dalam mata pencaharian, sehingga mereka mulai mengenal mata pencaharian baru.
Mata pencaharian baru yang mulai dikenal disebut dengan nama mata pencaharian non-tradisional. Mata pencaharian non-tradisional yang mereka geluti adalah
menjadi buruh atau kuli di pabrik pengolahan kelapa sawit. Selain itu mereka juga menjadi kuli penyadap getah karet milik masyarakat tempatan dan menyadap getah karet
dari kebun mereka sendiri. Penghasilan dari bekerja tersebutlah yang dijadikan untuk menopang hidup mereka. Tradisi lukah gilo pun juga menjadi salah satu mata
pencaharian non-tradisional bagi masyarakat suku Bonai, walaupun lukah yang mereka gunakan merupakan alat tradisional yang digunakan untuk menangkap ikan dan
menangkap ikan merupakan mata pencaharian tradisional. Dari pertunjukan tradisi lukah gilo ini, mereka mendapatkan uang tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka
sehari-hari.
4.6 Organisasi Sosial