Aliran ketiga dinamakan semiotik sosial Social Semiotics yang diperkenalkan oleh Halliday di Australia tahun 70-an dikenal dengan nama teori linguistik Sistemik
Fungsional SFL. Semiotik sosial ini diterapkan pada kajian sastra oleh Threadgold, Thibault dan kawan-kawan, semiotik visual oleh O’Toole, Kress, van Leeuwen, musik
oleh van Leeuwen dan sarana semiotik oleh Hodge dan Kress. Konsep semiotik sosial adalah bahwa hubungan setiap manusia dengan lingkungan manusia penuh dengan arti
dan arti-arti ini dipelajari melalui interaksi seseorang dengan orang lain yang melibatkan lingkungan arti tersebut. Potensi arti dalam proses belajar menciptakan sistem bahasa
sebagai sistem sosial yang terdiri atas struktur ideologi, budaya, situasi, semantik, leksikogramatika, dan fonologi grafologi.
2.2.2.1 Semiotik Aliran Paris: Teori Peirce
Teori semiotik model Peirce disebut sebagai semiotik pragmatik karena bertolak dari wujud luar tanda yang dapat di indera manusia representamen Hoed, 2001: 87.
Alasan memilih pendekatan teori Peirce digunakan adalah untuk melihat tanda, simbol, dan hubungan bahasa dengan konteks dalam peralatan pembuatan lukah dan teks
mantera ritual lukah gilo. Dasar pemikiran tersebut dijabarkan dalam bentuk tripihak triadic, yakni setiap gejala secara fenomenologis mencakup 1 bagaimana sesuatu
menggejala tanpa harus mengacu pada sesuatu yang lain, 2 bagaimana hubungan gejala tersebut dengan realitas di luar dirinya yang hadir dalam ruang dan waktu, dan 3
bagaimana gejala tersebut dimediasi, direpresentasi, dikomunikasikan, dan ditandai Christomy, 2004:16. Dikaitkan dengan data penelitian ini, proses pemaknaan triadic ini
yang dinamakan semiosis. Setiap tanda dapat ditempatkan sebagai tanda itu sendiri, sebagai tanda yang terkait dengan yang lainnya, sebagai mediator antara objek dan
Universitas Sumatera Utara
interpretan. Cara Peirce melihat realitas dalam tiga kemungkinan itu sangat penting untuk memahami jargon-jargon lainnya.
Dengan tiga penjelasan di atas kemudian dihasilkan tiga trikotomi: trikotomi pertama adalah qualisign, sinsign, dan legisign, trikotomi kedua adalah ikonis hubungan
antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan, indeks tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda atau hubungan sebab
akibat, dan simbol tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya atau hubungan berdasarkan perjanjian; trikotomi ketiga adalah term rheme,
proposisi dicent, dan argument. Relasi itu dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 1 Klasifikasi Sepuluh Tanda yang Utama dari Peirce
dalam Christomy, 2004:116
Relasi dengan representamen
Relasi dengan objek
Relasi dengan Interpretan
Kepertamaan firstness
Bersifat potensial qualisign
Berdasarkan keserupaan ikonis
Terms rheme Keduaan
secondness Bersifat keterkaitan
sinsign Berdasarkan
penunjukkan indeks
Suatu pernyataan yang bisa benar
bisa salah proposisi atau
dicent
Ketigaan thirdness
Bersifat kesepakatan
legisign Berdasarkan
kesepakatan simbol
Hubungan proposisi yang
dikenal dalam bentuk logika
tertentu internal argument
Berdasarkan berbagai klasifikasi tersebut, Peirce membagi tanda menjadi sepuluh jenis:
Universitas Sumatera Utara
1. Qualisign, yakni kualitas sejauh yang dimiliki tanda. Kata keras menunjukkan
kualitas tanda. Misalnya, suaranya keras yang menandakan orang itu marah atau ada sesuatu yang diinginkan.
2. Iconic Sinsign, yakni tanda yang memperlihatkan kemiripan.
Contoh : foto, diagram, peta, dan tanda baca. 3.
Rhematic Indexical Sinsign, yakni tanda berdasarkan pengalaman langsung, yang secara langsung menarik perhatian karena kehadirannya disebabkan oleh sesuatu.
Contoh: pantai yang sering merenggut nyawa orang yang mandi di situ akan dipasang bendera bergambar tengkorak yang bermakna berbahaya,
dilarang mandi di sini. 4.
Dicent Sinsign, yakni tanda yang memberikan informasi tentang sesuatu. Misalnya, tanda larangan yang terdapat di pintu masuk sebuah kantor.
5. Iconic Legisign, yakni tanda yang menginformasikan norma hukum. Misalnya,
rambu lalu lintas. 6.
Rhematic Indexical Legisign, yakni tanda yang mengacu kepada objek tertentu, misalnya kata ganti penunjuk. Seseorang bertanya, “Mana buku itu?” dan
dijawab, “Itu” 7.
Dicent Indexical Legisign, yakni tanda yang bermakna informasi dan menunjuk subjek informasi. Tanda berupa lampu merah yang berputar-putar di atas mobil
ambulans menandakan ada orang sakit atau orang yang celaka yang sedang dibawa ke rumah sakit.
8. Rhematic Symbol atau Symbol Rheme, yakni tanda yang dihubungkan dengan
objeknya melalui asosiasi ide umum. Misalnya, kita melihat gambar harimau.
Universitas Sumatera Utara
9. Dicent Symbol atau Proposition proposisi adalah tanda yang langsung
menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak. Kalau seseorang berkata, “Pergi”, penafsiran kita langsung berasosiasi pada otak, dan sertamerta
kita pergi. 10.
Argument, yakni tanda yang merupakan iferens seseorang terhadap sesuatu berdasarkan alasan tertentu. Seseorang berkata, “Gelap.” Orang itu berkata gelap
sebab ia menilai ruang itu cocok dikatakan gelap. Sobur, 2004: 42-43 Bagi Peirce, semiotis dapat menggunakan tanda apa saja linguistis, visual, ruang,
perilaku sepanjang memenuhi syarat untuk sebuah tanda. Dengan demikian, sebuah tanda melibatkan proses kognitif di dalam kepala seseorang dan proses itu dapat terjadi
kalau ada representamen, acuan, dan interpretan. Dengan kata lain, sebuah tanda senantiasa memiliki tiga dimensi yang saling
terkait: Representamen R sesuatu yang dapat dipersepsi, Objek O sesuatu yang mengacu kepada hal lain, dan Interpretan I sesuatu yang dapat diintepretasi.
Gambar 1. Tiga Dimensi Tanda oleh Peirce dalam Christomy, 2004:117
Objek O
Representamen R Interpretan I
Universitas Sumatera Utara
2.2.2.2 Semiotik Sosial: Halliday, dkk